Lo Blok 13 Scenario 2
Lo Blok 13 Scenario 2
1. What is the meaning of antibiotic resistance and factors that which can cause it?
Antibiotic resistance occurs when an antibiotic has lost its ability to effectively
control or kill bacterial growth; in other words, the bacteria are "resistant" and
continue to multiply in the presence of therapeutic levels of an antibiotic.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resistensi obat adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan obat antimikroba yang terlalu sering
Antibiotik yang terlalu sering digunakan biasanya akan berkurang efektivitasnya.
2. Penggunaan obat antimikroba yang irasional
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan obat antimikroba yang irasional
seperti suatu keadaan penyakit yang tidak membutuhkan terapi antimikroba malah
dipaksakan untuk menggunakannya, hal ini merupkan faktor penting yang
memudahkan berkembangnya resistensi pada mikroba.
3. Penggunaan obat antimikroba baru yang berlebihan
Contoh obat antimikroba yang relatif cepat kehilangan efektifitasnya setelah
dipasarkan yaitu siprofloksasin dan kotrimoksazol.
4. Penggunaan obat antimikroba untuk jangka waktu lama
Penggunaan obat antimikroba dalam jangka waktu lama memberikan peluang
pertumbuhan mikroba yang lebih resisten (first step mutant).
5. Faktor lainnya yang mempengaruhi terjadinya resistensi yaitu kemudahan
transportasi modern, perilaku seksual, sanitasi yang buruk dan kondisi perumahan
yang tidak memenuhi syarat.
4 Penyebab timbulnya resistensi antibiotika :
Tidak tepat sasaran, salah satunya adalah pemberian antibiotika pada pasien yang
bukan menderita penyakit infeksi bakteri. Walaupun menderita infeksi bakteri,
antibiotika yang diberikan pun harus dipilih secara seksama. Tidak semua antibiotika
ampuh terhadap bakteri tertentu. Setiap antibiotika mempunyai daya bunuh terhadap
bakteri yang berbeda-beda. Karena itu, antibiotika harus dipilih dengan seksama.
Tidak tepat dosis dapat menyebabkan bakteri tidak terbunuh, bahkan justru dapat
merangsangnya untuk membentuk turunan yang lebih kuat daya tahannya sehingga
resisten terhadap antibiotika. Karena itu, jika dokter memberikan obat antibiotika,
patuhilah petunjuk pemakaiannya dan harus diminum sampai habis.
Terlalu sering mengonsumsi antibiotika juga berdampak buruk pada bakteribakteri baik yang menghuni saluran pencernaan kita. Bakteri-bakteri tersebut dapat
terbunuh, padahal mereka bekerja membuat zat-zat yang bermanfaat bagi kesehatan
kita.
Depending on the active ingredients they contain, different types of mouthwash can be used
to prevent tooth decay, reduce formation of dental plaque and gingivitis (inflammation of the
gums) or reduce tooth sensitivity.
Fluoride mouthwash
chlorhexidine gluconate
triclosan
benzalkonium chloride
domiphen bromide
Betadine
Antimalodor
cetylpyridinium chloride
Sanguinarine
Antiplaque/oxidizing
Zinc when used in combination with other anti-septic agents can limit the build-up
of tartar
Hydrogen peroxide
Calcium
Anticavity
Fluoride
Antiinflammatory
Betamethasone
Analgesics
Benzydamine
Saliva substitute
Topical agents
to prevent bleeding etc., mouthwashes with ingredients such as tranexamic acid are
locally applied
Phenolic compounds
phenolic compounds include essential oil constituents that have some antibacterial
properties, like phenol, thymol, eugenol, eucalyptol or menthol.
Inactive ingredients
Astringents
Astringents like zinc chloride to provide a pleasant-tasting sensation and shrink
tissues or Alternative mouthwash ingredients might include persica or alum.
Carriers
Alcohol is added to mouthwash not to destroy bacteria but to act as a carrier agent for
essential active ingredients such as menthol, eucalyptol and thymol which help to
penetrate plaque.
Preservatives
Commercial mouthwashes usually contain a preservative such as sodium benzoate or
methylparaben to preserve freshness once the container has been opened. Many newer
brands are alcohol-free and contain odor-elimination agents such as oxidizers, as well
as odor-preventing agents such as zinc ion to keep future bad breath from developing.
Flavoring agents
flavoring agents include sweeteners such as sorbitol, sucralose, sodium saccharin, and
xylitol (which doubles as a bacterial inhibitor).
Others
Water
Salt
3. What are the drugs (all type of drug) that safe and unsafe for pregnant woman?
And appropriate dossage for pregnant woman?
Untuk mengetahui obat-obatan yang aman untuk janin, para tenaga kesehatan di
Indonesia berpedoman pada kategori dari Food and Drug Administration (FDA) di
Amerika Serikat. FDA membuat kategori obat-obatan untuk ibu hamil berdasarkan
tingkat keamanannya terhadap janin:2
Kategori D: penelitian pada manusia menunjukan bukti kelainan yang jelas pada
janin. Tetapi manfaat obat lebih tinggi dibandingkan potensi resiko yang terjadi.
Kategori X: penelitian pada manusia menunjukan kelainan pada janin. Dan tingkat
bahayanya lebih besar daripada manfaatnya.
Kategori C = Digunakan jika perlu, kemungkinan bisa ada efek samping pada
janin
Kategori D = Digunakan jika darurat, bisa terjadi efek samping pada janin
Obat apa yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi ibu hamil?
Boleh
Obat-obatan yang termasuk dalam kategori A dan B aman untuk dikonsumsi ibu
hamil.
Tidak Boleh
Obat-obatan yang termasuk dalam kategori X sangat berbahaya bagi janin dan
tidak pernah digunakan pada ibu hamil.
No
1
Kategori
Analgetik
Pilihan Obat
Parasetamol (B)(dapat digunakan
dengan dosis normal pada semua
umur kehamilan, untuk indikasi
analgetik antipiretik)
Keterangan
Aspirin dapat
digunakan, namun untuk
trimester ketiga harus
dihindari.
Untuk
antiinflamasi,NSAIDs
seperti ibuprofen dan
diklofenak dapat
digunakan pada 2
trimester awal.
Selektif COX-2
Inhibitor tidak
direkomendasikan
karena data yang masih
kurang.
2
Gout
Antialergi
Asma
Ekspektoran dan
Mukolitik
Gastritis
7
8
9
Konstipasi
Antidiare
Antikolesterol
10
Antibiotik
Menjadi golongan D
ketika usia kehamilan
lebih dari 30 minggu
H1-blocker generasi
pertama dilaporkan
dapat menyebabkan
neonatal respiratory
depression
Tuberkulosis
Penisilin
Obat-obat yang termasuk dalam golongan penisilin dapat dengan mudah menembus plasenta
dan mencapai kadar terapetik baik pada janin maupun cairan amnion. Penisilin relatif paling
aman jika diberikan selama kehamilan, meskipun perlu pertimbangan yang seksama dan atas
indikasi yang ketat mengingat kemungkinan efek samping yang dapat terjadi pada ibu.Ampilisin:Segi keamanan baik bagi ibu maupun janin relatif cukup terjamin. Kadar ampisilin
dalam sirkulasi darah janin meningkat secara lambat setelah pemberiannya pada ibu dan
bahkan sering melebihi kadarnya dalam sirkulasi ibu. Pada awal kehamilan, kadar ampisilin
dalam cairan amnion relatif rendah karena belum sempurnanya ginjal janin, di samping
meningkatnya kecepatan aliran darah antara ibu dan janin pada masa tersebut. Tetapi pada
periode akhir kehamilan di mana ginjal dan alat ekskresi yang lain pada janin telah matur,
kadarnya dalam sirkulasi janin justru lebih tinggi dibanding ibu. Farmakokinetika ampisilin
berubah menyolok selama kehamilan.Dengan meningkatnya volume plasma dan cairan
tubuh, maka meningkat pula volume distribusi obat. Oleh sebab itu kadar ampisilin pada
wanita hamil kira-kira hanya 50% dibanding saat tidak hamil. Dengan demikian
penambahan dosis ampisilin perlu dilakukan selama masa kehamilan.
Amoksisilin
Pada dasarnya, absorpsi amoksisilin setelah pemberian per oral jauh lebih baik dibanding
ampisilin. Amoksisilin diabsorpsi secara cepat dan sempurna baik setelah pemberian oral
maupun parenteral. Seperti halnya dengan ampisilin penambahan dosis amoksisilin pada
kehamilan perlu dilakukan mengingat kadarnya dalam darah ibu maupun janin relatif
rendah dibanding saat tidak hamil. Dalam sirkulasi janin, kadarnya hanya sekitar
seperempat sampai sepertiga kadar di sirkulasi ibu.
4. What are the side effect and mechanism of drug in pregnant woman?
Tetrasiklin:Seperti halnya penisilin dan antibiotika lainnya, tetrasiklin dapat dengan
mudah melintasi plasenta dan mancapai kadar terapetik pada sirkulasi janin.
Jika diberikan pada trimester pertama kehamilan, tetrasiklin menyebabkan
terjadinya deposisi tulang in utero, yang pada akhirnya akan menimbulkan
gangguan pertumbuhan tulang, terutama pada bayi prematur. Meskipun hal ini
bersifat tidak menetap (reversibel) dan dapat pulih kembali setelah proses
remodelling, namun sebaiknya tidak diberikan pada periode tersebut. Jika diberikan
pada trimester kedua hingga ketiga kehamilan, tetrasiklin akan mengakibatkan
terjadinya perubahan warna gigi (menjadi kekuningan) yang bersifat menetap
disertai hipoplasia enamel. Mengingat kemungkinan risikonya lebih besar dibanding
manfaat yang diharapkan maka pemakaian tetrasiklin pada wanita hamil sejauh
mungkin harus dihindari.
Beberapa obat-obatan bisa berbahaya jika diminum pada trimester pertama (tiga bulan
pertama kehamilan), trimester kedua, atau ketiga.
Trimester pertama adalah masa yang paling rawan untuk janin. Karena pada tiga
bulan awal, organ-organ janin baru saja dibentuk. Obat-obatan yang dikonsumsi pada
masa ini dapat mempengaruhi pembentukan organ tubuh, menimbulkan kerusakan
organ, kecacatan atau deformitas. Jika kerusakannya berat, bisa terjadi keguguran.
Pada trimester kedua, obat-obatan dapat mempengaruhi sistem syaraf janin yang
sedang berkembang dan juga pertumbuhan bayi, sehingga saat lahir berat badan janin
kurang. Namun para pakar menyimpulkan, bahwa trimester 2 merupakan trimester
yang paling aman untuk mengkonsumsi obat.