Anda di halaman 1dari 7

Pengertian Hukum dan Pembagian Hukum

Secara etimlogi, hukum berarti manu yang berarati mencegah, disamping itu juga hukum
berarti Qodha yang memiliki arti putusan. Sedangkan Ulama usul fiqh mengatakan bahwa apabila
disebut hukum, maka artinya adalah:
1. Menetapkan sesuatu atas sesuatu meniadakannya, seperti menetapkan terbitnya bulan dan
meniadakan pengelapan dengan terbitnya matahari.
2. Khitab allah seperti, aqimus al-shalata (mendirikan sholat).
Secara terminologi, hukum ialah: Khitab Allah yang menyebutkan segala perbuatan
mukallaf baik khitab itu mengandung perintah untuk dikerjakan atau larangan untuk
ditinggalkan atau menjelaskan kebolehan, atau menjadikan sebab atau pengahalang bagi suatu
hukum.
Pada dasarnya para Ahli usul fiqh menjadikan hukum itu, nama bagi segala titah Allah/
Nabi. baik titah itu mengandung makna peritah, larangan ataupun yang bersifat takhyir yangg
berarti kebolehan bagi mukallaf untuk memilih untuk dikerjakan dan ditinggalkan maupun titah
itu menyatakan suatu sebab, syarat, dan mani atau mencegah/menghlangi suatu pekerjaan atau
perbuatan yang sah atau rusak. Seperti firman Allah yang artinya:
Janganlah kamu mendekati zina
Menurut para ahli usul fiqh hukum ialah : akibat dari khitab Allah itu pada perbuatan
mukallaf seperti wajib, haram, dan mubah mungkin timbul perkiraan sementara orang menggap
bahwa hukum syara itu terbatas pada yang tercamtum aka nash saja. Karena itu, ijma, qiyas,
dan sumber-sumber yang lain seperti yang serupa dengan ijma, qiyas, dan sebagainya.
Adapun pembagian hukum yaitu ada dua menurut Abduk wahab khalaf, dalam kitabnya
ilmu usul al-fiqh.
a. Huukum Taklifi
Hukum taklifi ialah : khitab atau firman Allah yang berhubungan dengan segala
perbuatan para mukallaf baik atas dasar iqtidha atau atas dasar-dasar takhyir.
Dengan demikian hukum taklifi ialah; yang dituntut melakuakannya atau tidak
melakukannya atau dipersilahkan untuk memilih antara melakukan dan tidak melakukan.
Khitab Allah yang mengandung tuntutan seprti dalam firman Allah yang artinya:

Hai orang yang beriman penuhilah akad-akad itu


Ayat ini mengandung tuntutan untuk memenuhi janji, disamping itu ada lagi tututan
untuk tidak melakukan suatu perbuatan, seperti dalam firman Allah yang artinya:
Dan janganlah kalian mendekati zina
Adapun Pembagian Hukum Taklifi Yaitu Ada Lima (5)
1. Wajib
Wajib yaitu; tuntutan secara pasti dari syari untuk dilaksanakan dan tidak bleh
ditinggalkan, karena orang yang meninggalkannya di kenai hukuman seperti seperti firman
Allah dalam surat al-baqarah yang artinya:
dirikanlah olehmu sholat dan tunaikan zakat
2. Sunnah
Sunnah yaitu: perbuatan yang dituntut melakukannya namun tidak dikenakan siksa bagi
yang meninggalkannya. Seperti perbuatan sunah yang menjadi pelengkap perbuatan wajib
misalnya adzan, sholat berjemaah, sholat hari raya, berkorban dan ber aqiqah.
3. Haram
Haram: yaitu tuntutan untuk tidak mengerjakan suatu perbuatan dengan tuntutan yang
pasti, seperti membunuh jiwa seseorang.
4. Makruh
Makruh: ialah tuntutan meninggalkan suatu perbuatan dengan tuntutan yang tidak pasti.
5. Mubah
Mubah: yaitu khitab Allah yang mengandung pilihan antara berbuat atau tidak berbuat.
b. Hukum Wadi
Hukum wadI adalah hukuman yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf yang
mengandung persyaratan sebab atau mani.
Para ulama usul fiqh menyatakan bahwa hukum wadI itu ada lima macam:
1. Sebab
Sebab yaitu sifat yang nyata dan dapat di ukur yang dijelaskan leh nash al-quran atau

sunnah bahwa keberadaannya menjadi petunjuk bagi hukuman syara artinya, keberadaan
sebab merupakan pertanda keberadaan suatu hukum. Misalnya: tergelincirnya matahari
menjadi sebab wajibnya sholat dzuhur.
2. Syarat
Syarat ialah: suatu yang menyebabkan adanya hukum dengann adanya syarat dan bila tidak
ada syarat maka hukum pun tidak ada. Seperti pembunuhan yang dapat diajatuhi hukuman
Qishas.
3. Mani
Mani yaitu sifat yang nyata yang keberadaannya menyebabkna tidak ada hukum atau tidak
ada sebab. Seperti hubungan suami istri dan hubungan kekerabatan menyebabkan terjadinya
hubungan kewarisan.
4. Sah dan Batil
Lafadz sah dapat diartikan lepas tanggungjawab atau gugur kewajiban di dunia serta
memperlah pahala dan ganjaran di akhirat. Sholat diakatakan sah karena telah dilaksanakan
sesuai dengan yang diperintahkan syara dan akan mendatangkan pahala di akhirat.
Lafadz batal dapat diartikan tidak lepas diartiakn tanggungjawab tidak
menggugurkan kewajiban di dunia dan akhirat tidak memperolah pahala.
5. Aziman dan Rukhsah
Aziman dan rukhsah: adalah hukum yang disyariatkan Allah kepadaseluruh
hambanya sejak semula. Artinya belum ada hukum sebelum hukum itu disyariatkan Allah,
sehingga seluruh makhluk wajib mengikuti sejak hukum tersebut disyariatkan. Misalnya:
jumlah rakaat sholat dzuhur adalah empat rakaat, jumlah rakaat ini ditetapkan Allah sejak
semula dimana sebelumnya tidak ada hukum lain yang menetapkan jumlah rakaat sholat
dzuhur, hukum tentang rakaat sholat dzuhur itu adalah empat rakaat disebut dengan aziamh,
apabila ada dalil lain yang menunjukkan bahwa orang-orang tertentu boleh mengerjakan
sholat dzuhur dua rakaat seperti orang musafir, maka hukum itu disebut rukhsah.
B. Unsur-Unsur Al-Hukum Meliputi:
1. Hakim
Hakim secara etimologi mempunyai dua pengertian, yaitu:

a. Hakim adalah: pembuat, yang menetapkan dan yang memunculkan sumber hukum.
b. Hakim adalah: yang menemukan, memperkenalkan dan menyingkakan hukum. Hakim
merupakan persoalan mendasar dalam usul fiqh, karena berkaitan dengan siapa pembauat
hukum sebenarnya dalam syariat islam, siapa yang menentukan hukum syara, yang
mendatangkan pahala bagi pelakunya dan dosa bagi pelanggarnya selain wahyu. Apakah
akal sebelum datangnya wahyu mampu menentukan baik buruknya sesuatu, sehingga orang
yang berbuat baik diberi pahala dan orang berbuat buruk dikenakan sanksi.
Dengan demikian yang dimaksud hakim adalah: yang menetapkan hukum atau
penguasa hukum. Dalam ajaran islam para ulama telah sepakat bahwa Allah adalah sebagai
hakim terhadap segala tingkah laku dan perbuatan orang-orang mukallaf.
2. Mahkum Fih
Pengertian mahkum fih. para ulama menyatakan bahwa ayang dimaksud dengan
mahkum fih adalah: objek hukum, yaitu: perbuatan orang mukallaf yang terkait dengan titah
syari (Allah dan Rasul-Nya) yang bersifat tuntutan mengerjakan; dan yang bersifat syariat,
sebab, halangan, azimah, rukhsah, sah, serta batal.
Jadi, mahkum fih itu merupakan hasil perbuatan manusia yang mukallaf erat
hubungannya atau bersangkutan dengan hukum syara atau agama islam. Misalnya: perbuatan
manusia yang mukallaf berhubungan dan berkaitan dengan aturan agama islam. seperti masalah
menyempurnakan janji bagi mukallaf, adalah: mahkum fih, sebab bertalian dengan ijab, maka
hukumnya adalah wajib firman Allah yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, sempurnakanlah janji
Jelaslah apabila diperhatikan semua perbuatan manusia itu hubungannya dengan hukum
syara, berarti semua perbuatan manusia yang mukallaf erat kaitannya dengan huuk syara. Jadi,
perbuatan manusia, yang beraitan dengan hukum syara itulah yang dinamakan mahkum fih
dalam hukum islam.
3. Mahkkum Alaih.
Para ualama usul fiqh mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mahkum alaih adalah:
seorang yang perbuatannya dikenai khitab Allah, yang disebutkan dengan mukallaf.
Secara etimologi, mukallaf berarti yang dibebani hukum. Dalam usul fiqh, istilah
mukallaf disebut juga mahkum alaiah (subjek hukum). Orang mukallaf adalah orang yang telah

dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan perintah Allah maupun dengan
larangannya, seluruh tindakan hukum mukallaf harus dipertanggung jawabkan apabila ia
mengerjakan perintah Allah, maka ia mendapat imbalan pahala dan kewajibannya terpenuhi,
sedangkan apabila ia mengerjakan larangan Allah, maka ia mendapat resiko dosa dan
kewajinnya belum terpenuhi.
Syarat-Syarat Orang Mukallaf Itu Ada Dua Bagian:
a. Harus sanggup dan dapat memahami khitab atau ketentuan yang dihadapkan kepadanya.
tidak semua orang mukallaf yang dapat memahami bahasa arab, agar takhlif dibebani secara
merata diwajibkan kepada kita menerjemahkan al-quran dan sunnah Nabi, yang menjadi
sumber takhlif kedalam bermacam-macam bahasa yang dapat dipahami mereka. dalil
kewajiban itu berdasarkan hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak
hadir di antara kamu.
Dalam masalah ini, termasuk kepada orang yang ghaib adalah orang yang tidak
mengetahui bahasa arab (al-quran) dan hadist, atau tidak sanggup memahami dalil dalil
hukum syara yang dibebankan kepada orang takhlif.
b. Ahli dan patut di takhlif, yang dimaksud dengan ahli adalah; orangyang pantas atau patut
dibebani dengan takhlif yang diamaksud dengan mukllaf itu pantas atau patut dibabani
dengan takhlif. ahli yang dimaksud terdiri atas dua bagian antara lain:
4. Ahli Yatul Wujub
Ahli yatul wujub adalah keputusan seseorang untuk mempuanyai hak dan kewajiban.
- Yang dimaksud dengan hak adalah sesuatu yang harus diterimanya oleh orang lain.
- Kewajiban adalah sesuatu yang harus diberikan kepada orang lain jadi, ahli yatul wujud
adalah keputusan seseorang untuk memenuhi haknya dari orang lain dan memenuhi
kewajiban kepada orang lain keputusan itu adalah ialah kemanusiaan. oleh karena itu,
sesama manusia, laki-laki, perempuan, baik janin maupun baligh, gila ataupun sehat
otaknya sakit atau sehat ditinjau dari kemanusiaannya adalah ahli yautul wujub.
5. Ahli Yatul Ada
Adalah kepantasan seorang mukallaf yang ucapan dan perbuatannya diperhitungkan
oleh syara dengan pengertian, apabila seorang mengajarkan sholat wajib, maka syara menilai
bahwa kewajibannya telah tunai dan gugur darinya, tuntutan itu, sebagai dasar untuk

menumbuhkan ahliyatul ada: a. tamyis, oleh karana itu manusia tergolong kepada ahliyatul
ada hanyalah manusia yang memayyis saja.
C. Awarik Al-Ahliyah
Yang dimasud awarik ahliyah adalah gangguan menimpa ahliyah (yang dimakud manusia)
baik gangguan itu menimpa ahliyatul wujub (orang yang berhak dan berkewajiban) maupun yang
menimpa ahliyatul ada (kepantasan seseorang yang diperhitungkan oleh syara).
Awarik al-ahliyah tersebut dapat pula dibagi pada dua bagian:
a. Aridl samawi adalah gangguan yang terjadi pada manusia itu bukan dengan usaha, tapi telah
ketentuan baginya. seperti gila, lemah syarat.
b. Aridl kasbi adalah gangguan yang terjadi pada manusia itu disebabkan dengan adanya usaha
manusia, seperti mabuk.
Memperhitungkan akibat ahliyatul ada (kepantasan seseorang diperhitungkan dengan syara)
maka gangguan-gangguan (awaridl) itu terbagi beberapa jenis antara lain:
1. Gugur ahliyatul ada, khusus bagi manusia gila dan sedang tidur. adapun orang gila dan orang
sedang tidur, maka ucapkan dan perbuatannya. tidak menjadi perhitungan bagi syara (rukun
islam). dan ditinjau pula dari ahliyatul wujub (manusia yang mempunyai hak dan kewajian),
maka seluruh kewajiban bagi orang gila, mengenai harta harus dibayarkannya setelah ia
bangun dari tidur.
2. Kurang ahliyatul ada (tidak gugur seluruhnya), seperti manusia makhluk (orang yang lemah
pikirannya) dan juga anak-anak yang mumayyis, gangguan tersebut diatas hanya
mengurangi ahliyatul ada, yaitu tidak boleh ia menggunakan harta yang merugikan
kepadanya. kalau penggunaan harta itu menguntungkan kepadanya maka diperbolehkan.
3. Tidak menghilangkan dan tidak pula mengurangi ahliyatul (manusia), tetapi hanya mengubah
sebagian hukum untuk kemaslahatan, seperti safah yaitu orang uang kurang akalnya, dan
tidak kurang mempunyai perhitungan dalam mempergunakan hartanya. jika demikian
ghaflah dan hutang.
Orang-orang yang menderita gangguan seperti ini bila ia baligh, berakal, maka dia
digolongkan ahalyatul ada kamilah.
Maka terhadap nomor 1-2 diatas, tidak dibenarkan memelihara harta. demi untuk

memelihara hartanya sedangkan ahliyatul tetap tidak hilang dan tidak berkurang, dan yang
ketiga ahliyatul adanya penuh hanya tidak dibolehkan mengembalikan hartanya karena
menjaga haknya.

Anda mungkin juga menyukai