Anda di halaman 1dari 90

HASIL LAUT JENIS-JENIS IKAN DAN UDANG SERTA CARA

PENANGKAPANNYA OLEH NELAYAN PANGANDARAN

Laporan Penelitian Kuliah Kerja Lapangan


Di Pantai Timur Pangandaran dan Desa Pangandaran
Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat
8-14 Mei 2016
Disusun oleh :
Ulfia Fitriani
140410130043

PROGRAM STUDI SARJANA BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENELITIAN KULIAH KERJA LAPANGAN
1

Nama

: Ulfia Fitriani

NPM

: 140410130043

Bidang

: Ekologi Manusia

Judul

: Hasil Laut Jenis-Jenis Ikan dan Udang Serta


Cara

Penangkapannya Oleh Nelayan

Pangandaran
Tempat Penelitian

: Pantai Timur Pangandaran dan Desa Pangandaran,


Kabupaten Pangandaran Jawa Barat

Waktu Penelitian

: 8-14 Mei 2016


Telah diperiksa dan disahkan :
Jatinangor, Juni 2016
Menyetujui,

Dosen Pembimbing Laporan

Dosen Pembimbing Lapangan

KKL 2016

KKL 2016

Prof. Dr. Johan Iskandar, M.Sc

Dr. Ruhyat Partasasmita, M.Si

NIP. 19530807 198103 1 006

NIP. 19680115 199702 1 001


Mengetahui,

Ketua Rombongan KKL 2016

Dr. Teguh Husodo, M.Si


NIP. 19681213 199703 1 001

HASIL LAUT JENIS-JENIS IKAN DAN UDANG SERTA CARA


PENANGKAPANNYA OLEH NELAYAN PANGANDARAN

Oleh : Ulfia Fitriani


Pembimbing : Prof. Dr. Johan Iskandar, M. Sc., Dr. Ruhyat Partasasmita, M.Si.

ABSTRAK
Penelitian mengenai hasil laut dan jenis-jenis ikan dan udang serta cara
penangkapannya oleh nelayan Pangandaran di Pantai Timur Pangandaran dan
Desa Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat telah dilakukan pada tanggal 8 sampai 14
Mei 2016. Lokasi pengambilan data dilakukan di Pantai Timur Pangandaran dan
Desa Pangandaran. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode
kualitatif bersifat deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
cara observasi dan wawancara semistruktur terhadap informan kunci. Penentuan
informan dilakukan dengan teknik snowball sampling. Dari hasil wawancara
tercatat 37 jenis ikan dan 6 jenis udang hasil tangkapan nelayan Pangandaran.
Jenis alat tangkap yang biasa digunakan seperti pancing rawe, jaring dogol, bagan,
ciker, gill net, dan pukat pantai. Untuk jenis ikan dan udang yang umum ditangkap
seperti ikan layur (Trichiurus lepterus), ikan teri (Stolephorus commersonii), ikan
bawal putih (Pampus argenteus), ikan tenggiri (Scomberomorus commerson),
udang rebon (Mysis sp), udang tiger (Penaeus monodon), dan udang jerbung
(Penaeus indicus).
Kata kunci : Ikan, udang, Alat tangkap

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, penulis panjatkan puji syukur kepada Allah


SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini tepat pada waktunya.
Laporan Kuliah Kerja Lapangan dengan judul Hasil Laut Jenis-Jenis
Ikan dan Udang Serta Cara Penangkapannya Oleh Nelayan
Pangandaran ini disusun untuk menggali pengetahuan masyarakat Desa
Pangandaran tentang hasil laut serta cara penangkapannya oleh nelayan. Laporan
ini memberikan informasi mengenai jenis-jenis ikan dan udang hasil tangkapan
nelayan Pangandaran. Selain itu laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu
syarat kurikulum akademik Departemen Biologi Universitas Padjadjaran.
Penulis menyadari bahwa terdapat keterbatasan dalam penulisan laporan
ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik maupun saran yang membangun
demi menyempurnakan laporan ini. Semoga Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jatinangor, Juni 2016

Penulis

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam seluruh proses penelitian dan penyusunan Laporan Kuliah Kerja


Lapangan 2016 ini, penulis tidak lepas dari bimbingan Prof. Dr. Johan Iskandar,
M.Sc. selaku dosen pembimbing laporan dan Dr. Ruhyat Partasasmita, M.Si.
selaku dosen pembimbing lapangan yang telah memberikan motivasi, pengarahan,
ilmu, dan kesediaan waktu membimbing penulis sehingga proses penelitian dan
penyusunan laporan dapat berjalan dengan lancar. Terwujudnya laporan ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing
penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ruhyat Partasamita, M.Si ketua Departemen Biologi Universitas
Padjadjaran.
2. Asri Peni Wulandari, M.Sc, Ph.D ketua Program Studi Sarjana Biologi
Universitas Padjadjaran.
3. Dr. Teguh Husodo, M.Si ketua rombongan Kuliah Kerja Lapangan 2016.
4. Seluruh dosen pembimbing selama pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan
2016.
5. BKSDA Cagar Alam Pananjung Pangandaran yang telah memberikan
izinnya atas pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan.

6. Kepala Desa Pangandaran dan seluruh masyarakat desa terutama para


nelayan Pangandaran yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian
ini.
7. Pak Iwan, Pak Wanto, Pak Datam, Pak Adam, Pak Sukun, Pak Darno, Pak
Trisno, Pak Aep, Pak Karyono, Pak Rohman, Pak Sapun dan Bu painem
yang telah sukarela membantu penelitian ini sebagai informan.
8. Tim Ekologi Manusia (Nita, Febi, Dian, Ela, Windi, Muthi, Yanah, Kaim,
Andena, Rhena dan Auliya), terimakasih atas semangat dan keceriaanya
selama penelitian. Semoga semangat kita tidak hanya berhenti disini.
9. Keluarga Mamah Rita, Bapak Agung, Kakaku Gian, Adik-adikku Yanuar
dan Elsa yang telah memberikan dukungan baik dukungan moril maupun
materil, memberikan doa serta motivasi yang sangat membantu hingga
Kuliah Kerja Lapangan berjalan dengan lancar.
10. Sahabat-Sahabat Seperjuangan di Biologi Niti, Zahara, Yulisa, Dita,
Rhena, Andena atas motivasi dan dukunganya selama ini serta selalu
memberikan warna selama diperkuliahan ini.
11. Teman-teman Biologi angkatan 2013 METAMORF atas kerjasama,
dukungan, dan canda tawa maupun suka duka yang sudah dilewati
bersama selama 3 tahun ini.
12. Ajeng, Septiana, Afni dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan
satu persatu atas bantuan dalam pembuatan laporan ini serta dukungan dan
semangatnya.

13.

Semoga segala bantuan dan amal ibadah yang tidak ternilai

harganya ini mendapatkan imbalan di sisi Allah SWT amin.


14.

Akhir kata penulis menyadari bahwa terdapat keterbatasan dalam

penulisan laporan ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik maupun
15.

saran yang membangun demi menyempurnakan laporan ini.

Semoga Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembaca.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24. Jatinangor, Juni 2016
25.
26.
27.
28.

29.
30.DAFTAR ISI
31.

Penulis

32.

33.
34.

DAFTAR TABEL

35.

36. Tabel 2.1 Komposisi tata guna lahan Desa Pangandaran...........................14


37. Tabel 2.2 Kependudukan Desa Pangandaran.............................................14
38. Tabel 2.3 Jumlah penduduk Desa Pangandaran berdasarkan penganut
agama.........................................................................................................15
39. Tabel 2.4 Jumlah penduduk Desa Pangandaran berdasarkan mata
pencaharian................................................................................................16
40. Tabel 2.5 Jumlah penduduk Desa Pangandaran berdasarkan usia.............16
41. Tabel

3.1

Jumlah

Nelayan

Perikanan

Tangkap

Pangandaran ...............................20
42. Tabel

5.1.1

Jenis-Jenis

Ikan

Laut .........................................................................35
43. Tabel

5.1.2

Jenis-Jenis

Udang ..............................................................................37
44. Tabel 5.2 Alat
Tangkap ........................................................................................38
45.

46.DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Cagar Alam Pananjung Pangandaran...........................................8

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perairan Pangandaran mempunyai potensi sumberdaya hayati laut yang cukup
besar. Kondisi perairan yang berhubungan langsung dengan Samudera Hindia
mempengaruhi karakteristik oseanik perairan tersebut. Potensi sumberdaya ikan
lautyang terdapat di perairan Pangandaran seharusnya dapat dimanfaatkan secara
optimal. Sumberdaya perikanan yang tetap tersedia, akan terus mendukung usaha
perikanan tangkap di perairan Pangandaran dalam peningkatan produksi
perikanan.
Potensi sumberdaya perikanan laut yang terdapat di perairan Pangandaran
adalah dari potensi ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, ikan
karang dan lobster. Potensi sumberdaya perikanannya besar karena perairan
Pangandaran

berhubungan

langsung

dengan

Samudera

Hindia

yang

pemanfaatannya belum optimal.


Sumberdaya ikan yang hidup di wilayah perairan Indonesia
dinilai memiliki tingkat keragaman hayati (biodiversity) paling
tinggi. Sumberdaya tersebut paling tidak mencakup 37% dari
spesies ikan di dunia (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup,
1994). Di wilayah perairan laut Indonesia terdapat beberapa
jenis ikan bernilai ekonomis tinggi antara lain : tuna cakalang,
udang, tongkol, tenggiri, kakap, cumi-cumi, ikan-ikan karang

(kerapu,

baronang,

udang

barong/lobster),

ikan

hias

dan

kekerangan termasuk rumput laut (Barani, 2004).


Udang sebagai sumberdaya hayati akuatik, yang bersifat dapat pulih
(renewable), namun dalam pemanfaatannya harus tetap diperhatikan potensi dan
daya dukung. Sumberdaya udang perlu dikelola dengan baik sehingga tetap lestari
dan bermanfaat secara ekonomi bagi nelayan. Sumberdaya udang yang dikelola
dengan baik diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan
berkontribusi bagi perekonomian daerah. Pengelolaan sumberdaya udang harus
dilaksanakan secara terpadu dengan lingkungan pendukung dan sumberdaya lain
yang mempengaruhinya (Haluan, 1994).
Berdasarkan pemaparan di atas mengenai hasil laut jenis-jenis ikan dan udang
hasil tangkapan nelayan Pangandaran merupakan hal menarik untuk lebih diteliti.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi masalah yang dapat
diperoleh adalah:
1)

Hasil laut jenis ikan dan udang apa saja yang ditangkap oleh nelayan

Pangandaran
2) Jenis alat tangkan dan bagaimana teknik untuk penangkapan ikan dan
udang oleh nelayan Pangandaran

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian


Maksud dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana hasil laut jenis-jenis
ikan dan udang serta cara penangkapannya oleh nelayan Pangandaran. Sedangkan
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi serta data tentang
hasil laut yang biasa dimanfaatkan dan memiliki bernilai ekonomis oleh nelayan
Pangandaran.

1.4 Kegunaan Penelitian


Diharapkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan ini, dapat dijadikan data
dasar untuk penelitian lebih lanjut guna pengembangan pengetahuan penelitian
ekologi manusia dan juga diharapkan dapat menjembatani pemanfaatan
pengetahuan tradisional (indigenous knowledge) dengan pengetahuan modern
(modern knowledge) bagi masyarakat di Desa Pangandaran Kabupaten Ciamis dan
juga dengan adanya diskusi bersama nelayan lokal tentang hasil laut jenis ikan
dan udang yang biasa ditangkap serta memunculkan kembali nilai-nilai lama yang
pernah didapatkan dari hasil laut tersebut, selanjutnya juga bisa menyampaikan
gagasan-gagasan lain tentang manfaat hasil laut tertentu berdasarkan kearifan
lokal.

1.5 Metodologi
Secara garis besar metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode
kualitatif yang bersifat deskriptif analisis dari hasil data lapangan dengan cara

wawancara semi terstruktur dengan para nelayan dan pengamatan dilakukan di


Pantai Timur Pangandaran dan Tempat Pelelngan Ikan (TPI) Pangandaran.

1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian dilakukan di Pantai Timur, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan
Desa Pangandaran dari tanggal 8-14 mei 2016.

BAB II
TINJAUAN LOKASI
2.1 Cagar Alam Pananjung Pangandaran
2.1.1 Keadaan Umum
Pangandaran merupakan wisata pantai primadona di Jawa Barat, terletak
di Desa Pananjung, Pangandaran sekitar 92 km ke arah selatan kota Ciamis.
Taman Wisata Alam (TWA) Pangandaran ini terletak berhimpitan dengan kawasan
konservasi Cagar Alam Pangandaran. Secara geografis terletak pada 7 030 LS dan
108030- 1090 BT dan terletak pada ketinggian 0 s/d 75 meter di atas permukaan
laut. Taman Wisata Alam Pangandaran ditetapkan berdasarkan SK Menteri
Pertanian Nomor 170/Kpts/Um/3/1978 tanggal 10 Maret 1978 dengan luas 37,7
Ha.
Cagar Alam dan Wisata Alam Pananjung Pangandaran mampu
memberikan beberapa fungsi kepada masyarakat umum, baik untuk kepentingan
umum, ilmu pengetahuan, penelitian dan pendidikan. Kawasan ini merupakan
laboratorium alam, dimana proses kehidupan alamnya tidak begitu terganggu.
Satwa liar, vegetasi, goa-goa alam, pantai pasir putih, dan biota laut di tempat
tersebut sangat menarik sehingga memungkinkan pengunjung melakukan aktivitas
wisata alam yang menarik.

2.1.2 Status Pangandaran


Kawasan Pananjung Pangandaran ditunjuk sebagai Suaka Margasatwa
pada tanggal 7 Desember 1934 berdasarkan Surat Keputusan No. 9 yang
dikeluarkan oleh Director Soomishe Zoken. Selanjutnya Departemen Pertanian
pada tanggal 26 April 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor:
34/KUP/1961 merubah Pananjung Pangandaran menjadi Cagar Alam, setelah
ditemukannya bunga Rafflesia padma. Semula, daerah Pananjung Pangandaran
seluas 457 Ha sebagai wujud Wild Reserrvon Ink yang kemudian diperluas
menjadi 524,6 Ha dengan surat menteri pertanian tersebut. Akhirnya pada tahun
1978, karena adanya potensi yang dapat mendukung pengembangan pariwisata
alam, maka sebagian wilayah cagar alam yang berbatasan dengan areal
pemukiman statusnya diubah menjadi Taman Wisata Alam dengan luas wilayah
37,70 Ha. Dan pada tahun 1990 dikukuhkan pula kawasan perairan di sekitar
cagar alam laut dengan luas 470 Ha sehingga luas kawasan perairan disekitar
Pangandaran

seluruhnya

menjadi

1500

Ha.

Perkembangan

selanjutnya

berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.104/kpts-II/1993 pengusahaan Taman


Wisata Alam Pangandaran diserahkan kepada Perum Perhutani dan diserahkan
fisik pengelolaannya pada 1 November 1999 (DISBUDPAR, 2006).
Sejarah terbentuknya kawasan konservasi di Pangandaran dimulai pada
tahun 1921 pada saat Residen Priangan, Y. Eyken berkuasa. Beliau mengusulkan
untuk menjadikan kawasan yang semula berupa kawasan perladangan menjadi
kawasan taman buru menjadi memindahkan penduduk yang ada dalam kawasan

hutan wisata ke daerah Parapat yang berjarak sekitar 2 km ke sebelah utara. Usaha
tersebut berlanjut dengan memasukkan 1 ekor banteng jantan dan 3 ekor sapi Bali
betina dan rusa India dengan memberi pagar agar binatang tersebut tidak keluar
dari kawasan.
Pada tahun 1934 status kawasan dirubah menjadi Suaka Margasatwa
berdasarkan Government Bisult pada tanggal 7 Desember 1934, Staatblad No. 663
dengan luas 530H. Kemudian tahun 1961, diubah kembali menjadi Cagar Alam
berdasarkan SK. Menteri Pertanian No.34/KMP/1961 tanggal 20 April 1961
setelah ditemukan bunga Rafflesia padma serta terdapatnya unsur-unsur alami dan
cultural.
Dalam perkembangan selanjutnya, sebagian kawasan Cagar Alam seluas
37,7 Ha diubah fungsi dan statusnya menjadi Taman Wisata berdasarkan SK.
Menteri Pertanian No. 170/Kpts-II/1990 tanggal 8 Maret 1990.
2.1.3 Luas Kawasan
Kawasan konservasi Sumber Daya Alam Pananjung Pangandaran terdiri
dari dua kawasan yaitu kawasan yang berstatus Taman Wisata dan kawasan yang
berstatus Cagar Alam. Luas keseluruhannya adalah 530 Ha. Sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, maka sebagian kawasan seluas 37,70 Ha dijadikan Hutan
Wisata dalam bentuk Taman Wisata Alam (TWA) berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Pertanian No.170/Kpts/Um3/1978 tanggal 10 Maret 1978. Serta sisa
lahan yaitu sebesar 492,30 Ha dijadikan kawasan Cagar Alam.

Gambar 2.1. Peta lokasi


Sumber : Google Earth
2.1.4 Letak Geografis dan Topografi Kawasan
Kawasan konservasi Sumber Daya Alam Pananjung, Pangandaran
merupakan semenanjung kecil berbentuk seperti kepulauan tangan yang terletak di
pantai selatan pulau Jawa. Semenanjung ini merupakan sebuah pulau yang
dihubungkan dengan daratan utama yang hanya dipisahkan oleh suatu jalur sempit
diapit antara dua teluk selebar kurang lebih 200 meter. Secara administratif
termasuk ke dalam Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa
Barat dan berdekatan dengan perbatasan Jawa Tengah. Jarak dari kota Ciamis 90
km ke sebelah tenggara dan 408 dari ibukota Jakarta.
Semenanjung ini terletak pada 1080 300 1090 BT dan 70300 - 80 LS.
Disebelah timur berbatasan dengan Teluk Pangandaran, sebelah selatan dengan
Samudera Indonesia dan di sebelah barat dengan Teluk Parigi.

Keadaan topografi Taman Wisata Alam Pangandaran bervariasi mulai


landai hingga bukit. Pangandaran sendiri terletak pada peninsular yang masuk ke
Samudera Indonesia dengan cagar alam berbentuk air mata (teardrop). Bagian
ujung selatan semenanjung adalah hutan lindung yang terdiri dari lahan
perbukitan dan lahan daratan. Topografi 142,87 Ha lahan yang lain adalah daratan
yang secara geologi dapat disebut beach ridges dan berbentuk genting tanah
(isthmus) yang menghubungkan semenanjung bagian ujung dengan daratan Pulau
Jawa (BAPEDA JABAR, 2006).
2.1.5 Iklim
Areal Taman Wisata Alam Pangandaran mempunyai suhu antara : 250C
300C serta kelembaban udara sekitar : 80% - 90% dengan curah hujan rata-rata :
3196 mm/tahun, curah hujan tertinggi terjadi antara bulan Oktober-Maret dan
terendah terjadi antara bulan Juli-September. Daerah pantai di Pulau Jawa bagian
selatan ini termasuk dalam humid tropical coast dengan suhu rata-rata 380C dan
tingkat curah yang cukup tinggi per tahunnya. Ciri topografis ini, khususnya
semenanjung yang berbukit (cagar alam), bersama arus angin dan gelombang dari
Samudera Indonesia sangat mempengaruhi bentuk pantai-pantai dan ombak laut.
Kondisi ini menahan angin kuat dari arah timur. Hal ini pula yang menyebabkan
laut di sepanjang pinggir pantai barat (500 m) dari ujung selatan adalah daerah
yang paling aman untuk berenang, berperahu, dan aktivitas laut yang lain (KPH
Ciamis, 2012).
2.1.6 Keadaan Air dan Tanah

Dalam kawasan Taman Wisata Alam atau Cagar Alam Pangandaran


terdapat sungai yang panjangnya tidak lebih dari 1-2 km, dan sungai terbesar
adalah Sungai Cikamal yang mempunyai muara di pantai barat dan Sungai
Cirengganis yang bermuara di pantai timur. Pada musim kemarau kedua sungai ini
tidak pernah kering, dan sumber air dari Sungai Cirengganis dahulu dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan di kawasan Taman Wisata (KPH Ciamis, 2012).
Jenis tanah yang ada di kawasan ini antara lain: podsol merah kunig,
podsol kuning, latosol, endapan alluvial. Endapan alluvial terutama yang berasal
dari laut terdiri dari pasir tanah berpasir yang terdapat diantara pantai sebelah
utara semenanjung yang membentuk terjal yang terpisah-pisah atau karang-karang
terjal (KPH Ciamis, 2012).
2.1.7 Potensi Flora dan Fauna
Potensi keanekaragaman hayati di Pangandaran di dukung oleh adanya
flora dan fauna yang dapat dijumpai di kawasan konservasi. Flora yang terdapat
sekitar 80% merupakan vegetasi hutan sekunder tua dan sisanya adalah hutan
primer. Pohon-pohon yang dominan antara lain laban (Vitex pubescens), kisegel
(Dilenia excelsa), dan marong (Cratoxylon formosum). Selain itu banyak juga
terdapat jenis-jenis pohon seperti reungas (Buhhanania arborences), kondang
(Ficus variegata), teureup (Artocarpus elsatica), dan lain-lain. Di antara
rendahnya terdapat hutan tanaman yang merupakan tanaman eksotis, yaitu terdiri
dari tanaman jati (Tectona grandis), mahoni (Swietenia mahagoni), dan komis
(Acacia auriculiformi). Jenis fauna liar yang terdapat di Pangandaran diantaranya

adalah

banteng

(Bos

javanicus),

kijang

(Muntiacus

muntjak),

tando

(Cynocephalus variegatus), kalong (Pteroptus vampyrus), kera abu-abu (Macaca


fascicularis), lutung (Trycphitecus auratus), kang kerang (Anthracoceros
convexus), rangkong (Buceros rhinoceros), dan ayam hutan (Gallus gallus)
(BPLHD, 2007). Selain cagar alam darat, terdapat pula cagar alam lainnya yang
didominasi oleh terumbu karang yang indah. Variasi bentuk pertumbuhannya di
Pangandaran sangat kompleks dan luas sehingga bisa ditumbuhi oleh jenis biota
lain (Direktorat Jenderal Perikanan dan Kelautan, 2002).
2.1.8 Potensi Wilayah
Kawasan Cagar Alam Pangandaran merupakan hutan sekunder tua yang
berumur antara 50-60 tahun yang mendominasi kawasan Taman Wisata Alam
Pangandaran. Selebihnya adalah sisa-sisa hutan primer yang tidak luas dan
terpencar letaknya, serta sedikit hutan pantai. Pohon-pohon di hutan sekunder tua
di dalam kawasan Cagar Alam Pangandaran memiliki ketinggian rata-rata 25-35
m, dengan jenis-jenis yang dominan diantaranya laban (Vitex pubescens), ki segel
(Dillenia excelsa), dan marong (Cratoxcylon formosum), juga terdapat beberapa
jenis jenis pohon peninggalan hutan primer seperti, poh-pohan (Buchania
arborescence),

kondang

(Ficus

variegata),

dan

benda

(Disoxyllum

caulostachyllum).
Hutan pantai hanya terdapat di bagian timur dan barat kawasan. Ditumbuhi
pohon formasi Barringtonia seperti butun (Barringtonia aseatica), ketapang
(Terminalia catappa), dan waru laut (Hibiscus tiliaceus). Dengan berbagai ragam

floranya, kawasan ini merupakan habitat yang cocok bagi kehidupan satwa-satwa
liar. Jenis satwa liar yang dapat dijumpai pada kawasan ini antara lain : monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristata), kalong (Pteropus
campyrus), banteng (Bos javanicus), rusa (Cervus timorensis), kancil (Tragulus
javanica), dan biawak (Varanus salvator).

2.2 Desa Pangandaran


Desa Pangandaran adalah salah satu desa pesisir di wilayah Kecamatan
Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Secara geografis terletak pada
koordinat 108020 sampai dengan 108040 Bujur Timur dan 7004020 sampai
dengan 704020 Lintang Selatan. Desa Pangandaran terletak di sebelah utara
Desa Babakan, sebelah selatan Samudera Hindia, sebelah barat Desa Pananjung,
dan sebelah timur Samudera Indonesia (KPH Ciamis, 2012).
2.2.1 Jarak dari Pusat Pemerintahan
Jarak Desa Pangandaran dari pusat pemerintahan yaitu (KPH Ciamis,
2012):
a.

Jarak dari Kecamatan Pangandaran

: 0,5 KM

b.

Jarak dari Kabupaten Pangandaran

: 90 KM

c.

Jarak dari Provinsi Jawa Barat

: 230 KM

d.

Jarak dari Ibu kota Negara Indonesia (Jakarta)

: 380 KM

2.2.2 Keadaan Geografi


Luas Wilayah Desa Pangandaran dengan komposisi tata guna lahan terdiri
dari (KPH Ciamis, 2012):
Tabel 2.1 Komposisi tata guna lahan Desa Pangandaran
No.

Jenis Wilayah

Luas Wilayah

1.

Desa Pesisir

667,87 Ha

2.

Pemukiman Penduduk

137,8 Ha

3.

Cagar Alam

530 Ha

2.2.3 Kependudukan
Berdasarkan data kependudukan awal tahun 2011, penduduk Desa
Pangandaran secara keseluruhan berjumlah 9.756 jiwa, terdiri dari (KPH Ciamis,
2012):
Tabel 2.2 Kependudukan Desa Pangandaran
Jenis
No.

Kelamin

Jumlah

(Jiwa)

(Jiwa)

Jumlah KK

Jumlah

Wilayah
L

KK
L

1.

Dusun Parapat

2035 2019

4054

1182

185

1367

2.

Dusun Pangandaran

1354 1339

2693

643

120

763

Timur
Dusun Pangandaran
3.

1512 1497

3009

822

118

940

4901 4855

9756

2647

423

3070

Barat
Jumlah

Jumlah Penduduk Berdasarkan Penganut Agama :


Tabel 2.3 Jumlah penduduk Desa Pangandaran berdasarkan penganut agama
No
Agama

Jumlah (Orang)

1.

Islam

9663

2.

Kristen

40

3.

Khatolik

27

4.

Budha

5.

Hindu

17

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan :


1)

Tidak/Belum Sekolah

: 1.694 Jiwa

2)

Tidak Tamat SD/Sederajat

: 964 Jiwa

3)

Tamat SD/Sederajat

: 3.174 Jiwa

4)

SLTP/Sederajat

: 1.537 Jiwa

5)

SLTA/Sederajat

: 1.947 Jiwa

6)

Diploma IV/Strata I

: 116 Jiwa

7)

Strata II

: 8 Jiwa

8)

Strata III

: 2 Jiwa

Secara Spesifik Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pada


Tabel Di Bawah Ini :
Tabel 2.4 Jumlah penduduk Desa Pangandaran berdasarkan mata pencaharian
No.

Mata Pencaharian

Jumlah (Orang)

1.

Pegawai/Karyawan

769

2.

Wiraswasta/Pedagang

3.

Tani

123

4.

Pertukangan

37

5.

Buruh Tani

192

6.

Pensiunan

50

7.

Nelayan

1.874

8.

Jasa

1.217

9.

Pedagang Wisata

537

10.

Becak

37

11.

Perahu Pesiar

72

12.

Bugie/Ban

34

13.

Bengkel

27

1.103

Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia :


Tabel 2.5 Jumlah penduduk Desa Pangandaran berdasarkan usia
No.

Penduduk Menurut Usia

Jumlah (Orang)

1.

0-4 Tahun

677 Orang

2.

5-9 Tahun

880 Orang

3.

10-14 Tahun

894 Orang

4.

15-19 Tahun

845 Orang

5.

20-24 Tahun

716 Orang

6.

25-29 Tahun

906 Orang

7.

30-34 Tahun

847 Orang

8.

35-39 Tahun

788 Orang

9.

40-44 Tahun

821 Orang

10.

45-49 Tahun

668 Orang

11.

50-54 Tahun

520 Orang

12.

55-59 Tahun

382 Orang

13.

60-64 Tahun

248 Orang

14.

65 keatas

453 Orang

Penduduk asli Desa Pangandaran sebenarnya sedikit, seperti halnya yang


dikemukakan di atas, bahwa menurut sejarah Pangandaran daerah persinggahan
dan kemudian pendatang itu menetap menjadi penduduk Desa Pangandaran. Para

pendatang tersebut berbagai latar belakang, ada pelancong, pengusaha, dan lain
sebagainya yang akhirnya mereka menetap sebagai warga penduduk Desa
Pangandaran (KPH Ciamis, 2012).

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengertian Nelayan
Nelayan menurut Undang-Undang Perikanan nomor 45 tahun 2009,
merupakan orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.
Sedangkan nelayan kecil merupakan orang yang mata pencahariannya melakukan
penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang
menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar lima gross ton (5GT).
Batasan ini mengindikasikan bahwa kehidupan nelayan tergantung langsung pada
hasil laut (Mulyadi, 2007) dan menjadikan nelayan sebagai komponen utama
konstruksi masyarakat maritim Indonesia (Kusnadi, 2009).
Nelayan didefinisikan sebagi orang yang aktif melakukan
pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air
lainnya. Orang yang hanya melakukan pekerjaan membuat
jaring,

mengangkut

alat-alat

atau

perlengkapan

ke

dalam

perahu/kapal tidak termasuk dalam kategori nelayan (Monintja,


1989).

3.2 Kondisi Masyarakat Nelayan di Desa Pangandaran


Satria (2002) menjelaskan masyarakat pesisir adalah
sekumpulan masyarakat yang bersama-sama mendiami wilayah
pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang
terkait dengan ketergantungan pada pemanfaatan sumberdaya
pesisir. Selanjutnya juga dijelaskan bahwa masyarakat pesisir
bukan hanya

nelayan, melainkan juga pembudidaya

ikan,

pengolah ikan bahkan pedagang ikan. Masyarakat pesisir dan


pulau-pulau kecil memiliki karakteristik sistem ekonomi dan
sosial-budaya yang tidak jauh berbeda dengan nelayan pada
umumnya. Tapi yang membedakan solidaritas masyarakat pesisir
pada umumnya dan pulau-pulau kecil, mayarakat pesisir di
pulau-pulau kecil sangat kuat solidaritas sosialnya dikarenakan
kondisi geografi dan akses yang menjadikan mereka harus
berjuang bersama dalam bertahan hidup. Masyarakat pulaupulau

kecil berhadapan pada

kehidupannya

berhubungan

kondisi yang hampir


dengan

laut.

Terlihat

aspek
dari

transportasi, masuknya logistik, dan sumber mata pencaharian


serta SDA terbesar adalah hasil dari laut.
Desa pesisir tentunya identik dengan masyarakat nelayan.
Laut merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat nelayan,

namun dalam memanfaatkan sumberdaya tersebut, diantara


masyarakat nelayan itu sendiri memiliki tata cara tersendiri.
Selain itu dalam masyarakat nelayan tersebut juga memiliki alat
produksi

atau

alat

tangkap

yang

berbeda-beda,

sehingga

berdasarkan alat tangkap dan perahu yang digunakan, terdapat


delapan kategori nelayan yaitu; (1) Nelayan jukung, (2) Nelayan
kapal, (3) Nelayan pancing, (4) Nelayan jogol, (5) Nelayan
mrawe, (6) Nelayan parel, (7) Nelayan eret, (8) Nelayan bagang
(ada sekitar 47 bagang di Desa Pangandaran).

3.3 Mata Pencaharian Masyarakat Nelayan


Konsep mata pencaharian (livelihood) sangat penting
dalam memahami coping strategis karena merupakan bagian
dari atau kadang-kadang dianggap sama dengan strategi mata
pencaharian

(livelihood

strategis).

Satu

mata

pencaharian

meliputi pendapatan (baik yang bersifat tunai ataupun barang),


lembaga-lembaga sosial, relas gender, hak-hak kepemilikan yang
diperlukan guna mendukung dan menjamin kehidupan. Seperti
kasus kehidupan nelayan yang senantiasa tidak mendapat
jaminan kehidupan yang layak dan nelayan senantiasa tidak
dapat dilepaskan dari jebakan kemiskinan. Sejak enam bulan
terakhir, dari bulan februari hingga juli sekarang masyarakat

nelayan dihadapkan pada musim paceklik yang tidak kunjung


akhir.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ada diharapkan
dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. Terdapat beberapa
faktor yang dapat menjadi penyebab masih rendahnya tingkat
pendapatan nelayan, antara lain alat tangkap yang tidak
produktif, modal untuk pengembangan usaha, keterbatasan
sumberdaya,

dan

lain-lain.

Semua

faktor

ini

dapat

mempengaruhi penurunan produktivitas. Secara tidak langsung


dengan produktivitas yang rendah, maka keuntungan yang
didapatkan nelayan pun berkurang (Waridin, 2007).
Secara lebih rinci kondisi ekonomi nelayan pulau kecil dapat
digambarkan dari bentuk-bentuknya sebagai berikut (Satria
2001; Satria 2009; Koentjaraningrat dalam Saad 2009; Mulyadi
2007; dan Numberi 2009) :
1. Bentuk Pemanfaatan Terhadap Sumberdaya laut, yakni Sangat
bergantung pada kondisi sumberdaya alam khususnya Laut
disekitarnya (Numberi 2009). Selanjutnya Sifat tangkapan
yang open access membuat nelayan harus berpindah-pindah
dan elemen risiko yang harus dihadapi lebih besar daripada
petani darat (Pollnack dalam Satria 2001)

2. Bentuk Teknologi, yakni Melakukan modifikasi alat tangkap


sesuai kondisi perairan (Sihombing 2003). Lebih lanjut Satria,
2009 mengemukakan bahwa nalayan pulau kecil memiliki
teknologi dan permodalan yang lemah, sebagian besar masih
menggunakan teknologi tradisional, Diversifikasi alat tangkap
untuk mengantisipasi variasi musim.
3. Bentuk

Permodalan,

yakni

Ikatan

patron-client

pada

tengkulak, punggawa dan toke saat musim paceklik dalam


permodalan sangat kuat (Satria 2009).

3.4 Data Statistik Jumlah Nelayan Pangandaran


3.4.1. Jumlah Nelayan Perikanan Tangkap di Pangandaran
Tabel 3.1 Jumlah Nelayan Perikanan Tangkap Pangandaran
Jumlah Nelayan

TPI

TPI

TPI Ciawi Tali

TPI

Perikanan Tangkap

Pangandaran

Bagolo

(Orang)

Majingklak

di Pangandaran

(Orang)

(Orang)

Tahun
2012

1.528

128

207

207

2011

1.510

130

208

209

2010

1.580

156

220

198

2009

1.680

112

210

204

2008

1.710

110

200

210

(Orang)

Sumber : UPTD - PPI Pangandaran 2012


3.5 Sumberdaya Ikan dan Udang
3.5.1 Ikan
Ikan merupakan kelompok terbanyak diantara vertebrata,
diperkirakan 20.000 spesies yang sudah dikenal dan ada pula
yang memperkirakan 40.000 spesies. Ikan dapat hidup hampir
diseluruh permukaan bumi dimana ada air, baik di daerah
antartika yang dingin maupun khatulistiwa yang panas. Begitu
juga pada air tawar yang kadar garamnya lebih rendah dari pada
air laut (Salsabila, 1985). Faktor lingkungan seperti air, tanah
temperatur, derajat kesamaan (pH), kandungan oksigen sangat
berpengaruh

terhadap

kehadiran

biota

air

seperti

yang

disampaikan oleh Cahyono (2000: 10). Oleh karena itu setiap


jenis ikan untuk dapat hidup dan berkembang biak dengan baik
harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Sumberdaya perikanan merupakan salah satu sumberdaya
alam yang pengambilannya tidak diawasi atau dibatasi, yang
berarti setiap orang secara bebas dapat mengambil sumberdaya
tersebut (open access). Oleh karena itu sifat sumberdaya alam
perikanan

sering

kali

(Pasaribu et al., 2005)

disebut

sumberdaya

milik

bersama

Dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya ikan,


kebanyakan perikanan diklasifikasikan menurut produk yang
ditangkap, yakni spesies yang menjadi target bagi keperluan
manusia. Oleh sebab itu dikenal perikanan tuna dan cakalang,
perikanan udang, perikanan paus, dan lain-lain. Juga dikenal
pengelompokan perikanan lain seperti perikanan pelagis kecil
(layang, kembung, selar, dan lain-lain), perikanan demersal
(kakap, bawal, layar, kerapu), perikanan karang, dan lain-lain.
Sedangkan kegiatan penangkapannya biasa dilakukan oleh
berbagai jenis usaha perikanan, baik perikanan skala kecil yang
biasanya terbatas dekat tempat pendaratan atau pelabuhan
basis mereka, sampai perikanan skala besar seperti perikanan
trawl (pukat harimau) yang menangkap ikan laut (Widodo, 2006).
Jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan di Kabupaten
Pangandaran sangat beragam seperti udang jerbung, lobster,
manyung, bawal hitam, bawal putih, kakap merah, kakap putih,
kembung, tongkol, tenggiri, layur, cucut, pari dan lain-lain (DKP
Kabupaten Ciamis, 2012).
3.5.2 Udang
Udang sebagai sumberdaya hayati akuatik, yang bersifat dapat pulih
(renewable), namun dalam pemanfaatannya harus tetap diperhatikan potensi dan
daya dukung. Sumberdaya udang perlu dikelola dengan baik sehingga tetap lestari

dan bermanfaat secara ekonomi bagi nelayan. Sumberdaya udang yang dikelola
dengan baik diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan
berkontribusi bagi perekonomian daerah. Pengelolaan sumberdaya udang harus
dilaksanakan secara terpadu dengan lingkungan pendukung dan sumberdaya lain
yang mempengaruhinya (Haluan, 1994).
Pemanfaatan sumberdaya udang yang dilakukan oleh nelayan merupakan
salah satu aktivitas yang berpengaruh terhadap perkembangan udang, terutama di
daerah mangrove. Pengaruh penangkapan udang terjadi apabila makin besar laju
penangkapan, menyebabkan ketersediaan udang makin menurun pada musim
berikutnya (Sasmita, 2002).
Pada umumnya hasil tangkapan yang diperoleh dapat berupa udang muda/
masih berukuran kecil dalam jumlah yang banyak. Kecenderungan yang terjadi
apabila laju penangkapan makin meningkat, maka jumlah hasil tangkapan udang
semakin menurun dengan kondisi regenerasi yang sama. Bahkan dapat berakibat
fatal, yaitu terjadi kepunahan sumberdaya udang pada daerah tersebut (Naamin
dkk, 1981).

3.6 Jenis-Jenis Ikan dan Udang Laut


Cendro (Belonidae tylosaurus sp), Ikan Sebelah (Psettodidae),
Ekor Kuning (Netuma thalassina), Selar (Selaroides spp), Kuwe
(Caranx spp), Daun Bambu (Chorinemus spp), Sunglir (Elegatis
bipinnulatus), Tetengkek (Megalaspis cordyla), Bawal Hitam

(Formio niger), Bawal Putih (Pampus argentius), Tatang-Talang


(Chorinemus tala), Layang (Decapterus spp), Kakap Putih (Lates
calcarifer), Golok-Golok (Chirocentrus dorab), Manyung (Netuma
thalassina), Tembang (Sardinella fimbriata), Terubuk (Tenualosa
illisha), Lemuru (Sardinella longiceps), Beloso (Saurida tumbil),
Ikan Lidah (Cynoglossus spp), Ikan Terbang (Cypselurus spp),
Julung-Julung

(Hermirharpus

spp),

Gerot-Gerot

maculatus), Ikan Nomei (Harpadon nehereus),

(Pomadasys
Ikan Layaran

(Chorinemus tala), Teri (Stelephorus spp), Japuh (Dussumieria


acuta),

Setuhuk

Putih

(Makaira

mazara),

Setuhuk

Loreng

(Tetraturus audex), Setuhuk Hitam (Makaira mazarra), Ikan


Pedang (Xiphias Gladius), Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus),
Kakap

Merah

(Lutjanus

spp),

Tenggiri

(Scomberomorus

commerson), Biji Nangka (Cypselurus spp), Kurisi (Nemimterus


hexodon)

Tongkol

Krai

(Auxis

thazard),

Tongkol

Komo

(Euthynnus affinis), Cakalang (Katsuwonus pelamis), Belanak


(Mugil cephalus), Banyar (Rastrelliger kanagurta), Slengseng
(Scomber
Gulamah

australasicus),
(Nibea

tertradactylum),

Swanggi

albiflora),

Tenggiri

Papan

(Priacanthus
Kurau

tayenus),

(Eleutherpnema

(Scomberomorus

guttatus),

Albakora (Thunnus alalunga), Madidihang (Thunnus albaceres),


Kerong-Kerong (Terapon Jarbua), Tongkol Mata Besar (Thunnus
obesus), Tongkol Abu-Abu (Thunnus obesus), Kerapu Sunu

(Plectropomus leopardus), Ikan Baronang (Siganus guttatus), AluAlu (Sphyraena barracua) , Tuna Sirip Biru Selatan (Thunnus
maccoyii), Layur (Trichiurus Spp), Mako (Isurus Spp), Kerapu
Balong (Priacanthus Tayenus), Kerapu Lumpur (Epinephelus
Tauvina), Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis), Ikan Gergaji
(Pritis spp), Cucut Martil (Eusphyra blochi), Cucut Botol (Dogfish
shark), Pari Kelelawar (Mobula spp), Pari Burung (Myliobatus spp),
Udang Dogol

(Metapenaeus

ensis), Udang Putih (Penaeus

merguiensis), Udang Windu (Penaeus monodon), Pari Kembang


(Dasyatis spp), Udang Vaname (Lithopenaeus vannamei), Kerapu
(Ephinephelus

Sp),

Kakap

(Lates

calcalifer),

Pari

Kekeh

(Rhynchobatus djiddensis), Udang Barong (Panulirus sp) ( Buku


Pedoman

Pengumpulan

dan

Pengololahan

Data

Statistik

Perikanan).

3.7 Musim
3.7.1 Musim Penangkapan Ikan
Musim penangkapan ikan di Kabupaten Pangandaran dipengaruhi oleh 2
(dua) musim, yaitu musim puncak dan musim paceklik. Musim puncak terjadi
pada bulan-bulan tertentu yang terdapat di musim timur yang berlangsung pada

bulan Mei Oktober, sedangkan musim paceklik terjadi pada bulan-bulan tertentu
yang terdapat di musim barat yang berlangsung pada bulan November April
(DKP Kabupaten Ciamis, 2012).
Menurut Nontji (2002) perubahan cuaca akan dapat mempengaruhi kondisi
laut, misalnya angin yang sangat menentukan terjadinya gelombang dan arus
dipermukaan laut. Menurut informasi dari Dinas perikanan, para nelayan
umumnya sudah memahami terjadinya fluktuasi tahunan hasil tangkapan seiring
datangnya musim pancaroba, yakni sejak awal tahun hasil tangkapan ikan naik,
kemudian turun memasuki bulan Mei atau Juni hingga beberapa bulan berikutnya.
Curah hujan diberbagai daerah akan mempengaruhi sebaran salinitas (kegaraman)
dipermukaan laut sehingga mempengaruhi komposisi makanan bagi ikan-ikan di
laut menjadi lebih rendah, hal ini membuat ikan-ikan banyak bermigrasi untuk
mendapatkan asupan pangan yang lebih banyak.
Kondisi armada penangkapan ikan di Kabupaten Pangandaran yang
didominasi oleh perahu motor tempel sehingga kegiatan penangkapan ikan sangat
dipengaruhi oleh musim timur dan musim barat. Kegiatan penangkapan ikan
sebagian besar dilakukan pada musim timur. Pada musim barat nelayan hanya
menangkap ikan dalam jumlah yang sedikit bahkan pada waktu-waktu tertentu
tidak mendapatkan ikan sama sekali, hal ini disebabkan gelombang dan angin
yang besar sehingga nelayan mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan
penangkapan ikan, bahkan tidak sedikit nelayan yang memilih untuk tidak melaut.

Menurut

DKP

Kabupaten

Ciamis

(2012),

nelayan

di

Kabupaten Pangandaran biasa menangkap ikan di perairan Teluk


Pananjung, Teluk Parigi, Karapyak, Nusakambangan dan Cilacap.
Jarak yang ditempuh nelayan dari fishing base ke fishing ground
berkisar antara 1 5 mil dengan waktu tempuh antara 40 60
menit.

Nelayan

menentukan

daerah

penangkapan

ikan

berdasarkan pengalaman, kebiasaan nelayan, tanda-tanda yang


terdapat di alam serta informasi dari nelayan lainnya.
3.7.2 Musim Penangkapan Udang
Musim penangkapan Udang terutama terjadi pada bulan
November sampai dengan Februari, dengan puncak musim
terjadi pada bulan Desember. Pada bulan bulan tersebut
merupakan musim penghujan, dan angin berhembus dari arah
barat laut. Pada saat itu, kondisi perairan pantai utara akan
sangat bergelombang, sedangkan perairan pantai selatan relatif
lebih tenang. Oleh karenanya nelayan Kebumen tetap aktif
melakukan penangkapan Udang di perairan pantai (Saputro,
2009).

3.8 Jenis Alat Tangkap

Alat tangkap yang beroperasi di Pangandaran diantaranya


yaitu pancing rawai, jaring insang (gillnet), jaring tiga lapis
(trammel net), pukat pantai, dan jaring jogol / dogol (Dinas
Kelautan dan Perikanan Kab. Ciamis 2007).
1) Pancing rawai
Menurut Ayodhyoa (1981), pancing rawai merupakan alat
penangkap ikan yang terdiri atas rangkaian tali temali yang
bercabang-cabang dan pada setiap ujung cabangnya diikatkan
dengan sebuah pancing dan diberi umpan. Pancing rawai terdiri
atas tali utama, tali cabang, mata pancing, umpan, pelampung,
pemberat, dan bendera sebagai tanda.
Pancing rawai diklasifikasikan ke dalam tiga bagian yaitu
berdasarkan letak pemasangannya di perairan, susunan mata
pancing pada tali utama, dan jenis ikan yang menjadi tujuan
utama penangkapan. Berdasarkan letak pemasangan di perairan
terdiri atas rawai permukaan (surface long line), dan rawai
pertengahan (mid water long line). Berdasarkan susunan mata
pancing

yaitu

rawai

mendatar

(horizontal

long

line)

dan

berdasarkan jenis ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan


yaitu rawai tuna (tuna long line).
2) Jaring insang (gillnet)
Jaring insang (gillnet) adalah suatu jenis alat penangkap
ikan dari bahan jaring yang berbentuk empat persegi panjang
dengan ukuran mata jaring (mesh size) sama (Ayodhyoa AU,
1981). Jumlah mata jaring gillnet ke arah horizontal (mesh
length/ML) jauh lebih banyak dari jumlah mata jaring ke arah
vertical (mesh depth/MD). Dalam pengoperasiannya secara
umum jaring insang terdiri atas beberapa satuan jaring (piece)
yang digabung menjadi satu dengan panjang antara 300-500 m
dan digunakan untuk menangkap ikan dan udang (Subani dan
Barus, 1989). Pada bagian atas dilengkapi pelampung (floats)
dan pemberat (sinkers) pada bagian bawah, sehingga tubuh
jaring terentang secara vertical didalam perairan. Hal ini
diakibatkan oleh kedua gaya yang berlawanan arah yaitu gaya
berat yang dihasilkan oleh pemberat dan gaya apung yang
dihasilkan oleh pelampung (Ayodhyoa AU, 1981).
3) Jaring tiga lapis (trammel net)
Trammel net merupakan salah satu jenis jaring insang yang
mempunyai konstruksi yang berbeda dengan jaring insang

lainnya, karena trammel net terdiri atas tiga lapis jaring dimana
jaring lapisan dalam (inner net) terletak diantara jaring dengan
ukuran lebih besar (outer net). Pada umumnya ukuran outer net
adalah 4-5 kali lebih besar dari pada ukuran inner net. Ikan akan
terpuntal pada mata jaring bagian dalam setelah melewati mata
jaring bagian luar. Trammel net memiliki beberapa bagian yang
terdiri atas tali ris atas, pelampung, inner net, outer net, tali ris
bawah, selvedge, dan pemberat (Nomura dan Yamazaki, 1977
vide Fauzy, 2008).
Trammel net merupakan jenis alat tangkap yang sasaran
utamanya untuk menangkap udang. Jaring insang tiga lapis ini
menetap didasar atau hanyut menurut arus/ kapal atau ditarik
salah satu sisinya. Dua lapis dindingnya mempunyai mata besar
sedangkan yang didalamnya bermata kecil dan tergantung
longgar. Ikan akan terpuntal pada jaring bagian dalam setelah
menembus dinding bagian luar (BPPI Semarang, 1996).
4) Pukat pantai
Pukat pantai (beach seine) adalah pukat kantong yang cara
operasi penangkapannya dilakukan dengan melingkarkan jaring
pada suatu areal tertentu dan menariknya ke arah pantai melalui
kedua sayapnya. Tujuan operasi adalah untuk menangkap jenis
ikan yang melakukan ruaya ke pantai, baik jenis ikan pelagis

maupun ikan demersal. Perahu yang digunakan berukuran


kurang dari 5 GT, dapat menggunakan tenaga dayung, layar,
ataupun motor tempel. Ukuran jaring bervariasi dari 20 sampai
40 meter dihitung dari ujung sayap hingga ke ujung kantongnya.
Tali penarik pada masing-masing sayap dapat mencapai 400
meter (Monintja, 1989).
5) Jaring jogol / dogol
Dogol merupakan alat tangkap yang bagian atas mulut
jaringnya agak lebih menjorok kedepan sehingga bentuk atau
konstruksinya menyerupai pukat udang (trawl) tetapi ukurannya
lebih kecil dari pukat udang. Panjang jaring keseluruhan 20 meter
yang terdiri atas tiga bagian utama yaitu sayap dengan panjang
13 m, badan dengan panjang 6 m dan kantong dengan panjang
1,10 m (Subani dan Barus, 1989).
Menurut Fauzy et al (1996) jaring dogol merupakan jenis
alat tangkap yang ditebar dan ditarik dari kapal atau perahu.
Jaring ini ditarik didasar perairan dengan menggunakan selambar
yang sangat panjang yang di ulur untuk mendapatkan sebanyak
mungkin ikan yang tergiring masuk kedalam jaring. Tujuan
penangkapan dari alat tangkap ini yaitu ikan dasar atau
demersal. Secara garis besar jaring dogol terdiri atas sayap, tali
selambar, kantong, pemberat, pelampung, tali ris atas dan tali ris

bawah. Tali ris bawah memiliki ukuran lebih panjang dari tali ris
atas sehingga menyebabkan bibir bawah dari jaring lebih
menjorok kedalam.
6) Gill Net
Jaring insang (Gill net) merupakan jaring selapis yang
digunakan pada saat menangkap udang, biasanya lebar jaring
insang lebih pendek dibandingkan panjangnya. Selain Gill net,
alat tangkap lain yang sering digunakan nelayan Trammel net
adalah jaring tiga lapis yang biasanya juga digunakan untuk
menangkap ikan selain udang. Jaring ini memiliki lebar jaring
yang berbeda-beda setiap lapisannya. Pengoperasian trammel
net yang ditarik perahu dengan sistem menghadang arus akan
memperoleh hasil tangkapan Udang Kelong yang lebih baik
(Wudianto, 1985). Umumnya kedalaman perairan saat operasi
penangkapan sekitar 5 - 20 m. Satu trip penangkapan alat
tangkap trammel net (5 7) hari. Rata-rata pengoperasian alat 35 setting per hari. (Wudianto, 1985).
6) Bagan
Bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang digunakan nelayan di
tanah air untuk menangkap ikan pelagis kecil, pertama kali diperkenalkan oleh
nelayan Bugis-Makassar sekitar tahun 1950-an. Selanjutnya dalam waktu relatife

singkat alat tangkap tersebut sudah dikenal di seluruh Indonesia. Bagan dalam
perkembangannya telah banyak mengalami perubahan baik bentuk maupun
ukuran yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan daerah
penangkapannya. Berdasarkan cara pengoperasiannya, bagan dikelompokkan
dalam jaring angkat (liftnet), namun karena menggunakan cahaya lampu
mengumpulkan ikan maka disebut juga light fishing (Subani dan Barus, 1989).
Bagan tancap merupakan bagan yang dipasang secara menetap di perairan, terdiri
dari rangkaian bambu yang dipasang secara membujur dan melintang. Bambu
merupakan komponen utama dari bangunan bagan tancap. Bahan tersebut mudah
diperoleh nelayan dan harganya pun tergolong murah. Jumlah bambu yang
digunakan semakin banyak karena bambu tersebut harus disambung. Secara
umum jumlah bambu bervariasi antara 135-200 batang. Bambu tersebut
merupakan komponen utama dalam menopang berdirinya alat tangkap bagan
tancap di perairan (Sudirman dan Natsir, 2011).

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1

Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Alat dan bahan untuk wawancara, yaitu alat tulis, buku lapangan, panduan

wawancara, dan kamera digital.


Alat dan bahan untuk pengamatan morfologi, yaitu kamera, buku

lapangan, dan alat tulis yang terdapat di lokasi penelitian.


Alat dan bahan untuk pengidentifikasian, yaitu buku literature serta jurnaljurnal dari situs internet.

4.2

Prosedur Kerja
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif

bersifat deskriptif analisis. Pengambilan data dilakukan dengan cara pengamatan


langsung di lapangan dan wawancara semi struktur dengan menggunakan panduan
wawancara dengan sejumlah nelayan yang dianggap sudah berpengalaman dalam
menangkap jenis-jenis ikan dan udang kurang lebih 5 tahun. Rangkaian kegiatan
yang akan dilakukan :
4.3 Metode Pengumpulan Data
4.3.1

Survey Pendahuluan

Survey pendahuluan atau survey lapangan dilakukan sebelum melakukan


penelitian untuk mendapatkan informasi umum. Tahap awal ini mencakup
pencarian data mengenai kondisi Desa Pangandaran, Pantai Timur, informan
kunci, dan nelayan serta hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian yang akan
dilakukan.
4.3.2

Wawancara Semi Struktur


Cara awal yang dilakukan untuk memperoleh informasi adalah berbicara

dengan informan, yaitu nelayan yang dianggap memiliki banyak pengetahuan


mengenai jenis-jenis ikan dan udang hasil tangkapan, mengamati alat dan teknik
yang digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan dan udang, dan ikut serta dalam
aktivitas harian nelayan. Wawancara dilakukan menggunakan dua model yaitu
open-ended atau semi-structured interview untuk mengetahui cara serta budaya
lokal pemanfaatan hasil laut jenis-jenis ikan dan udang sebagai sumber ekonomi
dan model systematic atau structured interactions untuk mengetahui teknik untuk
menangkap jenis-jenis ikan dan udang yang digunakan.
Wawancara semi-struktur, informan memberikan jawaban yang luas
terhadap rangkaian pertanyaan umum, beberapa pertanyaan telah dikembangkan
terlebih dulu dan beberapa akan berkembang dengan sendirinya selama
percakapan berlangsung. Wawancara terstruktur atau sistematik, bertanya pada
sekelompok informan yang telah dipilih untuk menjawab sejumlah pertanyaan
yang sama (Martin, 1995 dalam Yardenia, 2011).

Tanya jawab ini sifatnya informal dan mengacu pada pertanyaan mengenai
jenis-jenis ikan dan udang yang ditangkap dan pemanfataan dari setiap hasil yang
diperoleh. Panduan wawancara semistruktur dan terstruktur yang disajikan dalam
lampiran.
Wawancara yang lebih mendalam dapat dilakukan dengan nelayan yang
memanfaatkan jenis-jenis ikan dan udang yang bernilai ekonomis, jenis-jenis alat
dan teknik untuk menangkap, orang ini yang disebut sebagai informan kunci.
4.3.3

Teknik Pemilihan Informan


Dari penelitian ini informan dipilih berdasarkan informasi

yang diperoleh dari data Kepala Desa Pangandaran. Dari data


tersebut diketahui jumlah nelayan Pangandaran dan informan
kunci. Dalam

penelitian ini didapatkan sebanyak 15 informan

diantaranya: Kepala Desa Pangandaran, Kepala Dusun parapat,


Pengurus Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Kepala Rukun Nelayan
(RN), Ketua Bagang, Sesepuh Nelayan, Juragan Nelayan, dan
beberapa nelayan lainnya. Namun begitu, wawancara juga
dilakukan sampai mencapai titik jenuh informasi.
4.3.4

Analisis Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

teknik analisa deskriptif kualitatif, dengan pendekatan etik dan emik. Emik
merupakan pendekatan dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu
sendiri, sedangkan etik merupakan pendekatan dalam masyarakat dengan sudut

pandang orang luar untuk menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat. Data
jenis ikan dan udang yang didapat dari informan dikelompokkan berdasarkan jenis
alat tangkapan yang digunakan oleh nelayan, kemudian di lihat nama latin dan
familinya melalu google.

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Jenis-Jenis Ikan dan Udang Hasil Tangkapan Nelayan Pangandaran


Berdasarkan hasil wawancara dari 14 orang responden termasuk (key
informant) yang terdiri dari (1) Nelayan, (2) Kepala Desa (3) Kepala Dusun
Parapat (4) Pengurus TPI Minasari

(5) Rukun Nelayan, (6) Ketua Bagang

Pangandaran , (7) Juragan Nelayan.


Hasil wawancara yang dilakukan dari hari senin tanggal 9 Mei
2016 sampai dengan hari Jumat tanggal 13 Mei 2016 yang dilakukan di Desa
Pangandaran. Adapun hasil jenis-jenis ikan dan dan udang hasil tangkapan
nelayan Pangandaran dapat dilihat pada Tabel 5.1.1 dan Tabel 5.1.2 sebagai
berikut.
Tabel 5.1.1 Jenis-Jenis Ikan Laut

No

Nama Lokal

Nama Ilmiah

Gerot

Pomadasys maculatus

Manyung

Arius thalassinus

Petek/ Trongtong

Leiognathus equulus

Pari

Dasyatis sp

Bawal putih

Pampus argenteus

Tenggiri

Scomberomorus commerson

Cucut

Carcharhinus longimanus

Remang

Congresox talabon

Kacangan

Tylosurus sp

10

Layur

Trichiurus lepterus

11

Kembung

Rastrelliger kanagurta

12

Layaran

Isthioporus orientalis

13

Kerapu

Ephinephelus fuscoguttatus

14

Lemadang

Coryphaena hippurus

15

Layang

Decapterus russelli

16

Selar

Selaroides leptolepis

17

Tongkol

Euthynnus affinis

18

Bandeng

Chanos chanos

19

Lemuru

Sardinella lemuru

20

Cakalang

Katsuwonus pelamis

21

Julung-julung

Gemiramphus brasiliensis

22

Tiga waja

Otolithes sp

23

E.Kuning

Caesio eryhrogaster

24

Belanak

Valamugil seheli

25

Talang-talang

Scomberoides tala

26

Kapasan

Lactarius lactarius

27

Teri

Stolephorus commersonii

28

Japuh

Dussumieria acuta

29

Kakap Putih

Lates calcarifer

30

Kerapu Hitam

Epinephelus lanceolatus

31

Sebelah

Isettodes irumei

32

Montok

33

Jambal

Pangasius sp

34

Bulu Ayam

Thryssa mystax

35

Baronang

Sigans canaliculatus

36

Kurau

Eleutheronema tetradactylum

37

Tembang
Sardinella fimbriata
Sumber : Tempat Pelelangan Ikan Minasari Edisi Bulan April 2016
Berdasarkan dari tabel diatas didapatkan 37 jenis-jenis ikan umum yang

biasa ditemukan di perairan Pangandaran begitupun di daerah pantai lainnya


seperti Cilacap, Nusakambangan, dan di seluruh perairan Indonesia jenis-jenis
ikan yang ada di laut masih banyak macamnya bisa mencapai ratusan.
Ikan kapas-kapas termasuk ke dalam Famili Geridae, ikan
Kerapu Macan termasuk kedalam famili Serranidae, Ikan tenggiri
termsduk kedalam famili Scombridae, Ikan belanak termasuk
kedalam

Famili

Mugilidae,

Ikan

Bandeng

(Chanos

chanos)

termasuk kedalam Famili Chanidae, Ikan tongkol termasuk

kedalam famili Scombridae, Ikan Selar termasuk kedalam famili


Carangidae. Ikan Layur

(Trychiurus savala) termasuk kedalam

famili Trichiuridae, Ikan Bawal Putih (Stromateus cinereus)


termasuk kedalam famili Stromatidae, Ikan Pari (Trygon sephen)
termasuk kedalam Famili Trygonidea, ikan Tongkol (Ethynnus
pelamis) jenis ikan Scombridae (ikan pelagis) termasuk kedalam
Famili Scombridae, Ikan Tembang termasuk kedalam famili
clupeidae, Ikan teri sekelompok ikan laut kecil yang termasuk
kedalam famili Engraulidae. ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
termasuk

kedalam

famili

Scombridae,

ikan

kembung

Rastrelliger faughni ) termasuk kedalam famili Scombridae, ikan


baronang

(Siganus

canaliculatus)

termasuk

kedalam

famili

Siganidae. ikan ekor kuning (Caesio cuning ) termasuk kedalam


famili Perciformes, Ikan Kakap termasuk kedalam famili Percidae.
Tabel 5.1.2 Jenis-Jenis Udang
No

Nama Lokal

Nama Ilmiah

Lobster mutiara

Panulirus ornatus

Jerbung

Penaeus indicus

Dogol

Metapenaeus monoceros

Krosok

Parapenaeopsis sculptitis

Rebon

Mysis sp

6 Udang Tiger
Penaeus monodon
Sumber : Tempat Pelelangan Ikan Minasari Edisi Bulan April 2016

Berdasarkan dari tabel diatas terdapat 6 jenis-jenis udang umum yang


biasa ditemukan di perairan Pangandaran begitupun di daerah pantai lainnya
seperti Cilacap, Nusakambangan, dan tersebar diseluruh perairan Indonesia
lainnya. Dari sekian banyak udang laut (Pennaidae) yang terdapat di Indonesia,
ada 11 jenis yang dikategorikan mempunyai nilai niaga penting. Umumnya terdiri
dari 2 marga yakni Pennaeus dan Metapennaeus. Mereka tidak hanya terdapat di
laut, tetapi juga sampai ke tambaktambak. Bahkan sekarang udang banyak
dibudidayakan. Udang yang dipelihara di tambak antara lain udang windu
(Pennaeus monodon), udang putih (Pennaeus merguiensis dan Pennaeus indicus),
udang apiapi (Metapennaeus monoceros dan Metapennaeus ensis), udang
cendana (Metapennaeus brevicornis), dan udang krosok (Metapennaeus
burkenroadi) (Nontji, 2002).
Udang laut menjalani dua fase kehidupan yaitu fase di tengah laut dan fase
di perairan muara. Fase di tengah laut adalah fase dewasa, kawin, dan bertelur.
Beberapa saat sebelum kawin, udang betina terlebih dahulu berganti kulit. Setelah
mengalami pergantian kulit beberapa kali, kemudian menjadi zoea. Pada stadium
zoea, larva mulai mengambil makanan dari sekitarnya. Giliran selanjutnya, bentuk
zoea

akan

berubah

lagi

menjadi

mysis.

Dari

stadium

mysis,

larva

bermetamorphosis menjadi stadium post larva. Anakan udang yang bersifat


planktonik ini kemudian beruaya (migrasi) kepantai, cenderung keperairan muara
sungai (Nontji, 2002).
Udang terutama jenis laut memiliki aneka warna yang indah dengan
adanya pigmen dalam eksoskeleton. Beberapa jenis dapat mengadaptasikan diri

dengan berubah warna sesuai warna lingkungannya, misalnya udang yang hidup
di antara ganggang laut berwarna kuning kehijauan olive yellow denagn bercakbercak. Ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai lebih dari 50 cm
(Suwignyo, 2005).

5.2 Alat Tangkap


Adapun jenis alat tangkap yang biasa dipakai nelayan dapat dilihat pada
Tabel 5.2 sebagai berikut.
Tabel 5.2 Jenis-Jenis Ikan dan Udang Berdasarkan Alat Tangkap

No

Macam
Penangkapan

Ciker

Jenis Ikan

GIL NET
Nilon

Senar

Pancing
Rawe

Jaring
Jogol

Baga
ng

Pukat
Pantai

Lobster

Udang Jerbung

Udang Dogol

Krosok

Rebon

Kakap / Gerit

Manyung

Petek/Trongtong

Pari

10

Ikan Kuwe

11

Bawal

12

Tenggiri

13

Cucut

14

Remang

15

Kacangan

16

Layur

17

Kembung

18

Bambangan

19

Layaran

20

Kerapu

21

Lemadang

22

Layang

23

Selar

24

Tembang

25

Tongkol

26

Bandeng

27

Lemuru

28

Cakalang

29

Julung-julung

30

Tigawaja

31

E. Kuning

32

Kurau

33

Belanak

34

Teri

35

Udang Tiger

36

Manyung

37

Talang-talang

38

Kapasan

39

Japuh

40

Sebelah

41

Montok

42

Jambal

43

Bulu ayam

44

Baronang

45

Kurau
Sumber : Tempat Pelelangan Ikan Minasari Edisi Bulan April 2016

Proses penangkapan jenis-jenis ikan dan udang berdasarkan hasil


wawancara dengan nelayan yang menggunakan alat tangkap jenis jaring sirang
oleh Bapak Enang dan Bapak Sikun P. Jaring sirang ini terbuat dari bahan
monofilament dengan ukuran mata jaring berkisar 2inch 5 inch. Panjang jaring
sirang pada saat setting berkisar 840 - 2.580 m dan tinggi jaring berkisar 2 - 12 m.
Perahu yang digunakan untuk kegiatan operasi penangkapan ikan adalah perahu
jenis jukung (katir) dan terbuat dari bahan Jibreglass. Ukuran perahu yang
digunakan adalah panjang (L) antara 7 - 9 m, lebar (B) antara 0,8 - 1 m dan dalam
(d) antara 0,6 - 1 m. Mesin yang digunakan untuk menggerakkan perahu
berkekuatan 7-25 PK.

Kelompok nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring insang


berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Datam Jaring insang pada dasarnya
ialah sebidang jaring yang dioperasikan sedemikian rupa untuk menghadang
pergerakan gerombolan ikan sesuai atau melawan arus. Ikan diharapkan terjerat
pada mata jaring dengan sistem: terjerat pada kepala bagian depan (snagged),
terjerat pada insang (gilled), terjerat pada bagian sirip punggung (wedged)
maupun terpuntal (entangled). Dengan demikian penamaan jaring insang
sebenarnya tidak spesifik untuk ikan yang terjerat pada insang saja. Jaring Insang
termasuk jenis alat tangkap yang pasif dan selektif. Jaring tidak bergerak,
sebaliknya, ikan yang akan masuk dan berusaha melewati mata jaring sehinga
terjerat atau terpuntal. Hanya menangkap ikan-ikan pada kisaran ukuran tertentu
sesuai dengan ukuran mata jaring. Alat tangkap Jaring Insang digunakan pada
hampir semua daerah di Indonesia. Nama yang paling umum digunakan adalah
Gill Net atau Jaring Insang. Hasil tangkapan terutama ikan-ikan permukaan
seperti tongkol. Namun ada juga jenis Jaring Insang yang khusus ditujukan untuk
menangkap udang dan ikan dasar lainnya. Jaring insang bisa dioperasikan secara
beragam dipasang secara permanen tidak bergerak (fixed Gill net), juga bisa
dioperasikan hanyut mengikuti arus. Jenis alat tangkap Gill Net yang umum
tertangkap seperti Lobster, Petek/Trongtong, Bawal, Tenggiri, Cucut, Kacangan,
Layur, Kembung, Kerapu, dan Udang Tiger, Montok.
Trammel net merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang banyak
digunakan oleh nelayan. Hasil tangkapannya sebagian besar berupa udang,
rammel net mempunyai daya tahan lebih tinggi dan lebih efisien, maka konstruksi

jaring dan ukuran benang harus kuat. Sebagai bahan untuk pembuatan tubuh
jaring (daging jaring) digunakan bahan sintetis Polyamide (PA). Sedangkan untuk
bagian pinggiran jaring (selvage) digunakan bahan dari Polyethylene (PE).
Penggunaan bahan tersebut agar Trammel net digunakan agar tidak mudah rusak
dan lebih tahan lama (BIPU, 2000). Alat ini banyak diusahakan untuk
penangkapan udang. Sesuai dengan lingkungan dan cara hidup dari udang dan
jenis binatang demersal lainnya. Maka alat setelah dilepas/dilabuh diharapkan
dapat mendasar dengan baik. Dengan hal tersebut diharapkan bahwa selain udang
dan ikan-ikan demersal yang menjadi sasaran/tujuan penangkapan contoh : kakap,
bawal hitam, bawal putih, manyung, dll
Hasil tangkapan utama jaring trammel adalah udang penaeid yang
berukuran relatif besar dan hasil tangkap sampingannya adalah ikan-ikan
demersal. Udang penaeid yang tertangkap dengan jaring trammel terdiri dari
udang jerbung (Penaeus merguensis), udang windu (Penaeus monodon), udang
dogol (Metapenaeus ensis). Hasil tangkapan sampingan jaring trammel antara lain
adalah Tigawaja (Johnius spp.), Gulamah (Pseudosciena spp.), Layur (Trichiurus
spp.), Kerong-kerong (Therapan spp.), Kerot-kerot ( Pomadasys spp.), Petek
(Leiognathus spp.) dan ikan Lidah (Cynoglosus spp.).
Kelompok nelayan menggunakan alat tangkap pancing rawai berdasarkan
hasil wawancara dengan Bapak Datam. Pancing rawai merupakan alat penangkap
ikan yang terdiri atas rangkaian tali temali yang bercabang-cabang dan pada setiap
ujung cabangnya diikatkan dengan sebuah pancing dan diberi umpan. Pancing

rawai terdiri atas tali utama, tali cabang, mata pancing, umpan, pelampung,
pemberat, dan bendera sebagai tanda. Pancing rawai diklasifikasikan kedalam tiga
bagian yaitu berdasarkan letak pemasangannya di perairan, susunan mata pancing
pada tali utama, dan jenis ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan.
Berdasarkan letak pemasangan di perairan terdiri atas rawai permukaan (surface
long line), dan rawai pertengahan (mid water long line). Berdasarkan susunan
mata pancing yaitu rawai mendatar (horizontal long line) dan berdasarkan jenis
ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan yaitu rawai tuna (tuna long line).
Jenis alat tangkap Pancing rawe yang umum tertangkap seperti Kakap / Gerit,
Manyung, Pari, Ikan Kuwe, Cucut, Remang, Bambangan, Layaran, Tongkol, E.
Kuning,
Direktorat Jenderal Perikanan (1991), melaporkan bahwa sasaran
penangkapan rawai umumnya adalah ikan madidihang (Thunnus albacares), ikan
tuna mata besar (Thunnus obesus), ikan tuna albacore (Thunnus alalunga), ikan
kerapu (Epinephelus spp), ikan kakap merah (Lutjanus spp), ikan ekor kuning
(Caesio spp), ikan manyung (Arius spp), ikan bawal (Pampus argenteus), ikan
remang (Muraenosoc spp), ikan cucut (Carcharinus spp) (Nasocha Yusuf, 2000).
Kelompok nelayan menggunakan alat tangkap jenis pukat pantai
berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Trisno, Bapak Darno dan Bapak
Sapun. Pukat Kantong di Indonesia adalah Pukat Pantai (Beach Seine) dan Pukat
Perahu (Boat Seine). Pukat Pantai di berbagai daerah disebut juga dengan istilah
Jaring Tarik. Jenis-jenis ikan dan non ikan yang dominan tertangkap oleh nelayan

pengguna alat tangkap pukat pantai antara lain ikan kuwe, ikan bijinangka,
pepetek, ikan belanak, baronang, ikan cendro, ikan pari, layur, ikan tembang,
buntel, ikan lidah, bandeng laut, lencam, alu-alu, kerong-kerong, kepiting, udang.
Kelompok nelayan menggunakan alat tangkap Jaring Jogol/Dogol
berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Datam. Jaring jogol/dogol merupakan
alat tangkap yang bagian atas mulut jaringnya agak lebih menjorok kedepan
sehingga bentuk atau konstruksinya menyerupai pukat udang (trawl) tetapi
ukurannya lebih kecil dari pukat udang. Panjang jaring keseluruhan 20 meter yang
terdiri atas tiga bagian utama yaitu sayap dengan panjang 13 m, badan dengan
panjang 6 m dan kantong dengan panjang 1,10 m. Jenis alat tangkap ini yang
umum tertangkap seperti Rebon, Lemadang, dan lain sebagainya.
Kelompok nelayan menggunakan alat tangkap Bagan Berdasarkan hasil
wawancara dengan Bapak Karyono dan Bapak Rohman. Bagan tancap adalah alat
penangkap ikan terdiri dari susunan bambu berbentuk persegi empat yang
ditancapkan dengan konstruksi tetap sehingga berdiri kokoh di atas perairan dan
pada bagian tengah bangunan dipasang jaring yang berfungsi sebagai alat untuk
menangkap ikan, dioperasikan dengan cara diangkat. Alat tangkap ini pertama kali
diperkenalkan olah nelayan Bugis Makasar pada tahun 1950. Berdasarkan cara
pengoprasiannya, bagan tancap dikelompokkan kedalam jaring angkat (Lift net),
(Subani, 1972).
Pada dasarnya alat ini terdiri dari bangunan bagan yang terbuat dari
bambu, jaring yang berbentuk segi empat yang diikatkan pada bingkai yang

terbuat dari bambu. Pada keempat sisinya terdapat bambu-bambu menyilang dan
melintang yang dimaksudkan untuk memperkuat berdirinya bagan. Diatas
bangunan bagan di bagian tengah terdapat bangunan rumah yang berfungsi
sebagai tempat istirahat, pelindung lampu dari hujan dan tempat untuk melihat
ikan. Diatas bangunan ini terdapat roller yang terbuat dari bambu yang berfungsi
untuk menarik jarring. Umumnya alat tangkap ini berukuran 9x9 m sedangkan
tinggi dari dasar perairan rata-rata 8 m. Jaring yang biasa digunakan pada alat
tangkap ini adalah jaring yang terbuat dari waring dengan mesh size 0,4 cm.
Posisi jaring dari bagan ini terletak dibagian bawah dari bangunan bagan yang
diikatkan pada bingkai bambu yang berbentuk segi empat. Bingkai bambu
tersebut dihubungkan dengan tali pada ke empat sisinya yang berfungsi untuk
menarik jaring. Pada ke empat sisi jaring ini diberi pemberat yang berfungsi untuk
memberikan posisi jaring yang baik selama dalam air. Ukuran jaring biasanya satu
meter lebih kecil dari ukuran bangunan bagan (Sudirman dan Mallawa, 2004).
Bagan ialah salah satu jenis alat jaring angkat yang paling dikenal di
Indonesia. Hampir semua

bagan dilengkapi dengan lampu untuk menarik

gerombolan ikan berkumpul di atas jaring bagan. Oleh karena itu bagan disebut
juga perikanan lampu dan dioperasikan pada saat malam hari. Pemasangan Bagan
bisa dilakukan secara permanen di dekat pantai (Fixed Lift net) maupun secara
berpindah (mobile Lift net) yang di Indonesia diken al dengan sebutan Bagan
Perahu. Operasi penangkapan dengan bagan lebih banyak dilakukan pada saat
bulan mati atau sebelum munculnya bulan. Pada saat terang bulan, sinar lampu
tidak bisa mengumpulkan ikan secara maksimal. Target utama dari Bagan ialah

ikan teri dan ikan-ikan permukaan (pelagis kecil) lainnya yang tertarik pada
lampu.
Hasil tangkapan dari bagan tancap adalah sasaran utamanya adalah ikan
pelagis kecil dan ikan-ikan yang mempunyai sifat fototaksis positif yaitu ikan teri
(Stolephorus sp). Namun tidak jarang bagan tancap juga sering menangkap hasil
sampingan seperti layur (Trichulus savala), tambang (Sardinella fimbriata),
pepetek (Leiognathus sp), kembung (Rastrelliger sp), layang (Decapterus sp), dan
lain-lain (Subani dan, 1989).

5.3 Teknik Menangkap Ikan dan Udang


Kegiatan operasi penangkapan ikan di Pangandaran dengan alat tangkap
jaring sirang dilakukan oleh 2-3 orang nelayan. Tahap operasi penangkapan ikan
dengan jaring sirang terdiri atas persiapan, pemasangan jaring dan pengangkatan
jaring. Nelayan tradisional Pangandaran menentukan daerah penangkapan ikan
berdasarkan pengalaman turun-temurun. Jarak lokasi penangkapan ikan dari
pantai sekitar 1 - 4 mil atau di jalur penangkapan satu. Daerah penangkapan ikan
meliputi

perairan

Teluk

Pananjung,

Teluk

Parigi,

Karapyak,

perairan

Nusakambangan dan sebagian perairan Cilacap.


Pada Jaring Insang Tetap, jaring dilengkapi dengan pemberat sampai dasar,
agar tidak mengikuti arus. Sesuai dengan ikan yang menjadi target penangkapan.
Jaring Insang juga bisa dioperasikan pada permukaan, pada kolom air ataupun di

dasar. Hal ini dilakukan dengan mengatur kekuatan antara pemberat dengan
pelampung pada bagian atas jaring. Jaring Insang bisa dioperasikan secara
melingkar untuk mengurung gerombolan ikan. Hal ini terutama dilakukan jika
lebar jaring mencapai dasar perairan, sehingga sedikit kemungkinan ikan terlepas
melalui bawah jaring. Ketika jaring ditarik secara perlahan, pergerakan ikan akan
semakin terbatas dan akhirnya terjerat atau terpuntal pada jaring. Jaring Insang
termasuk jenis alat yang selektif. Kelemahan dari alat ini adalah ketika mengambil
ikan hasil tangkapan harus dilakukan satu per satu sehingga tidak efisien dan
sering merusak jaring.
Operasi Pukat Pantai dimulai dengan mengikat salah satu ujung tali sayap
di pantai. Selanjutnya tali di ulur ke arah tengah laut dengan menggunakan
jukung. Setelah tali sayap habis (sekitar 400 m), tali dihubungkan dengan ujung
sayap dan dilanjutkan dengan melepaskan jaring. Ujung sayap kedua diikatkan
dengan tali utama kedua dan dibawa ke arah pantai dengan bantuan jukung. Dari
pantai, kedua ujung tali ditarik dengan menggunakan tenaga manusia. Alat ini
ditemukan pada hampir seluruh wilayah di Indonesia, terutama pada lokasi
dimana kurang memungkinkan untuk menggunakan teknologi yang lebih tinggi.
Pukat pantai (beach seine) adalah pukat kantong yang cara operasi
penangkapannya dilakukan dengan melingkarkan jaring pada suatu areal tertentu
dan menariknya ke arah pantai melalui kedua sayapnya. Tujuan operasi adalah
untuk menangkap jenis ikan yang melakukan ruaya ke pantai, baik jenis ikan
pelagis maupun ikan demersal. Perahu yang digunakan berukuran kurang dari 5

GT, dapat menggunakan tenaga dayung, layar, ataupun motor tempel. Ukuran
jaring bervariasi dari 20 sampai 40 meter dihitung dari ujung sayap hingga ke
ujung kantongnya. Tali penarik pada masing-masing sayap dapat mencapai 400
meter (Monintja, 1989).
Teknik

penangkapan

dengan

trammel

net

sebagai

berikut:

1)Cara lurus cara ini adalah yang biasa dilakukan oleh para nelayan, Jumlah
lembaran jaring berkisar antara 10 25 tinting. Perahu yang digunakan adalah
perahu tanpa motor atau motor tempel, dengan tenaga kerja antara 3 4 orang.
Pada cara ini Trammel net dioperasikan di dasar laut secara lurus dan berdiri
tegak. Setelah ditunggu selama 1/2 1 jam, kemudian dilakukan penarikan dan
penglepasan ikan atau udang yang tertangkap. 2)Cara setengah lingkaran.
Pengoperasiannya dilakukan dengan menggunakan perahu motor dalam (inboard
motor) atau perahu motor luat (outboard motor). Satu unit Trammel net dapat
mengoperasikan jaring 60 80 tinting (lembar jaring) dengan tenaga kerja
sebanyak 8 orang. Pada cara ini Trammel net dioperasikan di dasar perairan
dengan melingkarkan jaring hingga membentuk setengah lingkaran. Kemudian
ditarik ke kapal dan ikan & udang yang tertangkap dilepaskan. 3)Cara lingkaran
Pengoperasiannya dilakukan dengan menggunakan perahu motor dalam seperti
pada cara setengah lingkaran. Caranya adalah dengan melingkarkan jaring di
dasar perairan hingga membentuk lingkaran. Setelah itu jaring ditarik ke kapal
dan udang & ikan yang tertangkap diambil.

Menurut Fauzy et al (1996) jaring dogol merupakan jenis alat tangkap


yang ditebar dan ditarik dari kapal atau perahu. Jaring ini ditarik didasar perairan
dengan menggunakan selambar yang sangat panjang yang di ulur untuk
mendapatkan sebanyak mungkin ikan yang tergiring masuk kedalam jaring.
Tujuan penangkapan dari alat tangkap ini yaitu ikan dasar atau demersal. Secara
garis besar jaring dogol terdiri atas sayap, tali selambar, kantong, pemberat,
pelampung, tali ris atas dan tali ris bawah. Tali ris bawah memiliki ukuran lebih
panjang dari tali ris atas sehingga menyebabkan bibir bawah dari jaring lebih
menjorok kedalam.
Proses penangkapan pada bagan tancap sangat sederhana. Ketika
malam mulai gelap, jaring mulai diturunkan. Seiring dengan penurunan jaring,
lampu penarik perhatian ikan mulai dinyalakan. Selang waktu 2-3 jam, jaring
ditarik dengan menggunakan roller. Waktu yang dibutuhkan untuk penarikan
hanya 10 menit. Setelah itu ikan diangkat ke atas bagan. Selanjutnya jaring
kembali diturunkan untuk menunggu operasi selanjutnya. Dalam semalam
pengangkatan jaring dilakukan 4-5 kali (Sudirman dan Natsir, 2011).
Pada saat nelayan tiba di bagan maka yang pertama dilakukan adalah
menurunkan jaring dan memasang lampu yaitu pada bulan gelap. Setelah
beberapa jam kemudian (sekitar 4 jam) atau dianggap sudah banyak ikan yang
terkumpul di bawah bagan maka penarikan jaring mulai dilakukan. Penarikan
dilakukan dengan memutar roller, sehingga jaring akan terangkat ke atas.
Setelah jaring terangkat maka pengambilan hasil tangkapan dilakukan dengan

menggunakan scoop net. Dalam satu malam operasi penangkapan bisa


dilakukan sampai tiga kali tergantung umur bulan (Sudirman dan Mallawa, 2004).

5.4 Musim Penangkapan Ikan dan Udang


Menurut beberapa informasi yang didapat dari hasil wawancara dengan
beberapa informan nelayan pangandaran biasa melaut sepanjang tahun biasanya
para nelayan bisa memperkirakan musim untuk menangkap ikan dan udang
diantaranya musim angin barat dan angin timur. Musim angin barat terjadi sekitar
bulan januari-maret dimana pada musim tersebut hasil laut tangkapan nelayan
berkurang karena sedikitnya jenis-jenis ikan dan udang yang ada di laut lain
halnya dengan musim angin timur muda yang terjadi pada bulan mei - juni angin
timur tua yang terjadi pada bulan juli - agustus pada musim angin timur ini
cenderung hasil laut melimpah banyak biasanya pada musim angin timur nelayan
bisa melaut dalam sehari sampai 6 kali untuk nelayan yang menggunakan alat
tangkap jenis pukat pantai. Adapun informasi yang didapat ada musim liwung
yang terjadi pada bulan agustus - oktober dimana pada musim ini cenderung arah
angin tidak menentu dari barat, timur, utara, dan selatan. Terakhir musim paceklik
pada taun ini musim paceklik terjadi pada bulan november - april pada musim ini
hasil laut jenis ikan dan udang sangat sedikit bahkan tidak adapun beberapa
nelayan ketika mengahadapi musim paceklik biasanya melalakukan pekerjaan
lain seperti bertani, beternak, bahkan ada yang

mengolah ikan asin lalu

didagangkan. Adapun informasi lain yang didapat dari beberapa informan yang

menyebutkan musim kemarau dan musim hujan musim kemarau cenderung hasil
laut melimpah banyak terutama ikan besar biasanya ikan besar naik ke atas
permukaan laut dikarenakan kondisi dasar laut yang menjadi sangat panas
menyebabkan ikan kecil naik keatas permukaan maka dari itu hasil laut yang di
dapat sangat banyak lain halnya ketika musim dingin dimana kondisi hasil laut
tidak melimpah seperti susah didapatkannya jenis-jenis ikan dan udang.
Adapun informasi lain yang

didapat yaitu larangan untuk nelayan

menangkap atau melaut biasanya pada hari tertentu yaitu setiap malam jumat
kliwon dan ketika hajat laut yang terjadi setiap 1 tahun sekali pada tanggal 01
bulan Muharram yaitu nelayan tidak boleh beroperasi untuk menangkap ikan
ataupun udang. Hal ini sudah menjadi pengetahuan para nelayan karna informasi
tersebut sudah turunn temurun atau suatu tradisi yang harus diikuti.

5.5 Penjualan Hasil Tangkapan

Hasil laut jenis-jenis ikan dan udang tangkapan nelayan biasanya dijual di
Tempat Pelelangan Ikan, atau usaha milik perorangan yang biasa disebut bakul.
Nelayan yang mendapatkan hasil laut melimpah berupa jenis ikan ataupun udang
berukuran besar dan yang memiliki harga jual tinggi biasanya di lelangkan di
Tempat Pelelangan Ikan. TPI selain tempat menjual ikan dengan sistem lelang
berfungsi juga sebagai koperasi untuk para nelayan yang didirikan oleh
pemerintah setempat untuk memberikan bantuan seperti menyediakan es untuk
pengawetan ikan dan udang selama di laut, mendapatkan ala-alat untuk

menangkap ikan dan udang seperti jaring. Sementara bakul hanya membeli tanpa
memberikan bantuan apapun selain membeli hasil tangkapannya itu.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Jenis-jenis ikan dan udang hasil tanngkapan nelayan pangandaran yang


umum ditangkap sebanyak 37 jenis ikan dan 6 jenis udang.

Jenis alat tangkap yang biasa digunakan nelayan Pangandaran digunakan


adalah jenis Pukat Pantai, Gill net, Bagang, Pancing rawe, Ciker, dan
Jogol. Teknik untuk menangkap jenis ikan dan udang

6.2 Saran

Pada saat penelitian dilapangan hendaknya seluruh jenis yang ada dapat
didokumentasikan secara lengkap agar data dapat tersampaiakan dengan baik.

Setelah diketahui beberapa upacara adat dan tumbuhan yang masih digunakan
diharapkan ada penelitian lanjutan agar kenakearagaman budaya ini tetap tumbuh
serta tumbuhan yang selalu terjaga kelestariannya.

DAFTAR PUSTAKA
Ayodhyoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor : Yayasan Dewi Sri.
Balai Pengembangan Penangkapan Ikan (BPPI) Semarang. 1996. Modifikasi
Kapal Sospek Dengan Menggunakan Alat Tangkap Multipurpose
(Multigear). Semarang : Penyusun Bagian Proyek Pengembangan TPI.
Direktorat Jendral Perikanan dan Kelautan. 2002. Jurnal Pengembangan Terumbu
Karang dan Pemanfaatannya. Jakarta
DISBUDPAR. 2006. Cagar Alam Pananjung. Ciamis, Jawa Barat
Effendie, I, M. 2002.
Nusatama. Yogyakarta.

Biologi

Perikanan.

Yayasan

Pustaka

Fauzy, et al. 1996. Klasifikasi Alat Penangkap Ikan Yang Disesuaikan Untuk
Perairan Indonesia. Edisi 2. Semarang : Balai Pengembangan
Penangkapan Ikan.
Helmi A, Satria A. 2012. Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap
Perubahan Ekologis. Journal UI Makara.
Http://earthgoogle.com (diakses pada 21 Juni 2016 Pukul 15:27
WIB)
KPH

Ciamis.
2012.
Taman
Wisata
Alam
Pangandaran.
http://www.kphciamis.perumperhutani.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=148&Itemid=278. Diakses 25
Maret 2016.

______. 2009. Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir. Yogyakarta:


Ar-Ruzz Media.
Monintja, DR. 1989. Pengantar Perikanan Tangkap di Indonesia. Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
Muflikhati I. 2010. Analisis dan Pengembangan Model
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Dan

Kesejahteraan Keluarga Di Wilayah Pesisir Provinsi Jawa


Barat. [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pacasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Mulyadi. 2007. Ekonomi Kelautan. Jakarta [ID]: PT. Raja Grafindo
Persada.
Murdiyarso D. 2005. Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi
Konvensi Perubahan Iklim. Jakarta (ID) : Penerbit Buku
Kompas.
Naamin, 1985 dalam Sembiring. Herlina. 2008. Keanekaragaman dan Distribusi
Udang Serta Kaitannya Dengan Faktor Fisik Kimia Di Perairan Pantai
Labu Kabupaten Deli Serdang. USU Press. Medan
Nasocha, Yusuf. 2000. Daerah Penangkapan Ikan. Fakultas Peternakan, Jurusan
Perikanan, Universitas Diponegoro.
Numberi F. 2009. Perubahan Iklim: Implikasi terhadap Kehidupan
di Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Jakarta (ID):
Citrakreasi Indonesia.
Nomura, M. and Yamazaki, T. 1977. Fishing Techniques (1). Tokyo : Japan
International Cooperation Agency.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Pasaribu, M.A., D. Yusuf., dan Amiluddin. 2005. Perencanaan dan
Evaluasi Proyek Perikanan. Hasanuddin University Press
(LEPHAS). Makassar
Priwardhani. 2013. Ketika Kupu-Kupu Kuning Tak Lagi Muncul:
Perubahan Iklim dan Pengetahuan Lokal di Dua Desa
Pesisir Kabupaten Ende. Journal Transformasi Sosial
Wacana. 6 (29) : 113-135. Yogyakarta (ID) : Insist Press.
Salsabila, A. 1985. Manajemen Pakan Budidaya Artemia. Jurnal. Universitas
Diponegoro. 25 hlm
Saputra, W. S. 2009. Status Pemanfaatan Lobster (Panulirus sp)
di Perairan Kebumen. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 4, No.
2: 10 15
Sasmita, S. 2002. Pengaruh Perikanan Apong Terhadap Keberadaan Sumberdaya
Udang (Penaeid) di Perairan Karang Anyar, Kabupaten Cilacap, Jawa

Tengah, Studi Kasus di Perairan Segera Anakan, Kabupaten Cilacap.


Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Satria A. 2002. Sosiologi Masyarkat Pesisir. Jakarta Selatan (ID) : PT Pustaka
Cidesindo.
Sihombing H A. 2003. Analisis Pendapatan Nelayan Menurut Jenis Usaha Di
Desa Pangandaran Kabupaten Ciamis. [skripsi]. Bogor [ID]: Institut
Pertanian Bogor.
Smit B, Wandel J. 2006. Adaptation, adaptive capacity and vulnerability. Global
Environmental Change,16: 282-92.

Subani, W. dan H.P. Barus. 1989. Alat Penangkap Ikan Laut dan Udang Di
Perairan Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 50 Tahun
1988/1989. Edisi Khusus. Jakarta : BPPL, BPPP. Departemen
Pertanian.
Subani, 1972. Alat Dan Cara Penangkapan Ikan Di Indonesia. Jilid I Lembaga
Penelitian Perikanan Laut. Jakarta
Sudirman dan Mallawa 2004 Teknik Penangkapan Ikan. PT. Rineka Cipta.
Jakarta
Sudirman dan Natsir. 2011. Perikanan Bagan dan Aspek Pengelolaannya. UMM
Press:Malang
Suwignyo, Sugiarti. 1989. Avertebrata Air. Bogor. Lembaga Sumberdaya
Informasi. IPB
Sumaryadi, Adi. 2012. Cagar Alam Pananjung. [Online]. Tersedia:
http://pangandaranbeach.com/wisata/detail/1/cagar-alampananjung.html. Diakses pada tanggal 04 Mei 2016.
Widodo, J. 1990. Nilai Hasil Tangkapan Ikan Demersal dan
Hubungannya dengan Beberapa Faktor Lingkungan
Abiotik di Laut Jawa. Buletin Perikanan 1 : 64-72.

LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Wawancara

Bagan Daftar Riwayat Hidup Informan Kunci

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hari, tanggal

Nama informan
Jenis kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan
Lama bekerja

:
:
:
:
:
:

List Pertanyaan
1. Jenis-jenis ikan dan udang yang biasa ditangkap oleh
nelayan Pangandaran
2. Alat-alat
apa saja

yang

biasa

digunakan

untuk

menangkap ikan dan udang.


3. Bagaimana cara menggunakan peralatan tersebut.
4. Jenis-jenis ikan dan udang apa saja yang tertangkap oleh
masing-masing alat tangkap tersebut.
5. Dalam sehari nelayan biasa menangkap berapa kali
6. Bagaimana cara nelayan menentukan musim untuk
menanangkap ikan dan udang
7. Kegiatan apa yang biasa dilakukan ketika musim paceklik
datang.

Lampiran 2. Identitas Informan

Informan 1
Hari, tanggal

: Senin, 9 Mei 2016

Nama informan

: Drs. Iwan Hendriawan

Jenis kelamin
Usia
Alamat

: Laki-laki
: 50 tahun
: Desa Pangandaran

Pekerjaan

: Kuwu (Kepala Desa)

Informan 2
Hari, tanggal

: Senin, 9 Mei 2016

Nama informan

: Wanto

Jenis kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan

: Laki-laki
: 40 tahun
: Dsn. Parapat
: Kepala Dusun

Informan 3
Hari, tanggal

: Senin, 9 Mei 2016

Nama informan

: Sikun P

Jenis kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan
Lama Bekerja

: Laki-laki
: 61 tahun
: Dsn. Parapat
: Nelayan
: 50 tahun

Informan 4
Hari, tanggal

: Selasa, 10 Mei 2016

Nama informan

: Usnadi

Jenis kelamin
Usia
Alamat

: Laki-laki
: 66 tahun
: Dsn.Pangandaran Barat
RT.02 RW.06
: Nelayan (sesepuh)
: 37 tahun

Pekerjaan
Lama bekerja

Informan 5
Hari, tanggal

: Selasa, 10 Mei 2016

Nama informan

: Enang sudarna

Jenis kelamin

: Laki-laki

Usia
Alamat
Pekerjaan
Lama bekerja

: 59 tahun
: Dsn.Pangandaran Barat
RT.02 RW.06
: Nelayan (Rukun Nelayan)
: 46 tahun

Informan 6
Hari, tanggal

: Selasa, 10 Mei 2016

Nama informan

: Datam Sutarjo

Jenis kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan

: Laki-laki
: 46 tahun
: Dsn.Parapat
: Pengurus TPI Minasari

Informan 7
Hari, tanggal

: Selasa, 10 Mei 2016

Nama informan

: Adam Ahdi

Jenis kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan
Lama bekerja

: Laki-laki
: 51 tahun
: Dsn. Parapat RT.07 RW.07
: Nelayan (Kepala Bagang)
: 17 tahun

Informan 8
Hari, tanggal

: Rabu, 11 Mei 2016

Nama informan

: Painem

Jenis kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan
Lama bekerja

: Perempuan
: 40 tahun
: Desa Babakan
: Juragan Nelayan
: 15 tahun

Informan 9
Hari, tanggal

: Rabu, 11 Mei 2016

Nama informan

: Darno

Jenis kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan
Lama bekerja

: laki-laki
: 47 tahun
: Desa Babakan
: Juragan Nelayan
: 35 tahu

Informan 10
Hari, tanggal

: Rabu, 11 Mei 2016

Nama informan

: Trisno

Jenis kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan
Lama bekerja

: Laki-laki
: 43 tahun
: Desa Babakan
: Juragan Nelayan
: 25 tahun

Informan 11
Hari, tanggal

: Rabu, 11 Mei 2016

Nama informan

: Opi

Jenis kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan
Lama bekerja

: Laki-laki
: 27 tahun
: Dsn Pangandaran Barat
: Nelayan
: 5 tahun

Informan 12
Hari, tanggal

: Rabu, 11 Mei 2016

Nama informan

: Karyono

Jenis kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan
Lama bekerja

: laki-laki
: 55 tahun
: Desa Babakan
: Nelayan
: 30 tahun

Informan 13

Hari, tanggal

: Rabu, 11 Mei 2016

Nama informan

: Rohman

Jenis kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan
Lama bekerja

: Laki-laki
: 45 tahun
: Desa Babakan
: Nelayan
: 30 tahun

Informan 14
Hari, tanggal

: Jumat, 14 Mei 2016

Nama informan

: Sapun

Jenis kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan
Lama bekerja

: Laki-laki
: 40 tahun
: Dsn Pangandaran Timur
: Juragan Nelayan
: 9 tahun

Lampiran 3. Jenis-Jenis Ikan dan Udang

Ikan layang (Decapterus russelli)

Ikan Pepetek (Leiognathus equulus)

Ikan Teri (Isettodes irumei)

Ikan

Kerapu

kecil

(Ephinephelus

fuscoguttatus)

Ikan

Ekor

kuning

(Caesio

Ikan Julung-julung ( Gemiramphus eryhrogaster)


brasiliensis)

Ikan

Tenggiri

commerson)

(Scomberomorus Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

Ikan Tembang (Sardinella fimbriata)

Ikan

Kerapu

Hitam

(Epinephelus

lanceolatus)

Ikan Bawal putih (Pampus argenteus)

Ikan Manyung (Arius thalassinus)

Ikan Sebelah (Isettodes irumei)

Ikan Pari (Dasyatis sp)

Ikan gerot (Pomadasys maculatus)

Ikan Cakalang ( Katsuwonus pelamis)

Ikan Layur ( Trichiurus lepterus )

Ikan Lemuru ( Sardinella lemuru)

Ikan Kapasan ( Lactarius lactarius)

Ikan Layar (Isthioporus orientalis)

Ikan Remang ( Congresox talabon )

Ikan Kembung (Chanos chanos)

Ikan Layang (Decapterus russelli)

Ikan Kacangan (Tylosurus sp)

Ika
n Lamedang (Rastrelliger kanagurta)

Ikan Selar (Selaroides leptolepis)

Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Ikan tiga waja ( Otolithes sp)

Ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer)

Ikan Belanak (Valamugil seheli)

Ikan Japuh (Dussumieria acuta)

Ikan Bulu Ayam ( Thryssa mystax)

Ikan

Kurau

(Eleutheronema

Ikan Baronang (Sigans canaliculatus)

tetradactylum)

Ikan Cucut (Carcharhinus longimanus)

Udang

Api

monoceros)

merah

(Metapenaeus

Ikan Jambal (Pangasius sp)

Udang ganggrung (

Udang Pletok (Harpiosquilla raphidea )

Udang Jerbung ( Penaeus indicus)

Lobster ( Panulirus argus)

Udang Tiger (Penaeus monodon)

Lampiran 4. Kegiatan Nelayan dan Jenis Alat Tangkap yang digunakan

Saat Pelelangan Ikan di TPI Minasari

Pembuatan Jaring

Bagang/Bagan

Pak Karyono selain Nelayan Bagang


ia pun membudidayakan jenis lobster
super mutiara menggunakan jarring
tiga lapis

Saung

sebagai

beristirahat

tempat

nelayan Bagian

atas

dari

Bagan

untuk

mengambil ikan yang sudah diangkat


dengan katrol

Katrol sebagai alat untuk menaikkan Jaring yang berisi jenis-jenis ikan
jarring dari dasar permukaan ke atas

kecil kebanyakan jenis ikan Teri yang


tertangkap

oleh

alat

tangkap

Bagang/Bagan

Alat-alat

yang

digunakan

untuk Jenis perahu Fiber dengan mesin

menangkap ikan jenis alat tangkap Pukat tempel untuk melakukan pelayaran
Pantai berupa Tali dan jarring sirang

menangkap jenis-jenis ikan dan udang

Jeni alat tangkap jaring rawe


Jaring Sirang

Nelayan sedang bergotongroyong menarik jarring Pukat Pantai

Biologi Angkatan 2013 beserta Dosen Pembimbingan Lapangan dan staff


BKSDA Cagar Alam Pangandaran

Tim Ekologi Manusia

Lampiran 5. Susunan Acara Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan 2016


Minggu, 8 Mei 2016
No.

Waktu

Kegiatan

1.

05.00 - 06.30 (90)

Kumpul peserta, persiapan dan mobilisasi


barang barang peserta

2.

06.30 07.00 (30)

( Doa, sambutan ketua KKL, ketua


rombongan kkl, ketua Prodi) dan
pelepasan KKL 2016

3.

07.00 15.00 (480)

Perjalanan menuju Pangandaran

4.

15.00-17.00 (120)

Mobilisasi Barang dan beres beres barang


peserta

5.

17.00 19.30 (150)

Istirahat solat dan makan malam

6.

19.30 20.00 (30)

Sambutan oleh ketua rombongan KKL,

Kepala desa, Kepala Resort


7.

20.00 22.00 (120)

Briefing

8.

22.00

Istirahat

Senin, 9 Mei 2016


No.

Waktu

Kegiatan

1.

04.30 05.00 (30`)

Shalat Subuh, Kultum dan Doa Bersama

3.

05.00 06.00 (60`)

Persiapan Penelitian

4.

06.00-07.00 (60)

Makan

5.

07.00 10.00 (210`)

Orientasi Medan

6.

10.00-12.00 (120)

Pengamatan dan Pengambilan data

6.

12.00 13.00 (60`)

Istirahat,solat dan makan malam

7.

13.00-18.00 (300)

Pengamatan dan pengambilan data

8.

18.00-19.30 (90)

Istirahat, solat dan makan malam

9.

19.30 22.00 (150`)

Evaluasi, diskusi dan briefing

10.

22.00

Istirahat

Selasa, 10 Mei 2016


No.

Waktu

Kegiatan

1.

04.30 05.00 (30`)

Shalat Subuh, Kultum dan Doa Bersama

3.

05.00 06.00 (60`)

Persiapan Penelitian

4.

06.00-07.00 (60)

Makan

5.

07.00 18.00 (660`)

Pengamatan dan pengambilan data

6.

18.00 19.30 (90`)

Istirahat,solat dan makan malam

7.

19.30 22.00 (150`)

Evaluasi, diskusi dan briefing

8.

22.00

Istirahat

Rabu, 11 Mei 2016


No.

Waktu

Kegiatan

1.

04.30 05.00 (30`)

Shalat Subuh, Kultum dan Doa Bersama

3.

05.00 06.00 (60`)

Persiapan Penelitian

4.

06.00-07.00 (60)

Makan

5.

07.00 18.00 (660`)

Pengamatan dan pengambilan data

6.

18.00 19.30 (90`)

Istirahat,solat dan makan malam

7.

19.30 22.00 (150`)

Evaluasi, diskusi dan briefing

8.

22.00

Istirahat

Kamis, 12 Mei 2016


No.

Waktu

Kegiatan

1.

04.30 05.00 (30`)

Shalat Subuh, Kultum dan Doa Bersama

3.

05.00 06.00 (60`)

Persiapan Penelitian

4.

06.00-07.00 (60)

Makan

5.

07.00 18.00 (660`)

Pengamatan dan pengambilan data

6.

18.00 19.3

Istirahat,solat dan makan malam

0 (90`)
7.

19.30 22.00 (150`)

Evaluasi, diskusi dan briefing

8.

22.00

Istirahat

Jumat, 13 Mei 2016


No.

Waktu

Kegiatan

1.

04.30 05.00 (30`)

Shalat Subuh, Kultum dan Doa Bersama

2.

05.00 06.00 (60`)

Persiapan Penelitian

3.

06.00-07.00 (60)

Makan

4.

07.00 11.00 (240`)

Penyelesaian penelitian

5.

11.00 13.30 (150)

ISHOMA

6.

13.30-15.30 (120`)

Packing

7.

15.30-18.00 (150)

Free Time

8.

18.00-18.30 (30`)

Solat maghrib

9.

18.30-19.30 (60)

Makan malam

10.

19.30-20.30 (60)

Penutupan (Evaluasi dan pengumuman)

11.

20.30-22.00 (90)

Acara angkatan

Sabtu, 14 Mei 206


No.

Waktu

Kegiatan

1.

04.30 05.00 (30`)

Shalat subuh,kultum dan doa bersama

2.

05.00- 07.30 (150)

Packing Akhir Peserta

3.

07.30-08.30 (60)

Makan pagi

4.

08.30-16.30 (480)

Perjalanan pulang menuju Jatinangor

5.

16.30

Tiba di Kampus Unpad Jatinangor

Anda mungkin juga menyukai