Anda di halaman 1dari 7

Penggunaan Metode Netralisasi dan Pre-esterifikasi untuk Mengurangi

Asam Lemak Bebas pada CPO (Crude Palm Oil) dan Pengaruhnya
terhadap Yield Metilester
M. Nasikin, Sukirno dan W.Nurhayanti
Program Studi Teknik Kimia, Departemen Teknik Gas dan Petrokimia
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
Email:mnasikin@che.ui.edu

Abstrak
Untuk mencegah terbentuknya sabun serta meningkatkan yield pada reaksi transesterifikasi CPO
(crude palm oil) menjadi metil ester (biodiesel) dengan katalis basa, harus dilakukan perlakuan awal
pada CPO untuk memisahkan asam lemak bebas (ALB) dan air yang terkandung didalamnya. Pada
penelitian ini digunakan CPO yang berasal dari Banten yang memiliki bilangan asam 22,72 mg
KOH/g CPO dan kandungan air 4,59%. Pemisahan ALB dari CPO dapat dilakukan dengan
netralisasi atau pre-esterifikasi. Pada metode netralisasi, ALB direaksikan dengan Na2CO3 pada suhu
90oC dan tekanan atmosferik. Sedangkan pada metode pre-esterifikasi, ALB direaksikan dengan
metanol menggunakan katalis asam sulfat pada suhu 65oC dan tekanan atmosferik. CPO yang telah
melalui proses netralisasi dan pre-esterifikasi dikonversi menjadi metil ester (biodiesel) dengan
proses transesterifikasi menggunakan katalis basa. Untuk mengetahui gugus fungsi yang terbentuk,
dilakukan analisis Infrared terhadap metil ester sedangkan untuk mengetahui pengaruh ALB terhadap
transesterifikasi, dihitung yield reaksi. Hasil dari proses netralisasi dan pre-esterifikasi adalah CPO
dengan bilangan asam berturut-turut 0,42 dan 0,88 mg KOH/g CPO. Bilangan asam ini telah
memenuhi syarat agar CPO dapat ditransesterifikasi menjadi metil ester. Terbentuknya metil ester
ditunjukkan dengan munculnya spectra IR(Infrared) pada 1743 cm-1. Yield metil ester dari CPO
dengan proses netralisasi adalah 48,53% dan dengan proses pre-esterifikasi adalah 80,09%.
Kata Kunci: asam lemak bebas(ALB), netralisasi, pre-esterifikasi, transesterifikasi, CPO
Abstract
To prevent soap formation and to increase reaction yield in transesterification with base catalyst,
crude palm oil (CPO) is treated to remove free fatty acids (FFA) and water content. CPO Banten,
used in this experiment, has an acid value 22,72 mg KOH/g CPO and 4,59% of water content.
Removal of FFA from the CPO can be accomplished by neutralization or pre-esterification. In
neutralization methods, FFA is reacted with Na2CO3 at 90oC and at atmospheric pressure. In the preesterification, FFA is reacted with methanol in the presence of a sulfuric acid as a catalyst at 65oC
and at atmospheric pressure. The product that comes out from neutralization and pre-esterification
process is then converted to methyl ester (biodiesel) by transesterification with base catalyst. To
observe the formation of methyl ester, Infrared (IR) analysis was conducted, while yield reaction was
used to observ of FFA effects to the esterification reaction. Result of neutralization was an acid value
0,42 mg KOH/g CPO, and pre-esterification was 0,88 mg KOH/g CPO. These acid values are below
the requirement of CPO to be transesterification process. The formation of methyl ester (biodiesel)
was indicated by the IR spectrum at 1743 cm-1. The yield of methyl ester from CPO with neutralization
was 48,53% and with pre-esterification was 80,09%.
Keywords: free fatty acid, neutralization, pre-esterification, transesterification, CPO

1. Pendahuluan
Fatty Acid Methyl Ester (FAME)
digunakan terutama sebagai biodiesel dan
bahan baku berbagai macam produk, mulai
dari produk oleokimia seperti sabun sampai
produk aditif cetane improver untuk solar.
Dalam skala industri, FAME biasanya
diproduksi dengan transesterifikasi trigliserida
yang terdapat dalam lemak dan minyak nabati
serta hewani.
Minyak nabati yang dapat digunakan
diantaranya adalah minyak sawit mentah
(CPO). CPO biasanya memiliki kandungan
asam lemak bebas (ALB) yang cukup tinggi.
CPO dengan bilangan asam >1 mg KOH/g
tidak bisa ditransesterifikasi langsung dengan
katalis basa [1]. Asam lemak dalam CPO akan
menetralkan katalis basa sehingga membentuk
sabun. Hal ini akan menyebabkan konsumsi
katalis untuk reaksi transesterifikasi akan
meningkat.
Untuk
menangani
umpan
dengan
kandungan ALB tinggi, ada beberapa pilihan
proses, yaitu [2] :
1. Memisahkan ALB sebelum proses dan
menggunakan transesterifikasi katalis basa
konvensional.
2. Menggunakan
katalis
asam
untuk
mengkonversi minyak dan ALB menjadi
metil ester.
3. Mengkonversi seluruh minyak menjadi asam
lemak dan menggunakan jalur esterifikasi
katalis asam untuk mengkonversi asam
lemak menjadi metil ester.
Pemisahan ALB dari minyak mentah dapat
dilakukan dengan caustic washing, steam
stripping, liquid extraction, atau preesterification.
Caustic washing adalah penambahan alkali
(misalnya kaustik soda) untuk mengkonversi
ALB menjadi sabun dan dipisahkan dengan
pencucian [3].
Steam
stripping
dan
liquid-liquid
extraction dengan pelarut (contohnya metanol)
menjadi pilihan yang logis untuk kandungan
ALB yang lebih tinggi (sampai 15%), namun
sangat sedikit dipraktekkan karena tidak
ekonomis.
Dengan metode pre-esterifikasi, ALB
dalam minyak mula-mula diesterifikasi dengan
katalis asam menjadi metil ester. Lalu
dilakukan ekstraksi untuk memisahkan alkohol
berlebih, katalis asam dan air dengan

menggunakan pelarut alkohol. Setelah itu,


minyak
ditransesterifikasi
dengan
menggunakan katalis basa.
Sedangkan jalur reaksi dengan katalis
asam
berjalan
sangat
lambat,
tidak
menghasilkan konversi yang diinginkan serta
tidak
dipraktekkan
secara
komersial.
Mengkonversi minyak menjadi ALB dan
menggunakan jalur esterifikasi asam lemak
merupakan pilihan yang mungkin dilakukan.
Namun, kondisi operasi pada tekanan tinggi
membuat metode ini tidak ekonomis karena
membutuhkan reaktor bertekanan [3].
Metode pemisahan ALB yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah penetralan dengan
alkali (Na2CO3) dan pre-esterifikasi dengan
metanol dan katalis asam sulfat. CPO yang
dipakai berasal dari daerah Banten. CPO telah
berkurang kandungan ALB-nya disebut CPO
kualitas
tinggi
dan
selanjutnya
ditransesterifikasi dengan katalis basa.
Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui
pengaruh proses netralisasi dan pre-esterifikasi
pada yield metil ester yang dihasilkan.

2. Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu:
karakterisasi sifat fisika dan kimia CPO,
Proses penghilangan ALB dan reaksi
transesterifikasi dari CPO yang telah
diturunkan ALB nya untuk melihat pengaruh
kadar ALB terhadap yield reaksi serta analisis
penentuan adanya gugus fungsi dengan metode
FT-IR.
Penentuan Sifat Fisik dan Sifat Kimia CPO
Banten
Sifat fisik yang ditentukan adalah
kandungan air. Penentuan kandungan air
dilakukan dengan cara memanaskan 5 gram
CPO dalam oven sampai suhu 105oC selama
0,5 jam. Lalu CPO panas dimasukkan dalam
desikator selama 15 menit sampai mencapai
suhu kamar. Lalu CPO tersebut ditimbang dan
dicatat selisih beratnya. prosedur ini diulangi
sampai perbedaan CPO kering yang ditimbang
tidak lebih dari 0,05%. Selisih berat yang
diperoleh dimasukkan ke dalam persamaan:
bobot .hilang ( g )
Kadar .air (%) =
x100 %
bobot .sampel ( g )

(1)

Sifat kimia yang ditentukan adalah


bilangan asam. Bilangan asam ditentukan
dengan cara menitrasi 2 gram CPO yang telah
dilarutkan dalam larutan 12,5 ml benzena +
12,5 ml etanol dengan KOH 0,5 M. Jumlah
KOH yang terpakai untuk menetralkan CPO
dicatat dan dimasukkan ke persamaan:
Bilangan Asam (mg/g CPO) =

56,1xTxN
W

(2)

dengan: T = Volum KOH untuk menitrasi (ml)


N= Normalitas KOH
W= Berat sampel (gram)
Penghilangan Kandungan ALB
Penghilangan ALB dilakukan dengan dua
metode yaitu penetralan dan pre-esterifikasi.
Penetralan
CPO
dilakukan
dengan
menggunakan larutan Na2CO3 jenuh sebesar
2,35M (dihitung berdasarkan nilai Ksp
Na2CO3.10H2O pada suhu 26oC). Untuk
menetralkan 200 gram CPO digunakan 40 ml
Na2CO3 jenuh. Netralisasi dilakukan pada
temperatur 90oC. Na2CO3 diteteskan ke dalam
CPO dengan laju alir sekecil mungkin dan
dilakukan pengadukan. Sabun yang terbentuk
dipisahkan dari CPO netral.[4]
Proses pre-esterifikasi meliputi:
Esterifikasi ALB yang terdapat dalam CPO
dengan metanol berlebih dan katalis asam
sulfat (1% berat) pada suhu 65oC dan
tekanan atmosferik selama 1 jam.
Pemisahan hasil reaksi, yaitu alcohol phase
yang mengandung katalis asam dan sebagian
air yang dihasilkan, serta oil phase dengan
dekantasi.
Ekstraksi fasa minyak dengan ekstraktan
untuk memisahkan air yang tersisa.
Ekstraktan yang digunakan adalah alkohol,
biasanya metanol atau campuran gliserol
dengan metanol.
CPO yang telah diproses dengan kedua metode
ini (netralisasi dan pre-esterifikasi) dinamakan
CPO kualitas tinggi.
Transesterifikasi
CPO yang telah melalui proses netralisasi
dan pre-esterifikasi akan ditransesterifikasi
dengan
katalis
basa.
Transesterifikasi
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.
Mula-mula dibuat sodium metoksida dengan
mereaksikan methanol dengan NaOH. Untuk

reaksi
transesterifikasi
ini
digunakan
perbandingan mol metanol:CPO sebesar 6:1
dan NaOH sebanyak 1% berat [5-8]. Sodium
metoksida dicampurkan dengan CPO pada
suhu 60oC dalam reaktor yang dilengkapi
pengaduk dan refluks. Reaksi dilakukan
selama 1 jam.
Analisis Infrared (IR)
Analisis Infrared dilakukan dengan
meneteskan produk metil ester untuk dianalisa
pada KBr padat dan mengapitnya, selanjutnya
sinar IR akan menembak KBr padat yang
berisi sampel dan menampilkan gugus terserap
pada layar komputer. Dari analisis IR
diperoleh informasi terbentuknya metil ester
yang ditunjukkan dengan munculnya spektra
IR dari gugus penyusun ester.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil penelitian meliputi sifat fisika dan


kimia CPO, hasil dari kombinasi metode
netralisasi pre-esterifikasi yang menghasilkan
CPO kualitas tinggi serta hasil reaksi
transesterifikasi.
Penentuan Sifat Fisik dan Kimia CPO
CPO yang digunakan dalam penelitian ini
adalah CPO Banten. Hasil penentuan sifat fisik
dan kimia yang diperoleh dari sampel CPO
Banten dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Sifat Fisik-Kimia CPO Banten
Parameter
Nilai

Kadar air, %
Bilangan asam, (mg KOH/g
sampel)

4,59
22,72

Pada penentuan bilangan asam dipakai


pelarut benzena dan etanol. Benzena adalah
pelarut nonpolar, sedangkan etanol merupakan
pelarut polar. Campuran antara benzena
dengan etanol, yang merupakan campuran
pelarut polar dan nonpolar, akan dapat
melarutkan CPO. Penggunaan pelarut polar
dan nonpolar dikarenakan lipida yang
terkandung dalam CPO bukan hanya terdiri
dari bahan organik yang larut dalam pelarut
organik nonpolar. Namun, sebagian lipida
berada dalam keadaan terikat (tidak erat)

dengan protein atau bahan-bahan lain.


Pemecahan ikatan lipida ini dilakukan dengan
menggunakan pelarut organik polar.
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa
kandungan asam lemak bebas dari CPO
Banten ini relatif tinggi karena bilangan asam
CPO yang dapat ditransesterifikasi harus 1
mg KOH/g CPO [1]. Sehingga CPO Banten
yang memiliki ALB jauh daiatas persyaratan,
harus melalui proses penghilangan kandungan
ALB sebelum dapat ditransesterifikasi.
Pembuatan CPO Kualitas Tinggi
Pada penelitian ini, pembuatan CPO
Kualitas Tinggi dilakukan dengan dua variasi
proses, yaitu: netralisasi dan preesteridikasi.
Netralisasi CPO dilakukan dengan
menggunakan larutan Na2CO3 jenuh sehingga
terjadi reaksi:
Asam lemak +Na2CO3  Sabun + H2CO3 (3)
Dari data nilai asam yang diperoleh (Tabel
1), dilakukan penghitungan jumlah Na2CO3
yang dibutuhkan untuk menetralkan ALB
dalam CPO. Dari hasil perhitungan, untuk
menetralkan 200 gram CPO membutuhkan 40
ml Na2CO3 jenuh.
Proses penetralan ini menggunakan larutan
Na2CO3 dengan cara diteteskan ke dalam CPO
dengan laju alir sekecil mungkin dan dilakukan
pengadukan. ALB yang bereaksi dengan
Na2CO3 membentuk sabun seperti busa
berwarna coklat. Jika laju alir Na2CO3
dinaikkan, maka busa yang terbentuk semakin
banyak dengan cepat. Hal ini dikarenakan
terjadi pembentukan asam lemak bebas yang
terjadi karena adanya air, basa ataupun asam
serta adanya panas dalam sistem [9].
Pembentukan asam lemak bebas tersebut
menyebabkan persentase CPO yang hilang
semakin besar. Pembentukan asam lemak pada
saat penetralan dapat diminimalkan dengan
mengatur laju alir penambahan Na2CO3 sekecil
mungkin.
Hasil dari reaksi penetralan adalah
terbentuknya dua fasa, yaitu CPO netral di
bagian bawah dan sabun di bagian atas.
Pemisahan
dilakukan
segera
setelah
penetralan, saat CPO masih berfasa cair
homogen. Pemisahan dilakukan dengan
penyaringan biasa. CPO yang telah netral diuji
kembali nilai asamnya. Nilai asam sebelum
dan sesudah penetralan dapat dilihat pada
Tabel 2.

Tabel 2
Nilai Asam CPO Netralisasi
Bilangan Asam,
(mg KOH/g
sampel)
Sebelum Penetralan
22,72
Sesudah Penetralan
0,42

Dari Tabel 2 terlihat bahwa terjadi


penurunan bilangan asam, artinya kandungan
ALB dalam CPO telah berkurang secara
signifikan.
CPO yang telah netral dikeringkan dalam
vacuum furnace. Dari proses penetralan dan
pengeringan yang dilakukan secara simultan,
dihitung persentase berat CPO yang hilang dan
persentase CPO Kualitas Tinggi yang
diperoleh.
Tabel 3
Persentase CPO hilang dan CPO Kualitas
Tinggi Pada Metode Netralisasi
% berat
CPO hilang
32
CPO kualitas tinggi
68
yang dihasilkan

Tabel 3 memperlihatkan bahwa CPO yang


hilang akibat proses penetralan cukup besar.
Hal ini dikarenakan kandungan ALB dalam
CPO yang cukup tinggi, juga terbentuknya
asam lemak bebas dari trigliserida selama
penetralan. Selain itu, ada sebagian kecil CPO
yang terikut fasa sabun pada saat pemisahan.
Pada proses pre-esterifikasi terjadi
pengurangan kandungan asam lemak bebas
dalam CPO karena terkonversi menjadi metil
ester. Hasil preesterifikasi ditunjukkan pada
Tabel 4.
Tabel 4
Nilai Asam CPO Pada metode Pre-esterifikasi
Bilangan Asam,
(mg KOH/g sampel)
Sebelum Pre22,72
esterifikasi
Sesudah Pre0,88
esterifikasi

Dari Tabel 4 terlihat bahwa bilangan asam


sesudah
pre-esterifikasi
turun
secara
signifikan. Hal ini berarti kandungan ALB
dalam CPO telah berkurang karena terkonversi

menjadi metil ester. Pengurangan ALB pada


CPO ini dapat diamati secara fisik yaitu
terlihat dengan berkurangnya viskositas CPO
hasil pre-esterifikasi.
Sedangkan dari proses pengeringan dan
reaksi esterifikasi ini diperoleh persentase CPO
hilang dan CPO kualitas tinggi seperti pada
Tabel 5.
Tabel 5
Persentase CPO Hilang dan CPO Kualitas
Tinggi Metode Pre-esterifikasi
% berat
CPO hilang
3,82
CPO kualitas
96,18
tinggi yang
dihasilkan

Dari Tabel 5 terlihat bahwa CPO yang


hilang sangat kecil, karena ALB dalam CPO
tidak terbuang menjadi sabun, tetapi
dikonversi menjadi metil ester. CPO Banten
mudah diesterifikasi karena komposisinya
sebagian besar adalah stearat, yaitu asam
lemak dengan rantai mono dan jenuh.
Pada
proses
pre-esterifikasi
ini,
perbandingan mol metanol: mol CPO yang
dipakai adalah 6:1dan tidak dilakukan
pencampuran antara metanol dan asam sulfat
untuk menghindari terbentuknya dimetil eter
yang berbahaya karena berfasa gas, tidak
berwarna dan mudah meledak [10].
Setelah terjadi reaksi antara CPO dan
metanol maka akan terbentuk 2 fasa dalam
reaktor, yaitu alcohol phase pada bagian atas
dan oil phase dibagian bawah. Setelah
dipisahkan menggunakan methanol sebagai
ekstraktan maka didapat Alcohol phase
berwarna hijau gelap. Warna hijau ini
disebabkan oleh larutnya pengotor CPO dan
ALB dalam alkohol. Pengotor CPO seperti
polipeptida dan fosfolipida bersifat non polar
dan sulit larut dalam alkohol (pelarut polar).
Ketika terjadi esterifikasi ALB dalam suasana
asam, pengotor tersebut terdekomposisi
sehingga
kelarutannya
dalam
alkohol
meningkat .
Ekstraksi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan campuran gliserol+metanol
yang diperoleh dari reaksi transesterifikasi. Hal
ini akan menghemat biaya karena tidak perlu
menggunakan metanol murni untuk ekstraksi.
CPO pre-esterifikasi yang diuji nilai
asamnya diusahakan bukan CPO yang
berkontak dengan alcohol phase. Karena

terdapat kemungkinan masih ada sisa alkohol


di permukaan CPO. Bila bagian ini dijadikan
sampel maka bilangan asam yang diperoleh
akan lebih tinggi. Bilangan asam dari sampel
permukaan CPO yang diperoleh adalah 9 mg
KOH/g CPO. Bilangan asam ini bukan hanya
bilangan asam sisa ALB saja, tetapi juga
dipengaruhi oleh keberadaan asam sulfat pekat
dalam alcohol phase.
Reaksi Transesterifikasi
Pada reaksi transesterifikasi untuk CPO
hasil netrralisasi digunakan perbandingan mol
metanol:CPO sebesar 6:1 dan NaOH sebanyak
1% berat. Hasil reaksi berupa dua fasa, lapisan
atas berwarna merah dan lapisan bawah juga
berwarna merah tetapi lebih gelap. Bagian atas
yang berfasa cair adalah metil ester, sedangkan
bagian bawah yang seperti gel adalah gliserin.
Metil ester yang telah dipisahkan dari
gliserin dicuci untuk membersihkan metil ester
dari sisa metanol, katalis dan gliserin.
Pencucian dilakukan dengan metode bubble
wash.
Pencucian
dilakukan
dengan
menggunakan air hangat yang bertujuan agar
pengotor yang ingin dipisahkan lebih mudah
larut dalam air. Terbentuk dua lapisan, bagian
atas metil ester dan bagian bawah air. Aerator
diletakkan di dasar erlenmeyer untuk
menghasilkan gelembung udara. Gelembung
udara akan mendorong air ke atas melewati
ester. Gelembung-gelembung ini membawa
cukup air yang akan mencuci ester ketika
bergerak ke atas. Ketika sampai ke permukaan
ester yang berkontak dengan udara, gelembung
akan
pecah.
Hal
ini
menyebabkan
terbentuknya tetesan air yang turun kembali
melalui ester dan kembali melakukan
pencucian. Dengan bubble wash luas
permukaan kontak antara ester dengan air lebih
besar sehingga pencucian lebih efisien.
Hasil perhitungan yield metil ester
dilakukan terhadap CPO dan CPO kualitas
tinggi ditunjukkan pada Tabel 6. Rendahnya
konversi CPO menjadi metil ester (eperti
terlihat pada Tabel 6) dikarenakan banyaknya
asam lemak yang terbuang dalam proses
penetralan dan terbentuknya sabun pada reaksi
transesterifikasi. Sejumlah metil ester terbawa
oleh gliserin pada saat pemisahan serta
terbawa oleh sabun dan air pada saat
pencucian.

Tabel 6
Yield Metil Ester hasil Netralisasi
%
berat
Metil ester/CPO
48,53
Metil ester/CPO
71,37
kualitas tinggi

Sementara
itu,
untuk
reaksi
transesterifikasi CPO hasil pre-esterifikasi,
digunakan perbandingan mol metanol:CPO
yang sama. Namun, karena asam lemak bebas
dan air telah dipisahkan, maka dimungkinkan
untuk mengurangi jumlah katalis NaOH yang
digunakan pada reaksi ini. Pengurangan
jumlah katalis ini dapat mengurangi reaksi
penyabunan
yang
terjadi,
sehingga
meminimalisir jumlah CPO yang hilang.
Jumlah katalis basa yang digunakan 0,05
sampai 0,2% berat CPO [1] atau 0,5% berat.
Yield metil ester yang didapat pada proses
yang menggunakan metil ester hasil preesterifikasi apabila dibandingkan terhadap
CPO dan CPO kualitas tinggi ditunjukkan pada
Tabel 7.
Tabel 7
Yield Metil Ester Pre-esterifikasi
% berat
Metil ester/CPO
80,09
Metil ester/CPO
83,26
kualitas tinggi

Perbandingan antara Tabel 6 dengan Tabel


7 memperlihatkan bahwa yield metil ester dari
CPO untuk metode pre-esterifikasi lebih besar
daripada metode penetralan. Sementara yield
metil ester dari CPO kualitas tinggi tidak jauh
berbeda dimana metode pre-esterifikasi sedikit
lebih tinggi daripada netralisasi. Hal ini
disebabkan
karena
perbedaan
kualitas
trigliserida dari kedua proses akibat penetralan
dan pre-esterifikasi.
Untuk mengetahui terbentuknya metil ester
pada resksi esterifikasi, metil ester yang
dihasilkan dari kedua proses dikarakterisasi
dengan menggunakan FTIR. Spektrum FTIR
dari kedua proses dapat dilihat pada Gambar 1.

(a)
C=O

(b)

Gambar 1
Serapan Infrared (IR) Metil Ester dari CPO
yang diproses secara: (a) Pre-esterifikasi, (b)
Netralisasi

Ester memiliki dua pita absorpsi yang kuat


yang berasal dari stretching C-O dan C=O.
Stretching C=O terletak pada daerah 17351750 cm-1 [11]. Dari Gambar 1 terlihat adanya
gugus ester pada serapan 1743 cm-1.
Keberadaan ester juga dapat diketahui dengan
adanya serapan pada daerah 1100 1300 cm-1
yaitu ikatan C-O yang lebih tajam dan
digunakan untuk membedakannya dengan
gugus keton [12]. Daerah serapan 1385 cm-1,
1457 cm-1 merupakan daerah serapan untuk
ikatan tunggal C-C.
4. Kesimpulan

1. Metode netralisasi maupun pre-esterifikasi


sangat potensial untuk menurunkan ALB.
Terjadi penurunan ALB pada CPO dari
22,72 menjadi <1mgKOH/g CPO.
2. Metode pre-esterifikasi menghasilkan CPO
kualitas tinggi yang lebih banyak (96%)
karena kehilangan CPO selama proses
relatif kecil, dibandingkan dengan metode
netralisasi yang menghasilkan CPO
kualitas tinggi sebesar 68%.
3. Metode penghilangan ALB sangat
mempengaruhi yield metil ester pada
proses esterifikasi. Metode pre-esterifikasi
menghasilkan yield metil ester 80,09%
lebih tinggi apabila dibandingkan metode
penetralan yaitu 48,53%.
4. Keberadaan metil ester hasil esterifikasi
CPO ditunjukkan dengan adanya spektra
Infrared pada 1743 cm-1.

Daftar Acuan

1. Lepper; Herbert, Friesenhagen; Lothar,


Process for the production of fatty acid
alkyl esters, US Patent No. 4.652.406,
Duesseldorf, 1987.
2. , http://www.nbb.org
5. Kawahara; Yoshiharu, Ono; Toshio,
Process for producing lower alcohol
esters of fatty acids, US Patent No.
4.164.506, Tokyo, 1979.
6. A.Galih, Pemanfaatan Palm Oil Methyl
Ester Sebagai Bahan Aditif Anti Aus pada
Pelumas Sintetis PAO (Poly a-Olefin),
Skripsi, Jurusan Teknik Gas dan
Petrokimia Universitas Indonesia, Depok,
2003.
7. M.Nasikin, R.Arbianti dan A.Aziz, Aditif
Peningkat Angka Setana Bahan Bakar
Solar yang disintesis dari Minyak Kelapa,
Jurnal Makara, Vol.6, No.2, Agustus
2002, halaman 83
8. M.Nasikin, dan A Makhdiyanti, Sintesis
Metil Ester Sebagai Aditif Bahan Bakar
Solar dari Minyak Sawit, Jurnal
Teknologi, No.1, Maret 2003, Halaman 45

9. M.Nasikin dan A.Nababan, Pengaruh


Aditif Berbasis Minyak Sawit Terhadap
Peningkatan Angka Setana Minyak Solar,
Seminar
Nasional
Teknik
Kimia,
Universitas Parahyangan, Bandung April
2003, Halaman C-1
10. M.Nasikin dan Rizky Adnan, Sintesis
Aditif Cetane Improver dari Minyak Sawit
dengan Metode Nitrasi Melalui Reaksi
Awal Menggunakan Reagensia Grignard,
Seminar Nasional Teknologi Proses Kimia
V, Jakarta Maret 2003, Halaman P-7.
11. Hart, Harold, Kimia Organik: Suatu
Kuliah Singkat, Erlangga, Jakarta, 1990.
12. Silverstein;Robert M., Webster; Francis
X., Spectrometric Identification of Organic
Compounds, Ed.6, John Wiley & Sons,
Inc, Kanada, 1998.

Anda mungkin juga menyukai