Di era globalisasi sekarang ini, Semua tuntutan perkerjaan sangat tinggi, Setiap professi di harapkan
memberikan suatu hasil kerja yang berkualitas dan berdedikasi untuk masyarakat.
Itu tidak lepas dari pelayanan kesehatan khususnya tenaga keperawatan, Setiap hari Beban kerja meningkat,
Banyaknya Masyarakat yang mebutuhkan perawatan, Ditemukannya penyakit yang baru,Serta kurangnya
kualitas
pelayanan
kesehatan.
Pemerintah dengan program Indonesia Sehat tahun 2010, kayanya susah untuk di capai secara maksimal,
Semua faktor saling mempengaruhi satu sama lain, Krisis global yang mengancam setiap sektor juga
memberikan imbas yang tak kalah besarnya di bidang kesehatan.
Melihat semua itu seharusnya Tenaga kesehatan khususnya keperawatan harus mengambil langkah yang
maju
kedepan,
beberapa
hal
yang
mungkin
bisa
di
lakukan
1. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dari semua lini, mulai dari pelayanan
adalah
kesehatan terendah
menjadi perawat praktisi di rumah sakit, perawat pendidik di institusi pendidikan, pegawai pemerintah di
instansi kesehatan, dan lain-lain.
Sehingga banyak perawat yang mengadakan praktik secara mandiri. Memang, jika dikelola dengan
baik dan mengantongi Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) menguntungkan dalam segi finansial. Namun,
terbentur lagi masalah UU Praktik Keperawatan yang sampai sekarang belum jelas nasibnya. Meskipun
pemerintah sudah menerbitkan Kepmenkes No. 1239 tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat,
serta Permenkes No. 148 tahun 2010, tidak bisa menyelesaikan masalah yang selama ini perawat Indonesia
hadapi.
Peraturan tersebut tidak menjamin kebebasan profesi perawat untuk mengatur dan mengembangkan
diri. Selain itu, pembuatan SIPP begitu sulit dalam proses dan pelaksanaannya, sehingga pengadaan praktik
perawat mandiri pun tidak semudah mendapatkan pekerjaan yang sudah tersedia. Padahal perawat telah
diakui sebagai profesi, dimana profesi berimplikasi adanya peningkatan kualitas SDM perawat. Hal ini
diperoleh dari pengembangan keilmuan dan skill. Ini adalah tantangan bagi seorang perawat.
Berkaitan dengan kebebasan untuk mengembangkan keilmuan, sebuah keanehan muncul dari
institusi pendidikan keperawatan. Mengenai wewenang perawat, dalam kurikulum pendidikan keperawatan,
mahasiswa dibekali kompetensi yang bukan wewenang perawat, seperti injeksi, diagnosa penyakit, obat, dan
tindakan medis lainnya. Padahal, UU No. 29 tahun 2004 pasal 73 tentang Praktik Kedokteran membahas
bahwa tidak boleh ada yang seolah-olah melakukan wewenang dokter kecuali bila ada pelimpahan
wewenang. Sungguh dilema, perawat dibekali kemampuan yang tidak boleh dilakukannya!
UU Praktik Kedokteran tidak bisa berlaku tidak ada dokter yang bertugas. Sehingga saat hukum ditegakkan,
perawat yang tidak tahu apa-apa menjadi korban. Fakta dari kasus perawat Misran di Kalimantan, meskipun
sudah mengantongi surat dinas dari Dinas Kesehatan, namun tidak cukup kuat karena tidak ada pelimpahan
wewenang dari dokter. Seharusnya Misran bisa dinyatakan tidak bersalah jika RUU Keperawatan sudah
menjadi UU. Karena dalam RUU Keperawatan Bab IV Pasal 10 disebutkan bahwa perawat boleh melakukan
wewenang dokter dalam keadaan darurat (menyelamatkan nyawa seseorang). Pasal ini dianggap krusial
karena bertentangan dengan UU Praktik Kedokteran.
Carut-marutnya masalah keperawatan dalam negeri ini membuat banyak perawat Indonesia lebih
memilih mencari peruntungan dan kesejahteraan di luar negeri yang notabene gajinya tinggi. Namun
ternyata, tanpa adanya UU Keperawatan, dimana pun mereka tetap akan tidak terpayungi oleh hukum. Tidak
ada jaminan perlindungan hukum bagi manusia .
April lalu, dunia keperawatan Indonesia dikejutkan dengan isu 54 perawat Indonesia di Kuwait
yang terancam dideportasi karena masalah pengakuan ijazah. Buntut dari penolakan pengakuan ijazah,
rumah sakit pengguna jasa di Kuwait langsung menonaktifkan perawat Indonesia. Beberapa perawat
Indonesia sudah dilarang bekerja karena tidak ada penyetaraan dari pihak-pihak terkait. Pemerintah Kuwait
menilai mereka illegal (Kompas.com, 2011).
Mengapa bisa terjadi demikian? Lagi-lagi dilema ini dikarenakan belum adanya UU Keperawatan.
Hal ini juga berkaitan dengan sistem akreditasi lulusan institusi kesehatan dalam negeri maupun luar negeri
yang tidak ada kesamaan standardisasi. Hal ini tentu saja sangat merugikan perawat Indonesia yang bekerja
di luar negeri. Padahal begitu banyak persyaratan kompetensi yang telah mereka penuhi saat akan bekerja di
luar negeri. sungguh ironis!
Perawat Indonesia dipandang dunia sebagai perawat yang berkualitas dan memiliki kompetensi
yang tidak kalah dengan perawat luar negeri. Pernyataan ini didasarkan pada sebuah referensi bahwa perawat
Indonesia banyak dibutuhkan di luar negeri. Sampai saat ini kebutuhan dunia terhadap perawat Indonesia
semakin meningkat. Berikut beberapa negara yang membutuhkan perawat Indonesia, di antaranya Jepang
yang membutuhkan 1.000 orang untuk dua tahun (2008-2009), Amerika 1 juta perawat, Kanada hampir 1
juta orang, Inggris 3.000 perawat, Kuwait 12.000 perawat, Arab Saudi, Australia, New Zealand, Malaysia,
Qatar, Oman, Uni Emirat Arab, Jerman, Belanda, Swiss, Singapura (Kompas.com, 2011).
Di negara-negara tersebut gaji perawat bisa mencapai 5-30 kali lipat gaji PNS di Indonesia, tentu
tidak mudah untuk bisa mencapai itu semuanya tapi bukan sesuatu yang sulit untuk dicapai kalau persiapan
sudah matang. Untuk bisa bekerja di negara-negara tersebut perawat harus mengikuti dan melalui serankaian
test seperti: NCLEX-RN, IELTS, CGFNS.
Jika perawat akan bekerja di rumah sakit, mereka harus mengantongi gelar registered
nurse (RN). Mereka harus mengikuti semacam ujian negara untuk lulus sebagai perawat
professional. Sungguh mereka adalah perawat yang sangat berkualitas.
Persyaratan tambahan adalah
kepribadian
dan mental
kemampuan dan teknik berkomunikasi dengan klien. Hal ini dikarenakan negara tujuan mematok
standardisasi dalam pemberian layanan keperawatan atau asuhan keperawatan yang benar-benar
baik dan berkualitas. Komunikasi yang baik dengan klien sangat diperlukan.
Karena perawat bekerja jauh dari tanah air dan keluarga tentunya akan memberikan
tekanan psikologis. Kesiapan dan kekuatan mental perawat sangat diperlukan untuk menjamin
keprofesionalan kerja. Kepribadian akan tercermin dari tingkah laku seorang perawat dalam
kesehariannya. Kepribadian yang baik tentu mempunyai nilai tambah tersendiri yang sangat mahal
harganya.
Terlepas dari semua persyaratan tersebut, meskipun perawat telah lulus dan memenuhi
kriteria yang diinginkan, tantangan akan selalu ada. Terkait dengan belum adanya UU
Keperawatan yang dapat memberikan payung hukum bagi perawat Indonesia yang bekerja baik di
dalam maupun luar negeri. Bayangkan saja, apa yang kawan-kawan rasakan jika.
malakukan sesuatu (bekerja) tanpa adanya perlindungan? Pastinya rasa tidak aman, takut dan
khawatir akan selalu menggelayut di hati. Oleh karena itu, penting sekali adanya UU
Keperawatan. Tapi sampai kapan? Jika UU Keperawatan masih saja hanya angan-angan dan
harapan perawat, sampai kapan pun perasaan itu akan membayangi perawat dalam bekerja.
Karena dampak dari AFTA, banyak perawat asing yang bekerja di Indonesia. Namun,
berbanding terbalik dengan
Indonesia, tidak ada peraturan satu pun di Indonesia yang mengharuskan perawat asing mengikuti
serangkaian tes tersebut, khususnya tes bahasa Indonesia. Mengapa? Karena perawat asing
hanya bekerja di RS Internasional di Indonesia yang notabene menggunakan bahasa Inggris
dalam kesehariannya. Sungguh tidak adil!
Mutual Recognition Agreement (MRA) 10 negara ASEAN telah menyepakati sebuah
sistem yang sama untuk perawat. Namun, hanya Indonesia dan Laos yang belum memiliki sistem
pengaturan yakni dalam bentuk UU Keperawatan yang melahirkan Konsil Keperawatan (Auto
Regulatory Body). Badan inilah yang bisa menjamin adanya perlindungan hukum bagi
keperawatan.
Tidak akan ada ancaman deportasi perawat Indonesia karena ketidaklegalan ijazah, tidak
akan ada eksploitasi tenaga kerja perawat professional, tidak akan ada pendirian institusi
keperawatan yang tidak berkualitas, tidak akan ada malpraktik keperawatan, tidak akan terjadi
kesalahan wewenang tindakan medis, tidak akan ada perendahan profesi perawat oleh profesi
lain, tidak akan ada lagi rasa takut dalam diri klien maupun perawat, tidak akan ada lagi
ketidakadilan!!
teregistrasi,
perawat
tidak
mendapat
lisensi
serta
uji
Latar Belakang
Profesionalisme keperawatan merupakan proses dinamis dimana profesi keperawatan yang telah
terbentuk (1984) mengalami perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai dengan tuntutan profesi dan
kebutuhan masyarakat. Proses profesionalisasi merupakan proses pengakuan terhadap sesuatu yang
dirasakan, dinilai dan diterima secara spontan oleh masyarakat. Profesi Keperawatan, profesi yang sudah
mendapatkan pengakuan dari profesi lain, dituntut untuk mengembangkan dirinya untuk berpartisipasi aktif
dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia agar keberadaannya mendapat pengakuan dari masyarakat.
Untuk mewujudkan pengakuan tersebut, maka perawat masih harus memperjuangkan langkah-langkah
profesionalisme sesuai dengan keadaan dan lingkungan sosial di Indonesia. Proses ini merupakan tantangan
bagi perawat Indonesia dan perlu dipersiapkan dengan baik, berencana, berkelanjutan dan tentunya
memerlukan waktu yang lama.
Indonesia telah memasuki era baru, yaitu era reformasi yang ditandai dengan perubahan-perubahan
yang cepat disegala bidang, menuju kepada keadaan yang lebih baik. Di bidang kesehatan tuntutan reformasi
total muncul karena masih adanya ketimpangan hasil pembangunan kesehatan antar daerah dan antar
golongan, kurangnya kemandirian dalam pembangunan bangsa dan derajat kesehatan masyarakat yang masih
tertinggal di bandingkan dengan negara tetangga. Reformasi bidang kesehatan juga diperlukan karena adanya
lima fenomena utama yang mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan yaitu
perubahan pada dinamika kependudukan, temuan substansial IPTEK kesehatan/kedokteran, tantangan
global, perubahan lingkungan dan demokrasi disegala bidang.
Visi Indonesia Sehat 2010 yang telah dirumuskan oleh Dep.Kes (1999) menyatakan bahwa,
gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan
kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam
lingkungan dan dengan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya diseluruh wilayah Republik Indonesia. Proses ini merupakan tantangan bagi perawat
Indonesia dan perlu dipersiapkan dengan baik, berencana, berkelanjutan dan tentunya
memerlukan waktu yang lama bertahap.
Untuk
itu
penulis
dalam
makalah
ini
akan
mengulas
mengenai Tantangan
dan
Kecenderungan Profesionalisme Keperawatan di masa yang akan datang dalam hal tantangan
bidang praktek keperawatan.
b.
Pergeseran pola kesehatan yaitu adanya penyakit dengan kemiskinan seperti infeksi, penyakit
yang disebabkan oleh kurang gizi dan pemukiman yang tidak sehat, adanya penyakit atau
kelainan kesehatan akibat pola hidup modern.
c.
Adanya angka kematian bayi dan angka kematian ibu sebagai indikator derajat kesehatan.
d.
Pergerakan umur harapan hidup juga mengakibatkan masalah kesehatan yang terkait dengan
masyarakat lanjut usia seperti penyakit generatif.
e.
f.
g.
Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan penghasilan yang lebih besar
membuat masyarakat lebih kritis dan mampu membayanr pelayanan kesehatan yang bermutu dan
dapat dipertanggungjawabkan.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Perkembangan IPTEK menuntut kemampuan spesifikasi dan penelitian bukan saja dapat
memanfaatkan IPTEK, tetapi juga untuk menapis dan memastikan IPTEK sesuai dengan
kebutuhan dan social budaya masyarakat Indonesia yang akan diadopsi. IPTEK juga berdampak
pada biaya kesehatan yang makin tinggi dan pilihan tindakan penanggulangan masalah kesehatan
yang makin banyak dan kompleks selain itu dapat menurunkan jumlah hari rawat (Hamid, 1997;
Jerningan,1998). Penurunan jumlah hari rawat mempengaruhi kebutuhan pelayanan kesehatan
yang lebih berfokus kepada kualitas bukan hanya kuantitas, serta meningkatkankebutuhan untuk
pelayanan / asuhan keperawatan di rumah dengan mengikutsetakan klien dan keluarganya.
Perkembangan IPTEK harus diikuti dengan upaya perlindungan terhadap untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang aman, hak untuk diberitahu, hak untuk memilih tindakan yang
dilakukan dan hak untuk didengarkan pendapatnya. Oleh karena itu, pengguna jasa pelayanan
kesehatan perlu memberikan persetujuan secara tertulis sebelum dilakukan tindakan (informed
consent).
3. Globalisasi dalam pelayanan kesehatan
Globalisasi yang akan berpengaruh terhadap perkembangan pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan keperawatan terutama dampak tenaga asing terhadap keperawatan , yaitu :
1.
Kelompok jasa yang dapat dikonsumsi tanpa perlu mendatangi negara penghasil jasa. Apabila kesejagatan
menyangkut jasa pelayanan keperawatan yang termasuk dalam kelompok ini, dampak yang ditemukan lebih
banyak bersifat positif, yakni makin meningkatnya mutu pelayanan keperawatan. Karena sesungguhnya
dengan terbukanya akses melakukan konsultasi dengan berbagai sarana/tenaga keperawatan di negara-negara
penghasil jasa yang pada umumnya lebih maju, pengetahuan dan keterampilan tenaga keperawatan yang ada
di dalam negeri akan lebih meningkat.
2.
Kelompok jasa yang untuk mengkonsumsinya harus mendatangi negara penghasil jasa. Apabila
kesejagatan menyangkut jasa pelayanan keperawatan yang termasuk dalam kelompok ini, dampak yang
ditemukan lebih banyak bersifat negatif, yakni terkurasnya devisa negara karena dipakai guna membiayai
pelayanan yang dikonsumsi di luar negeri.
3.
Kelompok jasa yang diselenggarakan oleh suatu sarana asing di suatu negara. Apabila kesejagatan
menyangkut jasa pelayanan keperawatan yang termasuk kelompok ini, dampak yang ditemukan dapat
bersifat negatif dan positif.Dampak positif yang ditemukan antara lain :
a.
b.
Bertambahnya kesempatan kerja bagi tenaga kesehatan. Penambahan ini tidak hnya ditemukan
di dalam negeri, yakni dengan makin banyaknya jumlah sarana kesehatan/keperawatan yang telah
didirikan, tetapi juga ke luar negeri, yakni ke berbagai sarana kesehatan/keperawatan luar negeri.
c.
Makin meningkatnya mutu pelayanan keperawatan. Meningkatnya mutu pelayanan ini terkait
dengan
makin
banyak
dipergunakan
berbagai
kemajuan
ilmu
dan
tehnologi
kedikteran/keperawatan canggih, yang memang akan masuk bersamaan dengan makin banyak
didirikannya sarana kesehatan asing.
d.
Pemakaian devisa negara akan lebih hemat, yakni karena masyarakat yang membutuhkan
pelayanan kesehatan/keperawatan tidak perlu harus pergi ke luar negeri, tetapi cukup dengan
memanfaatkan berbagai sarana kesehatan/keperawatan asing yang didirikan di dalam negeri.
Sedangkan dampak negatif yang ditemukan, sangat ditentukan oleh daya saing dan/atau
karakteristik tatanan pelayanan keperawatan yang ada. Untuk Indonesia dampak negatif yang
dimaksudkan adalah :
a. Berubahnya filosofi kesehatan, yang semula sepenuhnya dan/atau sebagian masih bersifat sosial,
menjadi sepenuhnya bersifat komersial. Terjadinya perubahan filosofi ini erat kaitannya dengan
motif utama masuknya sarana kesehatan asing ke Indonesia. Motif utama yang dimaksud bukan
untuk menolong meningkatkan taraf kesehatan masyarakat Indonesia, melainkan untuk mencari
keuntungan yang sebesar-besarnya.
b.
c.
d.
Terjadinya persaingan yang makin ketat antar tenaga keperawatan. Persaingan yang dimaksud
tidak hanya antar tenaga keperawatan bangsa sendiri, tetapi juga dengan tenaga keperawatan
asing.
b. Berubahnya filosofi pelayanan keperawatan, yang semula sepenuhnya dan/atau sebagian masih
bersifat sosial, menjadi sepenuhnya bersifat komersial. Terjadinya perubahan filosofi pelayanan ini
erat kaitannya dengan motif utama masuknya tenaga kesehatan asing. Motif utama yang
dimaksud bukan untuk menolong meningkatkan taraf kesehatan masyarakat, melainkan untuk
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
c.
Makin
sulit
mewujudkan
pemerataan
pelayanan kesehatan/keperawatan.Terjadinya
ketimpangan pemerataan pelayanan ini erat kaitannya dengan keengganan tenaga kesehatan
asing untuk berkiprah didaerah-daerah terpencil. Karena adanya motif untuk mencari keuntungan,
tenaga kesehatan asing tersebut akan lebih senang berada di kota-kota besar, yakni yang daya
beli masyarakatnya memang cukup tinggi.
d.
Tidak sesuainya pelayanan keperawatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan
masyarakat. Terjadinya ketidaksesuaian kebutuhan dan tuntutan ini erat kaitannya dengan
perbedaan sistem pendidikan tenaga keperawatan yangtidak sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat.
Untuk hal ini berarti tenaga kesehatan, khususnya tenaga keperawatan diharapkan untuk
dapat memenuhi standar global dalam memberikan pelayanan / asuhan keperawatan. Dengan
demikian diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan professional dengan standar
internasional dalam aspekintelektual,interpersonal dan teknikal, bahkan peka terhadap perbedaan
social budaya dan mempunyai pengetahuan transtrutural yang luas serta mampu memanfaatkan
alih IPTEK.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
C.
1.
a.
Masalah pelayanan / praktik; mutu asuhan rendah, kondisi kerja buruk, ketidaksetaraan dan keadilan
gender, waktu kerja panjang dan beban kerja berat vs gaji rendah, migrasi dan angka retensi perawat rendah.
b.
Masalah SDM Perawat; motivasi rendah, kepuasan kerja rendah, ketidaksesuaian utilisasi jenis dan
jenjang, kekurangan perawat dalam jumlah dan kualifikasi di tempat kerja, tidak tertatanya sistem jenjang
karir professional & penghargaan, citra keperawatan rendah.
c.
Masalah Pendidikan; tidak berdasarkan kompetensi, kurang koordinasi antara pendidikan & pelayanan,
kurang skill mix, kapasitas dan metode pengajaran yang tidak memadai, kurang fasilitas sumber
pembelajaran, sistem pengendalian kualitas pendidikan kurang tertata, kurang kaderisasi mahasiswa sebagai
perawat pemimpin sedini mungkin.
d.
Masalah Kebijakan & Regulasi; pemberdayaan perawat, mutu asuhan dan pelayanan publik yang aman,
sistem registrasi, lisensi, sertifikasi perawat dan akreditasi institusi pendidikan, pengakuan perawat Indonesia
oleh negara lain, filterasi perawat asing bekerja di Indonesia, otonomi profesi (self governance).
e.
Masalah Globalisasi; kekurangan perawat dan migrasi, kompetensi standar global dan budaya, keragaman
& SDM, manajemen keragaman, kesetaraan/keadilan social.
Beberapa masalah tersebut diatas merupakan penyebab yang dapat menimbulkan tidak
sesuainya sebaran kebutuhan perawat di pasar global / Internasional, sehingga dimungkinkan
akan munculnya konsekuensi yang harus diterima oleh pengguna jasa perawat, menurut (ICN,
2007); Distribusi perawat di manca negara tidak seimbang, Rekrutmen tidak etis dan menindas
(abuse) perawat, Kehilangan sumber daya di negara asal, Kehilangan pengakuan dan martabat
perawat karena masalah regulatori - legislatif dan akulturasi.
2.
a.
Harapan Pelayanan/Praktik; Reformasi sistem pelayanan kesehatan secara global yang mengedepankan
kepentingan masyarakat terpinggirkan dan rawan menuju MDG 2015, Pelayanan keperawatan berkualitas
dalam lingkungan kerja positif yang mengkontribusi optimal dalam sistem pelayanan kesehatan.
b.
Harapan SDM Perawat; memadai dalam jumlah dan kualifikasi yang didayagunakan secara rasional
dalam tim kesehatan pada tempat dan waktu yang tepat dengan sistem jenjang karir professional dan
penghargaan yang tertata.
c.
Harapan Pendidikan; Sistem pendidikan keperawatan yang memenuhi standar yang berorientasi pada
kompetensi nasional dan global dan sesuai ketentuan regulasi/akreditasi, Menghasilkan berbagai jenis tenaga
perawat dengan berbagai jenjang kompetensi dan bidang kekhususan / spesialisasi keperawatan, Menyiapkan
perawat menguasai ilmu keperawatan (scientific nursing) sebagai landasan praktik ilmiah keperawatan
(scientific nursing practice).
d.
Harapan Kebijakan & Regulasi; Tertatanya sistem pelayanan - pendidikan dan praktik profesi yang
bermutu, Undang - Undang Keperawatan yang memfungsikan Konsil Keperawatan Indonesia, diakui secara
global dalam pengaturan sistem registrasi, lisensi, sertifikasi perawat dan akreditasi pendidikan untuk
menjamin perlindungan masyarakat, Kebijakan yang memberdayakan perawat & keperawatan,
mengkontribusi maksimal dalam sistem pelayanan kesehatan, Memposisikan OP PPNI sebagai focal point
untuk kesatuan suara; kesejahteraan; jenjang karir; PBP; citra keperawatan; representasi Komunitas
Keperawatan di forum nasional dan internasional dalam sistem manajemen dan kepemimpinan yang mantap,
Menghasilkan karya ilmiah untuk pengembangan keilmuan dan pengabdian masyarakat.
e.
Harapan Globalisasi; Profil Perawat Indonesia yang kompeten dengan standar global, Citra Sosial;
pendidikan/ekonomi, Lingkungan dan perilaku sehat, Angka Kematian Bayi, Akses terhadap pelayanan
kesehatan, Umur Harapan Hidup.
3.
a.
b.
1)
Praktik profesional, etis, legal dan peka budaya (4 unit kompetensi: 21 elemen kompetensi)
2)
Pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan (11 unit kompetensi:129 elemen
kompetensi )
3)
c.
Solusi Pendidikan
Manajemen perubahan jangka panjang dan pendek yang terkelola baik, termasuk mengubah budaya
organisasi dan staf pendidikan, Menyiapkan perawat yang tanggap terhadap tuntutan masyarakat dan profesi
keperawatan; perkembangan IPTEK & globalisasi, Menata pendidikan profesi berbasis kompetensi dan skill
mix melalui program pendidikan akademik dan profesi (UU No.20/2003: Sisdiknas) dan sistem akreditasi
sesuai standar pendidikan dan kompetensi nasional dan global, Menerapkan kurikulum berbasis kompetensi
(inti: interpersonal, klinik dan komunitas, manajemen, legal & etika, edukasi dan riset), Mengkawal
pengembangan sistem dikti keperawatan dalam sistem dikti nasional sejalan dengan pendidikan tinggi
profesi kesehatan lain, Memastikan bahwa pengelolaan organisasi/ institusi dan keilmuan dilakukan oleh
yang menguasai substansi keilmuan untuk membangun komunitas perawat professional dan ilmuan
pengembang
disiplin ilmu
keperawatan,
Memfasilitasi
sistem
dikti
keperawatan menghasilkan
pengembangan body of knowledge dan temuan ilmiah, Bekerjasama optimal antara Institusi Pendidikan dan
Pelayanan dalam koordinasi yang kondusif.
d.
Solusi Kebijakan/Regulasi
Menerbitkan Undang Undang Keperawatan yang Mengatur tentang Fungsi Konsil Keperawatan
dan Perangkatnya (standar profesi, komite, dll) dalam Melindungi Masyarakat dan Komunitas Keperawatan,
Menetapkan kejelasan kedudukan peran pelayanan/asuhan keperawatan dalam pelayanan kesehatan di RS &
Komunitas bagi masyarakat, Kebijakan Pemerintah yang mengatur utilisasi dan mengoptimalkan kontribusi
keperawatan dalam sistem kesehatan, Menata Sistem Jenjang Karir Professional Perawat menjadi kebijakan
nasional dan diimplementasikan dalam tatanan pelayanan kesehatan dengan lingkungan kerja yang positif
dan staffing level yang rasional.
e.
Solusi Globalisasi
Catatan ICN (2008) Tidak ada satupun tindakan yang akan dapat menyelesaikan krisis
keperawatan, karena masalah keperawatan amat kompleks dan solusi harus multi dimensi dan
komprehensif, Globalisasi mempengaruhi tiap sistem, oleh karena itu perlu reformasi sistem pelayanan
kesehatan secara global, Berkolaborasi untuk berbagi visi, membangun jejaring transnasional; membina
hubungan professional yang sinergi; menyusun kebijakan dan kesepakatan yang mengedepankan
kepentingan Perawat; Negara asal dan Negara yang dituju, Bekerjasama dalam mengumpulkan data,
mengkordinasikan sumber untuk solusi optimal dan menguatkan serta memberdayakan infrastruktur yang
sudah untuk mengefektifkan pengelolaan migrasi, Memerlukan upaya inter-professional
untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan global, Praktisi kesehatan perlu menyiapkan diri, proaktif dan
berkolaborasi.
ICN memprioritaskan 5 area intervensi untuk mengatasi krisis global tenaga perawat:
a.
b.
c.
d.
Rekrutmen dan retensi dalam mengatasi maldistribusi nasional dan migrasi perawat ke LN
e.
Kepemimpinan Keperawatan
4.
a.
Menetapkan Position Statement PPNI tentang berbagai permasalahan kesehatan dan keperawatan dalam
perspektif profesi.
b.
c.
d.
Mengusulkan dan mengkawal Position Statement dan Buku Putih II terintegrasi dalam kebijakan
pemerintah serta Peraturan dan Perundang Undangan terkait dengan praktik keperawatan
e.
f.
Mendorong pengakuan terhadap struktur pengembangan karir (termasuk jenjang klinik) melalui
Pemerintah
g.
h.
Mengkawal standar praktik profesi (Standar Praktik, Standar Kinerja Professional, Standar Kompetensi,
Standar Pendidikan dan Kode Etik perawat disyahkan oleh Pemerintah) yang sudah diserahkan ke Depkes
i.
j.
Memastikan PBP/CPD cukup fleksibel untuk mobilitas karir dan akses untuk peluang kewirausahaan
dan/atau praktik mandiri
k.
Mengkawal Komite Nasional Uji Kompetensi Perawat (KNUKP) berfungsi sampai terbentuknya Konsil
Keperawatan Indonesia berdasarkan UU Praktik Keperawatan, bekerjasama dengan Pemerintah
l.
Menata praktik mandiri perawat (perorangan dan berkelompok) yang sedang diujicobakan di beberapa
daerah
m.
n.
o.
Membangun kerjasama lintas sektor, lintas profesi, pemerintah, dan masyarakat, LSM dan stakeholders
terkait dengan pelayanan kesehatan/keperawatan yang berkualitas, merata dan terjangkau dan sensitif gender.
p.
Mendorong diterbitkannya UU Keperawatan yang telah dialihkan menjadi inisiatif DPR dan dalam
program prioritas BALEG 2009