Oleh:
R. Bg. Irawanto Wisnu B.
12308141042
Vella Liani
13308141051
Nur Khotimah
13308141060
Wulan Novitasari
13308141062
13308144002
Hanna Widiyanti
13308144006
13308144010
13308144011
13308144012
13308144015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Patin merupakan jenis ikankonsumsi air tawar asli Indonesia yang tersebar
di sebagian wilayah
Sumatera
dan
Kalimantan. Daging
ikan
patin memiliki
kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa dagingnya khas, enak, lezat
dan gurih sehingga digemari oleh masyarakat. Ikan patin dinilai lebih aman untuk
kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah dibandingkan dengan daging hewan
ternak. Selain itu ikan patin memilki beberapa kelebihan lain, yaitu ukuran
per
individunya besar dan di alam panjangnya bisa mencapai 120 cm (Susanto dan
Amri, 2002).Beberapa kelebihan tersebut menyebabkan harga jual ikan patin tinggi dan
sebagai komoditi yang berprospek cerah untuk dibudidayakan.
Patin dikenal sebagai hewan yang bersifat nokturnal, yakni melakukan
aktivitas atau yang aktif pada malam hari. Ikan ini suka bersembunyi di liang liangtepi
sungai. Benih patin di alam biasanya bergerombol dan sesekali muncul di
permukaan air untuk menghirup oksigen langsung dari udara pada menjelang fajar.
Untuk budidaya ikan patin, media atau lingkungan yang dibutuhkan tidaklah rumit,
karena patin termasuk golongan ikan yang mampu bertahan pada lingkungan perairan
yang jelek. Walaupun patin dikenal ikan yang mampu hidup pada lingkungan
perairan yang jelek, namun ikan ini lebih menyukai perairan dengan kondisi perairan
baik.
Usaha kearah pembudidayaan ikan di perairan umum sangat diperlukan, hal
ini disebabkan olehlajunya pertambahanjumlahpenduduk dan sempitnya areal tanah yang
sebagian besardigunakan warga sebagai wilayahpemukiman,perkebunan dan pertanian
sehingga terjadi penyempitan lahan untuk budidaya ikan.Untuk mengatasi masalah
tersebut, budidaya
ikan
dalamkeramba
jaring apung di
perairan
umum adalah
ikan
(restocking)
yang
akan mengakibatkan
adanya peningkatan produksi ikan sebagai salah satu sumber pangan dan sumber
protein.
B. Tujuan
Mengetahui cara budidaya ikan patin (Pangasius sp.)yang dipelihara di kolam ikan
Laboratorium Hewan FMIPA UNY.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
: Ostariophyri
Subordo
: Siluroide
Famili
: Pangasidae
Genus
: Pangasius
Spesies
: Pangasius sp
Ikan patin (Pangasius sp) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan
panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Kepala ikan
patin relatif kecil, mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah
(merupakan ciri khas golongan catfish). Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang
kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba (Subagja 2009).
Morfologi ikan patin (Pangasius sp) mempunyai badan memanjang dan pipih,
posisi mulut sub terminal dengan 4 buah sungut. Sirip punggung berduri dan bersirip
tambahan serta terdapat sirip lengkung mulai dari kepala sampai pangkal sirip ekor.
Bentuk sirip tersebut agak bercagak dengan bagian tepi berwarna putih dan garis
hitam di tengah. Ikan ini mempunyai panjang maksimum 150 cm (Subagja 2009).
Ikan patin sangat toleransi terhadap derajat keasaman (pH) air. Artinya, ikan
ini dapat bertahan hidup pada kisaran pH air yang lebar, dari perairan yang agak asam
(pH 5) sampai perairan yang basa (pH 9) (Subagja 2009). Kandungan oksigen terlarut
yang dibutuhkan bagi kehidupan ikan patin adalah berkisar antara 3-6 ppm, sementara
karbondioksida yang bias ditolerir berkisar antara 9-20 ppm, dengan alkalinitas antara
80-250 (Subagja 2009). Suhu air media pemeliharaan yang optimal berada dalam
kisaran 28-30C (Khairuman dan Suhenda 2002).
B. Pembenihan Ikan Patin (Pangasius pangasius)
Pembenihan adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam pematangan gonad ,
pemijahan dan pembesaran larva hasil penetasan sehingga menghasilkan benih yang
siap ditebar di kolam, keramba atau ditebar kembali keperairan umum. Secara umum
pembenihan pada ikan dapat dikategorikan menjadi 3 macam, yaitu :
a. Pembenihan secara alami adalah kegiatan untuk memproduksi benih yang
diperoleh semata-mata dari hasil pemijahan induk ikan yang ada di alam tanpa
ada campur tangan manusia.
b. Pembenihan secara semi alami atau semi buatan adalah kegiatan untuk
memproduksi benih yang sebagian dari kegiatan tersebut sudah ikut campur
tangan manusia.
c. Pembenihan secara buatan adalah kegiatan untuk memproduksi benih yang
semua kegiatannya adalah campur tangan manusia.
Pembenihan menyangkut dua hal yaitu Breeding dan Seeding. Breeding yaitu
segala perlakuan atau treatmen terhadap induk sehingga menghasilkan larva.
Sedangkan Seeding adalah penanganan mulai dari larva sampai dengan benih yang
siap untuk di pasarkan (Hayati, 2004).
C. Syarat Lokasi Pembenihan
Fasilitas yang harus dimiliki oleh suatu balai benih ikan adalah:
a. Kolam pemijahan
b. Kolam pendederan
c. Kolam pemeliharaan calon induk
d. Kolam penampung calon benih
e. Kolam pemberokan
f. Kolam filter dan reservoir
g. Kolam pemeliharaan ikan donor, dan
h. Peralatan bahan lainnya (Khairuman dan Amri, 2002).
D. Komponen Pembenihan
Pemijahan buatan atau kawin suntik dapat dilakukan apabila induk telah
matang gonad, langkah selanjutnya adalah penyuntikan hormon, menurut Sutisna dan
Sutarmanto (1995), teknik penyuntikan dapat dibagi tiga yaitu :
1) Intramuscular (penyuntikan di dalam otot)
2) Intraperitorial (penyuntikan pada rongga perut)
3) Intracranial (penyuntikan pada rongga otak melalui tulang occipital bagian yang
tipis).
tersebut dapat dikeluarkan. Proses penstripingan ini dapat dilakukan beberapa jam
setelah penyuntikan.
Pembuahan dilakukan dengan cara mencampur telur dan sperma yang diaduk
secara perlahan dengan menggunakan bulu ayam selama lebih kurang 2 menit dan
kemudian dicuci dengan menggunakan air bersih (aquades) untuk menghilangkan
lendir. Agar daya rekat telur hilang dan menghindari penggumpalan pada telur, maka
dilakukan pencucian dengan emulsi lumpur yang terlebih dahulu telah dipanaskan
pada suhu 1000 C guna menghindari penyakit (Khairuman dan Suhenda, 2002).
G. Penetasan dan Pendederan
Penetasan merupakan saat terakhir dari masa pengeraman (inkubasi) sebagai
hasil dari beberapa proses sehingga embrio keluar dari cangkangnya. Penetasan
terjadi karena adanya :
a) Kerja mekanik oleh karena embrio sering mengubah posisinya karena kekurangan
ruang dalam cangkangnya, dengan pergerakan tersebut bagian cangkang telur yang
lembek akan pecah sehingga embrio akan keluar dari cangkangnya
b) Kerja enzimatik yaitu enzim dan unsur kimia lainnya yang dikeluarkan oleh
kelenjar endodermal didaerah pharink embrio (Lagler et al, 1972).
Penetasan akan terjadi semakin cepat bila embio yang ada dalam cangkang
semakin aktif bergerak. Aktivitas embrio dan pembentukan chorionase dipengaruhi
oleh :
1) Faktor dalam yaitu hormone (yang dihasilkan oleh hipofisa dan tyroid dan berperan
dalam proses metamorfosa) dan volume kuning telur (berperan dalam perkembangan
embrio)
2) Faktor luar yaitu suhu, pH, salinitas, gas-gas terlarut (O2, CO2, NH3) dan
intensitas cahaya.
Nuraini (2001) menyatakan bahwa, proses penutupan blastopor kemudian
masuk kepada fase perkembangan embrio. Tanda-tanda aktifitas embrio ikan terlihat
dari pergerakan dan sering kali merupakan bagian yang penting dalam proses
penetasan. Proses ini terlihat bila embrio telah lebih panjang dari lingkaran kuning
telur. Selama penetasan, larva bergerak-gerak sampai lepas dari kapsul telur, dan
membutuhkan suhu yang cocok dan suplay oksigen yang cukup.
Susanto dan Amri (2001) menyatakan bahwa telur disebarkan di dalam
aquarium yang disiapkan sebelumnya, yang diberi air bersih dan diaerasi.
Selanjutnya, diusahakan telur ikan jangan sampai menumpuk karena berakibat telur
akan membusuk, oleh karena itu disebarkan dengan menggunakan bulu ayam agar
telur tidak pecah.
Menurut Susanto (1996), untuk mengatur suhu tempat penetasan agar tetap
konstan dapat digunakan heater dan thermostat pada tempat penetasan atau dapat juga
dilakukan dengan cara memasukkan air segar ke tempat penetasan sehingga akan
menstabilkan suhu air.
H. Pemeliharaan Larva dan Benih
Pendederan merupakan kegiatan pemeliharaan larva ikan patin dari umur 14
hari sampai ukuran benih berkisar ukuran 5-10 cm yang siap untuk dibesarkan.
Kegiatan pendederan meliputi persiapan kolam, penebaran benih, pengelolaan rutin
dan pemanenan (Arie, 1996).
Pemeliharaan di kolam pendederan berlangsung selama 14 hari. Kemudian
dipanen dengan cara menyurutkan air kolam secara perlahan-lahan sampai mencapai
ketinggian tertentu. Benih diambil sedikit demi sedikit dan ditampung di bak
penampungan. Benih yang berumur 14 hari ini biasanya sudah berukuran 1-2 inci
(Pataros dan Sitasit, 1976).
Hardjamulia (1975) menyatakan bahwa penebaran benih sebaiknya dilakukan
pada pagi hari dengan padat penebaran 100 ekor/m2. Pengontrolan dilakukan setiap
hari untuk memantau keadaan kolam, air masuk, hama dan penyakit.
Pemeliharaan larva dilakukan dengan pemberian makanan, penggantian air,
pemberian aerasi, dan penyiponan untuk pembuangan makanan yang tersisa atau
kotoran dan bangkai larva. Makanan diberikan setelah larva berumur 5-7 hari sejak
menetas, jenis makanan yang diberikan adalah makanan alami berupa plankton
hewani atau nabati yang diambil dari perairan (Puspowardoyo dan Djarijah, 2003).
I. Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan Patin
Makanan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ikan.
Untuk merangsang pertumbuhan, diperlukan jumlah dan mutu makanan yang tersedia
dalam keadaan cukup serta sesuai dengan kondisi perairan (Asmawi, 1986).
Menurut Djariah (2001), Ikan patin memerlukan sumber energi yang berasal
dari makanan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Patin merupakan ikan
pemakan segala (omnivora), tetapi cenderung ke arah karnivora.
Susanto dan Amri (2001) menjelaskan, di alam makanan utama ikan patin
berupa udang renik (crustacea), insekta dan moluska. Sementara makanan pelengkap
ikan patin berupa rotifera, ikan kecil dan daun-daunan yang ada di perairan. Apabila
dipelihara di jala apung, ikan patin ternyata tidak menolak diberi pakan.
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menjaga kesehatan dan mempercepat
pertumbuhan ikan patin adalah :
1) Benih berumur 15 hari sebaiknya diberi pakan berupa artemia agar
pertumbuhannya lebih cepat dan gerakannya menjadi gesit
2) Benih berumur 30 hari dapat diberikan pakan berupa tubifex yang dikombinasikan
dengan pakan pellet serbuk
3) Patin dewasa dapat diberi pakan berupa pellet tenggelam.
J. Kualitas Air
Air sebagai media hidup haruslah diperoleh dengan mudah dan mengalir
dalam sejumlah yang cukup sepanjang tahun dengan kualitas yang baik, namun
jumlah tidak boleh berlebihan yang dapat mengakibatkan banjir (Suseno, 1977).
Kualitas air memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap survival dan
pertumbuhan larva. Menurut Sulistidjo, Nondji, dan Soergiarto (1980), rendahnya
reproduksi benih ikan karena sifat fisika kimia air yang digunakan pada tempat
pembenihan kurang baik. Beberapa parameter fisika dan kimia perairan yang dapat
mempengaruhi
kehidupan
ikan adalah
suhu,
konsentrasi
oksigen terlarut,
bakteri dan jamur yang dapat menular. Sedangkan penyebab penyakit non infeksi
adalah keracunan dan kekurangan gizi. Parasit dapat dikendalikan dengan metil biru
atau methilene blue konsentrasi 1% (satu gram metil biru dalam 100 cc air).
Pengendalian jamur menggunakan malachyt green oxalate sejumlah 2-3 g/m air (1
liter) selama 30 menit. Sedangkan penyakit bakteri dapat dibasmi dengan merendam
ikan dalam larutan kalium permanganat (PK) 10-20 ppm selama 30-60 menit,
merendam ikan dalam larutan nitrofuran 5- 10 ppm selama 12-24 jam atau merendam
ikan dalam larutan oksitetrasiklin 5 ppm selama 24 jam.
BAB III
METODE
A. Tempat
Pemeliharaan ikan pati dilakukan di laboratorium hewan FMIPA Universitas Negri
Yogyakarta
B. Alat dan Bahan
Alat :
1. pH stek
2. Timbangan analitik
3. Kolam
Bahan :
1. Bibit ikan patin yang berukuran 6 cm
2. Pelet
3. Air
C. Cara kerja
1. Persiapan kolam
Membersihkan kolam sebagai tempat pemeliharaan ikan patin dari lumut
kerak yang menempel di dinding kolam
Mengisi kolam dengan air hingga seperempat bagian kolam
2. Pemeliharaan ikan patin
Ikan diberi pakan sekali sehari
Untuk menjaga kualitas air, kolam dibersihkan 2 minggu sekali
pH air diukur setiap hari
Mengukur berat dan panjang ikan patin setiap dua minggu sekali
BAB IV
PEMBAHASAN
Pengamatan pada budidaya patin dilaksanakan dari 7 maret 2016 sampai dengan 20
mei 2016 di laboratorium percobaan hewan, kebun biologi FMIPA UNY. Kegiatan ini
meliputi penebaran ikan, pemberian pakan, pengelolaan kolam, serta pengukuran
pertumbuhan ikan patin. Pertumbuhan patin dilakukan tiap 2 minggu sekali dengan hasil
menunjukkan peningkatan bobot maupun panjang tubuh. Namun pertumbuhan ini tidak
mengalami peningkatan yang cepat jika dibandingkan dengan budidaya pada kolam tanah.
Hal ini dapat disebabkan oleh kualitas air pada kolam dengan alas keramik yang lebih jernih
dan tidak adanya pakan alami berupa plankton pada kolam. Kualitas air pada kolam ini hanya
diukur pH nya saja yang diketahui memiliki rentang 6-8.
Penebaran ikan patin dilakukan pada tanggal 7 maret 2016 dengan menebarkan bibit
ikan sebanyak 200 kedalam kolam berukuran 1,2 x 2,5 m. Untuk menghindari persaingan
hidup maupun persaingan dalam mendapatkan makanan, patin yang ditebar dalam kolam
berukuran seragam antara 3-4 cm dengan berat berkisar 5 gram. Pada ukuran tersebut,
diharapkan benih sudah mampu menahan arus dan dinilai tahan terhadap perubahan
lingkungan. Penebaran benih yang baik senenarnya dilakukan pada pagi atau sore hari saat
suhu masih rendah, hal ini sejalan dengan pendapat Rochdianto (2004) yang mengatakan
bahwa tujuan tersebut adalah agar ikan tidak mudah terkena stress. Penebaran dilakukan
dengan cara di aklimatisasi yaitu benih patin yang berada dalam kantong plastik
pengangkutan di biarkan mengapung diatas air selama 5 10 menit. Selanjutnya kantong
plastik dibuka dan ditambahkan air dari kolam sedikit demi sedikit kedalam kantong sampai
kondisi air di dalam kantong sama dengan kondisi air di dalam karamba jaring apung. Proses
aklimatisasi ini selesai jika ikan patin di dalam kantong plastik keluar dengan sendirinya ke
karamba. Ukuran kolam dengan panjang 1,2 m, lebar 2,5 m dan ketinggian air masuk 0,3 m
atau dapat diakumulasikan volumenya menjadi 0,9 m3, di isi 100 ekor benih patin.
Pakan yang diberikan pada saat ikan patin baru tebar berbeda dengan pakan apabila
patin sudah berumur 2 bulan ke atas. Ini dilakukan karena pada masa awal penebaran, ikan
patin diberikan pelet yang sesuai dengan ukuran bukaan mulutnya agar ia dapat
mengkonsusmsi pakan tersebut. Pakan diberikan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi, dan sore
hari dengan cara pemberian ad satiasi (sampai kenyang). Pemberian pakan dilakukan secara
sedikit-sedikit, jika 70% dari jumlah ikan telah meninggalkan tempat pemberian pakan maka
pemeberian pakan segera dihentikan sebab kondisi tersebut menunjukkan ikan telah merasa
kenyang. Jumlah pakan yang diberikan sangat penting karena pakan yang terlalu sedikit akan
mengakibatkan terhambat nya pertumbuhan dan akan terjadi persaingan makanan yang
mengakibatkan bervariasi nya ukuran individu ikan yang akan di hasilkan sedangkan pakan
yang diberikan terlalu banyak maka akan terjadi polusi lingkungan yang menyebabkan
timbulnya jamur pada pakan yang tersisa dan sangat tidak ekonomis. Dalam pemberian
pakan, efesiensi penggunaan pakan menjadi penting karena sangat mempengaruhi tingkat
keuntungan (Khordik, 2005). Konversi pakan (FCR) diperoleh 1,175, artinya setiap
pemberian 1,175 kg pakan dapat menghasilkan pertambahan 1 kg daging ikan. Sedangkan
efesiensi pakan hasilnya 85,06 %, artinya setiap 1 kg pakan dapat dimanfaatkan sebesar
85,06% untuk pertumbuhan ikan.
Penyakit ikan selama praktikum tidak ditemukan hama yang menjadi penyebab
kematian ikan patin. Adapun berberapa penyakit yang sering ditemukan dalam ikan patin
adalah jenis bakteri Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp., bakteri ini menyerang pada bagian
pangkal sirip ekor dan sirip punggung serta pangkal patil ikan. Dilihat dengan mata telanjang,
bagian-bagian ikan yang terserang terdapat luka atau pendarahan, pada daerah tersebut
berwarna kemerahan, pergerakan ikan lambat dan mengambang di permukaan air. Menurut
Susanto (2006), Penyakit ini pernah menghebohkan dunia perikanan di Indonesia, khususnya
di Jawa Barat. Penyakit ini mengakibatkan 69 ton ikan mati dan menyerang 295 ton ikan
Pengobatan ikan yang terserang penyakit tersebut dilakukan dengan memasukkan Kalium
Permanganate (PK/KMSO4) dengan konsentrasi 20 gram untuk 1m3 air ke dalam bak dan
biarkan ikan selama 30 60 menit, kemudian ikan disimpan pada tempat bersih dengan
sirkulasi air yang baik.
Perawatan dan Pengontrolan kolam bertujuan untuk menjaga kebersihan lingkungan
di dalam kolam untuk mencegah berkembang biaknya berbagai penyakit. Perawatan ini
dilakukan sengan cara yang mudah mengingat kolam berada dilungkungan yang sudah
terkontrol, sehingga hanya perlu melakukan pengurasan air untuk membersihkan kotoran
kotoran ikan yang sudah menumpuk dan juga membiarkan air terpancur agar terjadi sirkulasi
air yang baik dan bersih. Perawatan kolam harus dilakukan pada secara rutin sehingga
kebersihan tetap terjaga. Kegiatan ini dilakukan secara berkala agar tidak mengganggu
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Budidaya ikan patin yang dilakukan pada praktikum budidaya hewan dan
tanaman adalah pembesaran di dalam kolam dengan dasar keramik. Selama
pembesaran, dilakukan perawatan dan pengukuran pertumbuhan meliputi panjang dan
bobot ikan patin. Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam satu hari.
B. Saran
Untuk memaksimalkan budidaya ikan patin sebaiknya pembesaran dilakukan
di kolam tanah atau kolam semen di area terbuka dengan kondisi yang memungkinkan
unttuk pertumbuhan plankton sebagai pakan alami. Untuk mempercepat pertumbuhan
dapat diberikan pakan tambahan yang lebih intensif dan rutin.
DAFTAR PUSTAKA
Asmawi,S.1986.
Pemeliharaan
Ikan
Dalam
Keramba.Cetakan
Kedua.PT.Gramedia,
Jakarta.44 hal.
Arie, U. 1996. Teknik Pemijahan Lele Bangkok Alias Si Jambal Siam. Koran Pertanian Sinar
Tani, Nomor 2517-Tahun XXVI. Hal V.
Djarijah.A.A.2001. Budidaya Ikan Patin. Kanasius. Yogyakarta 87 hal.
Djariah, A.S. 1995. Pakan Alami. Kanisius. Yogyakarta
Hayati, U. 2004. Keadaan Pembenihan Ikan Patin pada Hatchery Suhaimi di Desa Koto
Masjid Kecamatan 13 Koto Kampar Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Usulan
Praktek Umum. UIR. Pekanbaru. 28 hal.
Hernowo. 2001. Pembenihan Patin Skala Kecil dan Besar Serta Solusi Permasalahan.
Penebar Swadaya. Jakarta. 66 hal.
Hardjamulia, A. 1975. Cara Memelihara dan Menternakkan Ikan Jambal Siam. Departemen
Pertanian, Jakarta.
Khairuman dan Amri, K. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agromedia Pustaka. Jakarta.
83 hal.
Khairuman dan Suhenda D. 2002. Budidaya Ikan Patin Secara Intensif. Agromedia Pustaka.
Pembesaran KerupuJakarta. 89 hal.
Kordik, M. G. H. 2005. Budidaya Ikan Patin, Biologi, Pembenihan dan Pembesaran.
Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 170 hal.
Lagler, K.F, 1972. Freshwater Fishery. Biology. Wm. C. Brown Company Publisher.
Dubuque Lowa.
Nuraini, 2001. Penuntun Praktikum Manajemen Produksi Pembenihan Ikan. Pekanbaru.
Puspowardoyo, H dan Djarijah, A. S. 2003. Pembenihan dan Pembesaran Patin Hemat Air.
Kansus, Yogyakarta. 59 hal.
Pataros, M. dan P. Sitasit. 1976. Induced Spawning . Teknical Paper No. 15 Freswater
Fisheries Division. Departement of Fissheries Bangkok, Thailand. 14 p.
Saanin 1984, Subagja Y. 2009. Fortifikasi ikan patin (Pangasius sp) [skripsi]. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Susanto, 1996. Teknik Kawin Suntik Ikan Ekonomis. Penebar Swadaya, Jakarta. 45 hal.
Susanto. Dan K, Amri. 2001. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya, Jakarta. 90 hal.
Sutisna, H dan R. Sutarmanto, 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar Kansius.Yogyakarta.
Suseno, S. 1977. Dasar-dasar Perikanan Umum. CV. Yasaguna. Jakarta. 60 hal.
Wikipedia.org. 2010. Salinitas dan pH. http://id.wikipedia.org/wiki/Salinitas/pH. Akses 14
Juni 2016.
LAMPIRAN
Ikan patin