Anda di halaman 1dari 8

DIF

TERI
Penyakit infeksi toksik akut, menular
Penyebab : Corynebacterium diphtheriae
Tanda : pseudomembran pada kulit dan/atau mukosa

GEJALA KLINIS
Demam < 38 C (tidak tinggi)
Nyeri telan, Tenggorokan sakit , Kelenjar limfe membesar & melunak.
penyumbatan jalan nafas / sesak nafas
PSEUDOMEMBRAN , Lesi khas sebagai suatu membran asimetrik keabuabuan dikelilingi oleh daerah inflamasi
BULLNECK : Oedema & pembengkakan di leher pd kasus sedang & berat
GEJALA KLINIS
Faktor-faktor :
PRIMER : imunitas, virulensi
TOXIGENESITAS : lokasi anatomis
LAIN2X : umur, penyakit sistemik penyerta,
kepadatan hunian, penyakit pd nasofaring
Faktor-faktor :
PRIMER : imunitas, virulensi
TOXIGENESITAS : lokasi anatomis
LAIN2X : umur, penyakit sistemik penyerta,
kepadatan hunian, penyakit pd nasofaring
Keluhan dan gejala tergantung :
tempat infeksi
status imunitas penjamu
distribusi toksin kedalam sirkulasi

Difteri disebabkan oleh dua jenis bakteri, yaitu Corynebacterium diphtheriae dan
Corynebacterium ulcerans. Masa inkubasi (saat bakteri masuk ke tubuh sampai gejala muncul)
penyakit ini umumnya dua hingga lima hari. Gejala-gejala yang mengindikasikan penyakit ini
meliputi:

Terbentuknya membran abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel.


Demam dan menggigil.
Sakit tenggorokan dan suara serak.
Sulit bernapas atau napas yang cepat.
Pembengkakan kelenjar limfa pada leher.
Lemas dan lelah.
Hidung beringus. Awalnya cair, tapi lama-kelamaan menjadi kental dan terkadang
berdarah.

Difteri juga terkadang dapat menyerang kulit dan menyebabkan bisul. Bisul-bisul tersebut akan
sembuh dalam beberapa bulan, tapi biasanya akan meninggalkan bekas pada kulit.
Segera periksakan diri ke dokter jika Anda atau anak Anda menunjukkan gejala-gejala di atas.
Penyakit ini harus diobati secepatnya untuk mencegah komplikasi.
Penularan Difteri
Penyebaran bakteri difteri dapat terjadi dengan mudah dan yang utama adalah melalui udara saat
seorang penderita bersin atau batuk. Selain itu, ada beberapa metode penularan lain yang perlu
diwaspadai. Antara lain melalui:

Barang-barang yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, misalnya mainan atau handuk.
Sentuhan langsung pada bisul akibat difteri di kulit penderita. Penularan ini umumnya
terjadi pada penderita yang tinggal di lingkungan yang padat penduduk dan
kebersihannya tidak terjaga.
Kontak langsung dengan hewan-hewan yang sudah terinfeksi, misalnya sapi.
Meminum susu yang belum melalui proses pasteurisasi atau sterilisasi.
Makanan yang terbuat dari susu yang belum melalui proses pasteurisasi atau sterilisasi.

Bakteri difteri akan memproduksi toksin yang akan membunuh sel-sel dalam tenggorokan. Selsel yang mati tersebutlah yang akan membentuk membran abu-abu pada tenggorokan. Di
samping itu, toksin juga dapat menyebar lewat darah dan menyerang jantung serta sistem saraf.
Orang yang sudah menerima vaksinasi masih bisa terinfeksi penyakit ini. Namun mereka
biasanya tidak menunjukkan gejala saat sedang terinfeksi. Tetapi Anda harus tetap waspada
karena mereka juga dapat menularkan difteri.

Diagnosis dan Langkah Pengobatan Difteri


Diagnosis awal difteri biasanya terlihat dari gejalanya, misalnya sakit tenggorokan yang disertai
pembentukan membran abu-abu. Dokter juga dapat mengambil sampel dari lendir di
tenggorokan, hidung, atau bisul untuk diperiksa di laboratorium.
Jika seseorang diduga tertular difteri, dokter akan segera memulai penanganan, bahkan sebelum
ada hasil laboratorium. Dokter akan menganjurkannya untuk menjalani perawatan dalam ruang
isolasi di rumah sakit. Lalu langkah pengobatan akan dilakukan dengan dua jenis obat, yaitu
antibiotik dan antitoksin.
Antibiotik akan membantu tubuh untuk membunuh bakteri dan menyembuhkan infeksi. Dosis
penggunaan antibiotik tergantung pada tingkat keparahan gejala dan lama pasien menderita
difteri.
Sebagian besar penderita tidak akan menularkan bakteri difteri lagi setelah meminum antibiotik
selama dua hari. Tetapi sangat penting bagi mereka untuk tetap menyelesaikan proses
pengobatan antibiotik sesuai anjuran dokter, yaitu selama dua minggu. Penderita kemudian akan
menjalani pemeriksaan laboratorium. Jika bakteri difteri masih ditemukan dalam tubuh pasien,
dokter akan melanjutkan penggunaan antibiotik selama 10 hari.
Sementara antitoksin berfungsi untuk menetralisasi toksin atau racun difteri yang menyebar
dalam tubuh. Sebelum memberikan antitoksin, dokter biasanya akan mengecek apakah pasien
memiliki alergi terhadap obat tersebut atau tidak. Jika terjadi reaksi alergi, dokter akan
memberikan antitoksin dengan dosis rendah dan perlahan-lahan meningkatkannya sambil
melihat perkembangan kondisi pasien.
Bagi penderita yang mengalami kesulitan bernapas karena hambatan membran abu-abu dalam
tenggorokan, dokter akan menganjurkan proses pengangkatan membran. Sedangkan penderita
difteri dengan gejala bisul pada kulit dianjurkan untuk membersihkan bisul dengan sabun dan air
secara seksama.
Selain penderita, orang-orang yang berada di dekatnya juga disarankan untuk memeriksakan diri
ke dokter karena penyakit ini sangat mudah menular. Misalnya, keluarga yang tinggal serumah
atau petugas medis yang menangani pasien difteri.
Dokter akan menyarankan mereka untuk menjalani tes dan memberikan antibiotik. Terkadang
vaksin difteri juga kembali diberikan jika dibutuhkan. Hal ini dilakukan guna meningkatkan
proteksi terhadap penyakit ini.
Komplikasi Difteri
Pengobatan difteri harus segera dilakukan untuk mencegah penyebaran sekaligus komplikasi
yang serius, terutama pada penderita anak-anak. Diperkirakan hampir satu dari lima penderita
difteri balita dan berusia di atas 40 tahun yang meninggal dunia diakibatkan oleh komplikasi.

Jika tidak diobati dengan cepat dan tepat, toksin dari bakteri difteri dapat memicu beberapa
komplikasi yang berpotensi mengancam jiwa. Beberapa di antaranya meliputi:

Masalah pernapasan. Sel-sel yang mati akibat toksin yang diproduksi bakteri difteri
akan membentuk membran abu-abu yang dapat menghambat pernapasan. Partikelpartikel membran juga dapat luruh dan masuk ke paru-paru. Hal ini berpotensi memicu
inflamasi pada paru-paru sehingga fungsinya akan menurun secara drastis dan
menyebabkan gagal napas.
Kerusakan jantung. Selain paru-paru, toksin difteri berpotensi masuk ke jantung dan
menyebabkan inflamasi otot jantung atau miokarditis. Komplikasi ini dapat menyebabkan
masalah, seperti detak jantung yang tidak teratur, gagal jantung dan kematian mendadak.
Kerusakan saraf. Toksin dapat menyebabkan penderita mengalami masalah sulit
menelan, masalah saluran kemih, paralisis atau kelumpuhan pada diafragma, serta
pembengkakan saraf tangan dan kaki. Masalah saluran kemih dapat menjadi indikasi
awal dari kelumpuhan saraf yang akan memengaruhi diagfragma. Paralisis ini akan
membuat pasien tidak bisa bernapas sehingga membutuhkan alat bantu pernapasan atau
respirator. Paralisis diagfragma dapat terjadi secara tiba-tiba pada awal muncul gejala
atau berminggu-minggu setelah infeksi sembuh. Karena itu, penderita difteri anak-anak
yang mengalami komplikasi apa pun umumnya dianjurkan untuk tetap di rumah sakit
hingga 1,5 bulan.
Difteri hipertoksik. Komplikasi ini adalah bentuk difteria yang sangat parah. Selain
gejala yang sama dengan difteri biasa, difteri hipertoksik akan memicu pendarahan yang
parah dan gagal ginjal. Sebagian besar komplikasi ini disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphtheriae.

Pencegahan Difteri dengan Vaksinasi


Langkah pencegahan paling efektif untuk penyakit ini adalah dengan vaksin. Pencegahan difteri
tergabung dalam vaksin DPT. Vaksin ini meliputi difteri, tetanus, dan pertusis atau batuk rejan.
Vaksin DPT adalah salah satu dari lima imunisasi wajib bagi anak-anak di Indonesia. Pemberian
vaksin ini dilakukan lima kali pada saat anak berusia dua bulan, empat bulan, enam bulan, 1,5-2
tahun, dan lima tahun.
Perlindungan tersebut umumnya dapat melindungi anak terhadap difteri seumur hidupnya. Tetapi
vaksinasi ini dapat diberikan kembali pada saat anak memasuki masa remaja atau tepatnya saat
berusia 11-18 tahun untuk memaksimalisasi keefektifannya.
Penderita difteri yang sudah sembuh juga disarankan untuk menerima vaksin karena tetap
memiliki risiko untuk kembali tertular penyakit yang sama.

DIFTERI
Penyebab Corynebacterium diphtheriae
Gejala dapat tidak ada atau ringan sekali berupa membran dalam rongga
hidung sampai sangat berat dan menyebabkan kematian, yang sering
dijumpai adalah dengan pembengkakan kelenjar sekitar leher
Golongan umur penderita biasanya dibawah 15 tahun.
Untuk perlindungan kelompok umur tersebut dengan memberikan
Imunisasi DPT terhadap Bayi dan DT pada murid SD Kls I .
Cara penularan melalui partikel percikan ludah yang tercemar.

Campak
Penyebabnya Virus Morbilli / Virus Rubeola, ditularkan melalui batuk
, bersin dan tangan yang kotor oleh cairan hidung.
Gejala awal menyerupai selesma disertai kunjungtivitis , sedang
tanda khas berupa bintik koplik, timbul dimulai dari dahi dan
belakang telinga kemudian menyebar ke muka, badan dan anggota
badan, pada kulit gelap sulit dilihat. Komplikasi terjadi pada 30 %
penderita berupa kunjungtivitis berat dan Pneumonia.
Pencegahan dengan Imunisasi Campak

JADWAL TT

DOSIS T
( Status )

INTERVAL MINIMAL

LAMA PERLINDUNGAN

T.1

Kontak Pertama TT.1

T.2

1 bulan setelah TT.1

3 Tahun

T.3

6 bulan setelah TT.2

5 Tahun

T.4

1 tahun setelah TT.3

10 Tahun

T.5

1 tahun setelah TT.4

25 Tahun

Pengertian Rubella
Rubella atau campak Jerman umumnya menyerang anak-anak dan remaja. Penyakit ini
disebabkan oleh virus rubella dan dapat menyebar dengan sangat mudah.
Penularan utamanya dapat melalui titik-titik air di udara yang berasal dari batuk atau bersin
penderita. Berbagi makanan atau minuman dengan penderita juga dapat menularkan rubella.
Sama halnya jika Anda menyentuh mata, hidung, atau mulut Anda setelah memegang benda
yang terkontaminasi virus rubella.
Gejala-gejala Rubella
Penderita rubella pada anak-anak cenderung mengalami gejala-gejala yang lebih ringan daripada
penderita dewasa. Tetapi ada juga penderita rubella yang tidak mengalami gejala apa pun dan
tetap dapat menularkan rubella.

Penyakit ini umumnya membutuhkan waktu sekitar 14-21 hari sejak terjadi pajanan sampai
menimbulkan gejala. Gejala-gejala umum rubella meliputi:

Demam.
Sakit kepala.
Hidung tersumbat atau beringus.
Tidak nafsu makan dan mual.
Iritasi ringan pada mata.
Pembengkakan kelenjar limfa pada telinga dan leher.
Ruam berbentuk bintik-bintik kemerahan yang awalnya muncul di wajah lalu menyebar
ke badan, tangan, dan kaki. Ruam ini umumnya berlangsung selama 1-4 hari.
Nyeri pada sendi, terutama pada penderita wanita.

Begitu terinfeksi, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dalam waktu 5-7 hari. Masa penularan
tertinggi penderita rubella biasanya pada 1-5 hari setelah ruam muncul.
Jika Anda atau anak Anda mengalami gejala-gejala di atas, segera periksakan diri ke dokter.
Proses Diagnosis Rubella
Ruam kemerahan akibat rubella memiliki karakteristik yang mirip dengan ruam-ruam lain. Guna
memastikan diagnosis, dokter biasanya mengambil sampel air liur atau darah untuk diperiksa di
laboratorium.
Tes tersebut digunakan untuk mendeteksi keberadaan antibodi rubella. Jika terdapat antibodi
IgM, berarti Anda sedang mengidap rubella. Sedangkan keberadaan antibodi IgG berarti Anda
sudah pernah mengidap rubella atau sudah menerima vaksinasi.
Pemeriksaan rubella juga bisa dimasukkan dalam tes prenatal untuk ibu hamil, khususnya untuk
yang berisiko tinggi. Pemeriksaan ini dilakukan melalui tes darah.
Jika ibu hamil didiagnosis mengidap rubella, pemeriksaan lanjutan yang mungkin dianjurkan
adalah USG dan amniosentesis. Amniosentesis adalah prosedur pengambilan dan analisis sampel
cairan ketuban untuk mendeteksi kelainan pada janin.
Langkah Penanganan Rubella
Rubella tidak membutuhkan penanganan medis khusus dari dokter. Penanganan dapat dilakukan
di rumah dengan langkah-langkah sederhana. Tujuannya adalah untuk meringankan gejala dan
bukan mempercepat penyembuhan rubella. Berikut ini beberapa langkah sederhana yang dapat
dilakukan.

Beristirahatlah sebanyak mungkin.


Minum banyak air putih untuk mencegah dehidrasi.
Mengurangi nyeri dan demam. Penderita dapat mengonsumsi parasetamol atau ibuprofen
untuk menurunkan panas dan meredakan nyeri pada sendi.

Minum air hangat bercampur madu dan lemon untuk meredakan sakit tenggorokan dan
hidung beringus.

Pencegahan Rubella
Pencegahan rubella yang paling efektif adalah dengan vaksinasi, terutama bagi wanita yang
berencana untuk hamil. Sekitar 90 persen orang yang menerima vaksin ini akan terhindar dari
rubella.
Pencegahan rubella tergabung dalam vaksin kombinasi MMR yang juga mencegah campak dan
gondong. Vaksin ini termasuk dalam daftar imunisasi wajib bagi anak di Indonesia.
Vaksin MMR dapat dijalani kapan saja, tapi umumnya diberikan saat anak berusia satu tahun tiga
bulan dan diulangi saat anak berusia enam tahun.
Wanita yang merencanakan kehamilan juga dianjurkan memeriksakan diri melalui tes darah. Jika
hasil tes menunjukkan bahwa seorang wanita belum memiliki kekebalan terhadap rubella, dokter
akan menganjurkannya untuk menerima vaksin MMR. Setelah itu, dia harus menunggu minimal
empat minggu untuk hamil. Harap diingat bahwa vaksinasi ini tidak boleh dijalani saat sedang
hamil.
Selain vaksin, mencegah penularan dan penyebaran rubella juga penting. Cara-caranya meliputi:

Hindari kontak dengan penderita sebisa mungkin, khususnya untuk ibu hamil yang belum
menerima vaksin MMR dan orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah.
Pindahkan penderita ke ruangan terpisah yang jauh dari anggota keluarga.
Menjaga kebersihan diri, misalnya selalu mencuci tangan sebelum makan, setelah
bepergian, atau jika terjadi kontak dengan penderita.

Anda mungkin juga menyukai