Anda di halaman 1dari 20

TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESSIF

UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN

Dwi Heppy Rochmawati


Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Departemen Keperawatan Jiwa
Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Islam Sultan Agung Semarang
ABSTRAK
Stres dan kecemasan seringkali terjadi pada kehidupan seseorang dan disebabkan
oleh semua peristiwa yang dialami sehari-hari. Salah satu terapi spesialis
keperawatan jiwa sebagai penatalaksanaan cemas adalah dengan progressive muscle
relaxation (relaksasi otot progresif) yang merupakan bagian dari terapi relaksasi.
Teknik relaksasi otot progresif yaitu teknik yang dilakukan dengan cara peregangan
otot kemudian dilakukan relaksasi otot. Beberapa manfaat teknik ini di antaranya
untuk menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung,
membangun emosi positif dari emosi negatif. Indikasi dilakukannya teknik relaksasi
otot progresif adalah pada seseorang yang mengalami insomnia, sering stres,
mengalami kecemasan dan mengalami depresi. Tujuan penyusunan makalah ini
untuk memahami konsep yang mendasari pelaksanaan progressive muscle relaxation
dan mengaplikasikan progressive muscle relaxation sebagai upaya menurunkan
kecemasan pada berbagai keadaan. Pelaksanaan relaksasi otot progresif ini meliputi
15 gerakan pada seluruh tubuh, yaitu gerakan pada otot tangan, bahu, wajah, leher,
punggung, dada, perut dan kaki.
Kata kunci : Kecemasan, Relaksasi Otot Progresif.

ABSTRACT
Stress and anxiety often occur in one's life and all the events that are caused by
everyday experience. One of the psychiatric nursing specialist therapy as a treatment
of anxiety is the progressive muscle relaxation which is part of the relaxation
therapy. Progressive muscle relaxation technique is a technique that is done by
stretching the muscles and then do muscle relaxation. Some of the benefits of this
technique among others to reduce muscle tension, anxiety, neck and back pain, build
positive emotions than negative emotions. Indications doing progressive muscle
relaxation technique is to someone who has insomnia, stress, anxiety and depression.
The objective of this paper is to understand the concepts underlying the
implementation of progressive muscle relaxation and applying progressive muscle
relaxation as an effort to reduce anxiety in a variety of circumstances.
Implementation of progressive muscle relaxation include 15 motion on the whole
body, ie the movement of the hand muscles, shoulders, face, neck, back, chest,
abdomen and legs.
Keywords: Anxiety, Progressive Muscle Relaxation.

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Stuart & Laraia (2005) Gangguan fisik dapat mengancam integritas
diri seseorang, ancaman tersebut berupa ancaman eksternal dan internal.
Sedangkan Taylor (2007) mengatakan bahwa ancaman gangguan fisik yang
terjadi dalam kehidupan individu dapat menjadi stressor yang bisa
menyebabkan terjadinya stress dan kecemasan. Stres dan kecemasan
serinhkali terjadi pada kehidupan seseorang dan disebabkan oleh semua
peristiwa yang dialami sehari-hari.

Menurut Stuart dan Laraia (2005) ansietas adalah kekhawatiran yang tidak
jelas dan menyebar, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang spesifik, dialami secara
subyektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Respon individu bersifat
unik dan membutuhkan pendekatan yang unik pula. Salah satu terapi spesialis
keperawatan jiwa sebagai manajemen ansietas adalah dengan progressive
muscle relaxation yang merupakan bagian dari terapi relaksasi.

Penggunaan relaksasi dalam bidang klinis telah dimulai semenjak awal abad
20 ketika Edmund Jacobson melakukan penelitian dan dilaporkan dalam
sebuah buku Progressive Relaxation yang diterbitkan oleh Chicago
University Press pada tahun 1938. Jacobson menjelaskan mengenai hal-hal
yang dilakukan seseorang pada saat tegang dan rileks. Pada saat tubuh dan
pikiran rileks, secara otomatis ketegangan yang seringkali membuat otot-otot
mengencang akan diabaikan (Zalaquet & mcCraw, 2000 dalam ramdhani &
Putra, 2009).

Progressive muscle relaxation adalah terapi relaksasi dengan gerakan


mengencangkan dan melemaskan otototot pada satu bagian tubuh pada satu
waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara fisik. Gerakan
mengencangkan dan melemaskan secara progresif kelompok otot ini
dilakukan secara berturut-turut (Synder & Lindquist, 2002). Pada latihan
relaksasi ini perhatian individu diarahkan untuk membedakan perasaan yang
dialami saat kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-otot

dalam kondisi tegang. Dengan mengetahui lokasi dan merasakan otot yang
tegang, maka kita dapat merasakan hilangnya ketegangan sebagai salah satu
respon kecemasan dengan lebih jelas (Chalesworth & Nathan, 1996).

B. Tujuan Penulisan
1.

Memahami konsep yang mendasari pelaksanaan progressive muscle


relaxation untuk penatalaksanaan gangguan fisik dengan ansietas.

2.

Mengaplikasikan progressive muscle relaxation sebagai upaya


menurunkan kecemasan pada gangguan fisik dengan ansietas.

II. TINJAUAN TEORI


A. KECEMASAN
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek spesifik yang secara subjektif
dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, et al., 2005).
Kecemasan (ansietas/anxiety) adalah gangguan alam perasaan (affective)
yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam
dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas
(Reality Testing Ability/RTA, masih baik), kepribadian masih tetap utuh
(tidak mengalami keretakan kepribadian/splitting of personality), perilaku
dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2008).
Ansietas adalah suatu keadaan emosioanal yang tidak menyenangkan yang
ditandai oleh rasa ketakutan serta gejala fisik yang menegangkan serta tidak
diinginkan (Davies, 2009).

2. Rentang Respon

Respon adaptif

Antisipasi

Respon maladaptif

Ringan

Sedang

Berat

Panik

Skema 2.1 Rentang Respon Cemas (Stuart, 2006)

Keterangan:
Menurut Stuart dan Sunden (1995, dalam Novitasari, 2012) bahwa tingkat
kecemasan dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu:
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa
kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan
individu akan berhati-hati dan waspada.
1) Respon fisiologis
Respon alamiah di dalam tubuh yang menandakan berjalannya
fungsi anggota tubuh dengan baik, meliputi:
a) Sesekali nafas pendek 27 kali/menit.
b) Nadi melebihi 60-80 kali/menit dan tekanan darah naik melebihi
80-120 mmHg.
c) Gejala ringan pada lambung menyerupai gastritis.
d) Muka berkerut dan bibir bergetar.
2) Respon kognitif
Respon yang meliputi cara manusia menerima, mempersepsi,
mempelajari, menalar, mengingat dan berpikir tentang suatu
informasi.
a) Lapang persegi meluas.
b) Mampu menerima rangsangan yang kompleks.
c) Konsentrasi pada masalah.
d) Menyelesaikan masalah secara efektif.
3) Respon perilaku dan emosi
a) Tidak dapat dudu tenang.
b) Tremor halus pada tangan.
c) Suara kadang-kadang meninggi.
b. Kecemasan Sedang
Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun atau
individu

lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan

mengesampingkan hal lain.


1) Respon fisiologis
a) Sering nafas pendek.
b) Nadi ekstra systole dan tekanan darah naik.

c) Mulut kering.
d) Anorexia.
e) Diare atau konstipasi.
2) Respon kognitif
a) Lapang persepsi menyempit.
b) Rangsang luar tidak mampu diterima.
c) Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.
3) Respon prilaku dan emosi
a) Gerakan tersentak-sentak.
b) Bicara banyak dan cepat.
c) Perasaan tidak nyaman.
c. Kecemasan Berat
Pada kecemasan berat lahan persepsi menjadi sempit, individu cenderung
memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain.
Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak
pengarahan atau tuntutan.
1) Respon fisiologis.
Respon alamiah di dalam tubuh yang menandakan berjalannya
fungsi anggota tubuh dengan baik, meliputi:
a) Sering nafas pendek.
b) Nadi dan tekanan darah naik.
c) Berkeringat dan sakit kepala.
d) Penglihatan kabur.
2) Respon kognitif.
a) Lapang persepsi sangat menyempit.
b) Tidak mampu menyelesaikan masalah.
3) Respon prilaku dan emosi.
a) Perasaan ancaman meningkat.
b) Verbalisasi cepat.
d. Panik
Menurut Direja (2011) kehilangan kontrol, klien yang mengalami panik
tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Menurut
Asmadi (2009) bahwa tingkat ansietas panik memiliki karakteristik
sebagai berikut:

1) Respon fisiologis
a)

Napas pendek.

b) Rasa tercekik dan palpitasi.


c)

Sakit dada.

d) Pucat.
e)

Hipotensi.

f)

Serta rendahnya koordinasi motorik.

2) Respon kognitif
a)

Gangguan realitas.

b) Tidak dapat berpikir logis.


c)

Persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi.

d) Ketidakmampuan memahami situasi.


3) Respon perilaku dan emosi
a)

Agitasi

b) Mengamuk
c)

Marah

d) Ketakutan
e)

Berteriak-teriak

f)

Kehilangan kendali atau kontrol diri (aktivitas motorik tidak


menentu).

g) Serta dapat berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan


atau orang lain.

3. Reaksi Kecemasan
Menurut Suliswati, et al., (2005) kecemasan dapat menimbulkan reaksi
konstruktif maupun destruktif bagi klien, antara lain:
a. Konstruktif
Klien termotivasi untuk belajar mengadakan perubahan terutama
perubahan terhadap perasaan tidak nyaman dan terfokus pada
kelangsungan hidup.
b. Destruktif
Klien bertingkah laku maladaptif dan disfungsional.

4. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2006) bahwa pola yang sering digunakan klien untuk
mengatasi ansietas ringan cenderung tetap dominan, ketika ansietas menjadi
lebih intens. Ansietas ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang
sadar. Ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping,
yaitu:
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas
Reaksi yang berorientasi pada tugas adalah upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi tuntutan situasi stres secara
realistis.
b. Perilaku menyerang
Perilaku menyerang digunakan untuk menghilangkan atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan.
c. Perilaku menarik diri
Perilaku menarik diri digunakan untuk menjauhkan diri dari sumber
ancaman, baik secara fisik maupun psikologis.
d. Perilaku kompromi
Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara yang biasa dilakukan
klien, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal.

5. Mekanisme pertahanan ego


Menurut Stuart (2006) bahwa mekanisme pertahanan ego dapat membantu
mengatasi ansietas ringan dan sedang. Tetapi karena mekanisme tersebut
beerlangsung secara relatif pada tingkat tidak sadar dan mencakup penipuan
diri dan distorsi realitas, mekanisme ini dapat menjadi respon maladaptif
terhadap stres. Pertahanan ego yang paling sering digunakan, antara lain :
Tabel 2.2
Mekanisme pertahanan

Definisi

Kompensasi

Proses klien dengan citra diri yang kurang berupaya


menggantinya dengan menonjolkan kelebihan lain yang
dianggapnya sebagai aset.

Penyangkalan

Menghindari realitas yang tidak menyenangkan dengan


mengabaikan atau menolak untuk mengakuinya;
kemungkinan merupakan mekanisme pertahanan yang
paling sederhana dan paling primitif.

Pengalihan (Displacement)

Mengalihkan emosi yang seharusnya diarahkan pada


orang atau benda tertentu ke benda atau orang yang
biasanya netral atau tidak membahayakan.

Disosiasi

Pemisahan setiap kelompok proses perilaku atau mental


dari sisa kesadaran atau identitas.

Identifikasi

Proses klien mencoba untuk menjadi seseorang yang


dikaguminya dengan menirukan pikiran, perilaku, atau
kesukaannya.

Intelektualisasi

Penggunaan alasan atau logika yang berlebihan untuk


menghindari perasaan-perasaan mengganggu yang
dialami.

Introyeksi

Tipe identifikasi yang intens yang di dalamnya individu


menyatukan kualitas atau nilai-nilai orang lain atau
kelompok ke dalam struktur egonya sendiri; salah satu
mekanisme terdini pada anak-anak; penting dalam
pembentukan hati nurani.

Isolasi

Memisahkan komponen emosional dari pikiran, yang


dapat bersifat sementara atau jangka panjang.

Proyeksi

Mengaitkan pikiran atau impuls diri, terutama


keinginan, perasaan emosional, atau motivasi yang tidak
dapat ditoleransi kepada orang lain.

Rasionalisasi

Memberikan penjelasan yang diterima secara sosial atau


tampak masuk akal untuk membenarkan impuls,
perasaan, perilaku, dan motif yang tidak dapat diterima.

Formasi reaksi

Pembentukan sikap dan pola perilaku yang disadari,


yang berlawanan dengan apa yang sebenarnya dirasakan
atau ingin dilakukan klien.

Regresi

Kemunduran karakteristik perilaku dari


perkembangan yang lebih awal akibat stres.

Represi

Pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran,


impuls, atau memori yang menyakitkan atau
bertentangan dari kesadaran; pertahanan ego primer,
yang cenderung memperkuat mekanisme pertahanan
lainnya.

Splitting

Memandang orang atau situasi sebagai semuanya baik


atau semuanya buruk; gagal untuk mengintegrasikan
kualitas positif dan negatif diri.

Sublimasi

Penerimaan tujuan pengganti yang diterima secara sosial


karena dorongan yang merupakan saluran normal
ekspresi terhambat.

Supresi

Proses yang sering disebut sebagai mekanisme


pertahanan, tetapi sebenarnya merupakan analogi represi
yang didasari; pengesampingan yang disengaja tentang
suatu topik dari kesadaran; suatu ketika dapat mengarah
pada represi yang berikutnya.

tahapan

Undoing

Tindakan atau komunikasi yang sebagian meniadakan


yang sudah ada sebelumnya; merupakan mekanisme
pertahanan primitif.

6. Respon Fisiologis terhadap Ansietas


Menurut Stuart (2006) bahwa respon fisiologis terhadap ansietas, antara
lain:
a. Sistem Kardiovaskuler
Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa ingin
pingsang, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.
1) Sistem Pernapasan
Napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, napas dangkal,
pembangkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-engah.
2) Sistem Neuromuskular
Refleks meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia,
tremor, regiditasi, gelisah, mondar-mandir, wajah tegang, kelemahan
umum, tungkai lemah, gerakan yang janggal.
3) Sistem Gastrointestinal
Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada
abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati, diare.
4) Saluran Perkemihan
Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.
5) Sistem Kulit
Wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan), gatal, rasa
panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.
b. Respon Perilaku, Kognitif, dan Afektif terhadap Ansietas
Menurut Stuart (2006) bahwa respon perilaku, kognitif dan afektif
terhadap ansietas, antara lain:
1) Sistem Perilaku
Gelisah, ketegangan fisik, reaksi terkejut, tremor, bicara cepat, kurang
koordinasi, cenderung mengalami cedera, menarik diri dari hubungan
interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah, menghindar,
hiperventilasi, sangat waspada.

2) Sistem Kognitif
Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam
memberikan penilaiaan, preokupasi, hambatan berpikir, lapang
persepsi menurun, kreativitas menurun, produktifitas menurun,
binggung, sangat waspada, kesadaran diri, kehilangan objektivitas,
takut kehilangan kendali, takut gambaran visual, takut cidera atau
kematian, kilas balik, mimpi buruk.
3) Sistem Afektif
Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan,
kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, rasa bersalah, malu.

B. TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESSIF


1. Pengertian Terapi Relaksasi Otot Progresif
Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak
memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti (Herodes, 2010) dalam
(Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Terapi relaksasi otot progresif yaitu terapi
dengan cara peregangan otot kemudian dilakukan relaksasi otot (Gemilang,
2013). Relaksasi progresif adalah cara yang efektif untuk relaksasi dan
mengurangi kecemasan (Sustrani, Alam, & Hadibroto, 2004).

2. Tujuan Terapi Relaksasi Otot Progresif


Menurut Herodes (2010), Alim (2009), dan Potter (2005) dalam Setyoadi
dan Kushariyadi (2011) bahwa tujuan dari teknik ini adalah:
a.

Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung,


tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolik.

b.

Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.

c.

Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan
tidak memfokus perhatian seperti relaks.

d.

Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.

e.

Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.

f.

Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobia


ringan, gagap ringan, dan

g.

Membangun emosi positif dari emosi negatif.

3. Indikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif


Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011, hlm.108) bahwa indikasi dari
terapi relaksasi otot progresif, yaitu:
a. Klien yang mengalami insomnia.
b. Klien sering stres.
c. Klien yang mengalami kecemasan.
d. Klien yang mengalami depresi.

4. Teknik Terapi Relaksasi Otot Progresif


Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011) persiapan untuk melakukan
teknik ini yaitu:
a. Persiapan
Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta lingkungan yang
tenang dan sunyi.
1) Pahami tujuan, manfaat, prosedur.
2) Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata tertutup
menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau duduk di kursi
dengan kepala ditopang, hindari posisi berdiri.
3) Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan
sepatu.
4) Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain sifatnya
mengikat.
b. Prosedur
1). Gerakan 1 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan.
a) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.
b) Buat

kepalan

semakin

kuat

sambil

merasakan

sensasi

ketegangan yang terjadi.


c) Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10 detik.
d) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga dapat
membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan
relaks yang dialami.
e) Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.

2). Gerakan 2 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.


a)

Tekuk kedua lengan ke belakang pada peregalangan tangan


sehingga otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah
menegang.

b) Jari-jari menghadap ke langit-langit.

Gambar gerakan 1 dan 2

3). Gerakan 3 : Ditunjukan untuk melatih otot biseps (otot besar


padabagian atas pangkal lengan).
a) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.
b) Kemudian membawa kedua kapalan ke pundak sehingga otot
biseps akan menjadi tegang.

Gambar gerakan 3

4). Gerakan 4 : Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur.


a)

Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga


menyentuh kedua telinga.

b) Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak ketegangan yang terjadi


di bahu punggung atas, dan leher.

Gambar 4

5). Gerakan 5 dan 6: ditunjukan untuk melemaskan otot-otot wajah


(seperti dahi, mata, rahang dan mulut).
a) Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis
sampai otot terasa kulitnya keriput.
b) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di
sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.

6). Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami


oleh otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi
sehingga terjadi ketegangan di sekitar otot rahang.
7). Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di sekitar mulut.
Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya
ketegangan di sekitar mulut.

sehingga

akan dirasakan

Gambar 5, 6, 7 dan 8

8). Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian depan


maupun belakang.
a) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru
kemudian otot leher bagian depan.
b) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.
c) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa
sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher
dan punggung atas.

9). Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan.


a) Gerakan membawa kepala ke muka.
b) Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan ketegangan di
daerah leher bagian muka.

10). Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung


a) Angkat tubuh dari sandaran kursi.
b) Punggung dilengkungkan
c) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik,
kemudian relaks.
d) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan
otot menjadi lurus.
11). Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada.
a) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara
sebanyak-banyaknya.
b) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di
bagian dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas.
c) Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega.
d) Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara
kondisi tegang dan relaks.

Gambar 9, 10, 11, 12

12). Gerakan 13 : Ditujukan untuk melatih otot perut


a) Tarik dengan kuat perut ke dalam.
b) Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik, lalu
dilepaskan bebas.
c) Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut.

13). Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti paha
dan betis).
a) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang.
b) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga
ketegangan pindah ke otot betis.
c) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.
d) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.

Gambar 13,14

III. PENUTUP
A. Simpulan
1.

Ada 15 macam gerakan relaksasi yang bisa dilakukan untuk menurunkan


stres dan kecemasan. Gerakan itu bisa dilatih pada area tangan, bahu,
wajah, punggung, perut, dada dan kaki.

2.

Gerakan relaksasi ini bisa dilakukan kapan saja, tanpa pembatasan waktu
dan akan memberikan efek relaks apabila dilakukan dengan benar.

B. Saran
1.

Lakukan gerakan relaksasi ini secara bertahap dan tidak dalam sekali
waktu. Bisa membagi 15 gerakan ini dalam 2 atau 3 sesi sesuai dengan
kondisi dan kemampuan.

2.

Setiap kali mengalami stres atau cemas, terapi ini bisa dilakukan, hatihati bagi yang memiliki tekanan darah di atas normal ( > 120/80 mmHg).
Terutama pada saat melakukan penegangan pada area leher, karena
dikhawatirkan akan terjadi vaso konstriksi pembuluh darah leher.

DAFTAR PUSTAKA

Direja, A. H. S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika
Gemilang, J. (2013). Buku Pintar Manajemen stres dan Emosi. Yogyakarta Mantra
Books
Hawari, D. (2008). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta : FKUI
Herodes, R. (2010). Anxiety and Depression in Patient.
Isaacs, A. (2005). Panduan belajar: keperawatan kesehatan jiwa dan psikiatrik.
Jakarta: EGC
Kaplan & Sadock. (2007). Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis.
(Jilid 1). Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Perry, Patricia A., & Potter, Anne Griffin. (2005). Fundamental Keperawatan buku I
edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
Ramdani, H. (2012). Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif terhadap
Penurunan Tekanan Darah Klien Hipertensi Primer di Kota Malang.
Malang.
Setyoadi, K. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan Jiwa pada Klien Psikogeriatrik.
Jakarta : Salemba Medika
Stuart, G.W & Laraia, M.T (2005). Principles and practice of psychiatric nursing.
(7th edition). St Louis: Mosby
Stuart, G. W. (2006). Buku saku keperawatan jiwa. Jakarta: EGC
Suliswati., Payopo, Tijie, Anita., Maruhawa, Jeremia., Sianturi, Yenny., Sumijatun.
(2005). Konsep dasar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC
Sustrani, L., Alam, S., Hadibroto, I. (2004). Hipertensi. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama Anggota IKAPI
Townsend, C.M. (2005). Essentials of psychiatric mental health nursing. (3th Ed.).
Philadelphia: F.A. Davis Company
Videbeck, S.,L. (2006). Psychiatric mental health nursing. (3rd edition).
Philadhelpia: Lippincott Williams & Wilkins.
Videbeck, S.,L.(2008), Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai