Anda di halaman 1dari 20

BAB VIII

Tektonik Lempeng

Sudah sejak lama para ahli kebumian meyakini bahwa benua-benua yang ada di muka
bumi ini sebenarnya tidaklah tetap di tempatnya, akan tetapi secara berlahan benua benua
tersebut bermigrasi di sepanjang bola bumi. Terpisahnya bagian daratan dari daratan asalnya
dapat membentuk suatu lautan yang baru dan dapat juga berakibat pada terjadinya proses
daur ulang lantai samudra kedalam interior bumi. Sifat mobilitas dari kerak bumi diketahui
dengan adanya gempabumi, aktifitas gunungapi dan pembentukan pegunungan (orogenesa).
Berdasarkan ilmu pengetahuan kebumian, teori yang menjelaskan mengenai bumi yang
dinamis (mobil) dikenal dengan Tektonik Lempeng.
VIII.1 Hipotesa Pengapungan Benua (Continental Drift)
Revolusi dalam ilmu pengetahuan kebumian sudah dimulai sejak awal abad ke 19,
yaitu ketika munculnya suatu pemikiran yang bersifat radikal pada kala itu dengan
mengajukan hipotesa tentang benua benua yang bersifat dinamis yang ada di permukaan
bumi. Sebenarnya teori tektonik lempeng sudah muncul ketika gagasan mengenai hipotesa
Pengapungan Benua (Continental Drift) diperkenalkan pertama kalinya oleh Alfred
Wegener (1915) dalam bukunya The Origins of Oceans and Continents.
Pada hakekatnya hipotesa pengapungan benua adalah suatu hipotesa yang
menganggap bahwa benua-benua yang ada saat ini dahulunya bersatu yang dikenal sebagai
super-kontinen yang bernama Pangaea. Super-kontinen Pangea ini diduga terbentuk pada 200
juta tahun yang lalu yang kemudian terpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
yang kemudian bermigrasi (drifted) ke posisi seperti saat ini. Bukti bukti tentang adanya
super-kontinen Pangaea pada 200 juta tahun yang lalu didukung oleh fakta fakta sebagai
berikut:
1. Kecocokan / kesamaan Garis Pantai
Adanya kecocokan garis pantai yang ada di benua Amerika Selatan bagian timur
dengan garis pantai benua Afrika bagian barat, dimana kedua garis pantai ini cocok dan
dapat dihimpitkan satu dengan lainnya (gambar 1). Wegener menduga bahwa benua
benua tersebut diatas pada awalnya adalah satu atas dasar kesamaan garis pantai. Atas
dasar inilah kemudian Wegener mencoba untuk mencocokan semua benua benua yang
ada di muka bumi.

Gambar 1. Kecocokan garis pantai benua Amerika Serikat Bagian Timur dengan garis pantai
benua Afrika Bagian Barat.

2. Persebaran Fosil :
Diketemukannya fosil-fosil yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang tersebar
luas dan terpisah di beberapa benua, seperti (gambar 2):
a) Fosil Cynognathus, suatu reptil yang hidup sekitar 240 juta tahun yang lalu dan
ditemukan di benua Amerika Selatan dan benua Afrika.
b) Fosil Mesosaurus, suatu reptil yang hidup di danau air tawar dan sungai yang hidup
sekitar 260 juta tahun yang lalu, ditemukan di benua Amerika Selatan dan benua
Afrika.
c) Fosil Lystrosaurus, suatu reptil yang hidup di daratan sekitar 240 juta tahun yang lalu,
ditemukan di benua benua Afrika, India, dan Antartika.
d) Fosil Clossopteris, suatu tanaman yang hidup 260 juta tahun yang lalu, dijumpai di
benua benua Afrika, Amerika Selatan, India, Australia, dan Antartika.

Gambar 2. Persebaran fosil Cynognatius diketemukan hanya di benua Amerika Selatan


dan benua Afrika; Fosil Lystrosaurus dijumpai di benua-benua Afrika, India, dan Antartika; Fosil
Mesosaurus di benua Amerika Selatan dan Afrika, dan fosil Glossopteris dijumpai di benua-benua
Amerika Selatan, Afrika, India, Antartika, dan Australia

3. Kesamaan Jenis Batuan :


Jalur pegunungan Appalachian yang berada di bagian timur benua Amerika Utara
dengan sebaran berarah timurlaut dan secara tiba-tiba menghilang di pantai
Newfoundlands. Pegunungan yang umurnya sama dengan pegunungan Appalachian juga
dijumpai di British Isles dan Scandinavia. Kedua pegunungan tersebut apabila diletakkan
pada lokasi sebelum terjadinya pemisahan / pengapungan, kedua pegunungan ini akan
membentuk suatu jalur pegunungan yang menerus.
Dengan cara mempersatukan kenampakan bentuk-bentuk geologi yang dipisahkan
oleh suatu lautan memang diperlukan, akan tetapi data data tersebut belum cukup untuk
membuktikan hipotesa pengapungan benua (continental drift). Dengan kata lain, jika
suatu benua telah mengalami pemisahan satu dan lainnya, maka mutlak diperlukan buktibukti bahwa struktur geologi dan jenis batuan yang cocok/sesuai. Meskipun bukti-bukti
dari kenampakan geologinya cocok antara benua benua yang dipisahkan oleh lautan,
namun belum cukup untuk membuktikan bahwa daratan/benua tersebut telah mengalami
pengapungan.

4. Bukti Iklim Purba (Paleoclimatic) :


Para ahli kebumian juga telah mempelajari mengenai ilklim purba, dimana pada 250
juta tahun yang lalu diketahui bahwa belahan bumi bagian selatan pada zaman itu terjadi
iklim dingin, dimana belahan bumi bagian selatan ditutupi oleh lapisan es yang sangat
tebal, seperti benua Antartika, Australia, Amerika Selatan, Afrika, dan India (gambar 3).
Wilayah yang terkena glasiasi di daratan Afrika ternyata menerus hingga ke wilayah
ekuator. Akan tetapi argumentasi ini kemudian ditolak oleh para ahli kebumian, karena
selama periode glasiasi di belahan bumi bagian selatan, di belahan bumi bagian utara
beriklim tropis yang ditandai dengan berkembangnya hutan rawa tropis yang sangat luas
dan merupakan material asal dari endapan batubara yang dijumpai di Amerika bagian
timur, Eropa dan Asia. Pada saat ini, para ahli kebumian baru percaya bahwa daratan
yang mengalami glasiasi berasal dari satu daratan yang dikenal dengan super-kontinen
Pangaea yang terletak jauh di bagian selatan dari posisi saat ini.
Bukti-bukti dari Wegener dalam mendukung hipotesa Pengapungan Benua baru
diperoleh setelah 50 tahun sebelum masyarakat ahli kebumian mempercayai kebenaran
tentang hipotesa Pengapungan Benua.
5. Pengapungan Benua dan Paleomagnetisme :
Ketika pertama kali hipotesa Pengapungan Benua dikemukakan oleh Wegener, yaitu
pada periode 1930 hingga awal tahun 1950-an, bukti-bukti yang mendukung hipotesa ini
sangat minim sekali. Adapun perhatian terhadap hipotesa ini baru terjadi ketika penelitian
mengenai penentuan Intensitas dan Arah medan magnet bumi. Setiap orang yang pernah
menggunakan kompas tahu bahwa medan magnet bumi mempunyai kutub, yaitu kutub
utara dan kutub selatan yang arahnya hampir berimpit dengan arah kutub geografis bumi.
Medan magnet bumi juga mempunyai kesamaan dengan yang dihasilkan oleh suatu
batang magnet, yaitu menghasilkan garis-garis imaginer yang berasal dari gaya magnet
bumi yang bergerak melalui bumi dan menerus dari satu kutub ke kutub lainnya. Jarum
kompas itu sendiri berfungsi sebagai suatu magnet kecil yang bebas bergerak di dalam
medan magnet bumi dan akan ditarik ke arah kutub-kutub magnet bumi (gambar 3).
Suatu metoda yang dipakai untuk mengetahui medan magnet purba adalah dengan
cara menganalisa beberapa batuan yang mengandung mineral-mineral yang kaya unsur
besinya yang dikenal sebagai fosil kompas. Mineral yang kaya akan unsur besi, seperti
magnetite banyak terdapat dalam aliran lava yang berkomposisi basaltis. Saat suatu lava
yang berkomposisi basaltis mendingin (menghablur) dibawah temperatur Curie ( 5800

C), maka butiran butiran yang kaya akan unsur besi akan mengalami magnetisasi dengan
arah medan magnet yang ada pada saat itu. Sekali batuan tersebut membeku maka arah
kemagnetan yang dimilikinya akan tertinggal di dalam batuan tersebut. Arah kemagnetan
ini akan bertindak sebagai suatu kompas ke arah kutub magnet yang ada. Jika batuan
tersebut berpindah dari tempat asalnya, maka kemagnetan batuan tersebut akan tetap pada
arah aslinya. Batuan-batuan yang terbentuk jutaan tahun yang lalu akan merekam arah
kutub magnet pada saat dan tempat dimana batuan tersebut terbentuk, dan hal ini dikenal
sebagai Paleomagnetisme. Penelitian mengenai arah kemagnetan purba pada aliran lava
yang diambil di Eropa dan Asia pada tahun 1950-an menunjukkan bahwa arah
kemagnetan untuk batuan batuan yang berumur muda cocok dengan arah medan magnet
bumi saat ini, akan tetapi arah kemagnetan (magnetic alignment) pada aliran lava yang
lebih tua ternyata menunjukkan arah kemagnetan yang sangat bervariasi dengan
perbedaan yang cukup besar.
Berdasarkan hasil ploting dari posisi yang terlihat sebagai kutub magnet utara untuk
benua Eurasia meng-indikasikan bahwa selama 500 juta tahun yang lalu, lokasi lokasi
dari kutub utara magnet bumi secara berangsur berpindah pindah. Hal ini merupakan
bukti kuat bahwa kutub magnet bumi telah mengalami berpindahan / bermigrasi.
Perpindahan arah kutub magnet ini dikenal sebagai Pole Magnetic Wandering yaitu
arah kutub magnet yang berkelana/berpindah pindah. Sebaliknya apabila arah kutub
magnet dianggap tetap pada posisi seperti saat ini maka penjelasannya adalah bahwa
benua yang mengalami perpindahan atau pengapungan.
Semua bukti-bukti ilmiah tersebut meng-indikasikan bahwa posisi rata-rata dari kutub
kutub magnet erat kaitannya dengan posisi kutub geografis bumi. Dengan demikian, jika
posisi kutub-kutub magnet relatif tetap pada posisinya, maka kutub-kutub yang terlihat
berpindah pindah dapat dijelaskan dengan hipotesa Pengapungan Benua. Beberapa tahun
kemudian, suatu kurva dari kenampakan kutub-kutub magnet yang berpindah pindah juga
dilakukan untuk benua Amerika Utara. Apabila diperbandingkan hasil dari kedua jalur
perpindahan kutub magnet bumi, baik yang ada di Amerika Utara dan Eurasia
memperlihatkan kesamaan dan kemiripan dari jalur perpindahan kutub kutub magnet
bumi tersebut yang terpisah dengan sudut 300.

Gambar 3. Dua kurva perpindahan Arah Kutub Utara Magnet Bumi (north magnetic pole wandering)
hasil analisa batuan lava yang berasal dari dua benua, yaitu benua Amerika Utara dan benua Eropa.

Data paleomagnetisme dari batuan batuan yang berumur 200 juta tahun di Amerika
Utara dan Eurasia menunjukkan adanya 2 kutub magnet utara yang terletak pada jarak
beberapa ribu kilometer dari kutub geografi saat ini. Dengan cara mengembalikan ke posisi
semula melalui Pengapungan Benua, maka benua-benua tersebut akan menyatu sebagai
bagian dari superkontinen Pangaea pada 200 juta tahun yang lalu.

VIII.2 Hipotesa Pemekaran Lantai Samudera


Hipotesa pemekaran lantai samudra dikemukakan pertama kalinya oleh Harry Hess
(1960) dalam tulisannya yang berjudul Essay in geopoetry describing evidence for sea-floor
spreading. Dalam tulisannya diuraikan mengenai bukti-bukti adanya pemekaran lantai
samudra yang terjadi di pematang tengah samudra (mid oceanic ridges), Guyots, serta umur
kerak samudra yang lebih muda dari 180 juta tahun.
Hipotesa pemekaran lantai samudra pada dasarnya adalah suatu hipotesa yang
menganggap bahwa bagian kulit bumi yang ada didasar samudra Atlantik tepatnya di
Pematang Tengah Samudra mengalami pemekaran yang diakibatkan oleh gaya tarikan
(tensional force) yang digerakan oleh arus konveksi yang berada di bagian mantel bumi
(astenosfir). Akibat dari pemekaran yang terjadi disepanjang sumbu Pematang Tengah
Samudra, maka magma yang berasal dari astenosfir kemudian naik dan membeku.

Pergerakan lantai samudra (litosfir) ke arah kiri dan kanan di sepanjang sumbu
pemekaran Pematang Tengah Samudra lebih disebabkan oleh arus konveksi yang berasal dari
lapisan mantel bumi (astenosfir). Arus konveksi inilah yang menggerakan kerak samudra
(lempeng samudra) yang berfungsi sebagai ban berjalan (conveyor-belt). Gambar 4
memperlihatkan ilustrasi dari pemekaran lantai samudra oleh arus konveksi yang ada di
lapisan astenosfir.

Gambar 4. Arus konveksi yang menggerakkan lantai samudera (litosfir), pembentukan


material baru di Pematang Tengah Samudera (Mid Oceanic Ridge) dan penyusupan
lantai samudera ke dalam interior bumi (astenosfir) pada zona subduksi.
Hipotesa pemekaran lantai samudra didukung juga oleh bukti-bukti dari data-data hasil
pengukuran kemagnetan purba (paleomagnetism) dan penentuan umur batuan (rock-dating).
Kemagnetan purba adalah studi tentang polaritas arah magnet bumi yang terekam oleh
mineral yang ada dalam batuan saat batuan tersebut membeku (gambar 3). Sebagaimana
diketahui bahwa mineral-mineral yang menyusun batuan, seperti mineral magnetit akan
merekam arah magnet-bumi saat mineral tersebut terbentuk, yaitu pada temperatur lebih
kurang 5800 Celcius (temperatur Currie). Hasil studi kemagnetan purba yang dilakukan
terhadap sampel batuan yang diambil di bagian Pematang Tengah Samudra hingga ke bagian
tepi benua menunjukkan terjadinya polaritas arah magnet bumi yang berubah rubah (normal
dan reverse) dalam selang waktu setiap 400.000 tahun sekali (gambar 5 dan gambar 6).
Polaritas arah magnet bumi yang terekam pada batuan punggung tengah samudra
dapat dipakai untuk merekontruksi posisi dan proses pemisahan antara benua Amerika dan
Afrika yang semula berimpit dan data ini didukung oleh hasil penentuan umur batuan yang
menunjukkan umur yang semakin muda ke arah pematang tengah samudra. Hal lain yang
perlu diketahui dari hipotesa pemekaran lantai samudra adalah bahwa ternyata volume bumi

tetap dan tidak semakin besar dengan bertambah luasnya lantai samudra dan hal ini berarti
bahwa harus ada di bagian lain dari kulit bumi dimana kerak samudra mengalami penyusupan
kembali ke dalam perut bumi.

Gambar 5. Kenampakan Pematang Tengah Samudera (Mid Oceanic Ridge)


yang berada di Samudera Atlantik

Gambar 6. Proses pembentukan material baru dan periode polaritas arah magnet bumi yang terekam
pada batuan dasar lantai samudera sejak 3,6 milyar tahun lalu (atas) hingga saat ini (bawah).

VIII.3 Teori Tektonik Lempeng


Teori tektonik lempeng adalah suatu teori yang menjelaskan mengenai sifat-sifat bumi
yang mobil/dinamis yang disebabkan oleh gaya endogen yang berasal dari dalam bumi. Alam
teori tektonik lempeng dinyatakan bahwa pada dasarnya kerak-bumi (litosfir) terbagi dalam
13 lempeng besar dan kecil. Adapun lempeng-lempeng tersebut terlihat pada gambar 7
sebagai berikut:
1). Lempeng Pasific (Pasific plate),
2). Lempeng Euroasia (Eurasian plate),
3). Lempeng India-Australia (Indian-Australian plate),
4). Lempeng Afrika (African plate),
5). Lempeng Amerika Utara (North American plate),
6). Lempeng Amerika Selatan (South American plate),
7). Lempeng Antartika (Antartic plate)
serta beberapa lempeng kecil seperti :
1). Lempeng Nasca (Nasca plate),
2). Lempeng Arab (Arabian plate), dan
3). Lempeng Karibia (Caribian plate).
4). Lempeng Philippines (Phillippines plate)
5). Lempeng Scotia (Scotia plate)
6). Lempeng Cocos (Cocos plate)

Gambar 7. Lempeng-lempeng utama litosfir

Dari kesemua lempeng tersebut yang terbesar adalah lempeng Pasifik, yang
menempati sebagian besar lautan kecuali pada sebagian kecil Amerika Utara yang meliputi
California bagian baratdaya dan Semenanjung Baja. Pada gambar 7 terlihat bahwa semua
lempeng besar lainnya dapat berupa kerak benua (kontinen), maupun kerak samudera.
Kerak bumi terletak di atas zona atau material yang sifatnya lebih lemah dan lebih
panas, yang disebut astenosfer. Astenosfer merupakan bagian terluar dari mantel bumi.
Dengan demikian lempeng-lempeng kerak bumi yang sifatnya lebih padat di dasari oleh
material yang lebih plastis. Ada hubungan antara ketebalan dari lempeng-lempeng kerak
bumi dengan material penyusun lempeng tersebut. Lempeng-lempeng samudera mempunyai
variasi ketebalan antara 80 sampai 100 kilometer. Sedangkan lempeng kontinen atau benua
mempunyai ketebalan 100 kilometer atau lebih bahkan di beberapa tempat mempunyai
ketebalan sampai 400 kilometer.
Salah satu prinsip utama dari teori tektonik lempeng adalah bahwa setiap lempeng
bergerak-gerak sebagai suatu unit segmen terhadap unit segmen lainnya. Jika sebuah lempeng
bergerak, maka jarak antara dua tempat yang berada pada sebuah lempeng akan tetap sama.
Sedangkan jarak dua tempat yang terletak pada dua lempeng yang berbeda akan berubah.
Karena setiap lempeng bergerak sebagai suatu unit, maka banyak interaksi yang dapat terjadi
antara satu lempeng dengan lempeng yang lainnya di sepanjang batas antara lempenglempeng tersebut. Batas-batas dari ke 13 lempeng tersebut diatas dapat dibedakan
berdasarkan interaksi antara lempengnya sebagai berikut:
1. Batas Konvergen: Batas konvergen adalah batas antar lempeng yang saling
bertumbukan. Batas lempeng konvergen dapat berupa batas Subduksi (Subduction) atau
Obduksi (Obduction). Batas subduksi adalah batas lempeng yang berupa tumbukan
lempeng dimana salah satu lempeng menyusup ke dalam perut bumi dan lempeng lainnya
terangkat ke permukaan. Contoh batas lempeng konvergen dengan tipe subduksi adalah
Kepulauan Indonesia sebagai bagian dari lempeng benua Asia Tenggara dengan lempeng
samudra HindiaAustralia di sebelah selatan Sumatra-Jawa-NTB dan NTT. Batas kedua
lempeng ini berupa suatu zona subduksi yang terletak di laut yang berbentuk palung
(trench) yang memanjang dari Sumatra, Jawa, hingga ke Nusa Tenggara Timur. Contoh
lainnya adalah kepulauan Philipina, sebagai hasil subduksi antara lempeng samudra
Philipina dengan lempeng samudra Pasifik. Obduksi (Obduction) adalah batas lempeng
yang merupakan hasil tumbukan lempeng benua dengan benua yang membentuk suatu

rangkaian pegunungan. Contoh batas lempeng tipe obduksi adalah pegunungan Himalaya
yang merupakan hasil tumbukan lempeng benua India dengan lempeng benua Eurasia.
2. Batas Divergen: Batas divergen adalah batas antar lempeng yang saling menjauh satu
dan lainnya. Pemisahan ini disebabkan karena adanya gaya tarik (tensional force) yang
mengakibatkan naiknya magma kepermukaan dan membentuk material baru berupa lava
yang kemudian berdampak pada lempeng yang saling menjauh. Contoh yang paling
terkenal dari batas lempeng jenis divergen adalah Punggung Tengah Samudra (Mid
Oceanic Ridges) yang berada di dasar samudra Atlantik, disamping itu contoh lainnya
adalah rifting yang terjadi antara benua Afrika dengan Jazirah Arab yang membentuk laut
merah.
3. Batas Transform: Batas transform adalah batas antar lempeng yang saling berpapasan
dan saling bergeser satu dan lainnya menghasilkan suatu sesar mendatar jenis Strike Slip
Fault. Contoh batas lempeng jenis transforms adalah patahan San Andreas di Amerika
Serikat yang merupakan pergeseran lempeng samudra Pasifik dengan lempeng benua
Amerika Utara.
Berdasarkan teori tektonik lempeng, lempeng-lempeng yang ada saling bergerak dan
berinteraksi satu dengan lainnya. Pergerakan lempeng lempeng tersebut juga secara tidak
langsung dipengaruhi oleh rotasi bumi pada sumbunya. Sebagaimana diketahui bahwa
kecepatan rotasi yang terjadi bola bumi akan akan semakin cepat ke arah ekuator. Interaksi
antar lempeng dapat saling mendekat (subduction), saling menjauh dan saling berpapasan
(strike slip fault).
Interaksi antar lempeng yang terjadi bisa terjadi antara dua lempeng atau kerak
samudera, antara lempeng samudera dengan lempeng kontinen, atau antara dua lempeng
kontinen (gambar 8).
a. Tumbukan antara lempeng kontinen dan lempeng samudera
Jika terjadi tumbukan antara lempeng kontinen dengan lempeng samudera, maka lempeng
kontinen yang densitasnya lebih kecil akan berada di bagian atas. Sedangkan lempeng
samudera yang mempunyai densitas lebih besar akan menyusup ke dalam astenosfer.
Bagian dimana terjadi proses tersebut disebut zona subduksi (subduction zone). Karena
lempeng samudera menyusup ke bawah, maka lempeng ini akan melengkung dan
membentuk palung laut dalam (trench) yang berbatasan dengan zona subduksi.

Lempeng samudera ini bersama-sama dengan material sedimen serta cairan-cairan yang
dikandungnya akan larut dan bersatu dengan cairan penyusun astenosfer yang panas.
Magma baru yang terbentuk dari proses ini densitasnya lebih kecil daripada densitas
material di sekitarnya, yaitu densitas material penyusun astenosfer. Akibatnya jika jumlah
magma baru ini sudah jenuh, maka magma baru ini akan naik secara perlahan. Sebagian
besar magma yang naik ini akan sampai ke bagian atas dari kerak kontinen yang akan
mendingin dan mengkristal pada kedalaman beberapa kilometer. Sedangkan sisanya akan
terus sampai ke permukaan bumi dan kadang-kadang membentuk erupsi gunungapi yang
eksplosif. Pegunungan volkanik Andes merupakan pegunungan yang terbentuk oleh
proses ini, dimana lempeng Nazca mengalami peleburan pada saat menunjam di bawah
lempeng kontinen Amerika Selatan.
b. Tumbukan antara lempeng samudera dengan lempeng samudera
Pada saat dua buah lempeng samudera saling bertumbukan, maka salah satu lempeng
akan menunjam di bawah yang lainnya. Proses ini diikuti juga dengan terjadinya aktivitas
gunungapi seperti pada proses tumbukan antara lempeng samudera dengan lempeng
kontinen. Tetapi pada kasus ini aktivitas vulkanik akan terjadi pada lantai dasar samudera,
bukan di daerah lempeng kontinen. Jika aktivitas vulkanik ini terjadi terus menerus, maka
sebuah benua baru akan muncul dari laut dalam. Pada tahap awal dari proses ini benua
baru yang terbentuk tersebut akan terdiri atas jajaran kepulauan vulkanik yang kecil, yang
disebut busur kepulauan (island arc). Busur kepulauan ini umumnya terletak sekitar
beberapa ratus kilometer palung laut dalam, dimana aktivitas penujaman terjadi.
c. Tumbukan antara lempeng kontinen dengan lempeng kontinen
Tumbukan antara lempeng kontinen dengan lempeng kontinen dspst dilihst pada gambar
8c. Contoh kasus semacam ini adalah tumbukan antara lempeng kontinen India yang
membentur lempeng benua Asia dan membentuk Pegunungan Himalaya. Pegunungan ini
merupakan pegunungan yang terbesar dan terluas di dunia. Pada saat terjadi tumbukan
seperti ini, maka lempeng kontinen akan tertekuk dan terpecah-pecah, serta umumnya
akan menjadi lebih pendek.

Gambar 8. Pertempuan konvergen antara lempeng-lempeng penyusun kerak bumi

VIII.4 Tatanan Tektonik (Tectonic Setting)


Tatanan tektonik yang ada disuatu wilayah sangat dipengaruhi oleh posisi tektonik
yang bekerja di wilayah tersebut. Sebagaimana sudah dijelaskan pada sub bab sebelumnya,
interaksi antar lempeng yang terjadi pada batas-batas lempeng konvergen, divergen dan
transform akan menghasilkan tatanan tektonik tertentu (gambar 9).

Gambar 9. Tatanan Tektonik pada Batas Lempeng Divergen, Batas Lempeng


Konvergen, dan Batas Lempeng Transform

Tatanan tektonik yang terjadi pada batas lempeng konvergen, dimana lempeng
samudra dan lempeng samudra saling bertemu akan menghasilkan suatu rangkaian busur
gunungapi (volcanic arc) yang arahnya sejajar/simetri dengan arah palung (trench).
Cekungan Busur Belakang (Back Arc Basin) berkembang dibagian belakang busur
gunungapi. Contoh kasus dari model ini adalah rangkaian gunungapi di kepulauan Philipina
yang merupakan hasil tumbukan lempeng laut Philipina dengan lempeng samudra Pasifik.
Pada batas lempeng konvergen, dimana terjadi tumbukan antara lempeng samudra
dan lempeng benua (gambar 8), maka tatanan tektoniknya dicirikan oleh Palung (Trench),
Prisma Akresi (Accretion Prism), Cekungan Busur Muka (Forearc Basin), Busur Kepulauan
Gunungapi (Volcanic Island Arc), dan Cekungan Busur Belakang (Backarc Basin) (Gambar
10).

Gambar 10. Komponen komponen pada Zona Subduksi (lempeng samudra dan lempeng benua) :
Palung (Trench), Struktur Tinggian / Prisma Akresi (Structural High); Cekungan Busur Muka
(Forearc Basin), Jalur Busur Gunungapi (Volcanic Arc); dan Cekungan Busur Belakang

Contoh klasik dari batas lempeng konvergen, dimana terjadi tumbukan antara lempeng
samudra dan lempeng benua adalah kepulauan Indonesia, khususnya jalur pulau-pulau:
Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan berakhir di kepulauan
Banda. Pada gambar 11 diperlihatkan batas konvergensi antara lempeng India-Australia dan
lempeng benua Eurasia (pulau Sumatra). Kedua lempeng dibatasi oleh suatu lajur yang
dikenal sebagai Palung Laut Subduksi (Subduction Trench) yang merupakan hasil subduksi
antara kedua lempeng tersebut diatas, sedangkan gambar 12 memperlihatkan tatanan tektonik

pulau Sumatra yang tersusun dari Prisma Akrasi/Accretionary Wedge (Pulau Siemelue,
P.Nias, P. Telo, P.Engganau, P. Batu, P. Mentawai); Cekungan Busur Luar / Muka (Forearc
Basin); Busur Gunungapi (Volcanic Arc) dan Cekungan Busur Belakang (Backarc Basin).

Gambar 11. Batas lempeng konvergen


(Lempeng benua India-Australia dan lempeng benua Eurasia diwakili oleh pulau sumatera)

Gambar 12. Tatanan Tektonik Pulau Sumatera : Palung Sunda (Sunda Trench), Jalur Prisma Akresi
(P. Simelue, P. Nias, P. Enggano), Cekungan Busur Muka (Forearc Basin), Jalur Gunung Api
(Volcanic Arc), dan Cekungan Busur Belakang (Backarc Basin).

Batas lempeng konvergen yang berupa batas stuktur dapat kita lihat antara pertemuan
lempeng benua India dengan lempeng benua Eurasia. Kedua lempeng tersebut dibatasi oleh
suatu jalur pegunungan yang dikenal dengan pegunungan Himalaya.
Tatanan tektonik pada batas lempeng Divergen, dimana lempeng benua mengalami
pemekaran (continental rifting) dengan terbentuknya laut baru dapat kita lihat terutama di
Pematang Tengah Samudra (Pemisahan Benua Amerika dan Afrika), Laut Merah (Benua
Afrika dan Semenanjung Sinai / Jazirah Arab) serta Rifting yang terjadi di Afrika Timur
Bagian Utara.

VIII.5 Pengujian Model Teori Tektonik Lempeng


Beberapa bukti yang mendukung konsep pengapungan benua dan pemekaran lantai
dasar samudera telah dijelaskan sebelumnya. Berikut ini akan diuraikan bukti-bukti lainnya
untuk lebih mendukung konsep tersebut.
1. Tektonik Lempeng dan Paleomagnetisme
Sebagian besar bukti atau data yang digunakan oleh para ahli geologi untuk menjelskan
teori tektonik lempeng berasal dari hasil studi medan magnit bumi. Seperti yang telah
diketahui sebelumnya bahwa medan magnit mempunyai dua kutub yaitu kutub utara dan
kutub selatan.
Teknik yang digunakan untuk mempelajari medan magnit bumi purba didasarkan pada
fakta bahwa setiap jenis batuan mengandung mineral-mineral yang bersifat sebagai fosil
kompas. Mineral-mineral semacam ini adalah mineral-mineral yang kaya akan unsur besi
seperti magnetit, yang banyak terdapat pada batuan hasil aliran lava yang bersifat
basaltik. Jika mineral-mineral magnetit ini mengalami pemanasan sampai melewati
temperatur tertentu yang disebut titik Curie, maka mineral-mineral tersebut akan
kehilangan sifat kemagnitannya. Tetapi jika mineral-mineral yang kaya akan unsur besi
ini mengalami pendinginan sampai di bawah titik Curie (sekitar 5800C), maka mineralmineral tersebut akan mempunyai sifat kemagnitan yang arahnya sejajar dengan medan
magnit bumi. Satu kali mineral tersebut mengalami pembekuan, sifat kemagnitannya akan
tetap berada pada posisi awal. Sifat kemagnitannya akan sama dengan jarum magnit pada
kompas yang menunjuk ke arah kutub-kutub magnitnya. Jika batuan mengalami
pergerakan atau deformasi, atau kutub-kutub magnitnya mengalami perubahan posisi,
sifat atau arah magnit dari batuan tersebut akan tetap searah dengan arah awal ketika
batuan tersebut terbentuk. Dengan demikian batuan yang terbentuk ribuan atau bahkan

jutaan tahun yang lalu, akan tetap memiliki arah kutub magnit yang sama dengan arah
kutub magnit pada saat batuan tersebut terbentuk. Arah kutub magnit awal ini disebut
fosil magnit atau paleomagnetik.
2. Penyimpangan Kutub
Suatu studi yang dilakukan pada aliran lava di Eropa pada tahun 1950-an menghasilkan
suatu penemuan baru yang sangat menarik. Pelurusan pola-pola kemagnitan dari mineralmineral besi yang terkandung di dalam aliran lava ini menunjukkan umur yang berbedabeda pada beberapa tempat yang berlainan. Hasil pemetaan arah kutub utara magnit yang
dihubungkan dengan waktu, menunjukkan bahwa sejak 500 juta tahun lalu posisi kutub
utara magnit bumi secara bertahap mengalami perubahan atau penyimpangan dari posisi
awalnya di bagian utara. Pada awalnya posisi kutub utara magnit bumi berada di Hawaii,
kemudian berubah ke arah timur yaitu di Siberia, dan terakhir mengalami perubahan lagi
hingga ke posisinya yang sekarang ini. Hal ini jelas membuktikan bahwa kutub-kutub
magnit bumi telah mengalai migrasi sejalan dengan perjalanan waktu, atau dapat juga
dikatakan bahwa benua atau daratan telah megalami perpindahan perlahan-lahan karena
pengapungan. Konsep ini disebut konsep penyimpangan kutub.
Walaupun arah kutub magnit dapat mengalami perubahan, tetapi perubahannya tidak
terlalu jauh menyimpang dari arah kutub geografi. Sedangkan seperti yang telah diketahui
bahwa kutub-kutub magnit bumi sifatnya tetap. Dengan demikian penjelasan yang paling
bisa diterima untuk menjelaskan terjadinya penyimpangan atau perubahan kutub adalah
konsep tektonik lempeng.
3. Tektonik Lempeng dan Gempabumi
Adanya hubungan antara tektonik lempeng dengan gempabumi telah digambarkan
dengan jelas oleh tiga orang ahli seismologi dari Lamont-Doherty Observatory, yaitu B.
Isaacks, J. Oliver dan L.R. Sykes. Ke tiga ahli seismologi tersebut membuat peta yang
memuat distribusi pusat-pusat gempa di seluruh dunia. Pada peta tersebut terlihat bahwa
distribusi pusat-pusat gempabumi sangat berhubungan dengan lokasi-lokasi palung laut
dalam. Sebagai contoh adalah distribusi pusat gempa di sekitar Jepang yang berbatasan
dengan palung laut dalam di bagian timurnya. Di bagian tersebut pusat-pusat gempa
dangkal berada atau berbatasan dengan palung laut, sedangkan pusat gempa menengah
dan dalam terdistribusi di daerah kerak kontinen. Pola penyebaran yang serupa juga
ditemukan di pantai barat Amerika Selatan.
Pusat gempa yang dangkal akan terbentuk di bagian sisi luar palung, serta dapat juga
terbentuk di bagian lempeng yang menekuk di zona subduksi. Pada saat lempeng yang

tertekuk ini semakin dalam menunjam ke dalam astenosfer, maka pusat gempa akan
menjadi semakin dalam juga. Karena gempabumi terjadi pada litosfer yang bersifat padat
dan bukan di daerah astenosfer yang bersifat mobil (mudah bergerak), maka kenyataan ini
dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana suatu lempeng masuk
ke dalam astenosfer. Sangat sedikit gempabumi yang terekam pada kedalaman lebih dari
700 kilometer. Hal ini disebabkan kemungkinan karena pada kedalaman tersebut,
kerakbumi yang menunjam ke astenosfer telah berasimilasi dengan material penyusun
mantel bumi.
Teori tektonik lempeng juga dapat menjelaskan mengapa pusat gempa yang dalam selalu
berada pada lokasi yang berbatasan dengan palung laut (zona subduksi), sedangkan
gempa yang terjadi di sepanjang zona divergen dan patahan transform hanya merupakan
pusat gempa yang dangkal. Mengingat gempabumi merupakan hasil pelepasan tegangan
yang kuat, yang hanya dapat terjadi pada material yang kaku (rigid) seperti pada kerak
bumi, dan karena zona subduksi merupakan satu-satunya daerah dimana terjadi tegangan
yang kuat dari material yang kaku di daerah yang dalam, maka daerah ini merupakan
tempat satu-satunya dimana gempabumi dengan pusat gempa yang dalam dapat terjadi.
Sebenarnya tidak ditemukannya pusat gempabumi dalam di sepanjang zona divergen dan
patahan transform juga sudah dapat menjelaskan kebenaran teori tektonik lempeng.
4. Bukti-bukti dari hasil pemboran di laut dalam
Sebagian data yang ditemukan untuk menjelaskan kebenaran teori tektonik lempeng
diperoleh juga dari hasil pemboran yang dilakukan pada endapan sedimen laut dalam.
Salah satu kegunaan dari proyek ini adalah untuk menentukan umur pembentukan lantai
dasar samudera. Penentuan umur ini dilakukan dengan menghubungkan atau
menyebamdingkannya dengan umur fosil yang dijumpai di dalam material sedimen yang
terdapat pada lantai dasar samudera tersebut. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa
umur dari cekungan samudera secara geologis termasuk berumur relatif muda. Hal ini
disimpulkan setelah diketahui bahwa umur material sedimen tida ada yang lebih dari 180
juta tahun. Sebagai perbandingan, bila dilihat bahwa umur kerak benua dari hasil
penanggalan radiometri adalah lebih dari 3,8 milyar tahun.
Kegunaan lainnya ialah untuk menentukan ketebalan sedimen laut dalam. Dari hasil
pemboran diketahui bahwa di daerah puncak pematang tengah samudera hampir tidak ada
atau tidak ditemukan material sedimen yang terendapkan. Sedangkan sedimen ini
semakin banyak dan semakin tebal ke arah yang lebih jauh dari pematang tersebut. Hal
ini dikarenakan puncak pematang tengah samudera umurnya lebih muda atau terbentuk

paling akhir daripada daerah di sekitarnya. Penjelasan ini juga semakin memperkuat
kebenaran dari teori tektonik lempeng.
5. Bintik-Bintik Panas (Hot spots)
Bukti yang lain untuk menjelaskan teori tektonik lempeng diteukan setelah dilakukan
pemetaan pegunungan pada lantai dasar samudera (seamounts) di daerah pasifik. Di
daerah ini ditemukan suatu rangkaian struktur gunungapi yangmemanjang mulai dari
Kepulauan Hawaii terus ke Kepulauan Midway, dan berlanjut terus ke utara sampai di
Palung Aleutian. Setelah dilakukan penanggalan potasium-argon pada 27 satuan batuan
volkanik pada rangkaian peguungantersebut, ditemukan adanya penambahan umur yang
bertambah sejalan dengan pertambahan jarak dari Hawaii. Gunung Suiko yang terletak
dekat palung Aleutian berumur 65 juta tahun, Kepulauan Midway berumur 27 juta tahun,
sedangkan Kepulauan Hawaii umurnya kurang dari 1 juta tahun.
Para peneliti berkesimpulan bahwa pada zona mantel bumi terdapat bintik-bintik panas
(hot spot) yang kemudian menyebabkan terpancarnya magma ke atas ke daerah lantai
dasar samudera. Diperkirakan bahwa pada saat lempeng Pasifik bergerak di atas bintik
panas ini, maka di daerah tersebut akan muncul atau tumbuh gunungapi yang baru.

VIII.6 Mekanisme Pergerakan Kontinen


Distribusi panas yang tidak merata yang terdapat di dalam bumi telah disepakati oleh
para ahli sebagai penyebab utama terjadinya pergerakan lempeng-lempeng tektonik penyusun
kerak bumi. Distribusi panas yang tidak merata inilah yang menyebabkan terjadinya arus
konveksi yang besar di dalam mantel bumi (Gambar 13).
Material yang panas dan densitasnya lebih kecil yang berasal dari mantel bumi bagian
bawah, secara perlahan-lahan akan bergerak naik ke atas mendekati kerak bumi di daerah
pematang tengah samudera. Pada saat material ini menyebar secara lateral, temperaturnya
akan turun dan densitasnya akan bertambah besar. Setelah itu material tersebut akan turun
kembali ke dalam mantel bumi dan tempeaturnya meningkat kembali. Dalam proses ini
batuan yang sudah terbentuk tidak perlu untuk mencair lebih dahulu agar dapat terbawa oleh
aliran material mantel bumi. Hasil pengukuran yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa di
daerah pematang tengah samudera tingkat aliran panasnya lebih tinggi dibandingkan pada
daerah-daerah lainnya. Hal ini juga meunjukkan bahwa arus konveksi tidak hanya satu
macam saja, tetapi ada beberapa macam.
Telah diketahui bahwa lempeng samudera yang dingin mempunyai densitas yang
lebih besar daripada astenosfer yang berada di bawahnya. Dengan demikian pada saat

lempeng samudera tersebut tertunjam ke bawah karena sifatnya yang berat, maka bagian
belakang kerak bumi tersebut akan tertarik. Hipotesis ini sama dengan model yang
beranggapan bahwa karena tingginya tempat atau posisi dari pematang tengah samudera
dapat menyebabkan kerak bumi tergelincir ke bawah akibat pengaruh gravitasi. Model tekantarik inilah yang dengan sendirinya merupakan tipe dari arus konveksi. Pada sisi lain,
material penyusun astenosfer akan bergerak naik dan mengisi celah yang terbuka akibat
proses pemekaran tersebut.
Pendapat lain dari model arus konveksi ini menjelaskan bahwa arus konveksi tersebut
berhubungan erat dengan bintik panas (hot spot) yang terjadi di dalam mantel bumi. Bintikbintik panas tersebut diperkirakan berasal dari daerah perbatasan antara mantel bumi dan inti
bumi. Setelah bintik-bintik panas ini bergerak naik dan mencapai litosfer, maka bintik-bintik
panas tersebut akan tersebar secara lateral dan membawa serta lempeng-lempeng kerak bumi
menjauh dari pusat tempat naiknya bintik-bintik panas tersebut.

Gambar 13. Beberapa model yang menggambarkan mekanisme pergerakan

Anda mungkin juga menyukai