A. Latar Belakang
Negara-negara ASEAN dikarunia dengan sumber daya alam yang
melimpah, termasuk kaya akan mineral dan sumber energi. Negara-negara
ASEAN juga memiliki sumbangan yang besar terhadap cadangan mineral
tertentu untuk dunia. Pertumbuhan ekonomi regional dan global didorong oleh
permintaan sumber daya mineral di banyak negara . Hal ini menyediakan
insentif dan kesempatan untuk negara-negara anggota ASEAN untuk
memasarkan cadangan mineral mereka. Di tahun-tahun ini, peningkatan
konsumsi dari negara-negara Asia, seperti Tiongkok dan India telah
mengangkat pesat permintaan mineral dunia dan harganya.
Mineral sangat dibutuhkan di peradaban manusia modern. Kekayaan
mineral sebagai aset dapat menstimulasi dan mempercepat pertumbuhan
ekonomi. Diperkirakan bahwa pertambangan sebagai industri yang akan terus
menerus berekspansi selama 20 sampai 30 tahun kedepan untuk memenuhi
permintaan dari industri produksi, agrikultur, sektor teknologi, dan manufaktur.
Permintaan mineral di ASEAN telah meningkat tajam sejak tahun 1990-an
dengan industri mineral yang berkembang pesat seperti, nikel, tembaga, timah,
dan zinc.
Pada tahun 2014, Indonesia, diantara negara-negara penyedia terbesar
akan sumber daya alam di dunia, memberlakukan pelarangan terhadap ekspor
bijih mentah, khususnya bijih nikel, untuk mendukung pertumbuhan industri
pengolahaan domestik, bahkan mampu mengguncang industri nickel Tiongkok
lebih dari 2 milyar dollar per bongkar muat di pelabuhan Tiongkok. Pelarangan
bijih nikel dapat memicu guncangan besar terhadap industri nikel secara global
lebih dari 5 tahun kedepan. Industri berbasis baja stainless di Tiongkok yang
membuat semuanya dari peralatan memasak hingga mobil adalah industri yang
paling terkena dampaknya. Pelarangan yang sudah direncanakan dengan
matang diharapkan menjadi tonggak pendongkrak pendapatan negara dari
sektor mineral. Faktanya, Tiongkok sangat bergantung terhadap bijih nikel dari
dibandingkan dengan tahun 2012 yang hanya 2,9 %. Momentum ini dapat
B. Tinjaun Pustaka
1. Pemilihan Proses
Produksi nikel dari bijih laterit telah dilakukan lebih dari 100 tahun
lamanya. Produksi dimulai dari memproses bijih garnieritic dari New
Caledonia. Bagaimanapun juga, sampai sekarang suplai nikel dunia masih
didominasi oleh bijih sulfida dibandingkan bijih oksida. Akan tetapi,
cadangan bijih sulfida terus menipis. Hal ini menyebabkan kecenderungan
teknologi perkembang untuk mengolah bijih oksida. Salah satu bijih oksida
yang dimaksud ialah laterit. Ekspansi produksi nikel selama 10 tahun
terakhir datang dari teknologi pengolahan bijih laterit.
Variasi pengolahan laterit dibagi dalam dua kategori, yaitu proses
pirometalurgi dan proses hidrometalurgi. Umumnya proses pirometalurgi
dibagi tiga tahap, yaitu pengeringan, reduksi, dan pelelehan. Sedangakan,
untuk hidrometalurgi atau proses leaching di industri menggunakan proses
Caron dan High Pressure Leaching Acid (HPAL).
(1) Proses Pirometalurgi
Pada proses pyrometalurgi ini, dilakukan reduksi pellet bijih nikel
laterit dengan menggunakan rotary kiln. Ore yang akan direduksi
menggunakan parameter proses reduksi terbaik yaitu temperatur reduksi
1100C dengan holding time 1 jam yang sebelumnya sudah melalui proses
grinding hingga mencapai diameter 6-15 mm. Proses reduksi bijih nikel
laterit dalam rotary kiln dilakukan dengan tujuan meningkatkan kadar Fe
(besi) dan Ni (nikel) yang ada di dalam bijih. Rotary kiln yang digunakan
untuk proses reduksi dalam proses ini menggunakan bahan bakar batubara
10
proses
Faktor
Hidrometalurgi Pirometalurgi
Catatan
Tinggi
Rendah
Technology Risk
Tinggi
Rendah
Metal Recovery
Tinggi
Rendah
Kebutuhan
Energi
Pirometalurgi membutuhkan
Rendah
Tinggi
Operating Cost
Rendah
Tinggi
Capital Cost
Sangat Tinggi
Rendah
Jenis Ore
limonit
saprolit
membutuhkan spesifikasi
bijih dengan kandugan Mg
rendah, sebaliknya
12
2. Market Analysis
Potensi Pasar
Sumber daya nikel dunia terdiri dari 70% nikel laterit dan 30% nikel
sulfide, sedangkan produksi dunia 60% berasal dari nikel sulfide dan 40%
dari nikel laterit. Endapan nikel laterit di Indonesia mengikuti sebaran
batuan basa dan ultrabasa. Total sumber daya bijih nikel laterit di Indonesia
berdasarkan data Neraca Sumber Daya Mineral dari Pusat Sumber Daya
Geologi, Badan Geologi, tahun 2012 adalah 3.398.269.997 ton dan total
cadangan sebesar 18.723.558 ton. Di Pulau Sulawesi, yaitu Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara memiliki potensi bijih
nikel terbesar di Indonesia, dengan total sumber daya sebesar 27.421.301
ton dan total cadangan 11.674.940.000 ton. Hal ini menjadikan Indonesia
sebagai sumber laterit nikel terbesar ketiga dunia setelah Kaledonia Baru
dan Filipina.
13
15
16
Kapasitas Optimum
Kapasitas produksi yang optimum dilihat dari efek berlakunya
Undang-Undang Minerba 2009 yang menyatakan bahwa mineral yang
boleh diekspor harus memiliki kadar minimum 4%, sehingga membuat
Indonesia harus bisa menghasilkan mineral yang memiliki nilai tambah dan
dapat memenuhi kebutuhan di pasar dunia. Pada saat ini di Indonesia baru
memiliki sedikit pabrik pengolahan NPI, diantaranya PT Indoferro yang
terletak di Cilegon memiliki kapasitas produksi 250.000 ton per tahun, PT
Sulawesi Mining Investment akan mengoperasikan smelter nikel di
Morowali, Sulawesi Tengah dengan kapasitas 300.000 ton per tahun.
Konsumsi NPI maksimum di Tiongkok pada tahun 2008 sebesar
180.000 250.000 ton per bulan dan akan semakin meningkat. Hal ini
dikarenakan penurunan produksi NPI di Tiongkok akibat pelarangan ekspor
17
3. Pemilihan Lokasi
Pabrik akan didirikan di Jl. Padamarang, Desa Tambea, Kecamatan
Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan koordinat
4 13'37.0 "S 121 35'34.0" E seperti pada Gambar 1.7. Pemilihan lokasi
Pabrik sudah mempetimbangkan jarak aman dari pemukiman penduduk
sekitar 7 km, kurang lebih berjarak 1 km dari perairan, dan dekat dengan
sungai Hoku-Hoku. Pertimbangan jarak ini dilakukan agar masyarakat di
sekitar pabrik tidak terganggu dengan adanya pendirian pabrik tersebut.
Keberadaan pabrik di Sulawesi Tenggara juga sejalan dengan tujuan
ketiga dari misi pemerintah Sulawesi Tenggara dimana penambahan nilai
tambah dari sumber daya alam melalui peningkatan investasi. Intinya adalah
dengan keberadaan pabrik di lokasi ini dapat mempercepat pembangunan
Indonesia bagian Timur sehingga menunjang pula program pemerintah
pusat untuk meratakan pendapatan daerah.
18
: 6,918.38 km2
Kecamatan
: 20
Desa
: 168
Ketinggian
Petugas Keamanan
: 2,44 % / tahun
: 1.016.957 orang
Kerja
: 975.879 orang
19
: 41.078 orang
: 2433 orang
SD
: 3676 orang
SMP
: 4965 orang
SMA
: 15440 orang
SMK
: 4821 orang
Diploma/Sarjana
: 9743 orang
20
Location
Jl. Yos Sudarso No. 5, Telp 0402-2821184
Jl. Dermaga No.1 Kab. Kolaka, Telp 0405-22583
Konawe Selatan District
Jl. Kompleks Pelabuhan Raha, Telp 0401-2521033
Jl. Konggoasa No.1 Kendari, Telp 0401-3121087
Pomaala, Kolaka District
Lokasi geografis
Lokasi pabrik kira-kira sejauh 7 km dari area populasi padat. Tanah
yang digunakan tidak subur maka tidak akan menggangu atau tumpang
tindih dengan kepentingan pertanian.
Ketersediaan Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan pelaku dari proses produksi. Jumlah
angkatan kerja di Provinsi Sulawesi Tenggara pada Tahun 2011 bertambah
1.058.999 orang dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 1.045.899
21
22
pertimbangan-pertimbangan
tersebut
dapat
23