( Studi kasus perlindungan hukum hak cipta alat musik bambu di kota Cimahi )
Proposal Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Muamalah Sekolah Tinggi Agama Islam SABILI untuk
Memenuhi Sebagain Persyaratan guna Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah
Oleh
Ari Yudo Kristianto
115.137.1984
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat menghormati supremasi hukum.
Supremasi hukum dimiliki Negara berasal dari konsep Negara hukum.
Supremasi hukum mengakibatkan hukum diletakkan pada posisi lebih tinggi
dibandingkan norma sosial dan norma-norma lainnya. Sebagai akibatnya, segala
hal yang mengatur perikehidupan berbangsa dan bernegara diatur oleh hukum,
bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka. Mengenai hal ini, dicantumkan dalam
konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada Amandemen
ketiga, Pasal 1 ayat (3), Negara Indonesia adalah negara hukum.
Kemudian Undang-Undang Hak Cipta ini mengalami perubahan
perubahan, yaitu pada tahun 1982 dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1982, tahun 1987 dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987, tahun 1997
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 dan terakhir direvisi dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang selanjutnya
disebut UUHC 2002 yang memuat perubahan-perubahan untuk disesuaikan
dengan TRIPs dan penyempurnaan beberapa hal yang perlu untuk member
perlindungan bagi karya-karya intelektual dibidang hak cipta, termasuk upaya
untuk
memajukan
perkembangan
karya
intelektual
yang
berasal
dari
individu atas
Indonesia dengan Malaysia. Ada saja duri yang coba ditancapkan Malaysia ke
kaki semua orang Indonesia, hal ini dapat kita lihat banyak terjadi peniruan
(plagiat) atau pembajakan (piracy) suatu karya cipta. Pembajakan hak cipta
merupakan suatu tindakan pelanggaran. Berdasarkan rumusan Pasal 72 ayat (1),
(2), (3) dan Pasal 73 ayat (1) UUHC, maka unsur-unsur pelanggaran adalah
sebagai berikut :
1. barang siapa, ini menandakan yang menjadi subyek delik adalah
siapapun disamping manusia termasuk pula badan hukum dan
korporasi. Dalam UUHC, barang siapa bisa ditujukan antara lain
kepada Pelaku dan Produser Rekaman Suara. Pelaku adalah aktor,
penyanyi,
pemusik,
memperagakan,
penari,
atau
memperunjukan,
mereka
yang
menyanyikan,
menampilkan,
menyampaikan,
memamerkan,
kecuali
jika
sudah
jelas
ternyata
ada
pelanggaran
hak
Negara
memegang
Hak
Pada mulanya, hakekat perlindungan Hak Cipta alat musik oleh masyarakat
tradisional tidak dikenal di Indonesia, karena berlawanan dengan budaya
kekeluargaan dan komunal. Tetapi perkembangan dari sistem perlindungan
hukum dan eksploitasi ekonomi yang berlebihan oleh pihak lain, mengakibatkan
karya-karya masyarakat dan individu tersebut harus dilindungi dari tangantangan yang menjarah secara tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu karya
masyarakat di Indonesia secara tradisional perlu diberikan perlindungan hukum,
setelah kita hadapi kenyataan bahwa ciptaan mempunyai nilai ekonomi yang
cukup menjanjikan. Walaupun dalam pandangan masyarakat tradisional
umumnya, lebih menonjol nilai moral hak cipta dari pada nilai ekonominya.
Di lain hal, kenyataannya di Indonesia sendiri kreasi para seniman secara
hukum belum dihargai sebagaimana mestinya oleh masyarakat maupun kalangan
seniman itu sendiri. Contohnya dalam alat musik Karinding yang kurang
diminati oleh masyarakat sekarang sehingga Karinding ini pudar dikalangan
masyarakat dibandingkan alat alat musik yang sedang popular, Hal tersebut
dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain HKI (Hak Kekayaan Intelektual)
sebagai sebuah institusi hukum dirasakan belum mampu melindungi kepentingan
hukum para seniman. Boleh jadi seniman itu sendiri merasa tidak
membutuhkan perlindungan HKI. Dalam hal ini tampaknya sang seniman
lebih memandang keberadaan HKI hanya dari aspek kepentingan moralitas
dirinya ketimbang keuntungan ekonomis. Meskipun Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 melindungi kedua kepentingan tersebut.
juga
dan
Pemanfaatan
Kekayaan
Intelektual
Pengetahuan
tradisional ?
1.3 Batasan Masalah
1. Undang undang yang digunakan adalah undang undang
hakcipta no 19 tahun 2002
2. Alat musik tradisional yang menjadi penelitian adalah alat musik
khas sunda yang terbuat dari bambu.
3. Alat musik yang di gunakan angklung, calung, celempung,
karinding, suling, gong tiup.
4. Ruang lingkup penelitian dilakukan di kota Cimahi dan kota
Bandung
1. Mengkaji
pelaksanaan
perlindungan
hukum
yang
dilakukan
1. Akademisi
Diharapkan dari hasil penelitian ini akan dapat bermanfaat untuk
melengkapi dan mengembangkan perbendaharaan Hukum Kekayaan
Intelektual serta pengembangannya.
2. Praktis
a. Memberikan gambaran tentang perlindungan hak cipta alat
musik tradisional
b. Dapat menambah khasanah pengetahuan di bidang Hukum
Kekayaan Intelektual, khususnya dalam rangka memajukan
bidang
perlindungan
perkembangannya
hak
menjadi
hal
cipta
yang
dalam
yang
penting
dalam
BAB II
1. TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pengertian Hak Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada
orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif
tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta
dalam kurun waktu tertentu. Buah pikiran tersebut dapat terwujud dalam
tulisan, kreasi artistik, simbol-simbol, penamaan, citra, dan desain yang
digunakan dalam kegiatan komersil.
2. METODE PENELITIAN
2.1 Metode Pendekatan
Metode yang
analitis.
Bersifat
deskriptif
artinya,
penelitian
yang
Studi Kepustakaan
2.5.2
Studi Lapangan
kemudian dijabarkan
kualitatif
berdasarkan norma hukum atau kaidah hukum serta doktrin hukum yang
relevan dengan pokok permasalahan agar mencapai kejelasan masalah
pelaksanaan perlindungan hak cipta alat musik tradisional.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar,
Hak
Cipta
Pelanggaran
Hak
Cipta
dan
Harsono
Adisumartono,
Hak
Milik
Intelektual
Khususnya
Hak
Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.01-HC-0301 Tahun 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan.
Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor : 14 Tahun 1986
jo
Cipta.
Keputusan Dewan Hak Cipta nomor 1 Tahun 1987 tentang Tata Kerja
Dewan Hak Cipta.
Konvensi Perlindungan Warisan Budaya Takbenda (Convention for the
Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), UNESCO Tahun 2003.