Anda di halaman 1dari 16

Laporan Kasus Gizi Buruk

Dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAMILY FOLDER

NAMA : Resi Septiani


NIM : 10-2011-196
PEMBIMBING : Dr.Diana

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

BAB I
PENDAHULUAN
1

Latar belakang
Prinsip pokok dari dokter keluarga adalah untuk dapat menyelenggarakan pelayanan
kedokteran secara menyeluruh. Oleh karena itu perlu diketahui berbagai latar belakang
pasien yang menjadi tanggungannya. Untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan
seperti itu diperlukan adanya kunjungan rumah (home visit) serta melakukan pelayanan
kesehatan standar. Untuk memajukan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada
masyarakat,maka perlu adanya kerjasama antara petugas kesehatan dan pasien. Pemantauan
terhadap penyakit pasien tidak hanya sekadar mendapatkan pengobatan di puskesmas,
malah lingkungan pasien turut diikut sertakan dalam usaha meningkatkan kesehatan pasien.
Home visit atau kunjungan dilakukan dengan tujuan untuk melihat lingkungan rumah
pasien dan sekaligus mengedukasi dan memberi penyuluhan yang terkait dengan penyakit
pasien.

Tujuan
Tujuan umum: Meningkatkan pelayanan kesehatan.
Tujuan khusus: Dalam rangka allo-anamnesis terhadap anggota keluarga pasien dan untuk
mendapatkan informasi tentang kondisi lingkungan pasien.

Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari kunjungan ke rumah pasien antara lain :
Meningkatkan pemahaman dokter tentang pasien
Meningkatkan hubungan dokter pasien
Menjamin terpenuhinya kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien
Menjamin terpenuhinya kebutuhan pasien.

BAB II
HASIL DAN TINJAUAN PUSTAKA
LAPORAN HOME VISIT:
Puskesmas: Puskesmas Keluraha Jelambar 2, jl. Prof. Latumente II
Tanggal kunjungan : 28 July 2016

Identitas Penderita
i Nama : Yuliana Permata Sari
ii Umur : 4 tahun
iii Jenis kelamin : Perempuan
iv Pekerjaan : v
Pendidikan : vi Agama : Islam
vii Alamat : Jln. Lat 2, gang 3, no.3, RT 005/005

Riwayat Biologis Keluarga


i Keadaan kesehatan sekarang : Baik
ii Kebersihan perorangan : Sedang
iii Penyakit yang sering diderita: Hipertensi (ayah), Sesak nafas (ibu)
iv Penyakit keturunan : tiada
v
Penyakit kronis / menular : tiada
vi Kecacatan anggota keluarga : tidak cacat
vii Pola makan : Baik
viii Pola istirahat : Baik
ix Jumlah anggota keluarga : 4 orang

Psikologis keluarga
i Kebiasaan buruk : (ayah) merokok dan minum alkohol
ii Pengambilan keputusan : Bapak
iii Ketergantungan obat : tiada
iv Tempat mencari pelayanan kesehatan : puskesmas
v
Pola rekreasi : Baik

Keadaan rumah / lingkungan


i Jenis bangunan : permanen
ii Lantai rumah : Semen
iii Luas rumah : 10 x 15 m2
iv Penerangan : Baik
v
Kebersihan : Kurang
vi Ventilasi : kurang
vii Dapur : ada
viii Jamban keluarga : ada
ix Sumber air minum : ledeng
x
Sumber pencemaran air : ada
xi Pemanfaat perkarangan : tiada
xii Sistem pembuangan limbah : tiada
xiii Tempat pembuangan sampah : ada
xiv Sanitasi lingkungan : kurang

Spiritual keluarga
i Ketaatan beribadah : baik

ii

No

Keyakinan tentang kesehatan : kurang

Keadaan sosial keluarga


i Tingkat pendidikan : sedang
ii Hubungan antar anggota keluarga : baik
iii Hubungan dengan orang lain : baik
iv Kegiatan organisasi sosial : kurang
v
Keadaan ekonomi : sedang

Kultural keluarga
i Adat yang berpengaruh : tidak berpengaruh

Daftar anggota keluarga

Nama

Hub dgn

Umur

KK

(thn)

Pendidikan

Pekerjaan

Agama

Keadaan
kesehatan

Keadaan

Imunisasi

KB

Ket.

gizi

Pram

KK

42

SMA

Pegawai

Islam

Baik

Cukup

Lupa

Sinatra
Puji

Isteri

35

SMA

Swasta
Pegawai

Islam

Baik

Cukup

Lupa

Wahyuni
Wahyu

Anak 1

SD

Swasta
-

Islam

Baik

Cukup

Ya

Yuliana

Anak 2

Islam

Baik

Cukup

Ya

Permatasa
ri

Keluhan utama : -

Keluhan tambahan : -

Riwayat Penyakit Dahulu : sesak nafas, pilek, batuk, demam

Pemeriksaan fisik : keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah
100/60 mmHg.

m Diagnosis penyakit : Gizi Buruk


n Diagnosis keluarga : Suami menderita hipertensi, Ibu sesak nafas
o Farmakologis : p

Anjuran penatalaksanaan penyakit:


Promotif : Pendidikan (penyuluhan) gizi melalui promosi kadar gizi
Preventif : Atur pola makan, pemberian suplementasi gizi, imunisasi

Kuratif : Pemberian suplementasi gizi


Rehabilitatif : Pemberian makanan bergizi
BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi
Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya berada di bawah rata-rata. Ini
merupakan bentuk terparah dari proses kekurangan gizi menahun. Balita disebut gizi
buruk apabila indeks berat badan menurut umur (BB/U) < -3 SD. Keadaan balita dengan
gizi buruk sering digambarkan dengan adanya busung lapar.1
B. Klasifikasi gizi buruk3,5
Terdapat 3 jenis gizi buruk, yaitu marasmus, kwashiorkor dan marasmus
kwashiorkor. Perbedaan jenis tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis yang
berbeda.
1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya wajah seperti orang tua (kerkerut), tidak terlihat lemak dan otot di
bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya.
Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena
masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan ototb.
c.
d.
e.

ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit


Wajah seperti orang tua
Iga gambang
Perut cekung
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada

daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar /baggy pants)


f. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
g. Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang), diare
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi
karena diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan
orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi
kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan

makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain
pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap
terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai
berikut :

Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori


yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan
akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas

susu kaleng yang terlalu encer.


Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi
enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis

dan sifilis kongenital.


Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis

pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.


Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut

pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat.


Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang

cukup.
Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,

galactosemia, lactose intolerance.


Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila

penyebab maramus yang lain disingkirkan.


Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan

yang kurang akan menimbulkan marasmus


Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya
marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan
susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila
disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak

jatuh dalam marasmus.2


2. Kwashiorkor
a. Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun

dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat
kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
rasa sakit, rontok, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut
c.
d.
e.
f.

kepala kusam.
Wajah membulat dan sembab.
Pandangan mata anak sayu.
Pembesaran hati.
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi

coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis).


g. Sering disertai: penyakit infeksi, akut anemia, diare.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema
adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema
disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun.
Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke
intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada
kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi
menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi
protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari
ke

daerah

sekitarnya

karena

tidak

terfiksasi

oleh

membran

sel

dan

mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat.
Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi,
tekanan hidrostatik dan onkotik.2
C. Dampak gizi buruk3
Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi
gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro
nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan
sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga
mudah sekali terkena infeksi.
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena
berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah
kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang
dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut
tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat catch

up dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak
buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.
Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak,
akibat kondisi stunting (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan
perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan
otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu
sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi fatal karena otak adalah salah
satu aset yang vital bagi anak.
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap
perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan
gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan
skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan
pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya
prestasi anak.
D. Faktor penyebab gizi buruk4,6
Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :
1. Penyebab langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi,
menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang
mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya menderita
kurang gizi.
2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan
kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan
masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan
dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama
lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan
pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya.
Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan yang

kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat,
anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah.
Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan,
karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan

meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk
pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.
Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zat-zat gizi
ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang kurang karena makanan yang jelek
atau penyerapan yang buruk dari usus (malabsorbsi), penggunaan berlebihan dari zat-zat
gizi oleh tubuh, dan kehilangan zat-zat gizi yang abnormal melalui diare, pendarahan,
gagal ginjal atau keringat yang berlebihan.
E. Tatalaksana gizi buruk5
Dalam proses pengobatan gizi buruk kondisi berat terdapat 3 fase, adalah fase
stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih
langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada
penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.
1. Tahap penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan
hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap
penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih
lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan.
Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan
bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa
+2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan
makanan lembek. Bila ada, berikan ASI.
Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan
untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian
makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.
b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan keenceran
1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi
ditambahkan 5% glukosa.
d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam.
2. Tahap penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara

berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai
150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.
3. Tahap lanjutan

Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh


makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya
diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan,
memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.
Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :
a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia.
b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
hipomagnesimia.
d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau 100.000
SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis
total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.
e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe) dan
asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP berat. 7

F. Pencegahan gizi buruk


Cara pencegahan yang terbaik yaitu dengan melakukan penimbangan balita.
Menimbang

balita

penting

untuk

memastikan

kesesuaian

pertumbuhan

dan

perkembangan anak dengan usianya.3


Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak :3
1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berusia 6 bulan.
2. Anak diberi makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak,
vitamin dan mineralnya.
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu
(pos pelayanan terpadu)
4. Pemberian informasi mengenai penanggulangan gizi buruk.7

BAB IV
METODE STUDI KASUS

Rancangan Studi Kasus

Pada studi kasus ini rancangan penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif
observatif dengan cara wawancara, yaitu yang menjelaskan atau menerangkan peristiwa meliputi
kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera,
dengan cara mengobservasi yang dilakukan melalui penglihatan, penciuman, perabaan,
pendengaran dan pengecapan .

Subyek penelitian

Subyek penelitian merupakan subyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti atau subyek yang
menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian.
3

Definisi operasional
1

Gizi buruk atau malnutrisi adalah suatu bentuk terparah akibat


kurang gizi menahun.

Juga bias disebabkan oleh penyakit tertentu yang menyebabkan gangguan pencernaan
atau gangguan penyerapan zat makanan yang penting untuk tubuh

Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam studi kasus ini adalah data subyektif berupa pola makan pada

penderita dengan wawancara langsung pada penderita tentang pola makan yang selama ini
dilakukan, untuk mendapatkan keterangan secara lisan dari responden, dengan menggunakan alat
berupa daftar pertanyaan.
5

Pengolahan Data dan Analisa Data

Pengolahan data pada akhir studi kasus ini adalah dengan cara deskriptif yaitu peneliti ingin
mengetahui pola kehidupan sehari-harinya antara lain pola makan yang dikonsumsi penderita
selama ini dengan tekanan darah penderita.
6 Penyajian Data
Hasil pengumpulan data baik wawancara dan observasi disajikan dalam bentuk naratif.

BAB V
ANALISIS KASUS
Gizi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan kesehatan
sebuah negara dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas.2 Anak usia dibawah
lima tahun (balita) terutama pada usia 1-3 tahun merupakan golongan yang rentan terhadap
masalah kesehatan dan gizi. Kelompok tersebut mengalami siklus pertumbuhan dan
perkembangan yang membutuhkan zat-zat gizi yang lebih besar dari kelompok umur yang lain
sehingga balita paling mudah menderita kelainan gizi. Kejadian gizi buruk seperti fenomena
gunung es dimana kejadian gizi buruk dapat menyebabkan kematian.
Keadaan Biologis
Keadaan biologis pasien berada pada garis keturunan yang sehat dan keluarga pasien
sendiri mengatakan bahwa di dalam silsilah keluarganya tidak terdapat penyakit ini.
Keadaan Psikososial
Pasien berada di lingkungan keluarga yang harmonis. Bukan hanya dengan anggota
keluarganya, melainkan dengan tetangga juga memiliki hubungan yang harmonis. Pasien sangat
menikmati hidupnya, dalam arti pasien masih suka bermain dengan anak anak sekitar ruamhnya.
Keadaan Sosiologis
Kehidupan social bermasyarakat pasien adalah baik.
Keadaan Ekonomi
Keadaan ekonomi pasien tergolong cukup. Ayah dan Ibu pasien bekerja di sebuah toko.
Keadaan Budaya
Pasien berasal dari Jawad an sudah lama tinggal di Jakarta. Dalam kehidupan sehari-harinya
tidak terlalu menggunakan adat dari tempat asalnya.

BAB VI
KESIMPULAN
Gizi buruk adalah keadaan dimana asupan gizi sangat kurang dari kebutuhan tubuh.
Umumnya gizi buruk ini diderita oleh balita karena pada usia tersebut terjadi peningkatan energy
yang sangat tajam dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi virus / bakteri. Adapun penyebab
dari gizi buruk adalah :

Penyebab langsung

Penyakit infeksi

Penyebab tidak langsung

A.
Kemiskinan keluarga
B.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua yang rendah
C.
Sanitasi lingkungan yang buruk
D.
Pelayanan kesehatan yang kurang memadai
Sedangkan tipe dari gizi buruk yaitu kurang kalori (marasmus), kurang protein (kwashiorkor)

BAB VII

LAMPIRAN

BAB VIII

Daftar Pustaka
1

Saputra W, Nurrizka RH. Pengaruh faktor demografi terhadap resiko gizi buruk pada tiga

komunitas di Sumatera Barat. Prakarsa. 2013: pp. 2-11.


Rosari Alania, Rini Eka Agustia, Masrul. Hubungan diare dengan status gizi balita di
kelurahan Lubuk Buaya kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Jurnal Kesehatan

Andalas. 2013; 2(3): pp. 111-115.


Jafar N. Kekurangan energi protein (KEP) pada balita. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar. 2004: pp. 1-16.


Giri MKW, Suryani N, Murdani PK. Hubungan pengetahuan dan sikap ibu tentang
pemberian ASI serta pemberian ASI eksklusif dengan status gizi balita usia 6-24 bulan di
kelurahan Kampung Kajanan kecamatan Buleleng. Jurnal Magister Kedokteran Keluarga.

2013; 1: pp. 24-37.


Pedoman pelayanan anak gizi buruk. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011: p.

11.
Novitasari DA. Faktor-faktor resiko kejadian gizi buruk pada balita yang dirawat di
RSUP Dr. Kariadi Semarang. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro. Semarang. 2012: pp. 1-92.


Krisnansari D. Nutrisi dan gizi buruk. Mandala of Heatlh. 2010; 1: pp. 1-9.

Anda mungkin juga menyukai