Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Tektonik Lempeng
Sudah sejak lama para ahli kebumian meyakini bahwa benua-benua yang ada di muka
bumi ini sebenarnya tidaklah tetap di tempatnya, akan tetapi secara berlahan benua benua
tersebut bermigrasi di sepanjang bola bumi. Terpisahnya bagian daratan dari daratan asalnya
dapat membentuk suatu lautan yang baru dan dapat juga berakibat pada terjadinya proses
daur ulang lantai samudra kedalam interior bumi. Sifat mobilitas dari kerak bumi diketahui
dengan adanya gempabumi, aktifitas gunungapi dan pembentukan pegunungan (orogenesa).
Berdasarkan ilmu pengetahuan kebumian, teori yang menjelaskan mengenai bumi yang
dinamis (mobil) dikenal dengan Tektonik Lempeng.
VIII.1 Hipotesa Pengapungan Benua (Continental Drift)
Revolusi dalam ilmu pengetahuan kebumian sudah dimulai sejak awal abad ke 19,
yaitu ketika munculnya suatu pemikiran yang bersifat radikal pada kala itu dengan
mengajukan hipotesa tentang benua benua yang bersifat dinamis yang ada di permukaan
bumi. Sebenarnya teori tektonik lempeng sudah muncul ketika gagasan mengenai hipotesa
Pengapungan Benua (Continental Drift) diperkenalkan pertama kalinya oleh Alfred
Wegener (1915) dalam bukunya The Origins of Oceans and Continents.
Pada hakekatnya hipotesa pengapungan benua adalah suatu hipotesa yang
menganggap bahwa benua-benua yang ada saat ini dahulunya bersatu yang dikenal sebagai
super-kontinen yang bernama Pangaea. Super-kontinen Pangea ini diduga terbentuk pada 200
juta tahun yang lalu yang kemudian terpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
yang kemudian bermigrasi (drifted) ke posisi seperti saat ini. Bukti bukti tentang adanya
super-kontinen Pangaea pada 200 juta tahun yang lalu didukung oleh fakta fakta sebagai
berikut:
1. Kecocokan / kesamaan Garis Pantai
Adanya kecocokan garis pantai yang ada di benua Amerika Selatan bagian timur
dengan garis pantai benua Afrika bagian barat, dimana kedua garis pantai ini cocok dan
dapat dihimpitkan satu dengan lainnya (gambar 1). Wegener menduga bahwa benua
benua tersebut diatas pada awalnya adalah satu atas dasar kesamaan garis pantai. Atas
dasar inilah kemudian Wegener mencoba untuk mencocokan semua benua benua yang
ada di muka bumi.
Gambar 1. Kecocokan garis pantai benua Amerika Serikat Bagian Timur dengan garis pantai
benua Afrika Bagian Barat.
2. Persebaran Fosil :
Diketemukannya fosil-fosil yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang tersebar
luas dan terpisah di beberapa benua, seperti (gambar 2):
a) Fosil Cynognathus, suatu reptil yang hidup sekitar 240 juta tahun yang lalu dan
ditemukan di benua Amerika Selatan dan benua Afrika.
b) Fosil Mesosaurus, suatu reptil yang hidup di danau air tawar dan sungai yang hidup
sekitar 260 juta tahun yang lalu, ditemukan di benua Amerika Selatan dan benua
Afrika.
c) Fosil Lystrosaurus, suatu reptil yang hidup di daratan sekitar 240 juta tahun yang lalu,
ditemukan di benua benua Afrika, India, dan Antartika.
d) Fosil Clossopteris, suatu tanaman yang hidup 260 juta tahun yang lalu, dijumpai di
benua benua Afrika, Amerika Selatan, India, Australia, dan Antartika.
C), maka butiran butiran yang kaya akan unsur besi akan mengalami magnetisasi dengan
arah medan magnet yang ada pada saat itu. Sekali batuan tersebut membeku maka arah
kemagnetan yang dimilikinya akan tertinggal di dalam batuan tersebut. Arah kemagnetan
ini akan bertindak sebagai suatu kompas ke arah kutub magnet yang ada. Jika batuan
tersebut berpindah dari tempat asalnya, maka kemagnetan batuan tersebut akan tetap pada
arah aslinya. Batuan-batuan yang terbentuk jutaan tahun yang lalu akan merekam arah
kutub magnet pada saat dan tempat dimana batuan tersebut terbentuk, dan hal ini dikenal
sebagai Paleomagnetisme. Penelitian mengenai arah kemagnetan purba pada aliran lava
yang diambil di Eropa dan Asia pada tahun 1950-an menunjukkan bahwa arah
kemagnetan untuk batuan batuan yang berumur muda cocok dengan arah medan magnet
bumi saat ini, akan tetapi arah kemagnetan (magnetic alignment) pada aliran lava yang
lebih tua ternyata menunjukkan arah kemagnetan yang sangat bervariasi dengan
perbedaan yang cukup besar.
Berdasarkan hasil ploting dari posisi yang terlihat sebagai kutub magnet utara untuk
benua Eurasia meng-indikasikan bahwa selama 500 juta tahun yang lalu, lokasi lokasi
dari kutub utara magnet bumi secara berangsur berpindah pindah. Hal ini merupakan
bukti kuat bahwa kutub magnet bumi telah mengalami berpindahan / bermigrasi.
Perpindahan arah kutub magnet ini dikenal sebagai Pole Magnetic Wandering yaitu
arah kutub magnet yang berkelana/berpindah pindah. Sebaliknya apabila arah kutub
magnet dianggap tetap pada posisi seperti saat ini maka penjelasannya adalah bahwa
benua yang mengalami perpindahan atau pengapungan.
Semua bukti-bukti ilmiah tersebut meng-indikasikan bahwa posisi rata-rata dari kutub
kutub magnet erat kaitannya dengan posisi kutub geografis bumi. Dengan demikian, jika
posisi kutub-kutub magnet relatif tetap pada posisinya, maka kutub-kutub yang terlihat
berpindah pindah dapat dijelaskan dengan hipotesa Pengapungan Benua. Beberapa tahun
kemudian, suatu kurva dari kenampakan kutub-kutub magnet yang berpindah pindah juga
dilakukan untuk benua Amerika Utara. Apabila diperbandingkan hasil dari kedua jalur
perpindahan kutub magnet bumi, baik yang ada di Amerika Utara dan Eurasia
memperlihatkan kesamaan dan kemiripan dari jalur perpindahan kutub kutub magnet
bumi tersebut yang terpisah dengan sudut 300.
Gambar 3. Dua kurva perpindahan Arah Kutub Utara Magnet Bumi (north magnetic pole wandering)
hasil analisa batuan lava yang berasal dari dua benua, yaitu benua Amerika Utara dan benua Eropa.
Data paleomagnetisme dari batuan batuan yang berumur 200 juta tahun di Amerika
Utara dan Eurasia menunjukkan adanya 2 kutub magnet utara yang terletak pada jarak
beberapa ribu kilometer dari kutub geografi saat ini. Dengan cara mengembalikan ke posisi
semula melalui Pengapungan Benua, maka benua-benua tersebut akan menyatu sebagai
bagian dari superkontinen Pangaea pada 200 juta tahun yang lalu.
Pergerakan lantai samudra (litosfir) ke arah kiri dan kanan di sepanjang sumbu
pemekaran Pematang Tengah Samudra lebih disebabkan oleh arus konveksi yang berasal dari
lapisan mantel bumi (astenosfir). Arus konveksi inilah yang menggerakan kerak samudra
(lempeng samudra) yang berfungsi sebagai ban berjalan (conveyor-belt). Gambar 4
memperlihatkan ilustrasi dari pemekaran lantai samudra oleh arus konveksi yang ada di
lapisan astenosfir.
tetap dan tidak semakin besar dengan bertambah luasnya lantai samudra dan hal ini berarti
bahwa harus ada di bagian lain dari kulit bumi dimana kerak samudra mengalami penyusupan
kembali ke dalam perut bumi.
Gambar 6. Proses pembentukan material baru dan periode polaritas arah magnet bumi yang terekam
pada batuan dasar lantai samudera sejak 3,6 milyar tahun lalu (atas) hingga saat ini (bawah).
Dari kesemua lempeng tersebut yang terbesar adalah lempeng Pasifik, yang
menempati sebagian besar lautan kecuali pada sebagian kecil Amerika Utara yang meliputi
California bagian baratdaya dan Semenanjung Baja. Pada gambar 7 terlihat bahwa semua
lempeng besar lainnya dapat berupa kerak benua (kontinen), maupun kerak samudera.
Kerak bumi terletak di atas zona atau material yang sifatnya lebih lemah dan lebih
panas, yang disebut astenosfer. Astenosfer merupakan bagian terluar dari mantel bumi.
Dengan demikian lempeng-lempeng kerak bumi yang sifatnya lebih padat di dasari oleh
material yang lebih plastis. Ada hubungan antara ketebalan dari lempeng-lempeng kerak
bumi dengan material penyusun lempeng tersebut. Lempeng-lempeng samudera mempunyai
variasi ketebalan antara 80 sampai 100 kilometer. Sedangkan lempeng kontinen atau benua
mempunyai ketebalan 100 kilometer atau lebih bahkan di beberapa tempat mempunyai
ketebalan sampai 400 kilometer.
Salah satu prinsip utama dari teori tektonik lempeng adalah bahwa setiap lempeng
bergerak-gerak sebagai suatu unit segmen terhadap unit segmen lainnya. Jika sebuah lempeng
bergerak, maka jarak antara dua tempat yang berada pada sebuah lempeng akan tetap sama.
Sedangkan jarak dua tempat yang terletak pada dua lempeng yang berbeda akan berubah.
Karena setiap lempeng bergerak sebagai suatu unit, maka banyak interaksi yang dapat terjadi
antara satu lempeng dengan lempeng yang lainnya di sepanjang batas antara lempenglempeng tersebut. Batas-batas dari ke 13 lempeng tersebut diatas dapat dibedakan
berdasarkan interaksi antara lempengnya sebagai berikut:
1. Batas Konvergen: Batas konvergen adalah batas antar lempeng yang saling
bertumbukan. Batas lempeng konvergen dapat berupa batas Subduksi (Subduction) atau
Obduksi (Obduction). Batas subduksi adalah batas lempeng yang berupa tumbukan
lempeng dimana salah satu lempeng menyusup ke dalam perut bumi dan lempeng lainnya
terangkat ke permukaan. Contoh batas lempeng konvergen dengan tipe subduksi adalah
Kepulauan Indonesia sebagai bagian dari lempeng benua Asia Tenggara dengan lempeng
samudra HindiaAustralia di sebelah selatan Sumatra-Jawa-NTB dan NTT. Batas kedua
lempeng ini berupa suatu zona subduksi yang terletak di laut yang berbentuk palung
(trench) yang memanjang dari Sumatra, Jawa, hingga ke Nusa Tenggara Timur. Contoh
lainnya adalah kepulauan Philipina, sebagai hasil subduksi antara lempeng samudra
Philipina dengan lempeng samudra Pasifik. Obduksi (Obduction) adalah batas lempeng
yang merupakan hasil tumbukan lempeng benua dengan benua yang membentuk suatu
rangkaian pegunungan. Contoh batas lempeng tipe obduksi adalah pegunungan Himalaya
yang merupakan hasil tumbukan lempeng benua India dengan lempeng benua Eurasia.
2. Batas Divergen: Batas divergen adalah batas antar lempeng yang saling menjauh satu
dan lainnya. Pemisahan ini disebabkan karena adanya gaya tarik (tensional force) yang
mengakibatkan naiknya magma kepermukaan dan membentuk material baru berupa lava
yang kemudian berdampak pada lempeng yang saling menjauh. Contoh yang paling
terkenal dari batas lempeng jenis divergen adalah Punggung Tengah Samudra (Mid
Oceanic Ridges) yang berada di dasar samudra Atlantik, disamping itu contoh lainnya
adalah rifting yang terjadi antara benua Afrika dengan Jazirah Arab yang membentuk laut
merah.
3. Batas Transform: Batas transform adalah batas antar lempeng yang saling berpapasan
dan saling bergeser satu dan lainnya menghasilkan suatu sesar mendatar jenis Strike Slip
Fault. Contoh batas lempeng jenis transforms adalah patahan San Andreas di Amerika
Serikat yang merupakan pergeseran lempeng samudra Pasifik dengan lempeng benua
Amerika Utara.
Berdasarkan teori tektonik lempeng, lempeng-lempeng yang ada saling bergerak dan
berinteraksi satu dengan lainnya. Pergerakan lempeng lempeng tersebut juga secara tidak
langsung dipengaruhi oleh rotasi bumi pada sumbunya. Sebagaimana diketahui bahwa
kecepatan rotasi yang terjadi bola bumi akan akan semakin cepat ke arah ekuator. Interaksi
antar lempeng dapat saling mendekat (subduction), saling menjauh dan saling berpapasan
(strike slip fault).
Interaksi antar lempeng yang terjadi bisa terjadi antara dua lempeng atau kerak
samudera, antara lempeng samudera dengan lempeng kontinen, atau antara dua lempeng
kontinen (gambar 8).
a. Tumbukan antara lempeng kontinen dan lempeng samudera
Jika terjadi tumbukan antara lempeng kontinen dengan lempeng samudera, maka lempeng
kontinen yang densitasnya lebih kecil akan berada di bagian atas. Sedangkan lempeng
samudera yang mempunyai densitas lebih besar akan menyusup ke dalam astenosfer.
Bagian dimana terjadi proses tersebut disebut zona subduksi (subduction zone). Karena
lempeng samudera menyusup ke bawah, maka lempeng ini akan melengkung dan
membentuk palung laut dalam (trench) yang berbatasan dengan zona subduksi.
Lempeng samudera ini bersama-sama dengan material sedimen serta cairan-cairan yang
dikandungnya akan larut dan bersatu dengan cairan penyusun astenosfer yang panas.
Magma baru yang terbentuk dari proses ini densitasnya lebih kecil daripada densitas
material di sekitarnya, yaitu densitas material penyusun astenosfer. Akibatnya jika jumlah
magma baru ini sudah jenuh, maka magma baru ini akan naik secara perlahan. Sebagian
besar magma yang naik ini akan sampai ke bagian atas dari kerak kontinen yang akan
mendingin dan mengkristal pada kedalaman beberapa kilometer. Sedangkan sisanya akan
terus sampai ke permukaan bumi dan kadang-kadang membentuk erupsi gunungapi yang
eksplosif. Pegunungan volkanik Andes merupakan pegunungan yang terbentuk oleh
proses ini, dimana lempeng Nazca mengalami peleburan pada saat menunjam di bawah
lempeng kontinen Amerika Selatan.
b. Tumbukan antara lempeng samudera dengan lempeng samudera
Pada saat dua buah lempeng samudera saling bertumbukan, maka salah satu lempeng
akan menunjam di bawah yang lainnya. Proses ini diikuti juga dengan terjadinya aktivitas
gunungapi seperti pada proses tumbukan antara lempeng samudera dengan lempeng
kontinen. Tetapi pada kasus ini aktivitas vulkanik akan terjadi pada lantai dasar samudera,
bukan di daerah lempeng kontinen. Jika aktivitas vulkanik ini terjadi terus menerus, maka
sebuah benua baru akan muncul dari laut dalam. Pada tahap awal dari proses ini benua
baru yang terbentuk tersebut akan terdiri atas jajaran kepulauan vulkanik yang kecil, yang
disebut busur kepulauan (island arc). Busur kepulauan ini umumnya terletak sekitar
beberapa ratus kilometer palung laut dalam, dimana aktivitas penujaman terjadi.
c. Tumbukan antara lempeng kontinen dengan lempeng kontinen
Tumbukan antara lempeng kontinen dengan lempeng kontinen dspst dilihst pada gambar
8c. Contoh kasus semacam ini adalah tumbukan antara lempeng kontinen India yang
membentur lempeng benua Asia dan membentuk Pegunungan Himalaya. Pegunungan ini
merupakan pegunungan yang terbesar dan terluas di dunia. Pada saat terjadi tumbukan
seperti ini, maka lempeng kontinen akan tertekuk dan terpecah-pecah, serta umumnya
akan menjadi lebih pendek.
Tatanan tektonik yang terjadi pada batas lempeng konvergen, dimana lempeng
samudra dan lempeng samudra saling bertemu akan menghasilkan suatu rangkaian busur
gunungapi (volcanic arc) yang arahnya sejajar/simetri dengan arah palung (trench).
Cekungan Busur Belakang (Back Arc Basin) berkembang dibagian belakang busur
gunungapi. Contoh kasus dari model ini adalah rangkaian gunungapi di kepulauan Philipina
yang merupakan hasil tumbukan lempeng laut Philipina dengan lempeng samudra Pasifik.
Pada batas lempeng konvergen, dimana terjadi tumbukan antara lempeng samudra
dan lempeng benua (gambar 8), maka tatanan tektoniknya dicirikan oleh Palung (Trench),
Prisma Akresi (Accretion Prism), Cekungan Busur Muka (Forearc Basin), Busur Kepulauan
Gunungapi (Volcanic Island Arc), dan Cekungan Busur Belakang (Backarc Basin) (Gambar
10).
Gambar 10. Komponen komponen pada Zona Subduksi (lempeng samudra dan lempeng benua) :
Palung (Trench), Struktur Tinggian / Prisma Akresi (Structural High); Cekungan Busur Muka
(Forearc Basin), Jalur Busur Gunungapi (Volcanic Arc); dan Cekungan Busur Belakang
Contoh klasik dari batas lempeng konvergen, dimana terjadi tumbukan antara lempeng
samudra dan lempeng benua adalah kepulauan Indonesia, khususnya jalur pulau-pulau:
Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan berakhir di kepulauan
Banda. Pada gambar 11 diperlihatkan batas konvergensi antara lempeng India-Australia dan
lempeng benua Eurasia (pulau Sumatra). Kedua lempeng dibatasi oleh suatu lajur yang
dikenal sebagai Palung Laut Subduksi (Subduction Trench) yang merupakan hasil subduksi
antara kedua lempeng tersebut diatas, sedangkan gambar 12 memperlihatkan tatanan tektonik
pulau Sumatra yang tersusun dari Prisma Akrasi/Accretionary Wedge (Pulau Siemelue,
P.Nias, P. Telo, P.Engganau, P. Batu, P. Mentawai); Cekungan Busur Luar / Muka (Forearc
Basin); Busur Gunungapi (Volcanic Arc) dan Cekungan Busur Belakang (Backarc Basin).
Gambar 12. Tatanan Tektonik Pulau Sumatera : Palung Sunda (Sunda Trench), Jalur Prisma Akresi
(P. Simelue, P. Nias, P. Enggano), Cekungan Busur Muka (Forearc Basin), Jalur Gunung Api
(Volcanic Arc), dan Cekungan Busur Belakang (Backarc Basin).
Batas lempeng konvergen yang berupa batas stuktur dapat kita lihat antara pertemuan
lempeng benua India dengan lempeng benua Eurasia. Kedua lempeng tersebut dibatasi oleh
suatu jalur pegunungan yang dikenal dengan pegunungan Himalaya.
Tatanan tektonik pada batas lempeng Divergen, dimana lempeng benua mengalami
pemekaran (continental rifting) dengan terbentuknya laut baru dapat kita lihat terutama di
Pematang Tengah Samudra (Pemisahan Benua Amerika dan Afrika), Laut Merah (Benua
Afrika dan Semenanjung Sinai / Jazirah Arab) serta Rifting yang terjadi di Afrika Timur
Bagian Utara.
jutaan tahun yang lalu, akan tetap memiliki arah kutub magnit yang sama dengan arah
kutub magnit pada saat batuan tersebut terbentuk. Arah kutub magnit awal ini disebut
fosil magnit atau paleomagnetik.
2. Penyimpangan Kutub
Suatu studi yang dilakukan pada aliran lava di Eropa pada tahun 1950-an menghasilkan
suatu penemuan baru yang sangat menarik. Pelurusan pola-pola kemagnitan dari mineralmineral besi yang terkandung di dalam aliran lava ini menunjukkan umur yang berbedabeda pada beberapa tempat yang berlainan. Hasil pemetaan arah kutub utara magnit yang
dihubungkan dengan waktu, menunjukkan bahwa sejak 500 juta tahun lalu posisi kutub
utara magnit bumi secara bertahap mengalami perubahan atau penyimpangan dari posisi
awalnya di bagian utara. Pada awalnya posisi kutub utara magnit bumi berada di Hawaii,
kemudian berubah ke arah timur yaitu di Siberia, dan terakhir mengalami perubahan lagi
hingga ke posisinya yang sekarang ini. Hal ini jelas membuktikan bahwa kutub-kutub
magnit bumi telah mengalai migrasi sejalan dengan perjalanan waktu, atau dapat juga
dikatakan bahwa benua atau daratan telah megalami perpindahan perlahan-lahan karena
pengapungan. Konsep ini disebut konsep penyimpangan kutub.
Walaupun arah kutub magnit dapat mengalami perubahan, tetapi perubahannya tidak
terlalu jauh menyimpang dari arah kutub geografi. Sedangkan seperti yang telah diketahui
bahwa kutub-kutub magnit bumi sifatnya tetap. Dengan demikian penjelasan yang paling
bisa diterima untuk menjelaskan terjadinya penyimpangan atau perubahan kutub adalah
konsep tektonik lempeng.
3. Tektonik Lempeng dan Gempabumi
Adanya hubungan antara tektonik lempeng dengan gempabumi telah digambarkan
dengan jelas oleh tiga orang ahli seismologi dari Lamont-Doherty Observatory, yaitu B.
Isaacks, J. Oliver dan L.R. Sykes. Ke tiga ahli seismologi tersebut membuat peta yang
memuat distribusi pusat-pusat gempa di seluruh dunia. Pada peta tersebut terlihat bahwa
distribusi pusat-pusat gempabumi sangat berhubungan dengan lokasi-lokasi palung laut
dalam. Sebagai contoh adalah distribusi pusat gempa di sekitar Jepang yang berbatasan
dengan palung laut dalam di bagian timurnya. Di bagian tersebut pusat-pusat gempa
dangkal berada atau berbatasan dengan palung laut, sedangkan pusat gempa menengah
dan dalam terdistribusi di daerah kerak kontinen. Pola penyebaran yang serupa juga
ditemukan di pantai barat Amerika Selatan.
Pusat gempa yang dangkal akan terbentuk di bagian sisi luar palung, serta dapat juga
terbentuk di bagian lempeng yang menekuk di zona subduksi. Pada saat lempeng yang
tertekuk ini semakin dalam menunjam ke dalam astenosfer, maka pusat gempa akan
menjadi semakin dalam juga. Karena gempabumi terjadi pada litosfer yang bersifat padat
dan bukan di daerah astenosfer yang bersifat mobil (mudah bergerak), maka kenyataan ini
dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana suatu lempeng masuk
ke dalam astenosfer. Sangat sedikit gempabumi yang terekam pada kedalaman lebih dari
700 kilometer. Hal ini disebabkan kemungkinan karena pada kedalaman tersebut,
kerakbumi yang menunjam ke astenosfer telah berasimilasi dengan material penyusun
mantel bumi.
Teori tektonik lempeng juga dapat menjelaskan mengapa pusat gempa yang dalam selalu
berada pada lokasi yang berbatasan dengan palung laut (zona subduksi), sedangkan
gempa yang terjadi di sepanjang zona divergen dan patahan transform hanya merupakan
pusat gempa yang dangkal. Mengingat gempabumi merupakan hasil pelepasan tegangan
yang kuat, yang hanya dapat terjadi pada material yang kaku (rigid) seperti pada kerak
bumi, dan karena zona subduksi merupakan satu-satunya daerah dimana terjadi tegangan
yang kuat dari material yang kaku di daerah yang dalam, maka daerah ini merupakan
tempat satu-satunya dimana gempabumi dengan pusat gempa yang dalam dapat terjadi.
Sebenarnya tidak ditemukannya pusat gempabumi dalam di sepanjang zona divergen dan
patahan transform juga sudah dapat menjelaskan kebenaran teori tektonik lempeng.
4. Bukti-bukti dari hasil pemboran di laut dalam
Sebagian data yang ditemukan untuk menjelaskan kebenaran teori tektonik lempeng
diperoleh juga dari hasil pemboran yang dilakukan pada endapan sedimen laut dalam.
Salah satu kegunaan dari proyek ini adalah untuk menentukan umur pembentukan lantai
dasar samudera. Penentuan umur ini dilakukan dengan menghubungkan atau
menyebamdingkannya dengan umur fosil yang dijumpai di dalam material sedimen yang
terdapat pada lantai dasar samudera tersebut. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa
umur dari cekungan samudera secara geologis termasuk berumur relatif muda. Hal ini
disimpulkan setelah diketahui bahwa umur material sedimen tida ada yang lebih dari 180
juta tahun. Sebagai perbandingan, bila dilihat bahwa umur kerak benua dari hasil
penanggalan radiometri adalah lebih dari 3,8 milyar tahun.
Kegunaan lainnya ialah untuk menentukan ketebalan sedimen laut dalam. Dari hasil
pemboran diketahui bahwa di daerah puncak pematang tengah samudera hampir tidak ada
atau tidak ditemukan material sedimen yang terendapkan. Sedangkan sedimen ini
semakin banyak dan semakin tebal ke arah yang lebih jauh dari pematang tersebut. Hal
ini dikarenakan puncak pematang tengah samudera umurnya lebih muda atau terbentuk
paling akhir daripada daerah di sekitarnya. Penjelasan ini juga semakin memperkuat
kebenaran dari teori tektonik lempeng.
5. Bintik-Bintik Panas (Hot spots)
Bukti yang lain untuk menjelaskan teori tektonik lempeng diteukan setelah dilakukan
pemetaan pegunungan pada lantai dasar samudera (seamounts) di daerah pasifik. Di
daerah ini ditemukan suatu rangkaian struktur gunungapi yangmemanjang mulai dari
Kepulauan Hawaii terus ke Kepulauan Midway, dan berlanjut terus ke utara sampai di
Palung Aleutian. Setelah dilakukan penanggalan potasium-argon pada 27 satuan batuan
volkanik pada rangkaian peguungantersebut, ditemukan adanya penambahan umur yang
bertambah sejalan dengan pertambahan jarak dari Hawaii. Gunung Suiko yang terletak
dekat palung Aleutian berumur 65 juta tahun, Kepulauan Midway berumur 27 juta tahun,
sedangkan Kepulauan Hawaii umurnya kurang dari 1 juta tahun.
Para peneliti berkesimpulan bahwa pada zona mantel bumi terdapat bintik-bintik panas
(hot spot) yang kemudian menyebabkan terpancarnya magma ke atas ke daerah lantai
dasar samudera. Diperkirakan bahwa pada saat lempeng Pasifik bergerak di atas bintik
panas ini, maka di daerah tersebut akan muncul atau tumbuh gunungapi yang baru.
lempeng samudera tersebut tertunjam ke bawah karena sifatnya yang berat, maka bagian
belakang kerak bumi tersebut akan tertarik. Hipotesis ini sama dengan model yang
beranggapan bahwa karena tingginya tempat atau posisi dari pematang tengah samudera
dapat menyebabkan kerak bumi tergelincir ke bawah akibat pengaruh gravitasi. Model tekantarik inilah yang dengan sendirinya merupakan tipe dari arus konveksi. Pada sisi lain,
material penyusun astenosfer akan bergerak naik dan mengisi celah yang terbuka akibat
proses pemekaran tersebut.
Pendapat lain dari model arus konveksi ini menjelaskan bahwa arus konveksi tersebut
berhubungan erat dengan bintik panas (hot spot) yang terjadi di dalam mantel bumi. Bintikbintik panas tersebut diperkirakan berasal dari daerah perbatasan antara mantel bumi dan inti
bumi. Setelah bintik-bintik panas ini bergerak naik dan mencapai litosfer, maka bintik-bintik
panas tersebut akan tersebar secara lateral dan membawa serta lempeng-lempeng kerak bumi
menjauh dari pusat tempat naiknya bintik-bintik panas tersebut.