PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian pengangkutan
Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memegang peranan yang sangat
penting. Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan
memegang peranan yang mutlak, sebab tanpa pengangkutan perusahaan akan
mengalami kesulitan untuk dapat untuk dapat berjalan. Nilai suatu barang tidak hanya
tergantung dari barang itu sendiri, tetapi juga tergantung pada tempat dimana barang
itu berada, sehingga dengan pengangkutan nilai suatu barang akan meningkat.1
Kata pengangkutan berasal dari kata angkut yang artinya angkat atau bawa, muat
dan bawa atau kirimkan. Mengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat
dan membawa atau mengirimkan. Pengangkutan artinya pengangkatan dan
pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau orang, barang
atau orang yang diangkut. Jadi dlam pengertian pengangkutan itu tersimpul suatu
proses kegiatan atau gerakan dari satu tempat ke tempat lain2.
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkutan dengan
pengirim,
dimana
pengangkut
mengikatkan
diri
untuk
menyelengarakan
pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu
dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar angkutan.
Fungsi pengangkutan pada dasarnya adalah untuk memindahkan barang atau orang
dari suatu tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai.
Jadi dengan pengangkutan maka dapat diadakan perpindahan barang-barang dari
1 Asikin Zainal, 2013, Hukum Dagang, jilid I, Raja Grafindo Persada,
Jakarta. Hal 153
2 Abdulkadir Muhammad, 1994, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan
Udara, jilid II, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 19
suatu tempat yang dirasa barang itu kurang berguna ke tempat dimana barang-barang
tadi dirasakan akan lebih bermanfaat.3
Dalam definisi pengangkutan tersebut dapat diketahui berbagai aspek pengangkutan
sebagai berikut4:
1. pelaku, yaitu orang yang melakukan pengangkutan. Pelaku ini ada yang berupa
badan usaha, seperti perusahaan pengangkutan, dan ada pula yang berupa manusia
pribadi, seperti buruh pengangkutan di pelabuhan.
2. alat pengangkutan, yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan
pengangkutan, alat ini digerakan secara mekanik dan memenuhi syarat undangundang, seperti kendaraan bermotor, kapal laut, kapal udara, derek (crane)
3. barang atau penumpang, yaitu muatan yang diangkut. Barang muatan yang
diangkut adalah barang-barang perdagangan yang sah menurut undang-undang
4. perbuatan, yaitu kegiatan mengangkut barang atau penumpang sejak permuatan
sampai dengan penurunan ditempat tujuan yang ditentukan
B. Pengertian Perjanjian Pengangkutan
Definisi perjanjian pengangkutan menurut Purwosutjipto adalah perjanjian timbal
balik dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan barangdan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu
dengan selamat, sedangkan pengirim barang mengikatkan diri untuk membayar biaya
pengangkutan. Memperhatikan definisi yang dikemukakan oleh Purwosutjipto tadi
perjanjian pengangkutan hanya meliputi perjanjian antara pengangkut dan pengirim
saja, tidak termasuk perjanjian antara pengangkut dan penumpang. Apabila rumusan
definisi itu diperbaiki, maka perbaikan tersebut adalah: perjanjian pengangkutan
3 Asikin Zainal, 2013, Hukum Dagang, jilid I, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, h.153
4 Abdulkadir Muhammad, 1994, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan
Udara, jilid II, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 19-20
adalah
persetujuan
dengan
mana
pengangkut
mengikatkan
diri
untuk
untuk
membayar
biaya
pengangkutan.
Pihak-pihak
dalam
perjanjian
Hornby konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Konsumen sebagai pemakai barang atau jasa memerlukan suatu perlindungan
hukum yang
jelas
dalam
mendapatkan
kepuasan
serta
kelayakan
dalam
pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan
Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan perlindungan konsumen menurut pasal 3 UU No. 8/1999 yaitu7 :
meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
dasar
kondisi
sebagaimana
dipaparkan
di
atas,
perlindungan
sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang
mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui
penyediaan barang dan atau jasa yang berkualitas. 8 Dengan diberikan hak-hak dalam
perlindungan hukum diharapkan konsumen dapat berperilaku yang baik serta dapat
memilih pemakaian barang atau jasa dengan bijak.
2.2 sanksi yang diberikan bagi para pemberi jasa pengangkutan barang jika
melakukan kelalaian dalam melakukan tugasnya
Sebelum melakukan tugasnya biasanya agen pengangkut mengikatkan dirinya dengan
perjanjian pengangkutan yang sudah ditandatangani oleh konsumen pengguna jasa
pengiriman
barang.
Agen
pengangkutan
setuju
untuk
menyelenggarakan
pengangkutan barang dan atau penumpang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu
dengan selamat, dan pengirim atau penumpang mengikatkan diri untuk membayar
biaya pengangkutan.
Dalam UU No. 3 tahun 1965 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan raya
tidak ada aturan kewajiban dan hak mengenai pengangkutan barang maupun
penumpang. Karena itu diikuti ketentuan mengenai kewajiban dan hak dalam bab I
sampai dengan bab IV buku III KUHPerdata. Selain itu, pihak-pihak dalam perjanjian
pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor umum dapat mempedomani
ketentuan mengenai kewajiban dan hak pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan
de ngan kereta api diatur dalam BVS (Stb, 1927-262)
Dalam perjanjian pengangkutan, kewajiban pokok pengangkut adalah sebagai
berikut:
1. menyelenggarakan pengangkutan barang atau penumpang dari tempat pemuatan
sampai ditempat tujuan dengan selamat;
2. merawat, menjaga, memelihara barang atau penumpang yang diangkut sebaikbaiknya;
8 C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, tanpa tahun terbit, pokok-pokok
pengetahuan hukum dagang Indonesia, jilid I, Sinar Grafika, Jakarta Timut,
h. 217
3. menyerahkan barang yang diangkut kepada penerima dengan lengkap, utuh, tidak
rusak, atau tidak terlambat;
4. melepaskan dan menurunkan penumpang di tempat tujuan/pemberhentian sebaikbaiknya.
Kewajiban-kewajiban ini sesuai dengan ketentuan pasal 1235 KUHpdt.
Kewajiban pokok ini diimbangi dengan hak pengangkut atas biaya pengangkutan.
Apabila pengangkut lalai dalam penyelenggaraan pengangkutan yang menjadi
kewajibannya, sehingga menimbulkan kerugian bagi pengirim atau penerima atau
penumpang, maka ia bertanggung jawab membayar ganti kerugian seperti diatur
dalam pasal 1236 KUHPerdata. Selain kewajiban pengangkut yang diatur dalam
KUHPerdata, Dalam Undang-undang Perlindungan konsumen hal itu sudah diatur
pula, yaitu pada pasal 19 yang berisi aturan sebagai berikut9:
1. pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa
yang dihasilkan
2. ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang
atau penggantian barang jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
kesehatan atau pemberian santunan yang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku
3. pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal transaksi
4. pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian lebih
lanjut mengenai adanya unsure kesalahan
10
5. ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila
pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan
konsumen.
Selain itu pertanggung jawaban juga diatur di dalam Kitab Undang-undang
Hukum Dagang bab kesembilan tentang asuransi atau pertanggungan seumurnya.
Menurut pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian
dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung
dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena
suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang
mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu.10
Keberlakuan KUHD sebagai sumber hukum tidak dapat dilepaskan dari
keberlakuan Kitab Undang-undang Hukum Perdataan (KUHPerdata). Hal ini
dinyatakan dengan tegas di dalam pasal 1 KUHD yang menyatakan bahwa terhadap
hal-hal yang dibicarakan di dalam KUHD berlaku pula KUHPerdata, sepanjang
ketentuan-ketentuan dalam KUHD tidak mengesampingkan KUHPerdata tersebut.
Dengan ketentuan pasal 1 KUHD itu, maka jika suatu persoalan hukum yang
dibicarakan di dalam KUHD tidak ditemukan aturannya dalam KUHD, maka
KUHPerdata dapat dipergunakan atau diberlakukan terhadap persoalan hukum
tersebut.11
Selain itu dalam hal terjadinya kehilangan atau kerusakan barang konsumen, terdapat
beberapa hukuman atau sanksi yang akan dikenakan kepada perusahaan
pengangkutan sebagaimana telah diatur oleh peraturajn perundang-undangan. Hal ini
tentunya sangat penting terutaman konsumen yaitu sebagai suatu senjata untuk
menuntut hak-haknya dan kerugian yang dialaminya akibat kelalaian dan kesalahan
dari suatu perusahaan pengangkutan.
10 Hasyim Farida, 2009, Hukum Dagang, cetakan keempat, Jakarta, h. 32
11 Sardjono Agus et. al., 2014 Pengantar Hukum Dagang, cetakan I,
Jakarta,RajaGrafindo Persada, h.3
11
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
b. Konsumen sebagai pemakai barang atau jasa memerlukan suatu perlindungan
hukum yang jelas dalam mendapatkan kepuasan serta kelayakan dalam
mengkonsumsi barang atau jasa
c. Tugas pokok dan tanggung jawab pengangkut telah diatur dalam KUHPerdata serta
diatur dalam UU Perlindungan Konsumen. Dalam melaksanakan tugasnya jika
agen pengangkut lalai melakukan kewajibannya maka ia sudah pasti dikenakan
sanksi, yaitu sanksi administrative, sanksi pembekuan izin usaha, dan sanksi
hukuman karena dilaporkan ke lembaga perlindungan konsumen
13
3.2 Saran
Untuk melindungi masyarakat pengguna jasa pengangkutan, perlu ditertibkan
tempat-tempat dan cara penjualan tiket penumpang, dan diadakan petugas keamanan
yang secara regular dan potensial menangani juga mengatasi pelanggaran yang
merugikan masyarakat serta dapat mengawasi atau mengecek barang-barang yang ada
dalam angkutan pengiriman.
14