Anda di halaman 1dari 40

Bioremediasi berasal dari kata bio dan remediasi atau remediate yang artinya

menyelesaikan masalah. Secara umum bioremediasi dimaksudkan sebagai penggunaan


mikroba untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan atau untuk menghilangkan
senyawa yang tidak diinginkan dari tanah, lumpur, air tanah atau air permukaan sehingga
lingkungan tersebut kembali bersih dan alamiah. Mikroba yang hidup di tanah dan di air
tanah dapat memakan bahan kimia berbahaya tertentu, terutama organik, misalnya berbagai
jenis minyak bumi. Mikroba mengubah bahan kimia ini menjadi air dan gas yang tidak
berbahaya misalnya CO2. Bakteri yang secara spesifik menggunakan karbon dari
hidrokarbon minyak bumi sebagai sumber makanannya disebut sebagai bakteri petrofilik.
Bakteri inilah yang memegang peranan penting dalam bioremediasi lingkungan yang
tercemar limbah minyak bumi. Bagaimana bioremediasi dilakukan? Faktor utama agar
mikroba dapat membersihkan bahan kimia berbahaya dari lingkungan, yaitu adanya mikroba
yang sesuai dan tersedia kondisi lingkungan yang ideal tempat tumbuh mikroba seperti suhu,
pH, nutrient dan jumlah oksigen. Aplikasi bioremediasi di Indonesia mengacu pada
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 (KepMen LH no.
128/2003) mengatur tentang tatacara dan persyaratan teknis pengolahan limbah dan tanah
terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis. Disini dicantumkan bahwa bioremediasi
dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal. Pada umumnya, di daerah yang tercemar
jumlah mikroba yang ada tidak mencukupi untuk terjadinya bioproses secara alamiah. Dalam
teknologi bioremediasi dikenal dua cara menstimulasi pertumbuhan mikroba, yaitu dengan
biostimulai dan bioaugmentasi. Biostimulasi dalah memperbanyak dan mempercepat
pertumbuhan mikroba yang sudah ada di dalam tanah tercemar dengan cara memberikan
lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrient (misalnya sumber
Nitrogen dan Phospor) dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada sangat sedikit, maka harus
ditambahkan mikroba untuk mencapai jumlah mikroba rata-rata 10^3 cfu/gram* tanah
sehingga bioproses dapat dimulai. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang
sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di
laboratorium diperbanyak dan kembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses.
Penambahan mikroba dengan cara ini disebut sebagai bioaugmentasi. Kondisi lingkungan
yang memadai akan membantu mikroba tumbuh, berkembang dan memakan polutan
tersebut (atau memanfaatkan Carbon dari polutans sebagai sumber energi untuk
pertumbuhan). Sebaliknya jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan
tumbuh dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat
ditemukan di area yang tercemar. Dengan demikian, perencanaan teknis (engineering design)
yang benar memegang peranan penting untuk mendapatkan proses bioremediasi yang efektif.
Dalam aplikasi teknik bioremediasi dikenal dua teknik yang sangat umum diterapkan yaitu
biopile dan landfarming. Pada teknik biopile, tanah tercemar ditimbun diatas lapisan kedap
air dan suplai udara yang diperlukan oleh mikroba dilakukan dengan memasang perpipaan
untuk aerasi (pemberian udara) dibawah tumpukan tanah tercemar. Pompa udara dipasang
diujung perpipaan sehingga semua bagian tanah yang mengandung mikroba dan polutan
berkontak dengan udara. Dengan teknik ini, ketinggian tanah timbunan adalah 1 sampai 1,5
meter. Teknik landfarming dilakukan dengan menghamparkan tanah tercemar diatas lapisan

kedap air. Ketebalan hamparan tanah 30 50 cm memungkinkan kontak mikroba dengan


udara. Untuk menjamin bahwa semua bagian dari tanah yang diolah terkontak dengan udara
maka secara berkala hamparan tanah tersebut di balikkan. Nama landfarming digunakan
karena proses pembalikan tanah yang dilakukan sama dengan pembalikan tanah pada saat
persiapan lahan untuk pertanian. Apakah bioremediasi aman untuk digunakanBioremediasi
sangat aman untuk digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah sudah ada
dilingkungan (tanah). Mikroba ini adalah mikroba yang tidak berbahaya bagi lingkungan atau
masyarakat. Bioremediasi juga dikatakan aman karena tidak menggunakan/ menambahkan
bahan kimia dalam prosesnya. Nutrien yang digunakan untuk membantu pertumbuhan
mikroba adalah pupuk yang digunakan dalam kegiatan pertanian dan perkebunan. Karena
bioremediasi mengubah bahan kimia berbahaya menjadi air (H2O) dan gas tidak berbahaya
(CO2), maka senyawa berbahaya dihilangkan seluruhnya. Teknologi bioremediasi banyak
digunakan pada pencemaran di tanah karena beberapa keuntungan menggunakan proses
alamiah / bioproses. Tanah atau air tanah yang tercemar dapat dipulihkan ditempat tanpa
harus mengganggu aktifitas setempat karena tidak dilakukan proses pengangkatan polutan.
Teknik ini disebut sebagai pengolahan in-situ. Teknik bioremediasi yang diterapkan di
Indonesia adalah teknik ex-situ yaitu proses pengolahan dilakukan ditempat yang
direncanakan dan tanah tercemar / polutan diangkat ke tempat pengolahan. Waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan pengolahan tergantung pada faktor jenis dan jumlah
senyawa polutan yang akan diolah, ukuran dan kedalaman area yang tercemar, jenis tanah
dan kondisi setempat dan teknik yang digunakan. Jenis minyak mentah ringan (light crude
sesuai nomor API ) yang diolah dengan teknik biopile bioaugmetnasi dan konsentrasi
pengolahan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Kepmen LH 128/2003 yaitu max 15%
memerlukan waktu 4 6 bulan. Sedangkan minyak mentah berat (heavy crude) akan
memerlukan waktu dari 1 tahun atau lebih. Kondisi ini bervariasi dari satu area tercemar
dengan area lainnya, sehingga waktu yang diperlukan dalam rentang 4 bulan sampai 1 tahun.
Kondisi akhir (end point) untuk menyatakan bahwa proses bioremediasi berhasil dan selesai
adalah konsentrasi total hidrokarbon minyak bumi (TPH) 1%. Kepmen LH 128/2003 untuk
saat ini baru menggunakan parameter TPH saja karena kegiatan yang menerapkan teknologi
bioremediasi masih terbatas pada industri migas. Biaya yang diperlukan untuk melakukan
bioremediasi berada pada rentang US $25 75 per ton tanah olahan, tergantung pada kondisi
pencemaran. Harga ini masih lebih murah dibandingkan dengan menggunakan teknik
pengolahan lainnya misalnya insinerasi yang bisa mencapai 4 sampai 10 kali lipatnya.
Bioremediasi sebagai teknologi yang dapat digunakan untuk membersihkan berbagai jenis
polutan bukan berarti tanpa keterbatasan. Bioremediasi tidak dapat diaplikasikan untuk
semua jenis polutan, misalnya untuk pencemaran dengan konsentrasi polutan yang sangat
tinggi sehingga toksik untuk mikroba atau untuk pencemar jenis logam berat misal kadmium
dan Pb. Dimasa yang akan datang, penerapan teknologi bioremediasi di Indonesia akan
berkembang tidak hanya terbatas pada pemulihan lahan tercemar minyak bumi di industri
migas, tetapi juga pencemaran di industri otomotif, SPBU dan industri lainnya seperti
pertanian. Dengan demikian, polutan targetnya bukan hidrokarbon minyak bumi saja tetapi
juga senyawa inorganik lainnya seperti pestisida. Pendekatan molekular misalnya identifikasi
mikroba dengan 16sRNA atau 18sRNA untuk mengetahui keberlimpaphan mikroba dalam
proses bioremediasi dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja bioproses. Teknologi

molekular ini sudah tersedia dan dibandingkan dengan teknik identifikasi konvesional yang
saat ini umum digunakan di Indonesia memberikan waktu pemeriksaan lebih cepat. Namun
demikian, penggunaan teknik molekular ini masih mahal dan belum perlu sebagai prioritas.
(Sri Harjati Suhardi, Peneliti dan Praktisi Bioremediasi Pusat Ilmu Hayati ITB)

Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan sebagai proses
dalam menyelesaikan masalah. Menurut Munir (2006), bioremediasi merupakan pengembangan dari
bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan
pencemaran. Menurut Sunarko (2001), bioremediasi mempunyai potensi untuk menjadi salah satu
teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk mengantisipasi masalah-masalah
lingkungan.
Menurut Ciroreksoko(1996), bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian bahan
organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti karbondioksida (CO2), metan, dan
air. Sedangkan menurut Craword (1996), bioremediasi merujuk pada penggunaan secara produktif
proses biodegradatif untuk menghilangkan atau mendetoksi polutan (biasanya kontaminan tanah, air
dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat.
Bioremediasi adalah pemanfaatan mikroorganisme (khamir, fungi (mycoremediasi), yeast,
alga dan bakteri yang berfungsi sebagai agen bioremediator) untuk membersihkan senyawa pencemar
(polutan) dari lingkungan. Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian limbah
organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali. bioremediasi juga dapat pula
memanfaatkan tanaman air. Tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir
komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam proses pengolahan
limbah cair ( misalnya menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri patogen). Penggunaan
tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi. Bioremediasi bertujuan untuk memecah
atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon
dioksida dan air) atau dengan kata lain mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan
pencemar dari lingkungan.

Mekanisme
Pada proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik menjadi senyawa
yang kurang toksik atau tidak toksik. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh
mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut,
sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada
biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya
menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Pendekatan umum untuk meningkatkan
kecepatan biotransformasi/ biodegradasi adalah dengan cara:
1.

seeding, mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi instrinsik)


dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi)

2.

feeding, memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi


(bioventing).
Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan biokatalis.

Menurut Dr. Anton Muhibuddin, salah satu mikroorganisme yang berfungsi sebagai
bioremediasi adalah jamur vesikular arbuskular mikoriza (vam). Jamur vam dapat berperan langsung
maupun tidak langsung dalam remediasi tanah. Berperan langsung, karena kemampuannya menyerap
unsur logam dari dalam tanah dan berperan tidak langsung karena menstimulir pertumbuhan
mikroorganisme bioremediasi lain seperti bakteri tertentu, jamur dan sebagainya.
Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk mengolah air
pada saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang
berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan
dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat,
petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan
lain-lain.
Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang
sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik
mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis mikroba
yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi melalui teknologi
genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode
enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat
meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun
menjadi tidak berbahaya.
Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien
dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali
dipatenkan adalah bakteri "pemakan minyak". Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon
yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan
bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah
diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain
rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain
inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang
cenderung bertahan di lingkungan.
Pada bioremediasi microbial terdapat faktor-faktor utama yang menentukan: yaitu Populasi
mikroba, Konsentrasi nutrien, Pasokan oksigen, Suhu dan kelembaban.

Jenis-jenis bioremediasi
Jenis-jenis bioremediasi dibagi menjadi 2 yaitu:
a.

Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu


1.

Biostimulasi

Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di
daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu
penambahan nutrien dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada dalam jumlah sedikit, maka harus
ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses dapat terjadi. Mikroba yang
ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui
proses penyesuaian di laboratorium di perbanyak dan dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai
bioproses. Namun sebaliknya, jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh
dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area
yang tercemar.
2.

Bioaugmentasi

Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah cair untuk
meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi. Cara ini paling sering digunakan
dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Hambatan mekanisme ini yaitu sulit untuk
mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroba dapat berkembang dengan optimal. Selain itu
mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan tersebut (Uwityangyoyo, 2011). Menurut Munir (2006),
dalam beberapa hal, teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu. Para
ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam bioremediasi, dan
mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.

3.

Bioremediasi Intrinsik

Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami (tanpa campur tangan manusia) dalam air atau tanah
yang tercemar.
b.
1.

Bioremediasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu:


In situ : dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar (proses bioremediasi yang digunakan

berada pada tempat lokasi limbah tersebut). Proses bioremadiasi in situ pada lapisan surface juga
ditentukan oleh faktor bio-kimiawi dan hidrogeologi.
2.

Ex situ : bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu ditreatment ditempat
lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal. Lalu diberi perlakuan khusus dengan memakai
mikroba. Bioremediasi ini bisa lebih cepat dan mudah dikontrol dibanding in-situ, ia pun mampu meremediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.
Mikroorganisme akan mendegradasi zat pencemar atau polutan menjadi bahan yang kurang
beracun atau tidak beracun. Polutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan pencemar organik dan

sintetik (buatan). Bahan pencemar dapat dibedakan berdasarkan kemampuan terdegradasinya di


lingkungan yaitu :
a. Bahan pencemar yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan yang mudah
terdegradasi di lingkungan dan dapat diuraikan atau didekomposisi, baik secara alamiah yang
dilakukan oleh dekomposer (bakteri dan jamur) ataupun yang disengaja oleh manusia, contohnya
adalah limbah rumah tangga. Jenis polutan ini akan menimbulkan masalah lingkungan bila kecepatan
produksinya lebih cepat dari kecepatan degradasinya.
b. Bahan pencemar yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable pollutant),
dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius. Contohnya adalah jenis logam berat
seperti timbal (Pb) dan merkuri.
Sedangkan senyawa-senyawa pencemar menurut keberadaannya dapat dibedakan menjadi :
a. Senyawa-senyawa yang secara alami ditemukan di alam dan jumlahnya (konsentrasinya) sangat tinggi,
contohnya antara lain minyak mentah (hasil penyulingan), fosfat dan logam berat.
b. Senyawa xenobiotik yaitu senyawa kimia hasil rekayasa manusia yang sebelumnya tidak pernah
ditemukan di alam, contohnya adalah pestisida, herbisida, plastik dan serat sintesis.
Dalam bioremediasi, lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat
dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti hidrokarbon,
lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama tahap akhir metabolisme,
umumnya berlangsung melalui proses yang sama. Polimer alami yang mendapat perhatian karena
sukar terdegradasi di lingkungan adalah lignoselulosa (kayu) terutama bagian ligninnya.

Berikut ini merupakan beberapa jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam mendegradasi
polutan minyak bumi dan logam berat menjadi bahan yang tidak beracun.
1. Pencemaran minyak bumi
Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik.
Minyak bumi menghasilkan fraksi hidrokarbon dari proses destilasi bertingkat. Apabila keberadaan
minyak bumi berlebihan di alam, masing-masing fraksi minyak bumi akan menyebabkan pencemaran
yang akan mengganggu kestabilan ekosistem yang dicemarinya. Di dalam minyak bumi terdapat dua
macam komponen yang dibagi berdasarkan kemampuan mikroorganisme menguraikannya, yaitu
komponen minyak bumi yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme dan komponen yang sulit
didegradasi oleh mikroorganisme.
Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri merupakan komponen terbesar dalam
minyak bumi atau mendominasi, yaitu alkana yang bersifat lebih mudah larut dalam air dan terdifusi
ke dalam membran sel bakteri. Jumlah bakteri yang mendegradasi komponen ini relatif banyak karena

substratnya yang melimpah di dalam minyak bumi. Isolat bakteri pendegradasi komponen minyak
bumi ini biasanya merupakan pengoksidasi alkana normal.
Komponen minyak bumi yang sulit didegradasi merupakan komponen yang jumlahnya lebih kecil
dibanding komponen yang mudah didegradasi. Hal ini menyebabkan bakteri pendegradasi komponen
ini berjumlah lebih sedikit dan tumbuh lebih lambat karena kalah bersaing dengan pendegradasi
alkana yang memiliki substrat lebih banyak. Isolasi bakteri ini biasanya memanfaatkan komponen
minyak bumi yang masih ada setelah pertumbuhan lengkap bakteri pendegradasi komponen minyak
bumi yang mudah didegradasi.

Beberapa bakteri dan fungi diketahui dapat digunakan untuk mendegradasi minyak bumi.
Beberapa contoh bakteri yang selanjutnya disebut bakteri hidrokarbonuklastik yaitu bakteri yang
dapat menguraikan komponen minyak bumi karena kemampuannya mengoksidasi hidrokarbon dan
menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya. Adapun contoh dari bakteri hidrokarbonuklastik
yaitu bakteri dari genus Achromobacter, Arthrobacter, Acinetobacter, Actinomyces, Aeromonas,
Brevibacterium, Flavobacterium, Moraxella, Klebsiella, Xanthomyces dan Pseudomonas, Bacillus.
Beberapa contoh fungi yang digunakan dalam biodegradasi minyak bumi adalah fungi dari genus
Phanerochaete,

Cunninghamella,

Penicillium,

Candida,

Sp.orobolomyce,

Cladosp.orium,

Debaromyces, Fusarium, Hansenula, Rhodosp.oridium, Rhodoturula, Torulopsis, Trichoderma,


Trichosp.oron. Sejumlah bakteri seperti Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter calcoaceticus,
Arthrobacter sp., Streptomyces viridans dan lain-lain menghasilkan senyawa biosurfaktan atau
bioemulsi. Kemampuan bakteri dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan dengan keberadaan enzim
regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Biosurfaktan merupakan komponen
mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat
molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan permukaan. Selain itu
biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk
didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui
beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan teremulsi
dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya ke permukaan sel bakteri sehingga lebih mudah
masuk ke dalam sel. Umumnya ada dua macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri yaitu :

Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam lemak
dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif

permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium cair.


Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida amfifatik.
Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta kestabilannya dan

tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.


Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada. Ada substrat (misalnya
seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada permukaan membran sel,

namun tidak diekskresikan ke dalam medium. Namun, ada beberapa substrat hidrokarbon (misal
heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi
karena heksadekan menyebabkan sel bakteri lebih bersifat hidrofobik. Oleh karena itu,
senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan sel
tersebut kehilangan integritas struktural selnya sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel
itu sendiri dan juga melepaskannya ke dalam medium.

Secara umum terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri yaitu sebagai berikut:
a.

Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya rata-rata

b.

kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak dapat mendukung.
Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada
sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri bersifat hidrofobik.
Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan
pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini terjadi karena adanya

c.

biosurfaktan pada membran sel bakteri Pseudomonas.


Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh bakteri. Pada
kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel.
Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh
bakteri Pseudomonas ke dalam medium.

Berikut ini merupakan jenis-jenis bakteri pendegradasi hidrokarbon pada minyak bumi yaitu:
1) Pseudomonas sp.
Pseudomonas berbentuk batang dengan diameter 0,5 1 x 1,5 5,0 mikrometer. Bakteri ini
merupakan organisme gram negatif yang motilitasnya dibantu oleh satu atau beberapa flagella yang
terdapat pada bagian polar. Akan tetapi ada juga yang hampir tidak mampu bergerak. Bersifat aerobik
obligat yaitu oksigen berfungsi sebagai terminal elektron aseptor pada proses metabolismenya.
Kebanyakan sp.esies ini tidak bisa hidup pada kondisi asam pada pH 4,5 dan tidak memerlukan
bahan-bahan organik. Bersifat oksidasi negatif atau positif, katalase positif dan kemoorganotropik.
Dapat menggunakan H2 dan CO sebagai sumber energi. Bakteri pseudomonas yang umum digunakan
sebagai pendegradasi hidrokarbon antara lain Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, dan
Pseudomonas diminuta.
Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas dalam
mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit mencapai
sel bakteri. Adapun mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri Pseudomonas yaitu:
o Mekanisme degradasi hidrokarbon alifatik
Pseudomonas menggunakan hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya. Penggunaan hidrokarbon
alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan oksigen). Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini

tidak didegradasi. Langkah pendegradasian hidrokarbon alifatik jenuh oleh Pseudomonas meliputi
oksidasi molekuler (O2) sebagai sumber reaktan dan penggabungan satu atom oksigen ke dalam
hidrokarbon teroksidasi.
o Mekanisme degradasi hidrokarbon aromatik
Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri Pseudomonas.
Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau kromosom oleh gen xy/E.
Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase. Metabolisme senyawa ini oleh
bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau catechol atau senyawa yang secara struktur
berhubungan dengan senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3dioksigenase menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu
suksinat, asetil KoA, dan piruvat.
2) Arthrobacter sp.
Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur 0,8 1,2 x 1
8 mikrometer. Pada proses pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus kecil dengan
diameter 0,6 1 mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam, aerobik,
kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam dan gas yang berasal dari
glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur optimum 25 30oC.
3) Acinetobacter sp.
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 1,6 mikrometer dan panjang 1,5- 2,5
mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat
membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai. Bakteri ini bersifat
aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada metabolisme. Semua tipe bakteri
ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada suhu 33-350 C. Bersifat oksidasi negatif
dan katalase positif. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai
sumber nutrisi, sehingga mampu meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa
menggunakan amonium dan garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki
pengaruh yang signifikan. D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh
bakteri ini, sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai
sumber karbon oleh beberapa strain.
4) Bacillus sp.
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek
(biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 mm dan panjang 3-5 mm. Merupakan
bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya yaitu 30-50oC dan
minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini mempunyai kemampuan dalam

mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan minyak bumi sebagai satu-satunya
sumber karbon untuk menghasilkan energi dan pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah,
bakteri ini dapat merombak hidrokarbon minyak bumi dengan cepat. Jenis Bacillus sp. yang
umumnya digunakan seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.
Selain dari golongan bakteri, mikroba pendegradasi hidrokarbon juga dapat dilakukan oleh
fungi.

Fungi

pendegradasi

hidrokarbon

umumnya

berasal

dari

genus

Phanerochaete,

Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sporobolomyces, Cladosporium. Jamur dari genus ini


mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Jamur Phanerochaete chrysosporium mampu
mendegradasi berbagai senyawa hidrofobik pencemar tanah yang persisten. Adapun oksidasi dan
pelarutan hidrokarbon polisiklik aromatik oleh Phanerochaete chrysosporium menggunakan enzim
lignin peroksidase. Bila terdapat H2O2, enzim lignin peroksidase yang dihasilkan akan menarik satu
elektron dari PAH yang selanjutnya membentuk senyawa kuinon yang merupakan hasil metabolisme.
Cincin benzena yang sudah terlepas dari PAH selanjutnya dioksidasi menjadi molekul-molekul lain
dan digunakan oleh sel mikroba sebagai sumber energi misalnya CO2.
Jamur dari golongan Deuteromycota (Aspergillus niger, Penicillium glabrum, P. janthinellum,
Zygomycete, Cunninghamella elegans ), Basidiomycetes (Crinipellis stipitaria) diketahui juga dapat
mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Sistem enzim monooksigenase Sitokrom P-450 pada
jamur ini memiliki kemiripan dengan sistem yang dimiliki mamalia. Adapun langkah-langkahnya
yaitu pembentukan monofenol, difenol, dihidrodiol dan quinon dan terbentuk gugus tambahan yang
larut air (misalnya sulfat, glukuronida, ksilosida, glukosida). Senyawa ini merupakan hasil detoksikasi
pada jamur dan mamalia.
2. Pencemaran Logam Berat
Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang berbahaya di permukaan
bumi, sehingga kontaminasi logam berat di lingkungan merupakan masalah yang besar. Persoalan
spesifik logam berat di lingkungan terutama akumulasinya sampai pada rantai makanan dan
keberadaannya di alam menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara maupun air. Bahan pencemar
senyawa anorganik/mineral misalnya logam-logam berat seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), Timah
hitam (pb), tembaga (Cu), timbal (Pb), dan garam-garam anorganik. Bahan pencemar berupa logamlogam berat yang masuk ke dalam tubuh biasanya melalui makanan dan dapat tertimbun dalam organorgan tubuh. Mikroba memerlukan logam sebagai fungsi struktural dan katalis serta sebagai donor
atau reseptor elektron dalam metabolisme energi. Kemampuan interaksi mikroba terhadap logam
antara lain :
a.

Mengikat ion logam yang ada di lingkungan eksternal pada permukaan sel serta membawanya ke
dalam sel untuk berbagai fungsi sel. Contohnya bakteri Thiobaccilus sp. Mampu menggunakan Fe

dalam aktivasi enzim format dehidrogenase pada sitokrom.


b. Menggunakan logam sebagai donor atau akseptor elektron dalam metabolisme energi.

c.

Mengikat logam sebagai kation pada permukaan sel yang bermuatan negatif dalam proses yang
disebut biosorpsi.

Mikroba mengurangi bahaya pencemaran logam berat dapat dilakukan dengan cara
detoksifikasi, biohidrometakurgi, bioleaching, dan bioakumulasi.
Detoksifikasi (biosorpsi) pada prinsipnya mengubah ion logam berat yang bersifat toksik menjadi
senyawa yang bersifat tidak toksik. Proses ini umumnya berlangsung dalam kondisi anaerob dan
memanfaatkan senyawa kimia sebagai akseptor elektron.
Biohidrometalurgi pada prinsipnya mengubah ion logam yang terikat pada suatu senyawa yang tidak
dapat larut dalam air menjadi senyawa yang dapat larut dalam air.
Bioleaching merupakan aktivitas mikroba untuk melarutkan logam berat dari senyawa yang
mengikatnya dalam bentuk ion bebas. Biasanya mikroba menghasilkan asam dan senyawa pelarut
untuk membebaskan ion logam dari senyawa pengikatnya. Proses ini biasanya langsung diikuti
dengan akumulasi ion logam.
Bioakumulasi merupakan interaksi mikroba dan ion-ion logam yang berhubungan dengan lintasan
metabolism.
Interaksi mikroba dengan logam di alam adalah imobilisasi logam dari fase larut menjadi tidak
atau sedikit larut sehingga mudah dipisahkan. Adapun contoh mikroba pendegradasi logam yaitu :
1)

Enterobacter cloacae dan Pseudomonas fluorescens mampu mengubah Cr (VI) menjadi Cr (III)
dengan bantuan senyawa-senyawa hasil metabolisme, misalnya hidrogen sulfida, asam askorbat,

2)

glutathion, sistein, dll.


Desulfovibrio sp. membentuk senyawa sulfida dengan memanfaatkan hidrogen sulfida yang

3)

dibebaskan untuk mengatasi pencemaran logam Cu.


Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang menggunakan sulfur dan besi
sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi molekul organik dalam endapan yang bisa

menghasilkan energi.
4) Bakteri pereduksi sulfat contohnya Desulfotomaculum sp. Dalam melakukan reduksi sulfat, bakteri
ini menggunakan sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor elektron dan menggunakan
bahan organik sebagai sumber karbon. Karbon tersebut selain berperan sebagai sumber donor
elektron dalam metabolismenya juga merupakan bahan penyusun selnya. Adapun reaksi reduksi sulfat
5)

oleh bakteri ini adalah sebagai berikut.


Bakteri belerang, khususnya Thiobacillus ferroxidans banyak berperan pada logam-logam dalam

bentuk senyawa sulfida untuk menghasilkan senyawa sulfat.


6) Mikroalga contohnya Spirulina sp., merupakan salah satu jenis alga dengan sel tunggal yang
termasuk dalam kelas Cyanophyceae. Sel Spirulina sp. berbentuk silindris, memiliki dinding sel tipis.
Alga ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengikat ion-ion logam dari larutan dan
mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan

pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina,
7)

sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel dalam sitoplasma.
Jamur Saccharomyces cerevisiae dan Candida sp. dapat mengakumulasikan Pb dari dalam perairan,
Citrobacter dan Rhizopus arrhizus memiliki kemampuan menyerap uranium. Penggunaan jamur
mikoriza juga telah diketahui dapat meningkatkan serapan logam dan menghindarkan tanaman dari
keracunan logam berat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Bioremediasi.


Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan demikian
mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon perlu dioptimalkan
aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu
diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses bioremediasi, yang meliputi kondisi
tanah, temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
a)

Lingkungan/Tanah
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran nutrient,

enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan mengakibatkan terbentuknya kondisi
anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang cocok
untuk bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir ataupun kerikil kasar sehingga dispersi
oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik. Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin
kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di dalam tanah.
b) Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40C. Ladislao, et. al. (2007)
mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38C bukan pilihan yang valid karena tidak
sesuai dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol mikroorganisme patogen. Pada temperatur yang
rendah, viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan volatilitas alkana rantai pendek yang
bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan meningkat sehingga proses biodegradasi akan
terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi tempat dilaksanakannya bioremediasi
c)

Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah oksidasi

substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen merupakan syarat
keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah tergantung pada (a)
kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c) kehadiran substrat lain yang
juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu faktor pembatas dalam
biodegradasi hidrokarbon minyak
d) pH.
Pada tanah umumnya merupakan lingkungan asam, alkali sangat jarang namun ada yang
melaporkan pada pH 11. Penyesuaian pH dari 4,5 menjadi 7,4 dengan penambahan kapur

meningkatkan penguraian minyak menjadi dua kali. Penyesuaian pH dapat merubah kelarutan,
bioavailabilitas, bentuk senyawa kimia polutan, dan makro & mikro nutrien. Ketersediaan Ca, Mg,
Na, K, NH4+, N dan P akan turun, sedangkan penurunan pH menurunkan ketersediaan NO 3- dan Cl- .
Cendawan yang lebih dikenal tahan terhadap asam akan lebih berperan dibandingkan bakteri asam.
e)

Kadar H2O dan karakter geologi.


Kadar air dan bentuk poros tanah berpengaruh pada bioremediasi. Nilai aktivitas air dibutuhkan

utk pertumbuhan mikroba berkisar 0.9 - 1.0, umumnya kadar air 50-60%. Bioremediasi lebih berhasil
pada tanah yang poros.
f)

Keberadaan zat nutrisi.


Baik pada in situ & ex situ. Bila tanah yang dipergunakan bekas pertanian mungkin tak perlu

ditambah zat nutrisi. Untuk hidrokarbon ditambah nitrogen & fosfor, dapat pula dengan makro &
mikro nutrisi yang lain. Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan
keseimbangan metabolisme sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi biasanya dilakukan
penambahan nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor sehingga proses degradasi oleh
mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya meningkat.
g) Interaksi antar Polusi.
Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan aktivitas
mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi antara beberapa galur mikroorganisme di
lingkungannya. Salah satu bentuknya adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan proses
transformasi senyawa secara tidak langsung sehingga tidak ada energy yang dihasilkan.

Kelebihan
Kelebihan teknologi ini adalah:
1. Relatif lebih ramah lingkungan,
2. Biaya penanganan yang relatif lebih murah
3. Bersifat fleksibel.
1)
2)
3)
4)

Proses pelaksanaan dapat dilakukan langsung di daerah tersebut dengan lahan yang sempit sekalipun.
Mengubah pollutant bukan hanya memindahkannya.
Proses degradasi dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang cepat.
Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah sudah ada

dilingkungan (tanah).
5) Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan bahan kimia berbahaya.
6) Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya.
Kekurangan bioremediasi sebagai berikut :
1) Tidak semua bahan kimia dapat diolahsecara bioremediasi.
2) Membutuhkan pemantauan yang ekstensif .
3) Membutuhkan lokasi tertentu.
4) Pengotornya bersifat toksik
5) Padat ilmiah

6) Berpotensi menghasilkan produk yangtidak dikenal


7) Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain
8) Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji
Teknik Dasar
Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi:
1.

Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien, pengaturan

2.

kondisi redoks, optimasi pH, dsb


Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki

kemampuan biotransformasi khusus


3. Penerapan immobilized enzymes
4. Penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar.
Kunci sukses
Kunci sukses bioremediasi adalah:
1. Dilakukan karakterisasi lahan (site characterization) :

sifat dan struktur geologis lapisan tanah,

lokasi sumber pencemar

perkiraan banyaknya hidrokarbon yang terlepas dalam tanah.

sifat-sifat lingkungan tanah : derajat keasaman (pH), temperatur tanah, kelembaban hingga
kandungan kimia yang sudah ada, kandungan nutrisi, ketersediaan oksigen.

mengetahui keberadaan dan jenis mikroba yang ada dalam tanah.


2. Treatability study.

Sesudah data terkumpul, kita bisa melakukan modeling untuk menduga pola distribusi dan tingkat
pencemarannya. Salah satu teknik modeling yang kini banyak dipakai adalah bioplume modeling dari
US-EPA. Di sini, diperhitungkan pula faktor perubahan karakteristik pencemar akibat reaksi biologis,
fisika dan kimia yang dialami di dalam tanah.
Rekayasa genetika terkadang juga perlu jika mikroba alamiah tak memuaskan hasilnya.
Treatability study juga akan menyimpulkan apakah reaksi dapat berlangsung secara aerobik atau
anaerobik.
Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen yang mengkode
enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat
meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi
tidak berbahaya.
Peluang-peluang bioremediasi

Peluang kedepan adalah pengembangan green business yang berbasis pada teknologi
bioremediasi dengan :
1. System One Top Solution (close system) dan
2. Dengan pendekatan multi-proses remediation technologies, artinya pemulihan (remediasi) kondisi
lingkungan yang terdegradasi dapat diteruskan sampai kepada kondisi lingkungan seperti kondisi awal
sebelum Kontaminasi ataupun pencemaran terjadi.

Usaha mencapai total grenning program ini dapat dilanjutkan dengan rehabilitasi lahan
dengan melakukan kegiatan phytoremediasi dan penghijauan (vegetation establishement) untuk lebih
efektif dalam mereduksi, mengkontrol atau bahkan mengeliminasi hasil bioremediasi kepada
tingkatan yang sangat aman lagi buat lingkungan.
Biaya tehnologi Bioremediasi di Indonesia berada didalam kisaran 20-200 USD per meter kubik
bahan yang akan diolah (tergantung dari jumlah dan konsentrasi limbah awalserta metoda aplikasi),
jauh lebih murah dari harga yang harus dikeluarkan dengan teknologi lain seperti incinerasi dan soil
washing (150-600 USD).

Bagi industri, penanganan lahan tercemar dengan teknologi bioremediasi memberikan nilai
strategis :
Effisiensi, kesadaran bahwa banyak sumber daya alam kita adalah non-renewable resources (ex.
minyak dan gas), dengan teknologi ramah lingkungan yang cost-effective (seperti bioremediasi) akan
secara langsung berimplikasi kepada pengurangan biaya pengolahan.
Lingkungan, ketika suatu perusahaan begitu konsern dengan lingkungan, diharapkan akan terbentuk
sikap positif dari pasar yang pada akhirnya seiring dengan kesadaran lingkungan masyarakat akan
mengkondisikan masyarakat untuk lebih memilih green Industry dibanding industri yang berlabel
red industri atau mungkin black industry, evaluasi kinerja industri dalam pengelolaan lingkungan
hidup (Proper) sudah mulai dilakukan oleh pemerintah (KLH), diharapkan kedepan, akan terus
dikembangkan menjadi pemberian sertifikasi ISO 14001, hasilnya adalah perluasan pasar dengan
"greening image".
Environmental Compliance, ketaatan terhadap peraturan lingkungan menunjukan bentuk integrasi total
dan aktif dari industri terhadap regulasi yang dibangun oleh pemerintah untuk kepentingan
masyarakat luas. Sikap ini juga akan memberi penilai positif dari masyarakat selaku konsumen
terhadap perusahaan tertentu.

Pemerintah, melalui Kementrian Lingungan Hidup, membuat Payung hukum yang mengatur
standar baku kegiatan Bioremediasi untuk mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan

pertambangan dan perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya (logam berat dan pestisida) disusun
dan tertuang didalam:
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.128 tahun 2003 tentang tatacara dan
persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi
secara biologis (Bioremediasi).
Di masa yang akan datang, mikroorganisme rekombinan dapat menyediakan cara yang efektif untuk
mengurangi senyawa-senyawa kimiawi yang berbahaya di lingkungan kita. Bagaimanapun,
pendekatan itu membutuhkan penelitian yang hati-hati berkaitan dengan mikroorganisme rekombinan
tersebut, apakah efektif dalam mengurangi polutan, dan apakah aman saat mikroorganisme itu
dilepaskan ke lingkungan.

Sumber:
http://nopi-nurpatimah.blogspot.com/2011/10/bioremediasi.html
http://idafitriani96.blogspot.com/2013/01/makalah-presentasi-mikrobiologi_3.html

2.1

Kajian
Umum
Mengenai
Bioremediasi
Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan sebagai
proses dalam menyelesaikan masalah. Bio yang dimaksud adalah organisme hidup,
terutama mikroorganisme yang digunakan dalam pemanfaatan pemecahan atau degradasi
bahan pencemar lingkungan menjadi bentuk yang lebih sederhana dan aman bagi lingkungan
tersebut. Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan
dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran atau polutan. Yang
termasuk dalam polutan antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawasenyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain. Bioremediasi
mempunyai potensi menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling
murah
untuk
mengantisipasi
masalah-masalah
lingkungan.
Menurut Ciroreksoko (1996), bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian bahan
organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti karbondioksida (CO2),
metan, dan air. Sedangkan menurut Craword (1996), bioremediasi merujuk pada penggunaan
secara produktif proses biodegradatif untuk menghilangkan atau mendetoksi polutan
(biasanya kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam

kesehatan masyarakat. Jadi bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk
mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme.
Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan
bakteri yang berfungsi sebagai agen bioremediator. Selain dengan memanfaatkan
mikroorganisme, bioremediasi juga dapat pula memanfaatkan tanaman air. Tanaman air
memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di
dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair ( misalnya
menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri patogen). Penggunaan tumbuhan ini
biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi. Jenis-jenis tanaman yang dapat melakukan
remediasi disebut dengan tanaman hiperakumulator, contohnya adalah sebagai berikut.
Proses fitoremediasi meliputi fitoakumulasi, rhizofiltrasi, fitostabilisasi, rizodegradasi,
fitodegradasi,
dan
fitovolatisasi.
* Fitoekstraksi atau fitoakumulasi yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari
media
sehingga
berakumulasi
di
sekitar
akar
tumbuhan.
* Rhizofiltrasi yaitu proses adsorbs atau pengendapan zat-zat kontaminan pada akar
(menempel
pada
akar).
* Fitostabilisasi yaitu penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin
terserap ke dalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil) pada akar
sehingga
tidak
akan
dibawa
oleh
aliran
air
dalam
media.
* Rhizodegradasi atau fitostimulasi yaitu penguraian zat-zat kontaminan dengan aktivitas
mikroba yang berada di sekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bakteri.
* Fitodegradasi atau fitotransformasi yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk
menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan
yang tidak berbahaya dengan susunan molekul yang lebih sederhana yang dapat berguna bagi
pertumbuhan tanaman itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun, batang, akar atau
di luar di sekitar perakaran dengan bantuan enzim berupa bahan kimia yang mempercepat
proses
degradasi.
* Fitovolatilisasi yaitu proses menarik dan transp.irasi zat-zat kontaminan oleh tumbuhan
dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi
utnuk
selanjutnya
diuapkan
ke
atmosfer.
Tujuan dari bioremediasi adalah untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi
bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) atau dengan kata
lain mengontrol atau mereduksi bahan pencemar dari lingkungan. Bioremediasi telah
memberikan manfaat yang luar biasa pada berbagai bidang, diantaranya adalah sebagai
berikut.
1.
Bidang
Lingkungan
Pengolahan limbah yang ramah lingkungan dan bahkan mengubah limbah tersebut menjadi
ramah lingkungan. Contoh bioremediasi dalam lingkungan yakni telah membantu
mengurangi pencemaran dari limbah pabrik, misalnya pencemaran limbah oli di laut Alaska
berhasil diminimalisir dengan bantuan bakteri yang mampu mendegradasi oli tersebut.
2.
Bidang
Industri
Bioremediasi telah memberikan suatu inovasi baru yang membangkitkan semangat industri
sehingga terbentuklah suatu perusahaan yang khusus bergerak dibidang bioremediasi,
contohnya adalah Regenesis Bioremediation Products, Inc., di San Clemente, Calif.
3.
Bidang
Ekonomi
Karena bioremediasi menggunakan bahan-bahan alami yang hasilnya ramah lingkungan,
sedangkan mesin-mesin yang digunakan dalam pengolahan limbah memerlukan modal dan
biaya yang jauh lebih, sehingga bioremediasi memberikan solusi ekonomi yang lebih baik.
4.
Bidang
Pendidikan

Penggunaan mikroorganisme dalam bioremediasi dapat membantu penelitian terhadap


mikroorganisme yang masih belum diketahui secara jelas. Pengetahuan ini akan memberikan
sumbangan
yang
besar
bagi
dunia
pendidikan
sains.
Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan biokatalis. Saat
bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi
polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut. Enzim mempercepat
proses tersebut dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan untuk
memulai suatu reaksi. Pada proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa
toksik menjadi senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Pada banyak kasus,
biotransformasi berujung pada biodegradasi. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di
lingkungan merupakan proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan
berbahaya di lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup
kompleks dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Misalnya
mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2. Dalam
proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan
reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi. Enzim yang dihasilkan juga berperan untuk
mengkatalis reaksi degradasi, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai
keseimbangan. Lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat
dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti
hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama
tahap akhir metabolisme umumnya berlangsung melalui proses yang sama.
Supaya proses tersebut dapat berlangsung optimal, diperlukan kondisi lingkungan yang
sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangangbiakan mikroorganisme. Tidak
terciptanya kondisi yang optimum akan mengakibatkan aktivitas degradasi biokimia
mikroorganisme tidak dapat berlangsung dengan baik, sehingga senyawa-senyawa beracun
menjadi persisten di lingkungan. Agar tujuan tersebut tercapai diperlukan pemahaman akan
prinsip-prinsip biologis tentang degradasi senyawa-senyawa beracun, pengaruh kondisi
lingkungan terhadap mikroorganisme yang terkait dan reaksi-reaksi yang dikatalisnya. Salah
satu cara untuk meningkatkan bioremediasi adalah melalui teknologi genetik. Teknologi
genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim
yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat
meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan
beracun
menjadi
tidak
berbahaya.
Jenis-jenis bioremediasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu bioremediasi yang melibatkan
mikroba
dan
bioremediasi
berdasarkan
lokasinya.
1.
Bioremediasi
yang
melibatkan
mikroba
Teknologi bioremediasi dalam menstimulasi pertumbuhan mikroba dilakukan dengan tiga
cara
yaitu
:
a.
Biostimulasi
Biostimulasi adalah suatu proses yang dilakukan melalui penambahan zat gizi tertentu yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme (misalnya nutrien dan oksigen) atau menstimulasi kondisi
lingkungan sedemikian rupa (misalnya pemberian aerasi) agar mikroorganisma tumbuh dan
beraktivitas lebih baik. Nutrien dan oksigen dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke
dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan
aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut. Namun sebaliknya,
jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau
mati.
b.
Bioaugmentasi
Bioaugmentasi merupakan penambahan atau introduksi satu jenis atau lebih mikroorganisme

baik yang alami maupun yang sudah mengalami perbaikan sifat (improved/genetically
engineered strains). Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan
tertentu kemudian ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar. Tetapi proses ini
mempunyai hambatan yaitu sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar
mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal, karena mikroorganisme yang dilepaskan
ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi. Dalam beberapa hal, teknik
bioaugmentasi
juga
diikuti
dengan
penambahan
nutrien
tertentu.
c.
Bioremediasi
Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami (tanpa campur tangan manusia) dalam air atau
tanah
yang
tercemar.
2.
Bioremediasi
berdasarkan
lokasi
Bioremediasi berdasarkan lokasi dapat dilakukan secara in-situ dan ex-situ.
a. Bioremediasi in-situ, yaitu proses pengelolaan limbah di lokasi limbah itu berada dengan
mengandalkan kemampuan mikroorganisme yang telah ada di lingkungan tercemar untuk
mendegradasinya.
b. Bioremediasi ex-situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah di
suatu lokasi lalu ditreatment di tempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat
asal. Kemudian diberi perlakuan khusus dengan memakai mikroba. Bioremediasi ini bisa
lebih cepat dan mudah dikontrol dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis
kontaminan
dan
jenis
tanah
yang
lebih
beragam.
Secara umum proses bioremidiasi memiliki beberapa kelebihan, namun kelebihan tersebut
selalu diimbangi dengan kelemahan walaupun sedikit. Berikut ini merupakan perbandingan
kelebihan
dan
kelemahan
dalam
bioremediasi.
>
Kelebihan
bioremediasi
* Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah
sudah
ada
dilingkungan.
* Bioremediasi tidak menggunakan atau menambahkan bahan kimia berbahaya (ramah
lingkungan).
*
Tidak
melakukan
proses
pengangkatan
polutan.
*
Teknik
pengolahannya
mudah
diterapkan
dan
murah
biaya.
*
Dapat
dilaksanakan
di
lokasi
atau
di
luar
lokasi.
*
Menghapus
resiko
jangka
panjang
>
Kelemahan
bioremediasi
*
Tidak
semua
bahan
kimia
dapat
diolah
secara
bioremediasi.
*
Membutuhkan
pemantauan
yang
intensif
*
Berpotensi
menghasilkan
produk
yang
tidak
dikenal
*
Membutuhkan
lokasi
tertentu
2.2

Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Proses
Bioremediase
Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan
demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon
perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan penambahan suplemen yang
sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses
bioremediasi, yang meliputi kondisi tanah, temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
1.
Tanah
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran
nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan mengakibatkan
terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif.
Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir
ataupun kerikil kasar sehingga disp.ersi oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik.

Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di
dalam
tanah.
2.
Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40oC. Ladislao, et. al. (2007)
mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38oC bukan pilihan yang valid
karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol mikroorganisme patogen.
Pada temperatur yang rendah, viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan volatilitas
alkana rantai pendek yang bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan meningkat
sehingga proses biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi
tempat
dilaksanakannya
bioremediasi.
3.
Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah oksidasi
substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen merupakan
syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah tergantung
pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c) kehadiran
substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu
faktor
pembatas
dalam
biodegradasi
hidrokarbon
minyak.
4.
Nutrien
Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan keseimbangan
metabolism sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi biasanya dilakukan penambahan
nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme
berlangsung
lebih
cepat
dan
pertumbuhannya
meningkat.
5.
Interaksi
antar
Polusi
Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan aktivitas
mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi antara beberapa galur mikroorganisme
di lingkungannya. Salah satu bentuknya adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan
proses transformasi senyawa secara tidak langsung sehingga tidak ada energi yang dihasilkan.
2.3

Jenis-Jenis
Mikroorganisme
yang
berperan
dalam
bioremediasi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bioremediasi adalah salah satu teknologi
alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan
mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi),
yeast, alga dan bakteri. Mikroorganisme akan mendegradasi zat pencemar atau polutan
menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun. Polutan dapat dibedakan menjadi dua
yaitu bahan pencemar organik dan sintetik (buatan). Bahan pencemar dapat dibedakan
berdasarkan
kemampuan
terdegradasinya
di
lingkungan
yaitu
:
a. Bahan pencemar yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan yang
mudah terdegradasi di lingkungan dan dapat diuraikan atau didekomposisi, baik secara
alamiah yang dilakukan oleh dekomposer (bakteri dan jamur) ataupun yang disengaja oleh
manusia, contohnya adalah limbah rumah tangga. Jenis polutan ini akan menimbulkan
masalah lingkungan bila kecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan degradasinya.
b. Bahan pencemar yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable
pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius. Contohnya adalah
jenis
logam
berat
seperti
timbal
(Pb)
dan
merkuri.
Sedangkan senyawa-senyawa pencemar menurut keberadaannya dapat dibedakan menjadi :
a. Senyawa-senyawa yang secara alami ditemukan di alam dan jumlahnya (konsentrasinya)
sangat tinggi, contohnya antara lain minyak mentah (hasil penyulingan), fosfat dan logam
berat.
b. Senyawa xenobiotik yaitu senyawa kimia hasil rekayasa manusia yang sebelumnya tidak
pernah ditemukan di alam, contohnya adalah pestisida, herbisida, plastik dan serat sintesis.

Dalam bioremediasi, lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat
dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti
hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama
tahap akhir metabolisme, umumnya berlangsung melalui proses yang sama. Polimer alami
yang mendapat perhatian karena sukar terdegradasi di lingkungan adalah lignoselulosa (kayu)
terutama bagian ligninnya. Berikut ini merupakan beberapa jenis-jenis mikroorganisme yang
berperan dalam mendegradasi polutan minyak bumi dan logam berat menjadi bahan yang
tidak
beracun.
1.
Pencemaran
minyak
bumi
Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan
aromatik. Minyak bumi menghasilkan fraksi hidrokarbon dari proses destilasi bertingkat.
Apabila keberadaan minyak bumi berlebihan di alam, masing-masing fraksi minyak bumi
akan menyebabkan pencemaran yang akan mengganggu kestabilan ekosistem yang
dicemarinya. Di dalam minyak bumi terdapat dua macam komponen yang dibagi berdasarkan
kemampuan mikroorganisme menguraikannya, yaitu komponen minyak bumi yang mudah
diuraikan oleh mikroorganisme dan komponen yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme.
* Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri merupakan komponen
terbesar dalam minyak bumi atau mendominasi, yaitu alkana yang bersifat lebih mudah larut
dalam air dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri. Jumlah bakteri yang mendegradasi
komponen ini relatif banyak karena substratnya yang melimpah di dalam minyak bumi. Isolat
bakteri pendegradasi komponen minyak bumi ini biasanya merupakan pengoksidasi alkana
normal.
* Komponen minyak bumi yang sulit didegradasi merupakan komponen yang jumlahnya
lebih kecil dibanding komponen yang mudah didegradasi. Hal ini menyebabkan bakteri
pendegradasi komponen ini berjumlah lebih sedikit dan tumbuh lebih lambat karena kalah
bersaing dengan pendegradasi alkana yang memiliki substrat lebih banyak. Isolasi bakteri ini
biasanya memanfaatkan komponen minyak bumi yang masih ada setelah pertumbuhan
lengkap bakteri pendegradasi komponen minyak bumi yang mudah didegradasi.
Beberapa bakteri dan fungi diketahui dapat digunakan untuk mendegradasi minyak bumi.
Beberapa contoh bakteri yang selanjutnya disebut bakteri hidrokarbonuklastik yaitu bakteri
yang dapat menguraikan komponen minyak bumi karena kemampuannya mengoksidasi
hidrokarbon dan menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya. Adapun contoh dari
bakteri hidrokarbonuklastik yaitu bakteri dari genus Achromobacter, Arthrobacter,
Acinetobacter, Actinomyces, Aeromonas, Brevibacterium, Flavobacterium, Moraxella,
Klebsiella, Xanthomyces dan Pseudomonas, Bacillus. Beberapa contoh fungi yang digunakan
dalam biodegradasi minyak bumi adalah fungi dari genus Phanerochaete, Cunninghamella,
Penicillium, Candida, Sp.orobolomyce, Cladosp.orium, Debaromyces, Fusarium, Hansenula,
Rhodosp.oridium, Rhodoturula, Torulopsis, Trichoderma, Trichosp.oron. Sejumlah bakteri
seperti Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter calcoaceticus, Arthrobacter sp., Streptomyces
viridans dan lain-lain menghasilkan senyawa biosurfaktan atau bioemulsi. Kemampuan
bakteri dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori yang
berperan dalam sintesis biosurfaktan. Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme
yang terdiri atas molekul hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat
molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan permukaan. Selain itu
biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah
untuk didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak
larut melalui beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan
akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya ke permukaan sel bakteri
sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel. Umumnya ada dua macam biosurfaktan yang

dihasilkan
bakteri
yaitu
:
* Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam
lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini
bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium
cair.
* Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida
amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta
kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.
Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada. Ada substrat
(misalnya seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada
permukaan membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium. Namun, ada
beberapa substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga
dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri
lebih bersifat hidrofobik. Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan
sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya
sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke
dalam
medium.
Secara umum terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri yaitu sebagai
berikut.
a. Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya
rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak dapat
mendukung.
b. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar
daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri
bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih
besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif.
Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan pada membran sel bakteri Pseudomonas.
c. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh
bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil
daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan
yang
dilepaskan
oleh
bakteri
Pseudomonas
ke
dalam
medium.
Berikut ini merupakan jenis-jenis bakteri pendegradasi hidrokarbon pada minyak bumi
yaitu:
1)
Pseudomonas
sp.
Pseudomonas berbentuk batang dengan diameter 0,5 1 x 1,5 5,0 mikrometer. Bakteri
ini merupakan organisme gram negatif yang motilitasnya dibantu oleh satu atau beberapa
flagella yang terdapat pada bagian polar. Akan tetapi ada juga yang hampir tidak mampu
bergerak. Bersifat aerobik obligat yaitu oksigen berfungsi sebagai terminal elektron aseptor
pada proses metabolismenya. Kebanyakan sp.esies ini tidak bisa hidup pada kondisi asam
pada pH 4,5 dan tidak memerlukan bahan-bahan organik. Bersifat oksidasi negatif atau
positif, katalase positif dan kemoorganotropik. Dapat menggunakan H2 dan CO sebagai
sumber energi. Bakteri pseudomonas yang umum digunakan sebagai pendegradasi
hidrokarbon antara lain Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, dan Pseudomonas
diminuta.
Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas dalam
mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit
mencapai sel bakteri. Adapun mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri
Pseudomonas
yaitu:
*
Mekanisme
degradasi
hidrokarbon
alifatik

Pseudomonas menggunakan hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya. Penggunaan


hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan oksigen). Tanpa adanya
O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi. Langkah pendegradasian hidrokarbon alifatik jenuh
oleh Pseudomonas meliputi oksidasi molekuler (O2) sebagai sumber reaktan dan
penggabungan
satu
atom
oksigen
ke
dalam
hidrokarbon
teroksidasi.
*
Mekanisme
degradasi
hidrokarbon
aromatik
Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri
Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau
kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase.
Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau
catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua
senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa
yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan
piruvat.
2)

Arthrobacter
sp.
Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur 0,8 1,2 x
1 8 mikrometer. Pada proses pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus kecil
dengan diameter 0,6 1 mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam, aerobik,
kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam dan gas yang berasal
dari glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur optimum 25 30oC.
3)

Acinetobacter
sp.
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 1,6 mikrometer dan panjang 1,52,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini
tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai.
Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada
metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada
suhu 33-350 C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki
kemampuan untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu
meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan
garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan.
D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini,
sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai sumber
karbon
oleh
beberapa
strain.
4)

Bacillus
sp.
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek
(biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 ?m dan panjang 3-5 ?m.
Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya
yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini
mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan
minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan
pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon
minyak bumi dengan cepat. Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan seperti Bacillus
subtilis,
Bacillus
cereus,
Bacillus
laterospor.
Selain dari golongan bakteri, mikroba pendegradasi hidrokarbon juga dapat dilakukan oleh
fungi. Fungi pendegradasi hidrokarbon umumnya berasal dari genus Phanerochaete,

Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sporobolomyces, Cladosporium. Jamur dari genus ini


mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Jamur Phanerochaete chrysosporium mampu
mendegradasi berbagai senyawa hidrofobik pencemar tanah yang persisten. Adapun oksidasi
dan pelarutan hidrokarbon polisiklik aromatik oleh Phanerochaete chrysosporium
menggunakan enzim lignin peroksidase. Bila terdapat H2O2, enzim lignin peroksidase yang
dihasilkan akan menarik satu elektron dari PAH yang selanjutnya membentuk senyawa
kuinon yang merupakan hasil metabolisme. Cincin benzena yang sudah terlepas dari PAH
selanjutnya dioksidasi menjadi molekul-molekul lain dan digunakan oleh sel mikroba sebagai
sumber
energi
misalnya
CO2.
Jamur dari golongan Deuteromycota (Aspergillus niger, Penicillium glabrum, P.
janthinellum, Zygomycete, Cunninghamella elegans ), Basidiomycetes (Crinipellis stipitaria)
diketahui juga dapat mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Sistem enzim
monooksigenase Sitokrom P-450 pada jamur ini memiliki kemiripan dengan sistem yang
dimiliki mamalia. Adapun langkah-langkahnya yaitu pembentukan monofenol, difenol,
dihidrodiol dan quinon dan terbentuk gugus tambahan yang larut air (misalnya sulfat,
glukuronida, ksilosida, glukosida). Senyawa ini merupakan hasil detoksikasi pada jamur dan
mamalia.
2.

Pencemaran
Logam
Berat
Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang berbahaya di
permukaan bumi, sehingga kontaminasi logam berat di lingkungan merupakan masalah yang
besar. Persoalan spesifik logam berat di lingkungan terutama akumulasinya sampai pada
rantai makanan dan keberadaannya di alam menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara
maupun air. Bahan pencemar senyawa anorganik/mineral misalnya logam-logam berat seperti
merkuri (Hg), kadmium (Cd), Timah hitam (pb), tembaga (Cu), timbal (Pb), dan garamgaram anorganik. Bahan pencemar berupa logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh
biasanya melalui makanan dan dapat tertimbun dalam organ-organ tubuh. Mikroba
memerlukan logam sebagai fungsi struktural dan katalis serta sebagai donor atau reseptor
elektron dalam metabolisme energi. Kemampuan interaksi mikroba terhadap logam antara
lain
:
a. Mengikat ion logam yang ada di lingkungan eksternal pada permukaan sel serta
membawanya ke dalam sel untuk berbagai fungsi sel. Contohnya bakteri Thiobaccilus sp.
Mampu menggunakan Fe dalam aktivasi enzim format dehidrogenase pada sitokrom.
b. Menggunakan logam sebagai donor atau akseptor elektron dalam metabolisme energi.
c. Mengikat logam sebagai kation pada permukaan sel yang bermuatan negatif dalam proses
yang
disebut
biosorpsi.
Mikroba mengurangi bahaya pencemaran logam berat dapat dilakukan dengan cara
detoksifikasi,
biohidrometakurgi,
bioleaching,
dan
bioakumulasi.
* Detoksifikasi (biosorpsi) pada prinsipnya mengubah ion logam berat yang bersifat toksik
menjadi senyawa yang bersifat tidak toksik. Proses ini umumnya berlangsung dalam kondisi
anaerob dan memanfaatkan senyawa kimia sebagai akseptor elektron.
* Biohidrometalurgi pada prinsipnya mengubah ion logam yang terikat pada suatu senyawa
yang tidak dapat larut dalam air menjadi senyawa yang dapat larut dalam air.
* Bioleaching merupakan aktivitas mikroba untuk melarutkan logam berat dari senyawa yang
mengikatnya dalam bentuk ion bebas. Biasanya mikroba menghasilkan asam dan senyawa
pelarut untuk membebaskan ion logam dari senyawa pengikatnya. Proses ini biasanya
langsung
diikuti
dengan
akumulasi
ion
logam.
* Bioakumulasi merupakan interaksi mikroba dan ion-ion logam yang berhubungan dengan
lintasan
metabolism.

Interaksi mikroba dengan logam di alam adalah imobilisasi logam dari fase larut menjadi
tidak atau sedikit larut sehingga mudah dipisahkan. Adapun contoh mikroba pendegradasi
logam
yaitu
:
1) Enterobacter cloacae dan Pseudomonas fluorescens mampu mengubah Cr (VI) menjadi Cr
(III) dengan bantuan senyawa-senyawa hasil metabolisme, misalnya hidrogen sulfida, asam
askorbat,
glutathion,
sistein,
dll.
2) Desulfovibrio sp. membentuk senyawa sulfida dengan memanfaatkan hidrogen sulfida
yang
dibebaskan
untuk
mengatasi
pencemaran
logam
Cu.
3) Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang menggunakan sulfur
dan besi sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi molekul organik dalam endapan yang
bisa
menghasilkan
energi.
4) Bakteri pereduksi sulfat contohnya Desulfotomaculum sp. Dalam melakukan reduksi
sulfat, bakteri ini menggunakan sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor elektron
dan menggunakan bahan organik sebagai sumber karbon. Karbon tersebut selain berperan
sebagai sumber donor elektron dalam metabolismenya juga merupakan bahan penyusun
selnya. Adapun reaksi reduksi sulfat oleh bakteri ini adalah sebagai berikut.
5) Bakteri belerang, khususnya Thiobacillus ferroxidans banyak berperan pada logam-logam
dalam bentuk senyawa sulfida untuk menghasilkan senyawa sulfat. Secara umum reaksinya
adalah:
6) Mikroalga contohnya Spirulina sp., merupakan salah satu jenis alga dengan sel tunggal
yang termasuk dalam kelas Cyanophyceae. Sel Spirulina sp. berbentuk silindris, memiliki
dinding sel tipis. Alga ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengikat ion-ion logam
dari larutan dan mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang
dapat melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus
karboksil, hidroksil, amina, sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam
dinding
sel
dalam
sitoplasma.
7) Jamur Saccharomyces cerevisiae dan Candida sp. dapat mengakumulasikan Pb dari dalam
perairan, Citrobacter dan Rhizopus arrhizus memiliki kemampuan menyerap uranium.
Penggunaan jamur mikoriza juga telah diketahui dapat meningkatkan serapan logam dan
menghindarkan
tanaman
dari
keracunan
logam
berat.
2.4 Teknik-teknik yang berperan dalam bioremediasi di lingkungan terestrial dan akuatik
Polutan dapat tersebar dengan mudah di lingkungan terestrial dan akuatik. Namun dengan
bantuan beberapa mikroorganisme yang telah dijelaskan di atas, polutan tersebut dapat
diremediasi. Adapun teknik yang berperan dalam bioremediasi di lingkungan terestrial dan
akuatik
adalah
sebagai
berikut.
1.
Teknik
bioremediasi
di
lingkungan
terestrial
Lingkungan terestrial atau tanah apabila tercemar oleh polutan maka akan merusak
lingkungan dan mempengaruhi kehidupan mahluk hidup. Secara umum untuk menghilangkan
polutan pada tanah tersebut, ada beberapa teknik bioremediasi yang digunakan, yaitu :
a.
Composting
Pada teknik ini, bahan-bahan yang tercemar dicampur dengan bahan organik padat yang
relatif mudah terombak, dan diletakkan membentuk suatu tumpukan. Bahan organik yang
dicampurkan dapat berupa limbah pertanian, sampah organik, atau limbah gergajian. Untuk
mempercepat perombakan kadang-kadang diberi pupuk N, P, atau nutrient anorganik lain.
Bahan yang telah dicampur sering ditumpuk membentuk barisan yang memanjang, yang
disebut windrow. Selain itu dapat juga ditempatkan dalam wadah yang besar atau luas dan
diberi aerasi, khusus untuk bahan yang tercemari bahan kimia berbahaya. Aerasi diberikan

melalui pengadukan secara mekanis atau menggunakan alat khusus untuk memberikan aerasi.
Kelembaban bahan campuran tetap dijaga. Setelah diinkubasikan terjadi pertumbuhan
mikroba, dan suhu tumpukan meningkat mencapai 50-600C. Meningkatnya suhu dapat
meningkatkan perombakan bahan oleh mikroba. Metode composting telah digunakan
misalnya untuk mengatasi tanah yang terkontaminasi klorofenol. Pada skala lapangan
menunjukkan bahwa dengan metode ini dapat menurunkan konsentrasi bahan peledak TNT,
RDX, dan HMX dalam sedimen yang tercemar oleh bahan-bahan tersebut.
b.
Biopile
Teknik biopile merupakan pengembangan dari teknik pengomposan. Biopile merupakan salah
satu teknik bioremediasi ex-situ yang dilakukan di permukaan tanah. Teknik ini juga disebut
sebagai aerated compost pile. Oleh karena aerasi pada pengomposan terjadi secara alami,
sedangkan pada biopile menggunakan pompa untuk menginjeksikan oksigen ke dalam
tumpukan tanah tercemar yang diolah. Proses biodegradasi dipercepat dengan optimasi
pasokan oksigen, pemberian nutrien dan mikroba serta pengaturan kelembaban. Biopile
merupakan teknik penanggulangan lahan tercemar yang mirip dengan landfarning. Pada
teknik landfarming, aerasi diberikan dengan cara membolak-baliktanah dengan cara dibajak,
sedangkan pada biopile aerasi diberikan menggunakan peralatan. Pada biopile ada dua cara
pemberian aerasi. Pertama dengan pompa penghisap untuk memasukkan oksigen dari udara
ke lapisan tanah, dan yang ke-dua menggunakan blower untuk menginjeksikan udara ke
dalam tanah. Secara umum dilakukan pencampuran bahan terlebih dahulu, kemudian diproses
biopile
dan
hasil
proses
biopile
dilakukan
revegetasi.
Urutan proses biopile adalah : (1) Diberi aerasi menggunakan pipa-pipa, (2) Diberi mikroba
pendegradasi bahan pencemar, (3) pH diatur dengan pemberian kapur, (4) Diberi tambahan
nutrien NPK, (5) Diberi bulking agent untuk menggemburkan tanah (6) Diberi tanah
pencampur untuk menurunkan kandungan bahan pencemar (7) Dari hasil uji dapat
menurunkan
TPH
sampai
dibawah
1%
dalam
waktu
1
bulan
c.
Landfarming
Landfarming sering juga disebut dengan landtreatment atau landapplication. Cara ini
merupakan salah satu teknik bioremediasi yang dilakukan di permukaan tanah. Prosesnya
memerlukan kondisi aerob, dapat dilakukan secara in-situ maupun ex-situ. Landfarming
merupakan teknik bioremediasi yang telah lama digunakan, dan banyak digunakan karena
tekniknya sederhana. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan teknik ini,
yaitu kondisi lingkungan, sarana, pelaksanaan, sasaran dan biaya. Kondisi lingkungan,
kondisi tanah yang tercemar, pencemar, dan kemungkinan pelaksanaan teknik landfarming.
Untuk tanah tercemar, tanah hendaknya memiliki konduktivitas hidrolik sedang seperti lanau
(loam) atau lanau kelempungan (loamy clay). Apabila diterapkan pada tanah lempung dengan
kandungan clay lebih dari 70% akan sulit dilaksanakan. Hal ini disebabkan sifat lempung
yang mudah mengeras apabila terkena air. Kegiatan landfarming dapat dilakukan secara exsitu maupun in-situ. Namun bila letak tanah tercemar jauh diatas muka air (water table) maka
landfarming dapat dilakukan secara in-situ. pencemar yang tersusun atas bahan yang
mempunyai penguapan rendah masih sesuai untuk ditangani secara labdfarming. Bahan
pencemar yang mudah menguap tidak cocok menggunakan teknik ini karena dilakukan
secara
terbuka.
Sebaiknya
kandungan
TPH
dibawah
10%.
Kemungkinan pelaksanaannya apabila tersedia lahan, alat berat untuk menggali dan
meratakan tanah, serta kondisi lingkungan yang mendukung. Apabila ini dipenuhi, maka
memungkinkan untuk diterapkan teknik landfarming secara ex-situ. Kondisi lingkungan;
iklim di lingkungan tempat kegiatan landfarming sangat mempengaruhi proses. Panas yang
terik dapat mengakibatkan tanah cepat mengering, maka kelembaban harus selalu dijaga
dengan penyiraman. Sebaliknya pada musim hujan, tanah menjadi terlalu jenuh air, sehingga

menghambat

biodegradasi

pencemar

karena

aerasi

terhambat.

Sarana yang harus disediakan adalah lahan pengolah, pengendali limpahan air, pengendali
resapan, dan sarana pemantau. Lahan pengolah untuk menampung tanah tercemar dan tempat
pengolahan landfarming dilaksanakan. Pengendali limpahan air, terutama berfungsi saat
musim hujan, untuk menjaga kemungkinan terjadinya pencemaran baru akibat limpahan air
tercampur polutan. Pengendali resapan terletak di dasar lahan pengolah, biasanya berupa
lapisan clay yang dipadatkan sampai bersifat kedap air (liner). Pengendali yang lebih baik
adalah lapisan plastik geomembran HDPE (High Density Polyethylene). Sarana pemantau
berupa
alat
pemantau
gas,
udara,
cuaca,
air
tanah
dan
sebagainya.
Apabila dilaksanakan secara ex-situ, tanah tercemar yang diambil dari lokasi yang
tercemar dibersihkan terlebih dahulu dari batu-batu dan bahan lain. Selanjutnya tanah
dicampur dengan nutrien dan pHnya diatur. Penambahan nutrient juga disebut biostimulation.
Pada jenis tanah tertentu, perlu ditambahkan bahan penyangga berupa serbuk gergaji,
kompos, atau bahan organik lain untuk meningkatkan porositas dan konduktivitas hidrolik.
Setelah tercampur, tanah ditebarkan di lahan pengolah. Hamparan tanah selalu dijaga
kelembabannya agar kandungan air kurang lebih 15%. Secara periodik, lapisan tanah dibajak
agar tanah mendapat aerasi yang cukup. Penambahan O2 juga disebut bioventing. Apabila
diperlukan pada periode tertentu, juga diberi nutrisi agar proses biodegradasi cepat
berlangsung. Selain penambahan nutrien dan O2, juga dapat ditambah inokulum mikroba.
Nutrien umumnya adalah pupuk NPK/urea dan sumber karbon yang mudah didegradasi. Dari
hasil uji dapat menurunkan TPH sampai 49% Selama kegiatan landfarming, secara periodik
dilakukan monitoring untuk mengamati kandungan pencemar, aktivitas mikroba, dan
pengaruhnya terhadap lingkungan. Dari data hasil monitoring dapat diketahui waktu
penyelesaian
proses
landfarming.
Salah satu pencemaran yang dapat terjadi pada tanah adalah pencemaran minyak bumi.
Minyak yang merembes ke dalam tanah dapat menyebabkan tertutupnya suplai oksigen dan
meracuni mikroorganisme tanah sehingga mengakibatkan kematian mikroorganisme tersebut.
Tumpahan minyak di lingkungan dapat mencemari tanah hingga ke daerah sub-surface dan
lapisan aquifer air tanah. Pengolahan limbah minyak bumi dapat dilakukan menggunakan
teknik bioremediasi eks-situ. Pada teknik ini, lapisan dasar lahan harus disiapkan agar
mencegah terjadinya infiltrasi. Penyiapan lapisan dasar harus menggunakan lapisan tanah liat
dan geomembran serta dilengkapi sistem drainase. Limbah yang keluar dari tempat
bioremediasi harus ditampung untuk kemudian diolah sebagai limbah cair. Tahapan
bioremediasi
minyak
bumi
pada
tanah
adalah
sebagai
berikut.
1)
Penyiapan
lokasi
Lapisan tanah dipadatkan dengan ketebalan minimal 60 cm dan permeabilitas K< 10-7
m/detik atau jenis lapisan sintetis lain yang mempunyai karakteristik sama. Selanjutnya
dilapisi dengan geomembran dengan ketebalan 1,5-2,0 mm, lapisan gravel 30 cm, dan
penutup
sementara.
2)
Tahap
bioremediasi
Limbah minyak bumi yang diolah, maksimal mengandung minyak 20% berat. Kemudian
dicampur dengan tanah bulking agent sampai rata. Perbandingan antara materi pencampur
(tanah dan bulking agent lain) dengan limbah sludge maksimal 3:1. Agar terjaga
kelembabannya maka dicampur dengan air yang sudah diperkaya nutrien untuk pertumbuhan
bakteri. Mikroba atau bakteri perombak minyak bumi dapat ditambahkan ke dalam air
pencampur untuk mempercepat proses dan untuk menjamin terjadinya penurunan TPH (Total
Petroleum Hydrocarbon). Penggunaan bakteri perombak minyak bumi sebaiknya
menggunakan bakteri lokal yang diisolasi dari lokasi atau tempat lain di Indonesia.
Penggunaan bakteri impor hanya diizinkan apabila bakteri tersebut termasuk GMO

(genetically modified microorganism) dan harus mendapat persetujuan dari Departemen


Pertanian. Melakukan pengamatan terhadap penurunan kandungan minyak atau dalam bentuk
TPH untuk meyakinkan terjadinya proses biodegradasi dapat dilakukan dengan pengukuran
terhadap pertumbuhan jumlah bakteri dalam tanah dan transformasi nitrogen. Proses
bioremediasi limbah sludge lebih baik dilakukan pada kondisi aerob, sehingga perlu suplai
oksigen. Kelembaban perlu dijaga agar tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering.
Pengolahan secara bioremediasi dinyatakan layak apabila berhasil menurunkan kadar minyak
sebesar 70% dari total kandungan minyak sebelum proses dalam waktu 4 bulan dan
menurunkan kandungan petroleum hidrokarbon dengan C< 9 sebesar 80% dari total
kandungan C< 9 sebelum proses dalam waktu 4 bulan. Limbah padat sisa bioremediasi dapat
ditimbun ke dalam landfill dan atau dimanfaatkan. Landfilling harus sesuai tata cara landfill
yang
diatur
pemerintah.
2.
Teknik
bioremediasi
di
lingkungan
akuatik
Lingkungan akuatik atau perairan apabila tercemar oleh polutan juga akan merusak
lingkungan dan mempengaruhi kehidupan mahluk hidup. Oleh sebab itu, bioremediasi juga
dilakukan di lingkungan akuatik atau perairan. Namun bioremediasi yang dilakukan di
perairan cukup sulit karena terdapat beberapa faktor pembatas, antara lain :
* Jumlah bakteri (semakin lama waktu degradasi, maka semakin tinggi total bakteri sampai
batas
tertentu
sebelum
terjadi
fase
kematian).
*
Suhu
air
laut
yang
rendah.
* Kurangnya sumber nitrogen dan garam fosfat yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri
menyebabkan degradasi alami yang dilakukan bakteri terjadi dalam waktu lama.
Pencemaran yang paling sering terjadi pada lingkungan akuatik adalah di laut, dengan
jenis polutannya minyak bumi. Limbah minyak adalah buangan yang berasal dari hasil
eksplorasi produksi minyak, pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas penyimpanan,
pemrosesan, dan tangki penyimpanan minyak pada kapal laut. Pada umumnya, pengeboran
minyak bumi di laut menyebabkan terjadinya peledakan (blow out) di sumur minyak.
Ledakan ini mengakibatkan semburan minyak ke lokasi sekitar laut, sehingga menimbulkan
pencemaran. Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak tersebut dengan segera
akan mengalami perubahan secara fisik dan kimia. Diantara proses tersebut adalah
membentuk lapisan (slick formation), menyebar (dissolution), menguap (evaporation),
polimerasi (polymerization), emulsifikasi (emulsification), emulsi air dalam minyak ( water
in oil emulsions ), emulsi minyak dalam air (oil in water emulsions), foto oksida,
biodegradasi mikorba, sedimentasi, dicerna oleh plankton dan bentukan gumpalan.
Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya adalah secara in-situ
burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent, penggunaan bahan
kimia
dispersan,
dan
washing
oil.
a. In-situ burning, adalah pembakaran minyak pada permukaan laut, sehingga mengatasi
kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut, penyimpanan dan pewadahan minyak
serta air laut yang terasosiasi. Teknik ini membutuhkan booms (pembatas untuk mencegah
penyebaran minyak) atau barrier yang tahan api. Namun, pada peristiwa tumpahan minyak
dalam jumlah besar sulit untuk mengumpulkan minyak yang dibakar. Selain itu, penyebaran
api
sering
tidak
terkontrol.
b. Penyisihan minyak, secara mekanis melalui dua tahap, yaitu melokalisir tumpahan dengan
menggunakan booms dan melakukan pemindahan minyak ke dalam wadah dengan
menggunakan
peralatan
mekanis
yang
disebut
skimmer.
c. Bioremediasi yaitu proses pendaur ulangan seluruh material organik. Bakteri pengurai
spesifik dapat diisolasi dengan menebarkannya pada daerah yang terkontaminasi. Selain itu,
teknik bioremediasi dapat menambahkan nutrisi dan oksigen, sehingga mempercepat
penurunan polutan. Adapun bioremediasi yang bisa diterapkan pada tumpahan minyak yaitu :

*
Nutrient
Enrichment
Ketika minyak terlepas dalam jumlah besar, kemampuan mikroorganisme
untuk mendegradasi petroleum dibatasi oleh kurang mencukupinya nutrien. Penambahan
nitrogen,fosfor, dan nutrien lain dimaksudkan untuk mengatasi kurangnya nutrien dan
memungkinkanuntuk proses biodegradasi petroleum pada laju yang optimal.
*
Seeding
with
Naturally
Occurring
Microorganisms
Seeding (inokulasi) merupakan penambahan mikroorganisme pada suatu lingkungan
untuk menaikkan laju biodegradasi. Nutrien juga selalu disertakan seed culture
*
Seeding
with
Genetically
Engineered
Microorganisms
(GEM)
Alasan dibuatnya organisme ini adalah kemungkinan dapat didesain agar mampu
mendegradasi fraksi petroleum lebih efektif daripada spesies alami atau mampumendegradasi
fraksi
petroleum
yang
tidak
dapat
didegradasi oleh
spesies
alami.
d. Penggunaan sorbent dilakukan dengan menyisihkan minyak melalui mekanisme adsorpsi
(penempelan minyak pada permukaan sorbent) dan absorpsi (penyerapan minyak ke dalam
sorbent). Sorbent ini berfungsi mengubah fasa minyak dari cair menjadi padat, sehingga
mudah dikumpulkan dan disisihkan. Sorbent harus memiliki karakteristik hidrofobik,
oleofobik, mudah disebarkan di permukaan minyak, dapat diambil kembali dan digunakan
ulang. Ada tiga jenis sorbent yaitu organik alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk
gergaji), anorganik alami (lempung, vermiculite, pasir) dan sintetis (busa poliuretan,
polietilen,
polipropilen
dan
serat
nilon).
e. Dispersan kimiawi merupakan teknik memecah lapisan minyak menjadi tetesan kecil
(droplet), sehingga mengurangi kemungkinan terperangkapnya hewan ke dalam tumpahan
minyak. Dispersan kimiawi adalah bahan kimia dengan zat aktif yang disebut surfaktan.
f.
Washing
oil
yaitu
kegiatan
membersihkan
minyak
dari
pantai.
Selain di laut, bioremediasi di lingkungan akuatik juga dapat dilakukan di tempat tambak.
Dalam hal ini digunakan campuran bakteri nitrifikasi dan bakteri denitrifikasi diantaranya
Bacillus sp. dan Saccharomyces sp., serta campuran dari Bacillus sp., Nitrosomonas sp. dan
Nirrosobacter sp. pada sistem budidaya udang sebagai agen bioremediasi senyawa metabolit
toksik arnonia dan nitrit di tambak udang. Penggunaan bakteri nitirifikasi dan denitrifikasi
untuk berfungsi menjaga keseimbangan senyawa nitrogen anorganik (amonia, nitrit dan
nitrat) di sistem tambak. Pendekatan bioremediasi ini diharapkan dapat menyeimbangkan
kelebihan residu senyawa nitrogen yang berasal dari pakan dan berupa dilepaskan berupa gas
N2 1 N20 ke atmosfer. Peran bakteri nitrifikasi adalah mengoksidasi amonia menjadi nitrit
atau nitrat, sedangkan bakteri denitrifikasi akan mereduksi nitrat atau nitrit menjadi
dinitrogen oksida (N20) atau gas nitrogen (N2). Pemberian bakteri nitrifkasi dan denitrifkasi
sebagai agen bioremediasi ke dalam tambak udang diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan bakteri yang berperan dalam proses remineralisasi unsur nitrogen dan membantu
proses
purifsi
alarniah
(selfpurification)
dalam
siklus
nitrogen.
2.5

Perkembangan
Teknologi
Bioremediasi
Kelebihan teknologi bioremediasi ditinjau dari aspek komersil adalah relatif lebih ramah
lingkungan, biaya penanganan yang relatif lebih murah dan bersifat fleksibel. Teknik
pengolahan limbah jenis B3 dengan bioremediasi umumnya menggunakan mikroorganisme
(khamir, fungi, dan bakteri) sebagai agen bioremediator. Pendekatan umum yang dilakukan
untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi ataupun biodegradasi adalah dengan cara:
1. Seeding, atau mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi
instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi) dan
2. Feeding, atau dengan memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi)
dan aerasi (bioventing).

Limbah cair dan air bawah tanah bisa tercemar melalui banyak cara tergantung pada materi
yang dibutuhkan oleh bioremediasi untuk pindahkan. Ada tiga teknologi bioremediasi air,
yaitu
:
a.
Wastewater
treatment
(Pengolahan
limbah
cair)
Langkah-langkahnya air dari rumah tangga yang masuk ke dalam saluran air dipompa
menuju fasilitas pengolahan di mana feses dan produk kertas dibuang ke tanah dan disaring
menjadi partikel yang lebih kecil sehingga dihasilkan material berlumpur yang disebut
sludge. Sludge dialirkan ke dalam tangki pengolah anaerob yang mengandung bakteri
anaerob yang akan mendegradasi sludge. Bakteri ini menghasilkan gas karbon dioksida dan
metana. Gas metana yang dihasilkan ini sering dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan
bakar untuk menjalankan peralatan pada pengolahan sampah dengan menggunakan tanaman.
Cacing-cacing kecil yang sering muncul pada sludge, juga membantu menghancurkan sludge
menjadi partikel-partikel kecil. Sludge ini kemudian dikeringkan dan dapat digunakan
sebagai lahan pertanian atau pupuk. Ilmuwan telah menemukan bakteri yang disebut
Candidatus, Brocadia, Anammoxidans yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi
ammonium pada suasana anaerob (sebagian besar produk yang terdapat dalam urin). Penting
sekali untuk menghilangkan amonium dalam limbah cair sebelum air dialirkan ke sungai atau
laut karena kadar ammonium yang terlalu tinggi memberikan dampak negatif bagi
lingkungan,
b.
Groudwater
clean-up
Kasus yang biasanya terjadi adalah tumpahan gasolin, dimana tumpahan tersebut mencemari
air dalam tanah. Hal ini dapat ditangani dengan mengkombinasikan antara bioremediasi ex
situ (bagian atas permukaan tanah) dan bioremediasi in-situ (di dalam tanah).
a) Bioremediasi ex situ. Minyak dan gas dipompa keluar ke permukaan tanah menggunakan
bioreactor. Dalam bioreaktor terdapat bakteri yang tumbuh pada biofilm bakteri ini
mendegradasi polutan pupuk/nutrien dan oksigen ditambahkan pada bioreaktor
b) Bioremediasi in-situ. Air bersih hasil dari bioreaktor yang terdiri atas pupuk, bakteri dan
oksigen dikembalikan lagi di dalam tanah (sebagai air tanah).
c.
Turning
wastes
into
energi
Pada waktu proses bioremediasi, bakteri anaerobik menghasilkan soil nutrients dan metana.
Gas metana yang dihasilkan ini sering dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan bakar,
sedangkan soil nutrients digunakan sebagai pupuk. Contoh Bakteri anaerobik
Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang menggunakan sulfur dan
besi sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi molekul organik dalam endapan dimana
bisa menghasilkan energi. Peluang tehnologi bioremediasi kedepan adalah pengembangan
green business yang berbasis pada teknologi bioremediasi dengan system one top solution
(close system) dan dengan pendekatan multiproses remediation technologies, artinya
pemulihan (remediasi) kondisi lingkungan yang terdegradasi dapat diteruskan sampai kepada
kondisi lingkungan seperti kondisi awal sebelum kontaminasi ataupun pencemaran terjadi.
Usaha mencapai total grenning program ini dapat dilanjutkan dengan rehabilitasi lahan
dengan melakukan kegiatan phytoremediasi dan penghijauan (vegetation establishement)
untuk lebih efektif dalam mereduksi, mengkonrol atau bahkan mengeliminasi B3 hasil
bioremediasi kepada tingkatan yang sangat aman lagi buat lingkungan. Dengan keseluruhan
rangkaian proses dari mulai limbah dikeluarkan, bioremediasi, phytoremediasi dan
pembentukan vegetasi adalah greening program yang merupakan bentuk pengelolaan limbah
B3 secara terpadu (integrated waste management). Biasanya greening program juga
merupakan salah satu bentuk aktifitas community development dari perusahaan-perusahan.
Untuk wilayah pesisir dan pantai greening program dapat berupa penanaman kembali bibit
mangrove dan vegetasi pantai lain ataupun program lain seperti artificial reef, fish shelter
ataupun reef transplantation. Bentuk disseminasi publik juga dapat dikemas dalam bentuk

pelatihan dan tranfer teknologi agar aplikasi bioremediasi kepada masyarakat sebagai share
holder (pola kemitraan), bersama-sama pemerintah dapat mengontrol kegiatan monitoring
dan
evaluasi
dari
kegiatan
bioremediasi
dan
rehabilitasi
lahan.
Bioremediasi dapat berperan dalam pemulihan dampak negatif penambangan batu bara.
Sofyan (2009) mengemukakan bahwa beberapa dampak dari pertambangan batubara :
1. Lubang tambang: Pada kawasan pertambangan PT Adaro terdapat beberapa tandon raksasa
atau kawah bekas tambang yang menyebabkan bumi menganga sehingga tak mungkin bisa
direklamasi
2. Air Asam tambang: mengandung logam berat yang berpotensi menimbulkan dampak
lingkungan
jangka
panjang
3. Tailing: teiling mengandung logam-logam berat dalam kadar yang mengkhawatirkan
seperti tembaga, timbal, merkuri, seng, arsen yang berbahaya bagi makhluk hidup.
4. Sludge: limbah cucian batubara yang ditampung dalam bak penampung yang juga
mengandung
logam
berbahaya
seperti
boron,
selenium
dan
nikel
dll.
5. Polusi udara : akibat dari (debu) flying ashes yang berbahaya bagi kesehatan penduduk
dan menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Menurut logika, udara kotor pasti
mempengaruhi kerja paru-paru. Peranan polutan ikut andil dalam merangsang penyakit
pernafasan seperti influensa, bronchitis dan pneumonia serta penyakit kronis seperti asma
dan bronchitis kronis.
Reaksi air asam tambang (Acid Mine Drainage/AMD) berdampak secara langsung
terhadap kualitas tanah dan air karena pH menurun sangat tajam. Hasil penelitian Widyati
(2006) menunjukkan bahwa kandungan sulfat pada tanah bekas tambang batubara PT. Bukit
Asam di Sumatera Selatan mencapai 60.000 ppm, pH 2,8 dan kandungan logam-logam jauh
di atas ambang batas untuk air bersih. Kualitas lingkungan perairan yang demikian dapat
mengganggu kesehatan manusia dan kehidupan lainnya. Disamping itu, kondisi tanah yang
demikian degraded. Pada lahan bekas tambang batubara PT. Bukit Asam Tbk. menunjukkan
pH tanah mencapai 3,2 dan pH air berada pada kisaran 2,8. Menurunnya, pH tanah akan
mengganggu keseimbangan unsur hara pada lahan tersebut, unsur hara makro menjadi tidak
tersedia karena terikat oleh logam sedangkan unsur hara mikro kelarutannya meningkat (Tan,
1993 dalam Widyati, 2010). Menurut Hards and Higgins (2004) dalam Widyati (2010)
turunnya pH secara drastis akan meningkatkan kelarutan logam-logam berat pada lingkungan
tersebut.
Batu-baru ini pakar bioremediasi Institut Teknologi Bandung (ITB) telah menemukan
bahwa penggunaan teknologi Bioremesiasi telah terbukti sangat efektif untuk memulihkan
tanah tercemar crude oil (Edwan Kardena, 2010). Teknologi bioremediasi dengan
menggunakan mikroba sebagai pengurai bahan pencemar dari crude oil juga menjadi
teknologi paling murah disamping ketersedian mikroba yang sangat banyak ditemukan di
alam. Penggunaan bioremediasi sudah harus menjadi kewajiban bagi perusahaan minyak dan
gas di Indonesia sebagaimana telah diimplementasikan pertama sekali oleh perusahaan
minyak Chevron di Amerika Serikat. Kementerian Lingkungan Hidup telah mengeluarkan
Peraturan Menteri Nomor 128/2003 yang sekarang menjadi payung hukum penggunaan
bioremediasi di Indonesia. KLH sangat ketat mengatur dan memantau setiap proyek
pemulihan lingkungan, termasuk dengan metode bioremediasi. Sebelum memberikan izin
kepada suatu perusahaan, perusahan tersebut terlebih dahulu harus mempresentasikan
rencana
dan
teknologi
remediasinya.
Air Asam Tambang (AAT) adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebutkan
lindian, rembesan atau aliran yang telah dipengaruhi oleh oksidasi alamiah mineral sulfida
yang terkandung dalam batuan yang terpapar selama penambangan. Untuk menganggulangi
air asam tambang ini biasanya menggunakan active dan passive treatment, yang masingmasing memiliki metode-metode sendiri. Secara teknis, limbah minyak bumi bisa dibersihkan

menggunakan bakteri Bacillus sp. ICBB 7859. Sementara limbah merkuri bisa menggunakan
Pseudomonas pseudomallei ICBB 1512. Sedangkan fenol menggunakan khamir Candida sp.
ICBB 1167 dan Pseudomonas sp. Dalam bidang pertanian, teknologi ini pernah di uji
cobakan di Lembang. Pada daerah persawahan yang tercemar oleh limbah pabrik tekstil yang
mengandung kadmium. Unsur beracun terberat kedua setelah merkuri. Setelah dibioremediasi
dalam hitungan minggu, persawahan pun kembali dapat ditanami padi.
Contoh penggunaan teknologi bioremediasi yang dilakukan baru-baru ini adalah
pembersihan lingkungan tercemar minyak bumi dengan penambahan nutrisi serta
pengendalian kelembaban dan pengharaan yang dapat menurunkan 80-90% total pencemar
minyak. Di lab mikrobiologi tanah dan lingkungan Fakultas Pertanian UGM telah ditemukan
empat isolat bakteri pendegradasi minyak bumi yaitu isolat GMY 1 (belum teridentifikasi),
isolat Paenibacillus GMD 1 yang mendegradasi senyawa hidrokarbon poliaromatik serta
Acetobacter calcoaticus dan Pseudomonas aeruginosa yang dapat mendegradasi alkana (C15C16).

Bioremediasi
A. Pengertian
Bioremediasi

adalah

pemanfaatan

mikroorganisme

membersihkan senyawa pencemar (polutan) dari lingkungan.

(jamur,

bakteri)

untuk

Bioremediasi juga dapat

dikatakan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam
kondisi terkendali

B. Tujuan

Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi


bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) atau dengan kata
lain mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan.
C. Mekanisme
Pada proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik menjadi
senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang
diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur
kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus,
biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi,
strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya
dan tidak beracun. Pendekatan umum untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi/
biodegradasi adalah dengan cara:
1.

seeding, mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi


instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi)

2.

feeding, memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi


(bioventing).
Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan biokatalis.
Menurut Dr. Anton Muhibuddin, salah satu mikroorganisme yang berfungsi sebagai
bioremediasi adalah jamur vesikular arbuskular mikoriza (vam). Jamur vam dapat berperan
langsung maupun tidak langsung dalam remediasi tanah. Berperan langsung, karena
kemampuannya menyerap unsur logam dari dalam tanah dan berperan tidak langsung karena
menstimulir pertumbuhan mikroorganisme bioremediasi lain seperti bakteri tertentu, jamur
dan sebagainya.
Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk
mengolah air pada saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan
limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi),
yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan
ini antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik
terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain.
Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi
polutan yang sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh
pengetahuan yang lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh
mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan

untuk meningkatkan bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular


sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada
bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman
kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak
berbahaya.
Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih
efisien dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama
kali dipatenkan adalah bakteri "pemakan minyak". Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa
hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih
cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di
laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil
dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya
dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponenkomponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.
Pada bioremediasi microbial terdapat faktor-faktor utama yang menentukan: yaitu
Populasi mikroba, Konsentrasi nutrien, Pasokan oksigen, Suhu dan kelembaban.
D. Jenis-jenis bioremediasi
Jenis-jenis bioremediasi di bagi menjadi 2 yaitu:
a. Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu
1. Biostimulasi
Merangsang pertumbuhan mikroba endogenik. Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair
atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat
pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut.
2. Bioaugmentasi
Menambahkan mikroba yang sudah beradaptasi pada daerah yang tercemar sehingga
meningkatkan

kemampuan

populasi

mikroba

endogen

dalam

biotransformasi.

Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan ke


dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering digunakan dalam
menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Tetapi proses ini mempunyai hambatan yaitu
sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat
berkembang dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme

yang terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang
asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.
3. Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami (tanpa campur tangan manusia) dalam air
atau tanah yang tercemar.
b. Bioremediasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu:
1.

In situ : dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses bioremediasi yang
digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut). Proses bioremadiasi in situ pada
lapisan surface juga ditentukan oleh faktor bio-kimiawi dan hidrogeologi

2.

Ex situ : bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu ditreatment
ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal. Lalu diberi perlakuan khusus
dengan memakai mikroba. Bioremediasi ini bisa lebih cepat dan mudah dikontrol dibanding
in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.

E. Kelebihan
Kelebihan teknologi ini adalah:
1. Relatif lebih ramah lingkungan,
2. Biaya penanganan yang relatif lebih murah
3. Bersifat fleksibel.
F. Teknik Dasar
Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi:
1.

Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien,
pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb

2.

Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang


memiliki kemampuan biotransformasi khusus

3. Penerapan immobilized enzymes


4. Penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar.

G. Kunci sukses
Kunci sukses bioremediasi adalah:
1. Dilakukan karakterisasi lahan (site characterization) :

sifat dan struktur geologis lapisan tanah,

lokasi sumber pencemar

perkiraan banyaknya hidrokarbon yang terlepas dalam tanah.

sifat-sifat lingkungan tanah : derajat keasaman (pH), temperatur tanah,


kelembaban hingga kandungan kimia yang sudah ada, kandungan nutrisi,
ketersediaan oksigen.

mengetahui keberadaan dan jenis mikroba yang ada dalam tanah.

2. Treatability study.

Sesudah data terkumpul, kita bisa melakukan modeling untuk menduga pola distribusi dan
tingkat pencemarannya. Salah satu teknik modeling yang kini banyak dipakai adalah
bioplume modeling dari US-EPA. Di sini, diperhitungkan pula faktor perubahan karakteristik
pencemar akibat reaksi biologis, fisika dan kimia yang dialami di dalam tanah.

Rekayasa genetika terkadang juga perlu jika mikroba alamiah tak memuaskan hasilnya.

Treatability study juga akan menyimpulkan apakah reaksi dapat berlangsung secara aerobik
atau anaerobik.
Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen yang
mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang
bersangkutan

dapat

meningkatkan

pemahaman

kita

tentang

bagaimana

mikroba

memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.


H. Peluang-peluang bioremediasi
Peluang kedepan adalah pengembangan green business yang berbasis pada teknologi
bioremediasi dengan :
1. System One Top Solution (close system) dan

2.

Dengan pendekatan multi-proses remediation technologies, artinya pemulihan (remediasi)


kondisi lingkungan yang terdegradasi dapat diteruskan sampai kepada kondisi lingkungan
seperti kondisi awal sebelum Kontaminasi ataupun pencemaran terjadi.
Usaha mencapai total grenning program ini dapat dilanjutkan dengan rehabilitasi
lahan

dengan

melakukan

kegiatan

phytoremediasi

dan

penghijauan

(vegetation

establishement) untuk lebih efektif dalam mereduksi, mengkontrol atau bahkan


mengeliminasi hasil bioremediasi kepada tingkatan yang sangat aman lagi buat lingkungan.
Biaya tehnologi Bioremediasi di Indonesia berada didalam kisaran 20-200 USD per
meter kubik bahan yang akan diolah (tergantung dari jumlah dan konsentrasi limbah
awalserta metoda aplikasi), jauh lebih murah dari harga yang harus dikeluarkan dengan
teknologi lain seperti incinerasi dan soil washing (150-600 USD).
Bagi industri, penanganan lahan tercemar dengan teknologi bioremediasi memberikan
nilai strategis :

Effisiensi, kesadaran bahwa banyak sumber daya alam kita adalah non-renewable resources
(ex. minyak dan gas), dengan teknologi ramah lingkungan yang cost-effective (seperti
bioremediasi) akan secara langsung berimplikasi kepada pengurangan biaya pengolahan.

Lingkungan, ketika suatu perusahaan begitu konsern dengan lingkungan, diharapkan akan
terbentuk sikap positif dari pasar yang pada akhirnya seiring dengan kesadaran lingkungan
masyarakat akan mengkondisikan masyarakat untuk lebih memilih green Industry
dibanding industri yang berlabel red industri atau mungkin black industry, evaluasi
kinerja industri dalam pengelolaan lingkungan hidup (Proper) sudah mulai dilakukan oleh
pemerintah (KLH), diharapkan kedepan, akan terus dikembangkan menjadi pemberian
sertifikasi ISO 14001, hasilnya adalah perluasan pasar dengan "greening image".

Environmental Compliance, ketaatan terhadap peraturan lingkungan menunjukan bentuk


integrasi total dan aktif dari industri terhadap regulasi yang dibangun oleh pemerintah untuk
kepentingan masyarakat luas. Sikap ini juga akan memberi penilai positif dari masyarakat
selaku konsumen terhadap perusahaan tertentu.
Pemerintah, melalui Kementrian Lingungan Hidup, membuat Payung hukum yang
mengatur standar baku kegiatan Bioremediasi untuk mengatasi permasalahan lingkungan
akibat kegiatan pertambangan dan perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya (logam
berat dan pestisida) disusun dan tertuang didalam:
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.128 tahun 2003 tentang tatacara
dan persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh
minyak bumi secara biologis (Bioremediasi).

Di masa yang akan datang, mikroorganisme rekombinan dapat menyediakan cara


yang efektif untuk mengurangi senyawa-senyawa kimiawi yang berbahaya di lingkungan
kita. Bagaimanapun, pendekatan itu membutuhkan penelitian yang hati-hati berkaitan dengan
mikroorganisme rekombinan tersebut, apakah efektif dalam mengurangi polutan, dan apakah
aman saat mikroorganisme itu dilepaskan ke lingkungan.
Artikel ini diambil dari Sumber- sumber sebagai berikut:
http://nurman20.wordpress.com/2007/07/26/bioremediasi/
http://dydear.multiply.com/journal/item/11
http://id.wikipedia.org/wiki/Pencemaran_tanah
http://id.wikipedia.org/wiki/Bioremediasi

5 MIKROORGANISME YANG BERPERAN DALAM BIOREMEDIASI


1. BAKTERI NICTOBACTER
Bakteri ini merupakan bakteri probioaktif yang mampu bekerja menguraikan bahan organik
protein,karbohidrat,dan lemak secara biologis.Bermanfaat dalam menguraikan NH 3 dan NO
pada sampah,tinja,dan kotoran hewan ternak,dan dapat menekan populasi bakteri patogen
pada penampung tinja yang menyebabkan sumber air tanah akan terkontaminasi jika air
remebesan tinja bercampur dengan sumber air tanah.
2.BAKTERI PSEUDOMONAS
Bakteri Pseudomonas sp. merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi
berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya
bioremediasi lingkungan akibat pencemaran minyak bumi. Bahan utama minyak bumi adalah

hidrokarbon alifatik dan aromatik. Selain itu, minyak bumi juga mengandung senyawa
nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%.
Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri pseudomonas dalam
mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit
mencapai sel bakteri. Oleh karena itu, untungnya, bakteri pseudomonas dapat memproduksi
biosurfaktan. Kemampuan bakteri Pseudomonas dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan
dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Ada 2 macam
biosurfaktan yang dihasilkan bakteri Pseudomonas :
1. Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid,
asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik.
Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan
permukaan medium cair.
2. Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida
amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi
serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan
medium.

3.BAKTERI ENDOGENOUS
Tidak hanya mengendalikan senyawa amoniak dan nitrit, teknik bioremediasi dengan
menggunakan bakteri endogenus juga bertujuan untuk mengendalikan senyawa H2S yang
banyak menumpuk di sedimen tambak.Dengan menggunakan bakteri fotosintetik dari jenis
Rhodobakter untuk menghilangkan senyawa H2S. Hasilnya H2S tidak terdeteksi sama
sekali di tambak,Untuk mengatasinya dia menggunakan bakteri dari jenis Bacillus. Karena
bakteri Bacillus yang di gunakan merupakan bakteri endogenous, maka efektivitasnya lebih
baik jika dibandingkan dengan produk bioremediasi dengan menggunakan bakteri dari luar
Indonesia,
4.BAKTERI NITRIFIKASI
Nitirifikasi untuk menjaga keseimbangan senyawa nitrogen anorganik (amonia, nitrit dan
nitrat) di sistem tambak. Pendekatan bioremediasi ini diharapkan dapat menyeimbangkan
kelebihan residu senyawa nitrogen yang berasal dari pakan, dilepaskan bempa gas N2 1 N20
ke atmosfir. Peran bakteri nitrifikasi adalah mengoksidasi amonia menjadi nitrit atau nitrat,
sedangkan bakteri denitrifikasi akan mereduksi nitrat atau nitrit menjadi dinitrogen oksida
(N20) atau gas nitrogen (Nz).
5.BAKTERI PEREDUKSI SULFAT
Kemampuan BPS dalam menurunkan kandungan sulfat sehingga dapat meningkatkan pH
tanah bekas tambang batubara ini sangat bermanfaat pada kegiatan rehabilitasi lahan bekas
tambang batubara. Peningkatan pH yang dicapai hampir mendekati netral (6,66) sehingga
sangat baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman revegetasi maupun kehidupan biota
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai