Anda di halaman 1dari 14

Prinsip Dasar

Obat-Obat Susunan Saraf Otonom

Tujuan Pengajaran ialah agar peserta didik mengenal dan memahami cara kerja
serta ruang lingkup obat-obat otonom ditinjau dari segi farmakologi.
Fungsi organ-organ tubuh dikontrol dan diintegrasikan oleh sistem saraf dan sistem
endokrin. Secara umum kedua sistem ini mempunyai sifat yang hampir sama, yaitu
mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi proses-proses di bagian tubuh yang
letaknya jauh, dan mekanisme umpan balik negatifnya juga mempunyai arti penting.
Pusat interaksi tertinggi untuk sistem saraf dan sistem endokrin adalah hipotalamus.
Perbedaan utama antara sistem saraf dengan sistem endokrin adalah dalam hal
metode hantaran informasinya. Pada sistem endokrim, sebagian besar hantaran adalah
bersifat kimiawi melalui hormon-hormon yang dibawa oleh aliran darah. Pada saraf,
hantaran informasinya dialirkan dengan aliran lestrik dengan cepat melalui serabutserabut saraf, yang dilanjutkan oleh hantaran kimia (yang disebut neurotransmitter)
antara sel-sel saraf dan antara sel saraf dengan sel efektor. Kedua sistem ini bekerja
sendiri-sendiri (involuntary) dan tidak dipengaruhi secara langsung oleh kesadaran
atau kehendak.
Obat-obat otonom adalah obat-obat yang bekerja mempengaruhi SSO tau
mempengaruhi reseptor-resepptor otonompada sel-sel efektor yang dikontrol oleh
oleh SSO. Obat-obat otonom dapat memacu (agonis) atau menghambat (antagonis)
fungsi sistem saraf otonom. Mempelajari anatomi, fisiologi dan biokimia SSO
merupakan hal sangat penting untuk dapat mengerti dan memahami farmakologi
obat-obat otonom.

6. Anatomi, Organisasi dan Fisiologi


Saraf Otonom

saraf yang mengontrol dan mengkoordinasikan fungsi-fungsi fisiologis tubuh


manusia dibedakan atas 2 divisi utama: (1) saraf pusat (SSP) terdapat dalam otak dan
Medula Spinalis, dan (2) sistim saraf perifir yang memperantarai antara SSP dengan
lingkungan eksternal dan internal. saraf perifir dibagi lagi menjadi divisi aferen
(pembawa impuls yang naik) dan divisi eferen (pembawa impuls turun dari SSP ke
organ-organ). Divisi eferen dibagi lagi atas saraf somatik dan saraf otonom (SSO).
Neuron-neuron eferen SSO mempersyarafi otot polos dan otot jantung, kelenjar, dan
organ-organ dalam lain. Tidak seperti saraf somatik, SSO dibedakan atas saraf
simpatetik (adrenergic) dan saraf parasimpatetik (cholinergic).
Neuron-neuron saraf simpatetik berasal dari regio torakal dan lumbal (disebut juga
divisi torako-lumbal), dan neuron-neuron saraf parasimpatetik berasal dari daerah
batang otak atau dari daerah sakral (disebut juga divisi kranio-sakral). Serat saraf dari
sentral ke ganglion disebut serat preganglion, dan dari ganglion ke organ-organ
disebut serat posganglion. Serat saraf preganglion simpatetik pendek, dan berakhir di
ganglion yang terletak dekat ke Medula Spinalis; sedangkan serat pos ganglion
simpatetik panjang berakhir

di organ. Sebaliknya serat saraf preganglion

parasimpatetik panjang dan berakhir di gangglion yang letaknya dekat atau di dalam
organ target; dan serat posganglionnya pendek.
Impuls dalam parasimpatis ( kranio-sakral) berasal dari batang otak melalui nervusnervus III, VII, XI, X dan Nervi erigentes ke sel intermediolateral segmen II dan IV
bagian sakral medula spinalis. Impuls

simpatis ( torakolumbal) berasal dari sel

intermediolateral medula spinalis semua segmen torakal dan segmen lumbal I, II dan
III.
Serat saraf preganglion lansung mempersarafi Medula adrenal

tanpa sinaps di

ganglion, akan menyebabkan rilisnor-epinefrin (NE) dan epinefrin (E) langsung ke


sirkulasi darah.
Biasanya kedua simpatis dan parasimpatis mengirimkan informasi ke tempat target
yang sama. Terdapat pengecualian pada medula adrenal, kelenjar keringat, lien, dan
folikel-folikel rambut, yang hanya dipersarafi oleh saraf simpatetik saja. Terapi
dengan obatkadang-kadang merusak kesimbangan kritik ini, seperti pada pemblokiran
parasimpatis dan akktivitas saraf simpatik tidak lawan. Pengetahuan tentang efekefek fisiologik tiap dapat memprediksikan apa yang terjadi pada pemakaian obatobat otonom.
Perangsangan saraf somatik menghasilkan aaktivitas tunggal kontraksi otot, tetapi
perangsangan saraf otonom menghasilkan akktivtas yang lebih kompleks. Umumnya
dapat dikatakan bahwa saraf simpatis dapat berupa suatu respon-aktivitas, dan saraf
parasimpatis sebagai homeostatik-vegetatif.
Transmisi di ganglion dan antara ganglion dan sel-sel efektor diperantarai oleh zat
kimia yang disebut neurotransmiter. Neurotransmiter yang utama adalah: NE, E,
dopamin dan asetilkolin (ACh). Karena fungsi-fungsi fisiologik ke dua biasanya
berlawanan, sehingga dengan demikian persarafan ganda (simpatis dan para-simpatis)
menyeimbangkan efek-efek fisiologik.

Saraf
SS Perifir

SSP

Divisi eferen
SSOtonom
SS Simpatetik
(Adrenergic)

Divisi aferen
SSSomatik

S Para Simpatetik
(Cholinergic)
Gambar 1. Organisasi saraf dalam tubuh manusia.

Gtambar 2. [Gambar dan /keteranghan Gambar sama dengan Gambar 24.1 halaman
4 CKF Bagian 2edisi 1992.].

Gambar 2. Diagram skematis simpatikus dan parasimptikus. Sebelah kanan adalahsistem simpatis
dfan sebelah kiri sistem parasimpatis, berikut dengan orfgan-efektor yang dipersarafinya.
Sumber: Wingard LB dkk: Human Pharmaccology ,Moleccular to Clinical. Mosby Year Book, 1991,
p78 (1).

Efek fisologik utama dari dan adrenergik adalah: vasokonstriksi, vasodilatasi,


meningkatkan frekuensi denyut jantung, peningkatan kekuatan kontraksi jantung,
peningkatan kecepatan konduksi dalam jantung; relaksasi otot polos bronkus;
relaksasi otot polos saluran cerna; kontraksi sfingter; dilatasi pupil dan relaksasi otot
ciliare mata; peningkatan sekresi kelenjar keringat; penurunan sekresi pankreas;

pengentalan sekresi kelenjar ludah. Termasuk obat-obat yang mempengaruhi fungsifungsi ini adalah agonis adrenergik dan antagonis ganglionic blocking agent.

Neurotransmiter
Hantaran informasi pda saraf terjadi dengan penjalaran impul-impul dalam sel saraf
dan diteruskan dengan rilis (release) neurotransmiter dari ujung saraf ke celah-celah
sinaps antar sel dan antara sel saraf dan sel efektor . Neurotransmiter ini akan
berdifusi dan berikatan dengan molekul reseptor khusus pada sel pasca sinaps, yang
akan mengaktifkan atau menghambat aktivitas sel efektor.
Berdasarkan jenis neurotransmiter utama yang dibebaskan pada ujung saraf otonom,
serat saraf otonom dibedakan atas serat kolinergik yang merilis acetylcholine (Ach)
dan serat adrenergik yang membebaskan noradrenalin (norepinefrin, NE) sebagai
neurotransmiter. Terdapat bukti-bukti bahwa beberapa serat saraf perifir simpatis juga
membebaskan dopamin.
Medula adrenal berisi sel-sel kromafin, yang secara embriologik homolog dengan
ganglion simpatis, diturunkan dari neural crest. Sel-sel kromafin pada medula adrenal
ini dipersarafi oleh ujung saraf preganglionik simpatis khusus dengan neurotransmiter
ACh. Sel sel kromafin medula adrenal ini membebaskan campuran epinefrin dan norepinefrin (NE) ke dalam darah. Akhir-akhir ini juga diketahui bahwa sebagian besar
saraf otonom juga membebaskan beberapa substansi trnasmiter (co-transmitter)
sebagai pelengkap dari transmiter utama.

Transmiter dan reseptor

Semua ujung saraf otonom pregangglionik adalah kolinergik, artinya yang


membebaskan asetilkolin (ACh). ACh bekerja pada reseptor ACh kolinoseptor
pada badan sel posganglion atau dendrit untuk membangkitkan transmisi. Demikian
juga semua ujung saraf posganglion parasimpatis adalah kolinergik (yang
membebaskan ACh), ACh kemudian bekerja pada reseptor ACh kolinoseptor pada
sel-sel efektor (yitu otot polos, otot jantung dan kelenjar.
Kebanyakan (tapi tidak semua) ujung saraf posganglion simpatis adalah adrenergik,
yaitu dapat merilis norepinefrin (NE). NE bekerja pada reseptor NE adrenoseptor
pada sel-sel efektor pasca sinaps. Terdapat 2 pengecualian utama, yaitu neuron
simpatis posganglion untuk termoregulator kelenjar keringat dan neuron simpatis ke
pembuluh darah (vasodilator) otot rangka; kedua jenis neuron simpatis ini bersifat
kolinergik.
Kebanyakan organ tubuh dipersarafi oleh simpatis dan para simpatis, dan efek yang
terlihat adalah hasil kesimbangan antara kedua tersebut. Penghambatan salah satu
(misalnya dengan obat) atau bila terjadi denervasi salah satu , akan mengakibatkan
ativitas organ didominasi oleh

yang berlawanan.

Sekresi kelenjar ludah dapat

dirangsang oleh aktivitas sipmpatis maupun parasimpatis, tetapi sekresi yang


dihasilkan berbeda kualitasnya, yaitu pada aktivitas simpatis air ludahnya lebih
kental, sedangkan parasimpatis lebih encer. simpatis dan para simpatis juga dapat
bekerja bergantian dimana

simpatis menimbulkan ereksi dan parasimpatis

mengakhirinya dengan eyakulasi.

Neuron

Neuron

kolinergik

adrenergik

Acetyl-CoA
+
Cholin

Dopa

Tirosin

Dopamin
MAO
ACh

Derivat
deaminasi

NE
Choline

Re up take

ACh
NE
AChE
X X X
Jaringan pasca sinaps

Normeta
nefrin

COMT
X X X
Jaringan pascasinaps

Gambar 3. Proses biokimia pada ujung saraf kolinergik dan adrenergik. Terlihat bahwa monoamin
oksidase (MAO) berada di intrasel, sehingga secara teratur sebagian NE mengalami deaminasi di ujung
saraf adrenergik. Catecol-O-metyltransferase (COMT) bekerja pada NE yang telah diseksresikan.
[ACh, acetylcholine; AchE, acetylcholinesterase.]
Sumber: Katzung BG, BukuBantu Farmakologi, Peenerbit EGC Jakarta, 1994.

Efek Aktivasi Saraf Otonom


Pengetahuan mengenai efek dari aktivasi tiap divisi saraf otonom memberikan dasar
untuk dapat meramalkan efek obat-obat otonom. Dalam Tabel 6.[= Tabel 24-1 CKF
Bagian II, 1994] dapat dilihat respons berbagai organ pada perangsangan saraf
adrenergik dan kolinergik yang harus dipertimbangkan dalam pemberian sesuatu obat
otonom.

Tabel 6-1. Respons adrenergik dan kolinergik pada berbagai organ-organ efektor.

Tabel 6-1.[= Tabel 24-1 CKF Bagian II, 1994]

Secara umum dapat dikatakan bahwa parasimpatis bersifat konservasi dan reservasi
tubuh, atau disebut fungsi rest and digest . parasimpatis mengatur fungsi-fungsi vital
dalam tubuh. Sedangkan

simptis berfungsiuntuk mempertahantubuh terhadap

gangguan dari luartubh dengan rekasi berupa perlawananatau pertahanan diri yang
dikenal sebagai fight or flight reaction.

Transmisi Kolinergik
Prekursor neurotransmiter, rilis dan terminasi kerja neurotransmiter adrenergik dan
kolinergik dismpulkan dalam Gambar 3. Pada ujung-ujung saraf kolinergik terdapat
vesikel-vesikel besar (letaknya agak jauh dari membran sinaps dan berisi lebih
banyak peptida yang berfungsi sebagai co-transmitter) dan vesikel kecil (lebih
banyak beris ACh). Vesikel-vesikel ini disintesa di bagian soma neuron dan ditransfer
ke bagian terminal neuron; dan vesikel-vesikel ini juga daa yang didaur ulang
beberapa kali dalam terminal. ACh disintesis dalam sitoplasma dari acetyl-CoA
(disintesis di mitochondria) dan choline dengan katalisator choline acetyltransferase
(ChAT). Choline diperoleh dari cairan ekstraselular dan ditransfer ke dalam sel oleh
pembawa pertama yang disebut Natrium-dependent carrier; dan tranfer ini dapat
dihambat oleh Hemicholenium (analog ACh). ACh yang terbentuk dalam sitoplasma
ditransfer ke dalam vesikel oleh pembawa ke dua antiporter carrier yang
mengubah proton-proton. Transfer ini dapat dihambat oleh vesamicol (Usdin et al
1995). Proses sintesis ACh berlangsung sangat cepat sehingga menyokong terjadinya
rilis ACh yang cepat. Dalam vesikel terdapat banyak sekali molekul ACh (biasanya
1000 50.000 molekul tiap vesikel.
Terjadinya rilis neurotransmiter bergantung pada kadar Kalsium ekstraselular, dan
rilis neurotransmiter timbul bila terjadi aksi potensial di terminal dan memicu
masuknya ion-ion Kalsium ke dalam sel.[pada waktu kanal-kanal Ca yang sensitif
voltase di dalam membran di bagian terminal neuron terbuka, sehingga

memungkinkan terjadinya influk Ca++]. Peningkatan Ca intraselular ini menyebabkan


tidak stabilnya (mudah pecah) vesikel-vesikel karena interaksinya dengan protein
khusus yang berkaitan dengan membran sel. Penyatuan membran vesikel dengan
membran sel di terminal timbul melalaui interaksi antar protein vesikel seperti
synaptotagmin dan synaptobrevin dengan beberapa protoein dari membran terminal
seperti SNAP-25 dan syntaxin. Penyatuan membran ini menyebabkan terjadinya
ekspulsi eksositotik pada saraf motorik somatik dirilis beberapa ratus quanta
acetylcholine ke dalam celah sinaps. Proses rilis ACh ini dapat dihambat oleh toksin
botulinum.
Setelah dirilis ke dalam celah sinaps molekul ACh akan berikatan dengan resepptor
ACh (kolinoseptor). Penyebaran ACH disertai dengan penyebaran enzim AchE yang
banyak pula, sehingga waktu paruh ACh sangat pendek. AchE dengan cepat akan
menguraikan molekul acetylcholine (ACh) menjadi choline dan acetat.
Transmisi Adrenergik
Dalam terminal neuron adrenergik, tyrosine (prekurson dopamin) ditranspor dari
eksraselular ke dalam sel oleh pembawa Natrium-dependent carrier, (A). Dengan
bantuan enzim Tyrosine hydroxylase, tyrosine intrasel ini dirobah menjadi dopamine.
Akktivitas enzim Tyrosin hydroxylase dapat dihambat oleh Metyrosine Dopamin yang
terbentuk ditranspor ke dalam tempat penyimpanannya di vesikel oleh pembawa
kedua (B) yang dapat dihambat oleh Reserpine.
Pembawa yang sama mentransfer norepinephrine (NE) dan beberapa amine lainnyake
dalam granula-granulaini. Dalam vesikel, dopamine dikonversi menjadi NE oleh
dopamine-- hydroxylase. Bila terdapat aksi potensial yang membuka kanal-kanal Ca
yang sensitif-voltase dan meningkatkan kadar kalsium intraselular. Selanjutnya
penyatuan (fusi) membran vesikel dengan membran permukaan sel menimbulkan
ekspulsi norepinephrine (NE), Co-transmitter, dan dopamine - hydroxylase. Rilis
NE ini dihambat oleh obat-obat seperti guanethidine dan bretylium. Setelah dirilis,

NE berdifusi ke luar celah atau ditranfer /diambil kembali ke dalam sitoplasma di


terminal (ambilan 1), atau ditransfer ke dalam sel pasca sinpas (ambilan 2). Transfer
(ambilan) ini dapat dihambat oleh kokain, antidepresan trisiklik. Pengaturan reseptorreseptor terdapat di ujung saraf presinaps.
Norepinefrin dan Epinefrin dapat dimetabolisme oleh beberapa

enzim, seperti:

catechol-O-methyltransferase (COMT) dan monoamine oxidase (MAO).


Regulasi reseptor
Perubahan kondisi-kondisi lingkungan dapat mengubah jumlah atau densitas reseptor
(up or down regulation) atau perubahan afinitas dari suatu reseptor untuk suatu
agonis atau antagonis
mendadak

(uncoupling). Efek-efek obat dan efek-efek penghentian

(withdrawal)

berkaitan

dengan

jumlah

atau

afinitas

reseptor.

Misalnya,pemakaian jangka panjang agonis dapat menurunkan densitas reseptorreseptor dan mengurangi efek obat. Sebaliknya pemakaian jangka lama suatu
antagonis , atau bloker, dapat meningkatkan densitas reseptor-reseptor dan respons
terhadap penghentian mendadak obat-obat bloker.
Integrasi fungsi otonom
Integrasi fungsional terjadi melalui mekanisme umpan balik negatif (negatif feedback
mechanism).Proses ini mempergunakan reseptor prasinaps padda tingkat lokal dan
reflek homeostatik pada tingkat ik. Pada farmakologi otonom,

refleks yang

terpenting adalah reflek-reflek yang mengatur tekanan darah. Hal ini harus selalu
diingat dalam menganalisis efek obat-obat yang bekerja pada jantung dan pembuluh
darah. ini memmadukan refleks-refleks saraf baroreseptor dengan refleks-refleks
hormonal renin-angiotensin-aldosteron. Kontrol umpan balik lain didapatkan pada
ujung saraf beberapa . Yang paling dikenal ialah umpan balik negatif NE terhadap
rilis NE di ujung saraf pasca sinaps neuron adrenergik. Efek ini tampaknya
diperantarai oleh reseptor 2.

Second Messenger Pada Respons Intraselular


Sinyal kimiawi yang berikatan dengan reseptor mengaktifkan proses enzimatikdalam
membran sel yang pada kahirnya menimbulkan respons selular, seperti fosforilasi
protein intrselular, atau pperubahan konduktivitas kanal ion. Neurotransmiter dapat
berfungsi sebagai pengantar sinyal, sedangkan reseptor berfungsi sebagai detektor
sinyal serta trnaducer. Molekul second messenger dicetuskan sebagai respons ikatan
neurotransmiter dengan reseptor yang selanjutnya akan menterjemahkan sinyal
esktraselular ke dalam suatu respons yang lebih lanjut akan disebarkan atau diperkuat
(amplikasi) di intraselular. Setiap komponen berperanan dalam komunikasi antara
peristiwa pada ekstraselular dengan perubahan kimiawi intraseluler.
A. Kerja reseptor membran
Reseptor neurotransmiter adalah protein membran yang mempunyai daerah ikatan
yang dapat mengenal dan memberikan respons terhadap molekul neurotransmiter.
Beeberapa reseptor seperti serat pascasinaptik atau otot, terikat dengan kuat pada
membran kanal ion sehingga ikatan neurotransmiter

akan terjadi dengan cepat

(dalam sepersekian milidetik) dan secara langsung mempengaruhi permiabilitas ion


(Gambar 6-3 A).Efek neurotransmiter pada chemical gate ion channel dibicarakan
tersendiri.
B. Regulalsi yang melibatkan molekul second messenger
Beberapa reseptor tidak secara langsung bergandengan dengan ion gate. Untunglah
melalui suatu serial reaksi inisiasi resepptor memberikan suatu tanda neurotransmiter
yang telah dikenalnya sehingga akhirnya menyebabkan suatu respons intraselular
yang spesifik. Molekul second messenger dinamakan demikian karena berperan
dalam penyampaian pesan awal (neurotransmiter atau hormon) yang pada akhirnya
menimbulkan efek pada sel-sel. Hal di atas merupakan salah satu bagian dari kejadian

bertingkat-tingkat untuk menterjemahkan ikatan neurotransmiter ke dalam respons


selular. Yang sudah diketahui sebagai second messenger ada 2, yaitu adenilsiklase
dan kalsium fosfatidilinositol (Gambar 6-3 B dan C).

A.Reseptor
berpasangan
dengan
kanal ion:
* Resepptor nikotin
* Reseptor GABA

Neurotransmiter

ion

Terjadiperubahan pd Efek
potensial membran
intra
atau konsentrasi
selular
ion dalam sel

ion
cAMP
B. Reseptor
berpasangan
dengan
adenilsiklase
* Beta adrenoseptor
* alfa -2 Adrenoseptor
C. Reseptor
berpasangan
dengan
diasilgliiserol
* -1 adrenoseptor
* Reseptor muskarinik
kolinergik

Fosforilasi
protein

Efek
intra
selular

Fosforilasi
protein dan
peningkatan
Ca intraselular

Efek
intra
selular

Adenilsiklase
ATP

Inositol trifosfat
Diasilgliserol

Gambar 6- . Mekanisme pengikatan neurotransmiter yang menimbulkan efek


intraselular.

Nonspesifisitas
Obat-obat tidak dapat langsung menyeleksi daerah-daerah target di tubuh atau di
jaringan. Obat-obat bekerja pada semua reseptor yang dapat akses dan diikat. Karena
SSPberisi reseptor-reseptor untuk ACh, NE, dan epinefrin, obat-obat yang
mempengaruhi ACh di neuron-neuron perifir dapat memperlihatkan efek-efek yang
tidak diinginkan pada SSP, bila obat-obat ini dapat melewati sawar darah otak.

Penggolongan obat-obat otonom


Menurut efek utamanya, obat otonom dapat dibagi atas 5 golongan:
1. Kolinergik atau parasimpatomimetik memberikan efek yang ditimbulkan oleh
aktivitas saraf parasimpatis.
2. Adrenergik atau simpatomimetik memberikan efek yang mirip dengan aktivitas
simpatis.
3. Antikolinergik atau parasimpatolitik memberikan efek penghambatan terhadap
timbulnya aktivitas parasimpatik.
4. Antiadrenergik atau simpatolitik memberikan efek penghambatan timbulnya
aktivitas simpatis.
5. Obat ganglion memberikan efek perangsangan atau penghambatan penerusan
impuls di ganglion.

Anda mungkin juga menyukai