Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Typhoid merupakan penyakit infeksi pada usus halus dengan gejala demam satu
minngu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa
gangguan kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh salmonella typhosa dan hanya
didapatkan pada manusia. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi (Rampengan, 2007).
Typhoid (enteric fiver) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
sistem pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran (Nursalam, dkk, 2008).
Typhoid (Tifus abdominalis) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat
pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat
gangguan kesadaran (Suriadi & Yulianni, 2006).
Typhoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan

mikroabses

dan

ulserasi

Nodus

peyer

di

distal

ileum

(Soegijanto, 2002).
Typhoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
saluran

pencernaan

dan

dengan

atau

tanpa

gangguan

kesadaran

(Ngastiyah, 2005).

Typhoid adalah penyakit menulat yang bersifat akut, yang di tandai dengan
bakterimia, perubahan pada system retikuloendoteal yang bersifat difusi,
pembentukan mikroabses, dan ulserasi nodus peyer didistal ileum (Rohim, 2002).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan typhoid merupakan penyakit
yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhosa. Secara umum penyakit ini dapat
ditularkan lewat makan dan air yang terkontaminasi dengan kotoran orang yang
terinfeksi. Bakteri kemudian memperbanyak diri didalam aliran darah orang

terinfeksi dan diserap kedalam saluran pencernaan kemudian ikut tereliminasi


bersama kotoran.
B. Etiologi
Penyebab Typhoid menurut Rampengan (2007) disebabkan oleh infeksi kuman
Salmonella typhosa/Eberthella typosa yang merupakan kuman gram negatif, motil
dan tidak menghasilkan sepora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu
tubuh manusia maupun suhu yang sedikit lebih rendah, serta mati pada suhu 70 0 C
ataupun oleh antiseptic. Sampai saat ini, di ketahui bahwa kuman inihanya
menyerang manusia.
Salmonella typhosa mempunyai antigen tiga macam antigen yaitu:
1. Antigen O = Ohne Hucneh = antigen somatik (tidak menyebar)
2. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagela dan bersifat tromolabil
3. Antigen V1 = Kapsul = merupakan kapsul meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis
Ketiga antigen tersebut didalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan
tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutininin. Salmonella typhosa juga
dapat memperoleh plasmid faktor R yang berkaitan dengan resistensi terhadap
multipel antibiotik.
Ada tiga jenis utama, yaitu: Salmonella typhosa (satu serotipe), Salmonella
cholerasius (satu serotipe), Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe)
C. Patofisiologi
1. Proses Perjalanan Penyakit
Proses Histologi Typhoid menurut Suriadi & Yulianni (2006) dijelaskan pada
sekema 2.1, pada awalnya kuman Salmonella masuk ketubuh manusia melalui
mulut dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Sebagian kuman
akan dimusnahkan didalam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus,
kejaringan Limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian
kuman masuk keperedaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel
retikulo endoteleal, hati, limpa dan organ organ yang lainya.
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan berakhir saat sel-sel retikulo
melepaskan kuman kedalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia
untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk kebeberapa organ tubuh,
terutama limpa, usus dan kandung empedu.

Pada minggu pertama kali, terjadi hiperplasia player. Ini terjadi pada kelenjar
typhoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga
terjadi ulserasi plaks peyer. Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus
yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan,
bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar kelenjar mesentrial dan
limpa membesar. Gejala demam di sebabkan oleh endotosil, sedangkan gejala
pada saluran pencernaan di sebabkan oleh kelainan pada usus halus.
Sallmonella
typhosa
Saluran
Pencernaan
Diserap oleh usus
halus

Penurunan
motilitas usus
Konstipasi

Bakteri memasuki aliran darah


sistemik
Kelenjar
Limfoid
Tukak
Perdarahan
dan perforasi

Hati

Limpa

Endotoksi
n

Hepatome
gali

splenomegal
i

Dema
m

Nyeri

Mual/tidak nafsu
makan

Perubahan
nutrisi
Resiko kurang
volume cairan

Skema 2.1 Proses Penyakit Typhoid menurut Suriadi & Yulianni (2006).

2. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala Typhoid menurut Rampengan (2007) adalah sebagai berikut:
a. Nyeri kepala, lemah, lesu.
b. Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu,
minggu pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu

tubuh meningkat pada malam hari dan turun pada pagi hari. Pada minggu
kedua suhu tubuh terus meningkat, dan pada minggu ketiga suhu tubuh
berangsur-angsur turun dan kembali normal.
c. Gangguan pada saluran cerna; halitosis, bibir kering dan pecah-pecah,
lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), meteorismus, mual,
tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali, yang disertai nyeri pada
perabaan.
d. Gangguan kesadaran; penurunan kesadaran (apatis, somnolent).
e. Bintik bintik kemerahan pada kulit (rosaela) akibat emboli basil dalam
kapiler kulit.
f. Epistaksis.
3. Komplikasi
Komplikasi demam typhoid menurut Rampengan 2007 dapat dibagi atas dua
bagian:
a. Komplikasi pada usus halus (perdarahan, perforasi, peritonitis).
b. Komplikasi diluar usus halus (bronkhitis, bronkopneumonia, ensefalopati,
kolesititis, meningitis, miokarditis, karier kronik).
D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anak dengan typhoid menurut

Rampengan

(2007)

adalah

sebagai berikut:
1. Perawatan
Klien diistirahatkan 7 hari sampai bebas demam atau kurang lebih 14 hari
untuk mencegah komplikasi perdarahan usus. Mobilisasi bertahap bila tidak
ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
2. Diet
Kualitas makanan disesuaikan dengan kebutuhan baik kalori, protein,
elektrolit, mineral, serta disesuaikan makanan yang rendah/bebas selulosa, dan
menghindarai makanan yang sifatnya iritatif. Pada penderita dengan gangguan
kesadaran pemasukan makanan harus lebih diperhatikan.
3. Obat obatan
Demam typoid merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian tertinggi
sebelum ada obat-obatan anti mikroba (10-15%) sejak adanya obat anti
mikroba terutama klorafhenycol angka kematian menurun drastis sampai
(1-%).

Obat-obatan

antimikroba

yang

sering

digunakan

antaralain;

klorafhenycol, tiamphenycol, kotrimosasol, amphisilin, amoxilin, ceftriakson,


sefotaksim, siprofloksasin (usia > 10 tahun).
E. Konsep Tumbuh Kembang

Menurut Whaley dan Wong dalam Supartini (2004) mengemukakan pertumbuhan


sebagai

suatu

peningkatan

jumlah

dan

ukuran,

sedangkan

perkembangan

menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling
rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan
pembelajaran. Jadi, pertumbuhan berhubungan dengan perubahan pada kuantitas
yang maknanya terjadi perubahan pada jumlah dan ukuran sel tubuh yang ditunjukkan
dengan adanya peningkatan ukuran dan berat seluruh bagian tubuh. Perkembangan
berhubungan dengan perubahan secara kualitas, di antaranya terjadi peningkatan
kapasitas individu untuk berfungsi yang dicapai melalui proses pertumbuhan,
pematangan, dan pembelajaran. Proses pematangan berhubungan dengan peningkatan
kematangan dan adaptasi. Proses tersebut terjadi secara terus-menerus dan saling
berhubungan serta ada keterkaitan antara satu komponen dan komponen lain. Jadi, jika
tubuh anak semakin besar dan tinggi, kepribadiannya secara simultan juga semakin
matang.

Konsep tumbuh kembang anak menurut Supartini (2004) dan Wong (2008) yaitu:
1. Perkembangan Psikoseksual (Freud)
Anak 12 tahun masuk pada fase laten dan fase genital, Selama periode laten,
anak menggunakan energi fisik dan psikologis yang merupakan media untuk
mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui aktivitas fisik
maupun sosialnya. Pada awal fase laten, anak perempuan lebih menyukai
teman dengan jenis kelamin perempuan, dan anak laki-laki dengan anak lakilaki. Pertanyaan anak tentang seks semakin banyak, mengarah pada sistem
reprodulcsi. Dalam hal ini, orang tua harus bijaksana dalam merespons, yaitu
menjawabnya dengan jujur dan hangat. Luas jawaban disesuaikan dengan
maturitas anak. Sering kali karena begitu penasaran dengan seks, anak
mungkin dapat bertindak coba-coba dengan teman sepermainan. Oleh karena
itu, apabila anak tidak pernah bertanya tentang seks, sebaiknya orang tua
waspada. Peran ibu dan ayah sangat penting dalam melakukan pendekatan
dengan anak, pelajari apa yang sebenarnya sedang dipikirkan anak berkaitan
dengan seks.
Pada fase genital merupakan tahapan akhir masa perkembangan menurut Freud
adalah tahapan genital ketika anak mulai masuk fase pubertas, yaitu dengan
adanya proses kematangan organ reproduksi dan produksi hormon seks.

2. Perkembangan psikososial (Erikson)


Anak umur 12 tahun masuk pada fase industry versus inferiority dan identitas
dan kerancuan peran.
Fase industry versus inferiority. Anak akan belajar untuk bekerja sama dan
bersaing dengan anak lainnya mclalui kegiatan yang dilakukan baik dalam
kegiatan akademik maupun dalam pergaulan melalui pcrmainan yang
dilakukannya bersama. Otonomi mulai betkembang pada anak di fase ini,
terutama awal usia 6 tahun, dengan dukungan keluarga terdekat. Terjadinya
perubahan fisik, emosi, dan sosial pada anak berpengaruh terhadap gambaran
terhadap tubuhnya (body image). Interaksi sosial lebih luas dengan teman,
umpan balik berupa kritik dan evaluasi dari teman atau lingkungannya,
mencerminkan penerimaan dari kelompok akan membantu anak semakin
mempunyai konsep diri yang positif. Perasaan sukses dicapai anak dengan
dilandasi adanya motivasi internal untuk beraktivitas yang mempunyai tujuan.
Kemampuan anak untuk berinteraksi sosial lebih luas dengan teman di
lingkungannya dapat memfasilitasi perkembangan perasaan sukses (sense of
industry) tersebut.
Identitas dan kerancuan peran. Anak remaja akan berusaha untuk menyesuaikan
perannya sebagai anak yang sedang berada pada fase transisi dari kanak-kanak
menuju dewasa. Mereka menunjukkan perannya dengan bergaya sebagai remaja
yang sangat dekat dengan kelompoknya, bergaul dengan mengadopsi nilai
kelompok dan lingkiingannya, untuk dapat mengambil keputusannya sendiri.
Kejelasan identitas diperolch apabila ada kcpuasan yang diperolch dari orang tua
atau lingkungan tempat ia berada, yang membantunya melalui proses pcncarian
identitas diri sebagai anak remaja, sedangkan ketidakmampuan dalam mengatasi
konflik akan menimbulkan kerancuan peran yang narus djalankannya.
3. Perkembangan kognitif (piaget)
Anak usia 12 tahun masuk pada fase formal operation. Cara berpikir
operational formal dicirikan dengan adaptabiliias dan fleksibiliias. Remaja
dapat berpikir menggunakan istilah-istilah absttak, menggunakan simbol
absttak. Dan menarik kesimpulan logis dari serangkaian observasi. Jika A lebih
besar dari B, dan B lebih besar dari C. Simbol mana yang paling besar?
(Jawabannya adalah A.) Mereka dapai membuat hipotesis dan mengujinya;
mereka dapat mempertimbangkan hal-hal yang bersifal abstrak, teori, dan

filosofi. Meskipun mereka mungkin bingung antara sesuaiu yang ideal dengan
yang praktis, sebagian besar kontradiksi di dunia dapai diatasi dan diselesaikan.
4. Perkembangan moral (Kahlberg)
Anak usia 12 tahun pada Tingkat konvensional dan Tingkat pascakonvensional.
Tingkat konvensional, pada tahap ini anak-anak terfokus pada kepatuhan dan
loyalitas. Mereka menghargai pemeliharaan harapan keluarga. kelompok, atau
negara tanpa memedulikan konsekuensinya. Perilaku yang disetujui dan
disukai atau membanlu orang lain dianggap sebagai porilaku yang baik.
Seseorang mendapat persetujuan dengan bersikap "baik". Mematuhi aturan.
melakukan tugas seseorang, menunjukan rasa hormat terhadap wewenang. dan
menjaga aturan sosial merupakan peprilaku yang tepat. Tngkat ini berkaitan
dengan tahap operational konkrel dalam perkembangan kognitif.
Tingkat pascakonvensional, pada tahap ini individu telah mencapai tahap
kognitif operasional formal. Perilaku yang tepat cenderung didefinisikan dari
segi hak-hak dan standar umum individu yang telah diuji dan disetujui
masyarakat. Meskipun aturan prosedural untuk mencapai konsensus menjadi
Renting dengan penekanan pada sudut pandang hukum, terdapat juga
kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan kebutuhan masyarakat dan
pertimbangan raslonal.

F. Konsep Hospitalisasi Pada anak


Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana
atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Berbagai perasaan yang
sering muncul pada anak yaitu marah, cemas, sedih, takut dan bersalah
(Wong, 2008).
Menurut Supartini (2004), perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk
berpisah dari lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok
sosialnya dan nienimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol juga terjadi akibat
dirawat di rumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan kontrol
tersebut berdampak pada perubahan peran dan keluarga, anak kehilangan
kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan
sosial, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap
perlukaan atau nyeri akan ditunjukan dengan ekspresi, baik secara verbal maupun

nonverbal karena anak sudah mampu inengkomunikasikannya. Anak usia sekolah


sudah mampu mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit
bibir dan/atau menggigit dan memegang sesuatu dengan erat.
G. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian anak dengan Typhoid menurut Nursalam (2008) adalah sebagai
berikut:
1. Identitas.
Dalam identitas meliputi nama, umur jenis kelamin, alamat, pendidikan.
2. Keluhan utama
Berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang
bersemangat, serta nafsu makan yang kurang (terutama pada masa inkubasi).
3. Suhu tubuh.
Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu, minggu
pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat
pada malam hari dan turun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh
terus meningkat, dan pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun
dan kembali normal (Rampengan, 2007)
4. Kesadaran.
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu
apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (kecuali bila
penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Disamping gejalagejala tersebut mungkin terdapat gejala lain. Pada punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik- bintik kemerahan karena emboli
basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama saat
demam. Kadang kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis.
5. Pemeriksaan fisik.
a. Mulut terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan
pecahpecah (raggaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated
tongue), sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan, dan jarang
disertai tremor.
b. Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung (metarismus). Bisa
terjadi konstipasi atau mungkin diare atau normal.
c. Hati dan limpa membesar dan disertai nyeri pada perabaan
6. Pemeriksaan laboratorium.
a. Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis
relatif, dan aneosinofilia pada permukaan sakit.
b. Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.

c. Biakan empedu basil salmonella typosa dapat ditemukan dalam darah


pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan
dalam urine dan feses.
d. Pemeriksaan widal.
Unutk membuat dignosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer zat anti
terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan
kenaikan yang progresif.
H. Diagnosa Keperawatan
Dalam NANDA NIC-NOC, 2015 dijelaskan lima diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul pada pasien dengan demam tifoid yang terdiri atas definisi,
batasan karakteristik dan faktor yang berhubungan yaitu sebagai berikut.
1. Ketidakefektifan Termoregulasi Berhubungan dengan Fluktuasi Suhu
Lingkungan, Proses Penyakit
Definisi : Fruktuasi suhu diantara hipotermi dan hipertermia.
Batasan karakteristik
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

Dasar kuku sianostik


Fruktuasi suhu tubuh diatas dan dibawah kisaran normal.
Kulit kemerahan
Hipertensi
Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
Peningkatan frekuensi pernapasan
Sedikit menggigil, kejang
Pucat sedang
Piloereksi
Penurunan suhu tubuh dibawah kisaran normal
Kulit dingin, kulit hangat
Pengisian ulang kapiler yang lamba, takikardi

Faktor yang berhubungan dengan


a.
b.
c.
d.

Usia yang ekstrem


Fluktuasi suhu lingkungan
Penyakit
Trauma

2. Nyeri Akut Berhubungan dengan Proses Peradangan


Definisi :
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan dalam
hal kerusakan sedemikian rupa ( International Association for the study of
pain ) : awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6

bulan.
Batasan Karakteristik :
a. Perubahan selera makan
b. Perubahan tekanan darah
c. Perubahan frekuensi jantung
d. Perubahan frekuensi pernapasan
e. Laporan isyarat
f. Diaphoresis
g. Perilaku distraksi (mis., berjalan mondar mandir, mencari orang lain dan/
aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
h. Mengekpresikan perilaku (mis., gelisah, merengek, menangis, waspada,
iritabilitas, mendesah)
i. Masker wajah (mis., mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata
berpencar atau tetap pada satu focus, meringis)
j. Sikap melindungi area nyeri
k. Fokus menyempit (mis., gangguan persepsi nyeri, hambatan proses
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.

berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)


Indikasi nyeri yang dapat diamati
Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
Sikap tubuh melindungi
Dilatasi pupil
Melaporkan nyeri secara verbal
Fokus pada diri sendiri
Gangguan tidur

Faktor yang berhubungan :


Agen cedera ( mis., biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
3. Ketidakseimbangan

Nutrisi

Kurang

dari

Kebutuhan

Tubuh

Berhubungan dengan Intake yang Tidak Adekuat


Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Berhubungan dengan:
a. Faktor biologis
b. Faktor ekonomi
c. Ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien
d. Ketidakmampuan untuk mencerna makanan
e. Ketidakmampuan menelan makanan
f. Faktor psikologis
Ditandai dengan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Kram abdomen
Nyeri abdomen
Menghindari makanan
Berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal
Kerapuhan kapiler
Diare
Kehilangan rambut berlebihan

h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.
v.
w.
x.

Bising usus hiperaktif


Kurang makanan
Kurang informasi
Kurang minat pada makanan
Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
Kesalahan konsepsi
Kesalahann informasi
Membran mukosa pucat
Ketidakmampuan memakan makanan
Tonus otot menurun
Mengeluh gangguan sensasi rasa
Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA
Cepat kenyang setelah makan
Sariawan rongga mulut
Steatorea
Kelemahan otot pengunyah
Kelemahan otot untuk menelan

4. Risiko Kekurangan Volume Cairan Berhubungan dengan Intake Yang


Tidak Adekuat Dan Peningkatan Suhu Tubuh
Definisi : Berisiko mengalami dehidrasi vascular, selular, atau intaselular.
Faktor Risiko :
a. Kehilangan volume cairan aktif
b. Kurang pengetahuan
c. Penyimpanan yang memengaruhi absorpsi cairan
d. Penyimpangan yang memengaruhi akses cairan
e. Penyimpangan yang memengaruhi asupan cairan
f. Kehilangan harus berlebihan melalui rute normal (mis., siang
menetap
g. Usia lanjut
h. Berat badan ekstrem
i. Faktor yang memengaruhi kebutuhan cairan (mis., status
hipermetabolik)
j. Kegagalan fungsi regulator
k. Kehilangan cairan melalui rute abnormal (mis., slang menetap)
l. Agens farmaseutikal (mis., diuretik)
5. Konstipasi

Berhubungan

dengan

Penurunan

Motilitas

Traktus

Gastrointestinal (Penurunan Motilitas Usus)


Definisi : penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai oleh
kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses dan/ atau pengeluaran feses
yang keras, kering, dan banyak.
Batasan Karakteristik :
a. Nyeri abdomen
b. Nyeri tekan abdomen dengan teraba resistensi otot.
c. Nyeri tekan abdomen tanpa teraba resistensi otot.
d. Anoreksia

e. Penampilan tidak khas pada lansia (misal, perubahan pada status


mental, inkontinensia urinarius, jatuh yang tidak ada penyebabnya,
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.
v.
w.
x.
y.
z.
aa.
ab.
ac.
ad.
ae.

peningkatan suhu tubuh


Borborigmi
Darah merah pada feses.
Perubahan pada pola defekasi
Penurunan frekuensi.
Penurunan volume feses.
Distensi abdomen
Rasa rektal penuh.
Rasa tekanan rektal.
Keletihan umum
Feses keras dan berbentuk
Sakit kepala
Bising usus hiperaktif.
Bising usus hipoaktif.
Peningkatan tekanan abdomen
Tidak dapat makan.
Mual.
Rembesan feses cair.
Nyeri pada saat defekasi.
Masa abdomen yang dapat diraba.
Masa rektal yang dapat diraba.
Adanya feses lunak, seperti pasta di dalam rektum.
Perkusi abdomen pekak.
Sering flatus.
Mengejan pada saat defekasi.
Tidak dapat mengeluarkan feses.
Muntah.

Faktor yang berhubungan :


a. Fungsional
1) Kelemahan otot abdomen
2) Kebiasaan mengabaikan dorongan defekasi.
3) Ketidakadekuatan toileting (misal, batasan waktu, posisi untuk
defekasi, privasi).
4) Kurang aktivitas fisik.
5) Kebiasaan defekasi tidak teratur.
6) Perubahan lingkungan saat ini.
b. Psikologis
1) Depresi, Stres emosi.
2) Konfusi mental.
c. Farmakologis
1) Antasida mengandung aluminium.
2) Antikolinergik.
3) Antikonvulsan.
4) Antidepresan.

5) Agens antilipemik.
6) Garam bismuth.
7) Kalsium karbonat.
8) Penyekat saluran kalsium.
9) Diuretik.
10) Garam besi.
11) Penyalahgunaan laksatif.
12) Agens antiinflamasi.
13) Nonsteroid.
14) Opiat.
15) Penotiazid.
16) Sedatif.
17) Simpatomimetik
d. Mekanis
1) Ketidakseimbangan elektrolit.
2) Hemoroid
3) Penyakit Hirschsprung.
4) Gangguan neurologis
5) Obesitas
6) Obstruksi pasca bedah
7) Kehamilan
8) Pembesaran prostat
9) Abses rektal
10) Fisura anal rektal
11) Striktur anal rektal
12) Prolaps rektal
13) Ulkus rektal
14) Rektokel, Tumor
e. Fisiologis
1) Perubahan pola makan
2) Perubahan makanan
3) Penurunan motilitas traktus gastrointestinal
4) Dehidrasi
5) Ketidakadekutan gigi geligi
6) Ketidakadekuatan higiene oral
7) Asupan serat tidak cukup
8) Asupan cairan tidak cukup
9) Kebiasaan makan buruk
I. INTERVENSI
Diagnosa
Ketidakseimbangan

NOC

Tujuan
NIC

Nutrisi Kurang dari

Setelah dilakukan asuhan

Kebutuhan Tubuh

keperawatan x 24 jam

1. Nutrition Management
a. Kaji
adanya
alergi

diharapkan masalah
keperawatan
ketidakseimbangan nutrisi

Intervensi

makanan
b. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah

kalori

dan

kurang dari kebutuhan tubuh


dapat teratasi dengan

pasien
c. Anjurkan pasien untuk

Kriteria Hasil :
1. Adanya peningkatan berat
badan

sesuai

nutrisi yang dibutuhkan

dengan

tujuan
2. Berat badan ideal sesuai
dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
5. Menunjukkan peningkatan
fungsi pengecapan dari
menelan
6. Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti

meningkatkan intake Fe
d. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan

protein

dan vitamin C
e. Berikan substansi gula
f. Yakinkan diet yang
dimakan
tinggi

mengandung
serat

untuk

mencegah konstipasi
g. Berikan makanan yang
terpilih

(sudah

dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
h. Ajarkan
bagaimana

pasien
membuat

catatan makanan harian


i. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
j. Berikan
informasi
tentang

kebutuhan

nutrisi
k. Kaji kemampuan pasien
untuk

mendapatkan

nutrisi yang dibutuhkan


2. Nutrition Monitoring
a. BB pasien dalam batas
normal
b. Monitor

adanya

penurunan berat badan


c. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas

yang

biasa

dilakukan
d. Monitor interaksi anak
atau orang tua selama
makan
e. Monitor

lingkungan

selama makan
f. Jadwalkan pengobatan
dan

tindakan

tidak

selama jam makan


g. Monitor kulit kering
dan

perubahan

pigmentasi
h. Monitor turgor kulit
i. Monitor
kekeringan,
rambut

kusam,

dan

mudah patah
j. Monitor
mual

dan

muntah
k. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan
kadar Ht
l. Monitor

pertumbuhan

dan perkembangan
m. Monitor
pucat,
kemerahan,

dan

kekeringan

jaringan

konjungtiva
n. Monitor kalori
intake kalori
o. Catat adanya
hiperemik,

dan

edema,

hipertonik

papilla lidah dan cavitas


oral
p. Catat
berwarna
Konstipasi

NOC: Setelah diberikan


asuhan keperawatan selama
2 x 24 jam diharapkan pola
eliminasi fekal pasien
normal dengan kriteria
hasil : NOC : Bowel
elimination

jika

lidah
magenta,

scarlet
NIC : Konstipation atau
impaction management
a. Monitor tanda dan gejala
konstipasi
b. Monitor frekuensi, warna,
dan konsistensi.
c. Anjurkan pada pasien
untuk makan buah-buahan

1. Buang air besar / BAB


dengan konsistensi
lembek
2. Pasien menyatakan

dan serat tinggi dengan


konsultasi bagian gizi.
d.Mobilisasi bertahap
e.Kolaborasikan dengan tenaga
medis mengenai pemberian

mampu mengontrol pola


BAB
3. Mempertahankan pola
eliminasi usus tanpa ileus

laksatif, enema dan


pengobatan
f. Berikan pendidikan kesehatan
tentang : kebiasaan diet,
cairan dan makanan yang
mengandung gas, aktivitas
dan kebiasaan BAB
g.Intruksikan agar pasien tidak

Resiko kekurangan

NOC:

mengejan saat defekasi


NIC:

volume cairan

Setelah dilakukan asuhan

Fluid Management

keperawatan selama x24

a. Timbang popok/pembalut

jam diharapkan cairan pasien

jika diperlukan
b. Pertahankan catatan intake

kembali seimbang dengan


kriteria hasil :
1. Mempertahan kan urine
output sesuai dengan usia

dan output akurat


c. Monitor status hidrasi
d. Monitor vital sign
e. Monitor masukan
makanan/cairan dan hitung

dan BB, Bj urine normal,


HT normal
2. Tekanan darah, nadi,

intake kalori harian


f. Kolaborasikan pemberian

normal
3. Tidak ada tanda-tanda

cairan IV
g. Monitor status nutrisi
h. Dorong masukan oral
i. Berikan penggantian

dehidrasi
4. Elastisitas turgor kulit

nesogatrik sesuai output


j. Dorong keluarga untuk

suhu tubuh dalam batas

baik, membrane mukosa


lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan

k.
l.
m.
n.

membantu pasien makan


Tawarkan snack
Kolaborasi dengan dokter
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi

Hipovolemia Management
a. Monitor status cairan

termasuk intake dan output


cairan
b. Pelihara IV line
c. Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
d. Monitor tanda vital
e. Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan
f. Monitor berat badan
g. Dorong pasien untuk
menambah intake cairan
h. Pemberian cairan iv
monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan
i.Monitor adanya tanda gagal
ginjal

Diagnosa
Nyeri Akut

Tujuan dan Kriteria Hasil


NOC :
Pain level
Pain control
Comfort level

Intervensi
NIC :
a. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif
termasuk lokasi,

Setelah dilakukan tindakan

karakteristik, furasi,

keperawatan selama ... x 24

frekuensi, kualitas dan

jam. Pasien tidak mengalami

faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal

nyeri, dengan :
Kriteria Hasil
1. Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu

dari ketidaknyamanan
c. Bantu pasien dan keluarga
untuk mrncari dan
menemukan dukungan
d. Kontrol lingkungan yang

menggunakan teknik

dapat mempengaruhi nyeri

nonfarmakologi untuk

seperti suhu rungan,

mengurangi nyeri,
mencari bantuan)

pencahayaan dan kebisingan


e. Kurangi faktor presipitasi

2. Melaporkan bahwa nyeri


berkurang dnegan
menggunakan

nyeri
f. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan

intervensi
manajemen nyeri
g. Ajarkan tentang teknik non
3. Mampu mengenali nyeri
farmakologi : napas dalam,
(skala, intensitas,
relaksasi, distraksi, kompres
frekuensi dan tanda
hangat/dingin
nyeri)
h. Berikan informasi tentang
4. Menyatakan rasa
nyeri seperti penyebab
nyaman setelah nyeri
nyeri, berapa lama nyeri
berkurang
5. Tanda vital dalam
akan berkurang dan
rentang normal
6. Tidak mengalami
gangguan tidur

antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur
i. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian

Nyeri Kronis

NOC:
Comfort level
Pain control
Pain level
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ... x 24
jam nyeri kronis pasien
berkurang dengan :
Kriteria Hasil
1. Tidak ada gangguan
tidur
2. Tidak ada gangguan

analgesik
NIC :
Pain Management
a. Monitor kepuasan pasien
terhadap manajemen nyeri
b. Tingkatkan istirahat dan
tidur yang adekuat
c. Kelola anti analgetik
d. Jelaskan pada pasien
penyebab nyeri Lakukan
teknik nonfarmakologis
(relaksasi, masase
punggung)

hubungan interpersonal
3. Tidak ada ekspresi
menahan nyeri dan

Ketidak Efektifan
Termoregulasi

ungkapan secara verbal


4. Tidak ada tegangan otot
NOC:

Hidration
Adherence behavior

NIC:
Temperature Regulation
(Pengaturan suhu)

Immune status
Risk control
Risk detection

a. Monitor suhu minimal tiap 2


jam
b. Rencanakan monitoring suhu

secara kontinyu
Setelah dilakukan tindakan c. Monitor TD, Nadi, dan RR
keperawatan selama ... x 24 d. Monitor warna dan suhu kulit
e. Monitor tanda-tanda hipertemi
jam. Pasien tidak mengalami
dan hipotemi
ketidak efektifan
f. Tingkatkan intake cairan dan
termoregulasi, dengan :
Kriteria Hasil :
1. Keseimbangan antara
reproduksi panas, panas
yang diterima dan

nutrisi
g. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
h. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat

panas
kehilangan panas.
i. Diskusikan tentang pentingnya
2. Seimbang antara produksi
pengetahuan suhu dan
panas yang diterima dan
kemungkinan efek negative
kehilangan panas selama
dari kedinginan
28 hari pertama
j. Beritahu tentang indikasi
kehidupan
3. Keseimbangan asam basa
bayi baru lahir
4. Temperature stabil : 36,537 C
5. Tidak ada kejang
6. Tidak ada perubahan
warna kulit
7. Glukosa darah stabil
8. Pengendalian resiko :
hipertemia
9. Pengendalian resiko :
hypothermia
10. Pengendalian resiko :
proses menular
11. Pengendalian risiko :
paparan sinar matahari

terjadinya keletihan dan


penanganan emergency yang
diperlukan
k. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
l. Berikan anti piretik jika perlu

Anda mungkin juga menyukai