disusun guna memenuhi tugas praktik Profesi Ners Stase Keperawatan Anak
oleh
Kikianita Oktavia Eriyanti, S.Kep.
NIM 112311101063
PERSETUJUAN
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Diare di Ruang Aster
RSD. dr Soebandi Jember yang telah disetujui dan disahkan pada:
tanggal :
Juli 2016
Juli 2016
Pembimbing Akademik
NIP.
NIP.
Mengetahui,
Kepala Ruangan
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIARE
Oleh: Kikianita Oktavia Eriyanti, S.Kep
A. Anatomi Fisiologi
Sistem pencernaan atau
sistem gastroinstestinal (mulai
dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia
yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi
zat-zat gizi dan energi,
menyerap zat-zat gizi ke dalam
aliran darah serta membuang
bagian makanan yang tidak
dapat dicerna atau merupakan
sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan
makanan terdiri dari mulut,
kerongkongan (esophagus),
lambung, usus halus, usus besar,
rektum dan anus. Serta organ tambahan yang terdiri dari gigi, lidah, kelenjar ludah,
kandung empedu, hati, dan pankreas. Pencernaan dibagi menjadi:
a) Pencernaan Mekanis
Proses mengunyah dan gerak peristaltik.
b) Pencernaan Kimiawi
dihancurkan oleh enzim-enzim pencernaan yang dikeluarkan di mulut,
lambung, usus halus, kantung empedu dll.
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari
sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan masuk
untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir.
Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.
Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman
dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai
macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.
Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri
secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
2. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari
bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel)
yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan
pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan
makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
belakang. Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut
dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari :
a) bagian superior bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media,
bagian yang sama tinggi dengan mulut
b) bagian inferior bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior
disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan
tekak dengan ruang gendang telinga.
c) Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas kedepan sampai diakar
lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring
dengan laring
3.
Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan
melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu
dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
4.
Lambung
Lambung terletak pada epigastrium dan terdiri dari mukosa, submukosa,
lapisan otot yang tebal, dan serosa. Mukosa ventriculus berlipat-lipat atau rugae.
Secara anatomis ventriculus terbagi atas kardiaka, fundus, korpus, dan pilorus.
Sphincter cardia mengalirkan makanan masuk ke dalam ventriculus dan mencegah
reflux isi ventriculus memasuki oesophagus kembali. Di bagian pilorus ada sphincter
piloricum. Saat sphincter ini berrelaksasi makanan masuk ke dalam duodenum, dan
ketika berkontraksi sphincter ini mencegah terjadinya aliran balik isi duodenum
(bagian usus halus) ke dalam ventriculus (Budiyanto, 2005; Faradillah, Firman, dan
Anita. 2009).
Lapisan epitel mukosa lambung terdiri dari sel mukus tanpa sel goblet.
Kelenjar bervariasi strukturnya sesuai dengan bagiannya. Pada bagian cardiac
kelenjar terutama adalah sel mukus. Pada bagian fundus dan corpus kelenjar
mengandung sel parietal yang mensekresi HCl dan faktor intrinsik, dan chief cell
mensekresi pepsinogen. Bagian pilorus mengandung sel G yang mensekresi gastrin
(Chandrasoma, 2006).
Mukosa lambung dilindungi oleh berbagai mekanisme dari efek erosif asam
lambung. Sel mukosa memiliki permukaan apikal spesifik yang mampu menahan
difusi asam ke dalam sel. Mukus dan HCO3 dapat menetralkan asam di daerah dekat
permukaan sel. Prostaglandin E yang dibentuk dan disekresi oleh mukosa lambung
melindungi lambung dan duodenum dengan merangsang peningkatan sekresi
bikarbonat, mukus lambung, aliran darah mukosa, dan kecepatan regenarasi sel
mukosa. Aliran darah mukosa yang bagus, iskemia dapat mengurangi ketahanan
mukosa (Price dan Wilson, 2006).
Fungsi utama lambung adalah sebagai tempat penampungan makanan,
menyediakan makanan ke duodenum dengan jumlah sedikit secara teratur. Cairan
asam lambung mengandung enzim pepsin yang memecah protein menjadi pepton dan
protease. Asam lambung juga bersifat antibakteri. Molekul sederhana seperti besi,
alkohol, dan glukosa dapat diabsorbsi dari lambung (Guyton, 1997).
5.
di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
Kolon transversum
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa
jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan
karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya
digantikan oleh umbai cacing.
8.
pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah
dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen
atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing
atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung
buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari
caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10
cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap,
lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis)
yang jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak
berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks
mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal
sebagai appendektomi.
9.
kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di
tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh
dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar
(BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam
rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus
besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi
untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa
dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih
muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda
BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah
keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian
lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses
dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar BAB), yang merupakan
fungsi utama anus.
10. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti
insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan
duodenum (usus dua belas jari).
Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna
protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk
yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini
hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan
sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan
cara menetralkan asam lambung.
11. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa
fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan
penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah
medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari
kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan
pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke
dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya
masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluhpembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan
proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat
gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
12. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah
pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses
pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan
berwarna hijau gelap bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna
cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua
belas jari melalui saluran empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
2.
Penyebab Diare
Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Menurut Mansjoer dkk
Bayi dan anak balita merupakan kelompok usia yang paling banyak menderita
diare, kerentanan kelompok usia ini juga banyak dipengaruhi oleh beberapa
fackor yaitu umur anak, pemberian ASI, status gizi dan status imunisasi campak.
1) Faktor umur
Sebagai besar diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, insiden
tertinggi terjadi pada pada kelompok umur 6 sampai 11 bulan, pada saat
diberikan makanan pendamping ASI. Hal ini dikarenakan belum
terbentuknya kekebalan alami dari anak usia dibawah satu tahun. Pola ini
menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu,
kuranganya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia
atau binatang pada saat bayi mulai dapat merangkak (Depkes RI, 1999).
2) Status gizi
Status gizi pada anak sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit
diare. Pada anak yang menderita kurang gizi dan gizi buruk yang
mendapatkan asupan makan yang kurang mengakibatkan episode diare
akutnya menjadi lebih berat dan mengakibatkan diare yang lebih lama
dan sering. Risiko meninggal akibat diare persisten atau disentri sangat
meningkat bila anak sudah mengalami kurang gizi. Beratnya penyakit,
lamanya dan risiko kematian karena diare meningkat pada anak-anak
dengan kurang gizi, apabila pada yang menderita gizi buruk.
3) Status imunisasi
Menurut Suraatmaja (2007), pada balita, 1-7% kejadian diare
berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak
umumnya lebih berat dan lebih lama karena adanya kelainan pada epitel
usus. Diare dan disentri lebih sering terjadi atau berakibat berat pada
anak-anak dengan campak atau menderita campak dalam 4 minggu
terakhir. Hal ini disebabkan karena penurunan kekebalan pada penderita
b.
c.
mengalami dehidrasi.
Faktor sosial ekonomi
Status ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga.
Hal ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi
kebutuhan gizi keluarga khususnya anak balita sehingga mereka cendrung
memiliki status gizi kurang bahkan gizi buruk yang memudahkan balita
mengalami diare. Keluarga dengan status ekonomi rendah biasanya tinggal di
daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga mudah terserang diare.
Penyebab diare menurut Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2006
botol
susu.
Penggunaan
botol
ini
memudahkan
1) Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat
melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Shigella dan
Cholerae.
2) Kurang gizi beratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena diare
meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama pada
penderita gizi buruk.
3) Campak, diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak - anak
yang sedang menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir, hal ini
sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita.
4) Imunodefesiensi atau imunosupresi, keadaan ini mungkin hanya berlangsung
sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin
yang berlangsung lama seperti pada penderita AIDS (Autoimune Deficiensy
Syndrome) pada anak imunosupresi berat.
c. Faktor lingkungan dan perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua
faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini
akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Faktor lingkungan tidak sehat
karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak
sehat pula maka akan menyebabkan diare.
3.
Tanda gejala diare menurut Smeltzer dan Bare (2001), frekuensi defekasi
meningkat bersamaan dengan meningkatnya kandungan cairan dalam feses. Pasien
mengeluh kram perut, distensi, gemuruh usus (borborigimus), anoreksia, dan haus.
Kontraksi spasmodik yang nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada anus
(tenesmus), dapat terjadi pada setiap defekasi. Diare dapat eksplosif atau bertahap
dalam sifat awitan. Gejala yang berkaitan langsung dalam diare, diantaranya adalah
dehidrasi dan kelemahan.
Klien dengan diare akut akibat infeksi sering mengalami nausea, muntah, nyeri
perut sampai kejang perut, demam, dan diare. Terjadinya renjatan hipovolemik harus
dihindari. Kekurangan cairan menyebabkan pasien akan merasa haus, lidah kering,
tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara menjadi serak. Gangguan
biokimiawi seperti asidosis metabolik akan menyebabkan frekuensi penafasan lebih
cepat dan dalam (pernafasan kusmaul). Bila terjadi renjatan hipovolemik berat maka
denyut nadi cepat (lebih dari 120kali/menit), tekanan darah menurun sampai tak
terukur, pasien gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin, dan kadang
sianosis. Kekurangan kalium dapat menimbulkan aritmia jantung. Perfusi ginjal dapat
menurun sehingga timbul anuria, sehingga bila kekurangan cairan tak segera diatasi
dapat timbul penyuli berupa nekrosis tubular akut (Mansjoer et all, 2000a).
Pada anak, awalnya anak menjadi cengeng, gelisah suhu badan mungkin
meningkat, nafsu makan berkurangh atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja
makin cair, mungkin mengandung darah dan/lendir, warna tinja berubah menjadi
kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja
menjadi asam. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan atau sesudah diare. Bila telah
banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun,
ubun-ubun menjadi cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut
dan bibir kering (Mansjoer et all, 2000b).
4.
Patofisiologi
Berdasarkan fatofiologinya diare akut terbagi 2 :
1.
2.
5.
Pemeriksaan penunjang
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), pemeriksan penunjang dengan diare akut adalah
1. Pemeriksaan tinja dengan melalakukan makroskopik dan mikroskopis, pH dan
kadar gula jika diduga ada intoleransi gula (sugar intolerance), biakan kuman
untuk mencari kuman penyebab dan uji retensi terhadap berbagai antibiotika
(pada diare perseisten)
2. Pemeriksaan darah perifer lengkap, analisa gas darah dan elektrolit (terutama
Na, K, Cad an P serum dengan diare yang disertai kejang)
3. Pemeriksaan kadar ureum kratinin darah untuk mengetahui faal ginjal
Komplikasi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), komplikasi diare mencakup potensial
terhadap disritmia jantung akibat hilangnya cairan dan elektrolit secara bermakna
(khususnya kehilangan kalium). Haluaran urin kurang dari 30 ml/jam selama 2
sampai 3 jam berturut-turut, kelemahan otot, dan perestesia. Hipotensi anoreksia dan
mengantuk dengan kadar kalium dibawah 3,0 mRq/ L (SI: 3 mmol/L) harus
dilaporkan. Penurunan kadar kalium menyebabkan disritmia jantung (takikardia
atrium dan ventrikel, fibrilasi ventrikel, dan kontraksi ventrikel prematur) yanga
dapat menimbulkan kematian.
7.
beberapa cara yaitu mulut yang memakan makanan yang tercemar atau higienis, feses
yang mengandung kuman penyakit, dan proses pengolahan makanan yang tidak sehat
sehingga tercemar oleh kuman-kuman penyebab diare. Kebanyakan kuman patogen
yang menyebabkan diare ditransmisikan serupa, misalnya dari fekal oral seperti dari
tinja ke makanan atau air, yang kemudian makanan atau air tersebut ditelan.
8.
memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan
bilamana sakit (Notoatmodjo, 2007).
Pencegahan dapat dilakukan dengan dua cara dengan baik secara langsung
mengurangi pajanan anak terhadap patogen yang menyebabkan diare (misalnya
melalui penyediaan air minum yang aman) atau dengan mengurangi kerentanan anak
terhadap diare berat dan dehidrasi (melalui peningkatan gizi dan kesehatan secara
keseluruhan). Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif menurut
Kemenkes RI (2011) yang dapat dilakukan adalah:
a. Perilaku Sehat
Perilaku sehat terdiri dari pemberian ASI, makanan pendamping ASI,
menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan, menggunakan jamban,
membuang tinja bayi dengan benar, pemberian imunisasi campak.
1) Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal
oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6
bulan, tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. ASI bersifat
steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang
disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol yang
kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa
menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain
yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini disebut memberikan ASI
Eksklusif.
Bayi harus diberi ASI secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6
bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan
dengan makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif secara
imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI
turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir,
pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap
diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol.
2) Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan
bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping
ASI, yaitu:
a) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat
teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak
berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari).
Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak
dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.
b) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian
untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-
kacangan,
buah-buahan
dan
sayuran
berwarna
hijau
ke
dalam
makanannya.
c) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak
dengan sendok yang bersih.
d) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin
dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
3) Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Fecal-Oral.
Kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan,
minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan,
makanan yang wadah atau tempat makan dan minum yang dicuci dengan air
tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap
serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air
tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a) Ambil air dari sumber air yang bersih;
b) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung
khusus untuk mengambil air;
c) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anakanak;
d) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih);
e) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih
dan cukup.
4) Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan
mempunyai dampak dalam kejadian diare.
5) Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit
diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan
keluarga harus buang air besar di jamban. Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai
oleh seluruh anggota keluarga;
b) Bersihkan jamban secara teratur;
c) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
6) Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak
benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang
tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar. Yang harus diperhatikan oleh
keluarga:
a) Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban;
b) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau
olehnya;
c) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam
lubang atau di kebun kemudian ditimbun;
d) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan
sabun.
7) Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar
bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare,
sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena
itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.
b. Penyehatan Lingkungan
1) Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air
antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata,
dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas
dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari
termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah
terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah
tangga harus tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap
dilaksanakan.
2) Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor
penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Sampah juga dapat mencemari
tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang
tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu
pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut.
Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan
dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan
pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan
sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.
3) Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola
sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana
pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau,
mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan
bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti
leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran
pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air
limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan
tidak menjadi tempat sarang nyamuk.
9.
Penatalaksanaan Diare
Kematian karena diare dapat dihindari jika diberikan cairan rumah tangga,
oralit, zink, makanan sesuai umur (saat diare dan selama masa penyembuhan) dan
mengobati penyakit penyerta. Penatalaksanaan diare menurut Kemenkes RI (2011)
yaitu:
a. Mencegah Terjadinya Dehidrasi
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total dapat berupa hilangnya air
lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik) atau hilangnya air dan natrium
dalam jumlah yang sama (dehidrasi isotonic) atau hilangnya natrium yang lebih
dari pada air (dehidrasi hipotenik)
Tindakan pencegahan dehidrasi yang bisa dilaukukan di tingkat rumah tangga
jika balita mengalami diare adalah :
1) Memberi ASI lebih sering dan lebih lama dari biasanya
Bagi bayi yang masih menyusui (bayi 0-24 bulan atau lebih) dan bagi petugas
kesehatan sangat penting untuk mendukung dan membantu ibu untuk
menyusui bayinya jika ibu berhenti menyusui bayinya yang masih usia 0-24
tahun.
2) Pemberian oralit sampai diare berhenti
3) Pemberian cairan rumah tangga
Cairan rumah tangga yaitu cairan atau minuman yang biasa diberikan oleh
keluarga atau masyarakat setempat dalam mengobati diare, dan memberikan
sari makanan yang cocok, contoh : kuah sayur, air tajin, kuah sup. Jika tidak
tersedia cairan rumah tangga dan oralit di rumah bisa dengan memberikan air
minum.
4) Segera membawa balita ke sarana kesehatan
b. Penatalaksanaan Diare
1) Berikan Oralit
kolera. Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di
anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi
ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan
efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa
digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).
5) Pemberian nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat
tentang:
a) Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b) Kapan harus membawa kembali anak ke petugas kesehatan, bila:
(1) Diare lebih sering;
(2) Muntah berulang;
(3) Sangat haus;
(4) Makan/minum sedikit;
(5) Timbul demam;
(6) Tinja berdarah;
(7) Tidak membaik dalam 3 hari.
C. Pathway
1. Pengkajian
a.
Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih
besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare
kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit),
alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci
tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pertumbuhan
i. Kenaikan BB karena umur 1 3 tahun berkisar antara 1,5-2,5
kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
ii. Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm
ditahun kedua dan seterusnya.
iii. Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama
dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 16 buah.
iv. Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b.
Perkembangan
i. Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase
anal
vs
Shame
and
doundt
b.
B1 (Breathing)
Pada pasien dengan diare kronisbiasanya akan mengalami dispnea,
pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot
pernafasan).
c.
B2 (Blood)
Pada pasien dengan diare kronis biasanya nadi cepat > 120 x/mnt dan
lemah, tensi menurun pada diare sedang . Hal ini akibat dari
manifestasi pola pernafasan
warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c,
akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time
memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal..
d.
B3 (Brain)
Menurunnya konsentrasi akibat perut yang terasa mulas saat diare.
e.
B4 (Bladder)
Pada pasien dengan diare kronis urin produksi oliguria sampai anuria
(200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
f.
B5 (Bowel)
Secara umum, paien megalami defisit kebutuhan nutrisi dan dehidrasi.
Feses berbentuk encer, terdapat darah, lendir, lemak serta
berbuih/berbusa. Perut terasa sakit saat dilakukan
mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35
x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak
haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan
bisa minum
g.
B6 (Bone)
Lemah karena pasien merasa capek saat diare yang mengakibatkan
terbatasnya aktivitas yang ingin dan akan di lakukuan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat sesuai dengan pathway adalah
sebagai berikut (NANDA, 2015).
a. Deficit volume cairan berhubungan dengan output berlebih
b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan
3.
No
Rencana Keperawatan
Diagnosa
a.
dilakukan
tindakanb.
keperawatan selama 1x24 jam
input volume cairan seimbangc.
dengan outcome nya
Kriteri hasil:
TTV dalam batas normal d.
Suhu tubuh dalam rentange.
normal (36,6 37,5)
Nadi dalam rentang normal
f.
(70 120 x/menit)
RR dalam rentang normal
(18 30 x/menit)
Kebutuhan cairan balance
turgor kulit baik
mukosa bibir lembab
Intervensi (NIC)
Kaji kebutuhan cairan klien
Observasi tanda-tanda syok
hipovolemik
Berikan cairan sesuai dengan
kebutuhan klien baik melalui
infus maupun minum
Pantau balance cairan klien
Ajarkan dan libatkan keluarga
untuk memantau tanda-tanda
syok hipovolemik
Kolaborasi terkait terapi cairan
yang diberikan dengan dokter
2 Ketidak seimbanganTujuan:
a. Kaji tingkat mual muntah
dilakukan
tindakan
nutrisi kurang dariSetelah
pasien
keperawatan
selama
3x24
jam
kebutuhan tubuh b/d
b. Kaji intake nutrisi pasien
anoreksia
(mual-pasien terbebas dari gangguan c. Kaji tingkat kebersihan
nutrisi: kurang dari kebutuhan
muntah)
mulut pasien
tubuh
d. Makan sedikit tapi sering
e. Kolaborasi dengan tim ahli
Kriteri hasil:
gizi sesuai dengan ajuran
Makanan
habis
porsi
medik
rumah sakit.
nafsu
Pertimbangan
intervensi
yang akan dilakukan
Cairan fisiologis untuk
perawatan luka
Memantau keefektifan dari
perawatan luka
Mencegah
luka
terkontaminasi
Mencegah infeksi terjadi
4 Kurang pengetahuanNOC:
1.
keluarga b/d kurang Kowlwdge : disease process
paparan
dan Kowledge : health Behavior
keterbatasan kognitifkriteria hasil:
2.
keluarga
1. Klien
dan
keluarga
menyatakan
pemahaman
tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program 3.
pengobatan
2. Klien dan keluarga mampu 4.
melaksanakan
prosedur
yang dijelaskan secara
benar
5.
Klien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa
yang dijelaskan perawat/tim 6.
kesehatan lainnya
Kaji
tingkat1.
pengetahuan
klien
dan
keluarga
Gambarkan tanda dan gejala2.
yang biasa muncul pada
penyakit, dengan cara yang
tepat
Gambarkan proses penyakit,3.
dengan cara yang tepat
Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan cara yang4.
tepat
Sediakan informasi pada
klien
tentang
kondisi,
dengan cara yang tepat
5.
Sediakan bagi keluarga
informasi tentang kemajuan
klien dengan cara yang tepat
7. Diskusikan pilihan terapi6.
atau penanganan
8. Eksplorasi
kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
7.
Mengetahui
tingkat pengetahuan yang
dimiliki
Menambah
informasi tentang gejala dan
tanda penyakit yang dialami
Menambah
informasi tentang proses
penyakit yang dialami
Menambah
informasi tentang penyebab
penyakit yang dialami
Menambah
informasi tentang kondisi
klien saat ini
Kesembuhan
klien juga tak lepas dari
dukungan keluarga
keinginan
sembuh
8.
Meningkatkan
klien
untuk
Mengetahui dan
meningkatkan
sumber
dukungan klien.
5 Cemas b/d
situasional,
hospitalisasi
Mengetahui
kecemasan pasien
tingkat
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif et al. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Moorhead, Sue, et al. 2012. Nursing Ooutcomes Classification (NOC): Measurement
of Health Outcomes Fifth Edition. Elsivier Mosby.
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta: EGC.
Price, S.A & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit.
Buku 2 Edisi 6. Jakarta: EGC
Sloane, E. 2003.Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth.Volume 1.Edisi 8.Alih bahasa oleh Agung Waluyo, dkk.
Jakarta: EGC