Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 3
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
1.6.
1.7.
1.8.
5.2.3.
5.2.1
5.2.4.
5.2.5.
Unit 57 / 057 Distribusi Bahan Bakar Cair dan Gas .................. 122
5.2.6.
6.2.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Batasan Masalah
Agar permasalahan yang dibahas tidak menyimpang dari lingkup
permasalahan maka dalam hal ini penulis memberikan batasan masalah sebagai
berikut :
1.
1. Metode Observasi
2. Metode Interview
3. Studi Literatur
Literatur berupa jurnal perusahaan, petunjuk kerja alat di data sheet, diagram
alir, buku buku perpustakaan baik dari perpustakaan maupun dari kampus
4. Konsultasi
1.5.
1.6.
Tempat
Waktu
1.7.
tentang
judul,
latar
belakang,
perumusan
masalah,
tujuan,manfaat
1.1.8. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Menjelaskan tentang water treatment facilities, sejerah unit SWD di unit
utilities, Input dan Output pada Treated Balance di Unit Utilities,
Distribusi treated water pada area utilities,
1.1.9. BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
BAB 2
PROFIL DAN MANAJEMEN PERUSAHAAN
10
Dalam tahun 1907, Royal Dutch Company bergabung dengan Shell Transport and
Trading Company, dimana perusahaan yang beroperasi dari kelompok Royal
Dutch dan Shell di Indonesia adalah Bataafshe Petroleum Maatschappij (B.P.M),
dan ini merupakan satu-satunya perusahaan yang beroperasi di Indonesia sampai
tahun 1911. Pada tahun 1912, Standard Vacum Oil Company (STANVAC), suatu
anak perusahaan Standard Oil (New Jersey) dan s mulai beroperasi di Indonesia,
perusahaan tersebut mengerjakan lapangan-lapangan minyak di Talang Akar dan
Pendopo Sumatera Selatan.
Untuk mengahadapi saingan dari Standard Oil ini, maka pada tahun
1930 oleh pemerintah kolonial Belanda dan B.P.M, dibentuklah suatu campuran
yaitu N.V. Nederlandsche Indische Aardolie Maatschappij (N.I.A.M.). pada tahun
1935, CALTEX yaitu sebuah anak perusahaan Standard Oil of California and
Texas Company mulai beroperasi di Indonesia, dimana lapangan produksinya
terletak di Minas dan Duri di daerah Daratan Riau. Pada tahun 1935, dibentuk
perusahaan
minyak
bernama
Nederlandsche
Nieuw
Guinea
Petroleum
11
12
Pengangkutan
Kemudian,
kedia
perusahaan
tersebut
digabung
menjadi
PN.
negeri
diantaranya mencapai 34% sebagai Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk kebutuhan
pulau Jawa.
PERTAMINA memiliki unit unit operasi yang tersebar di seluruh
Indonesia yang meliputi beberapa operasi Eksplorasi dan Produksi, 7 Refinery
Unit, 8 Unit Pemasaran Dalam Negeri dan Unit penunjang lainnya (PKK, Umum,
Keuangan).Sejalan dengan pembangunan yang meningkat pesat, maka kebutuhan
akan produk minyak bumi akan semakin bertambah. Untuk itu perlu dibangun
unit pengolahan minyak bumi guna memenuhi kebuthan yang semakin meningkat
tersebut. Dalam usaha tersebut, maka pada tahun 1974 dibangun kilang di Cilacap
yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Rimur Tengah,
dengan maksud selain untuk mendapatkan produk BBM, juga mendapatkan bahan
dasar minyak pelumas dan aspal.
13
KapasitasMBSD
5 (sejak 2006 tidak
beroperasi lagi)
170
348
270
125
10
14
15
kebutuhan di pulau jawa. Kilang minyak ini mengolah minyak mentah menjadi
bahan bakar minyak (BBM), non BBM (NBM), dan Petrokimia
2.2. Visi dan Misi Perusahaan
2.2.1. Visi Misi PT. PERTAMINA (Persero)
a. Visi
Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia
b. Misi
Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan secara
terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.
c. Nilai Nilai
Dalam mencapai Visi dan Misinya, Pertamina berkomitmen untuk
menerapkan tata nilai sebagai berikut :
1. Clean
Manajemen
yang
profesional
serta
menghindari
konflik
16
2.2.2
a. Visi
Menjadi kilang minyak yang unggul di Asia Tenggara dan kompetitif
di Asia pada tahun 2015.
b. Misi
Mengolah minyak bumi menjadi produk BBM, non BBM, dan
Petrokimia untuk memberikan nilai tambah bagi perusahaan, dengan
tujuan:
memuaskan
perusahaan
secara
stakeholder
profesional,
melalui
berstandar
peningkatan
internasional,
berwawasan lingkungan.
c. Motto
Bekerja dalam kebersamaan untuk keunggulan bersama.
17
kinerja
dan
d. Strategi
Penyempurnaan konfigurasi kilang :
-
Berwawasan Lingkungan
18
presentasi
bentuk
panah,
dimaksudkan
sebagai
19
Warna Biru
Komisaris/Pemerintah
Republik
Indonesia.
Pelaksanaan
kegiatan
20
21
Kilang Petrokimia
B.1 Sistem Organisasi
Refinery Unit IV Cilacap dipimpin oleh General Manager yang
membawahi :
Senior Manager Operation and Manufacturing
Manager Engineering and Development
Manager Legal & General Affairs
Manager Health, Safety Environment
Manager Procurement
Manager Relianility
OPI Coordinator
Manager SPID (Hirarki ke Pusat)
Manager Marine Region IV (Hirarki ke Pusat)
Manager Refinery Finance Offsite Support Region ke-III (Hirarki
ke Pusat)
Manager Human Resource Area (Hirarki ke Pusat)
Manager Human Resource Area (Hirarki ke Pusat)
Director of Hospital Cilacap
IT Area Manager RU IV Cilacap
Senior
Manager
Operation
22
and
Manufacturing/
Manager
kilang
Manager Production II
Manager Refinery Planning and Optimation
Manager Refinery Planning and Optimation
Manager Maintenance Planning and Support
Manager Maintenanve Planning and Support
Manager Maintenance Execution
Manager Turn Around
Dalam melakukan tugas dan kegiatannya kepala bidang dibantu oleh kepala sub
bidang, kepala seksi dan seluruh perangkat operasi di bawahnya.
B.2 Sistem Kepegawaian
Dalam Kegiatan sehari-hari, PERTAMINA mempunyai pegawai-pegawai
di lingkungannya. Secara garis besar pegawai PERTAMINA dibagi menjadi :
Pegawai Pembina
: Golongan 2 ke atas
Pegawai Utama
: Golongan 5 3
Pegawai Madya
: Golongan 9 6
Pegawai Biasa
: Golongan 16 10
23
Untuk pegawai Shift bekerja dengan sistem 3:1, artinya 3 hari kerja dan 1
hari libur. Periode tersebut berjalan secara bergantian dari Shift pagi, sore
dan malam dengan jam kerja sebagai berikut :
-
Pegawai Operasi :
Shift pagi
: 08.00 16.00
Shift sore
: 16.00 24.00
Shift malam
: 00.00 08.00
Pegawai security:
Shift pagi
: 06.00 14.00
Shift sore
: 14.00 22.00
Shift malam
: 22.00 06.00
untuk
kesejahteraan
pegawai
yang
tersedia
di
24
c. Sarana Pendidikan
Untuk meningkatkan kemampuan dan karir, Pertamina memberikan
kesempatan bagi pegawainya mengikuti pendidikan ataupun pelatihan.
Selain itu bagi anak-anak pegawainya, disediakan TK dan SD. Sekolah
itu pun terbuka juga untuk umum.
d. Sarana Rekreasi dan Olahraga
Terdapat 2 gedung pertemuan dan rekreasi yang diiliki oleh Pertamina
RU-IV Cilacap, yaitu :
Patra Graha
Patra Ria
Selain itu, tersedia juga sarana olah raga diantaranya :
Lapangan sepak bola
Lapangan bola volley dan basket
Lapangan bulu tangkis dan tenis
Kolam renang
Arean Bowling dan Bilyard
e. Sarana Perhubungan dan Telekomunikasi
Kompleks perumahan, kantor dan lokasi kilang Pertamina RU IV
Cilacap dilengkapi dengan pesawat telepin sebagai alat komunikasi.
Mobil dinas disediakan sebagai alat transportasi bagi staf senior yang
25
26
BAB 3
DESKRIPSI UMUM PABRIK
Lokasi Pabrik
27
28
Tata letak Kilang Minyak Cilacap beserta saran pendukung yang ada
adalah menurut tabel 3.1 berikut :
Tabel 3.1 Tabel areal areal kilang PT. PERTAMINA RU-IV Cilacap
a. Areal Kilang Minyak dan kantor
203, 19 ha
50,97 ha
12,77 ha
100.80 ha
10.27 ha
70 ha
g. Areal Paraxyelne
9 ha
69, 71 ha
Total
526,71 ha
29
30
31
32
33
34
Kapasitas desain tiap unit pada FOC I dan LOC I dapat dilihat pada tabel 3.2
35
Unit Proses
(ton/hari)
Kapasitas
(ton/hari)
CDU I
13.650
HVU I
3148
NHT I
2.275
Propane
784
Deasphalting Unit
I
Gas Oil HDS
2.300
Furufural
991 1580
Extraction Unit I
Platformer I
1.650
MEK
Unit I
Propane
43.5
Manufacturing
Merox Treating
1.940
Kemudian bagan khusus proses LOC I,II, & III proses ketiga komplek
LOC tersebut berasal dari naphta FOC I
36
37
Kapasitas desain tiap unit pada FOC II dan LOC II dan III dapat dilihat pada tabel
3.3
38
Tabel 3.3 Tabel Kapasitas FOC II, LOC II, dan LOC III
Fuel Oil Complex II
Lube
Oil
Complex III
Unit Proses
Kapasitas
Unit Proses
(ton/hari)
Kapasitas
Kapasitas
(ton/hari)
(ton/hari)
CDU II
26.890
HVU II
3148
NHT II
2.500
Propane
784
583
Deasphalting
Unit II, III
AH Unibon
2.680
Furufural
991 1580
Extraction
Unit II
Platformer II
2440
MEK
226 337
226 - 337
Dewaxing Unit
II, III
LPG
730
Recovery
Naphta
1.620
Merox
THTD
1.800
Visbreaker
8.837
39
HTU
1700
40
Kapasitas (ton/hari)
Naphta Hydrotreater
1.791
CCR Platformer
1.791
Sulfolane
1.100
Tartoray
1.730
Xylene Fractionator
4.985
Parex
4.440
Isomar
3.590
41
42
a. Modifikasi FOC I dan FOC II, LOC I dan II, dan Utilities II/Offsite
b. Pembangunan LOC III
c. Pembangunan Utilities III dan LOC III tankage
d. Modernisasi instrumen kilang dengan DCS (Distibuted Control System)
Jenis Pekerjaan
CDU
Penambahan
modifikasi/penambahan
Crude
Desalter
dan
peralatan
pada
Naphta
Hydrotreater Unit
Modifikasi peralatan pada Keroseine Merox Treatimg
Modifikasi/penambahan peralatan pada SWS Unit
Modernisasi instrumen kilang
Dasilitas lain : modifikasi/penambahan pumping dan
piping system, nidufujasu/penambahan heat exchange
system.
FOC II
CDU
Penambahan
modifikasi/penambahan
Crude
Desalter
dan
43
LPG
Recovery
Modifikasi/penambahan peralatan unit SWS
Modernisasi instrumen kilang
Fasilitas lain : modifikasi/penambahan pumping dan
piping system, modifikasi/penambahan heat exchange
system
LOC II
lain
rekonfigurasi/penambahan
heat
Utilities/Offsite
Pembangunan Power Generator 8 MW dan Distribution
System
Pembangunan Boiler 60 T/hr beserta BWF dan
Distribution system
Modifikasi/penambahan peralatan pada Flare System
Pembangunan Intrument Air
Modifikasi/penambahan Cooling Water System
44
Hasil
Sebelum
Sesudah
Kenaikan
100.000
118.000
18.000 (18%)
dan 20.000
25.600
5600 (28 %)
Avtur/kerosene 25.708
17.300
1.592
Produksi
CDU
Fraksi minyak
NHT
Naphta
gasoline
Kerosene-
(10,13%)
Merox
Sesudah
Kenaikan
CDU
Fraksi minyak
230.000
30.000 (15%)
45
200.000
AH Unibon
Kerosene
20.000
23.000
3.000 (15%)
LPG
Gas
7.321
7.740
419 (5,72%)
Recovery
Propane/Butane
Hasil Produksi
Base HVI
Sebelum
Sesudah
Kenaikan
255.000
428.000
173.000 (69%)
Oil
60/100/160S/650
Asphalt
Asphalt
512.000
720.000
208.000(40,63%)
LPG
Gas Propane/Nutane
7.321
7.740
419(5,72%)
Recovery
Dengan demikian desian FOC I, FOC II, LOC I, II, dan III mengalami
perubahan seperti terlihat pada tabel tabel dibawah ini
FOC I
Unit
FOC II
Kapasitas
Unit
(ton/hari)
Kapasitas
(ton/hari)
CDU I
16.126
CDU II
30.680
NHT I
2.805
NHT II
2.441
2.300
AH Unibon
3.084
Platformer I
1.650
Platformer II
2.441
Propane
43,5
LPG Recovery
636
Manufacturing
46
Merox Treater
2.116
Water 780
Sour
Naphta Merox
1.311
SWS
2.410
THDT
1.802
Vidbreaker
8.309
Stripper
Unit
Kapasitas (ton/hari)
LOC I
LOC II
LOC III
HVU
2.574
3.883
PDU
538
784
784
FEU
478 573
1786 - 2270
MDU
226 337
501 841
501 841
Hydotreating
1.700
Unit
47
kesembilan stream gas ini hanya dikirim ke fuel system sebagai bahan bakar
kilang atau dibakar di flare. Dengan adanya unit LPG Recovery pada kilang SRU
ini akan menambah aspek komersial dengan pengambilan produk LPG yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dari stream treated gas.
Dengan melakukan treatment terhadap 9 stream sour gas dengan jumlah
total sebesar 600 metric ton/hari dapat diperoleh produk sulphur cair sebanyak 5968 metric ton/hari, produk LPG sebanyak 324-407 metric ton/hari dan produk
condensate (C5+) sebanyak 28-103 metric ton/hari. Sedangkan hasuil atas yang
berupa gas dengan kandungan H2S sangat rendah dari Uit LPG Recovery akan
dikirim keluar sebagai fuel system.
Unit-unit dikilang SRU adalah sebagai berikut:
1. Gas Treating
2. LPG Recovery
Unit didirikan untuk memisahkan acid gas dari amine regeneration di Gas
Treating Unit (GTU), dirubah menjadi H2S dalam bentuk gas menjadi sulphur
cair dan dalam bentuk gas sulfur untuk bisa dikirim melalui eksport.
48
TGU dirancang untuk mengolah acid gas dari sluphur Recovery Unit.
Semua komponen sulfur diubah menjadi H2S untuk dihilangkan di unit TGU
absorber, arus recycle kembali ke unit SRU dan sebagian dibakar menjadi jenis
sulfur yang terdiri dari SOx kemudian dibuang ke atmosfer.
Mol, %
Ethane
2.07
Propane
94.54
i-butane
3.79
Total
100
49
Crude,
Arabian
Light
Spesifikasi
o Wujud
: cair
o Penampakan
: hitam
o Bau
berbau
sedikit
belerang
o Spesific gravity pada 60/60 o F
: 0,85794
: 6,590 Cst
: 4,574 Cst
o Pour point
: < -36 o C
o Flash point
:- 34o C
o Komposisi
Kadar air
: <0,05 % berat
Kadar sulfur
Senyawa hidrokarbon
: 97,85 % berat
Produk
Fuel Gas
Merupakan bahan bakar fase gas dengan komposisi
50
Gasoline/Premium
Gasoline merupakan produk hasil pencampuran berbagai
Avtur
Avtur adalah bahan bakar yang digunakan untuk pesawat
terbang. Bahan bakar yang sering digunakan adalah Jet-A dan Jet
A-1 dengan nomor karbon antara C8-C16. Sedangkan bahan bakar
pesawat terbang sipil yang sering disebut Jet-B mempunyai nomor
karbon antara C5-C15.
Kerosene
kerosene
untuk
beberapa
peralatan
51
Solar/ADO
Penggunaan bahan bakar ini untuk bahan bakar pada semua
jenis mesin diesel dengan putaran tinggi (diatas 1.000 rpm). ADO
adalala bahan bakar jenis distilat yang digunakan untuk mesin
compression ignition. Pada mesin diesel yang dikompresi pada
langkah induksi adalah udara. Dan udara yang dikompresi
menimbulkan tekanan panas
yang tinggi,
sehingga dapat
Bahan Baku
ini
Berbahan baku crude campuran/ Cocktail Crude)
Spesifikasi Arjuna Crude :
52
o Wujud
: cair
o Penampakan
: hitam
o Bau
: berbau belerang
: 0,8473
: 4, 97 Cst
o Pour point
: < -36 o C
o Flash point
:- 34o C
o Komposisi
Kadar air
: <0,05 % berat
Kadar sulfur
: 0,11 % berat
Senyawa hidrokarbon
: 97,85 % berat
Total (C1-C4)
: 1,9 % berat
Light distilat
: 20,05 % berat
Residu
: 39 % berat
Kadar aspal
:0, 24 % berat
: cair
o Penampakan
: hitam
o Bau
: berbau belerang
: 0,8133
: 2, 32Cst
o Pour point
: < -33 o C
o Flash point
:- 34o C
o Komposisi
53
Kadar air
: <0,05 % berat
Kadar sulfur
: 0.044 % berat
Senyawa hidrokarbon
: 97,85 % berat
Total (C1-C4)
: 2,4 % berat
Light distilat
: 32,55 % berat
Residu
: 15,1 % berat
Kadar aspal
: 0,07 % berat
Produk
Fuel Gas
LPG
Gasoline/Premium
Heavy Naphta
Heavy
Nahphta
adalah
bahan
baku
kilang
Paraxylene
Kerosene
ADO/IDO
54
listrik
dan
penggunaan
lainnya
yang
: Residu FOC I
Spesifikasi
o Wujud
: cair
o Penampakan
: hitam
o Bau
: berbau aspal
: 0,9674
: 868,8 Cst
: 198,2 Cst
: 32,45 Cst
Produk
o HVI (High Viscosity Index) 60
o HVI (High Viscosity) 95
o Propane Asphalt
Merupakan rafinat dari proses pengambilan asphalt dari minyak
yang menggunakan solvent propane.
55
o Minarex A dan B
Digunakan untuk bahan pelarut pada industri cetak untuk
menghasilkan kualitas yang lebih baik.
o Slack Wax
Slack wax diguanakn sebagai bahan adhesive untuk soal
document, lilin, kosmetik baik cold cream, vanishing cream,
emollient cream, protective cream, sun screen cream, lipstick,
cream rough, eyebrow pencil maupun untuk shaving cream.
Selain itu Slack Wax digunakan sebagai bahan untuk keperluan
tinta cetak, tinta kertas maupun carbn, elektrolit condenser,
finishing barang yang terbuat dari kulit dan industri kertas.
4. Lube Oil Complex II (LOC II)
Bahan Baku
: Residu FOC I
Produk
o HVI (High Viscosity Index) 650
o Slack Wax
o Propane Asphalt
o Minarex H (Minarex Hybrid) yaitu solvent yang
dihasilkan dari proses Hybrid
5. Lube Oil Complex III (LOC III)
Bahan Baku
Produk :
o HVI (High Viscosity Index) 650
o HVI (High Viscosity Index) 95
56
: Naphta
Spesifikasi
o Wujud
: cair
o Penampakan
: Jernih/being
o Bau
: Seperti kerosene
: 0,650
o IBP
: 25 o C
o End Point
: 204 o C
Produk
o LPG
o Benzene
Benzene dimanfaatkan sebagai bahan dasar Petrokimia. Produk
ini tidak digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik,
seluruhnya diekspor keluar negeri.
o Paraxylene
Sebagian produk paraxylene yang dihasilkan PERTAMIN RU
IV diekspor keluar negeri bersama dengan benzene dan
sebagian lagi digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan
57
Dalam kegiatan operasinya, baik kilang BBM dan kilang non BBM
(NBM) maupun kilang paraxylene didukung oleh sarana penunjang antara lain :
a. Unit Utilities, yang berfungsi menyediakan tenaga listrik, tenaga uap dan
kebutuhan air bersih, baik untuk keperluan operasi kilang, perkantoran,
perumahan, rumah sakit dan fasilitas lainnya.
b. Tangki Penimbunan, yang digunakan sebagai penampung bahan baku minyak
mentah, produk antara, produk akhir maupun air bersih untuk keperluan
operasional kilang.
c. Laboratorium, yang berfungsi untuk mengontrol spesifikasi dan kualitas dari
minyak mentah, produk antara, produk akhir, termasuk juga untuk pusat penelitian
dan pengembangan. Laboratorium ini sejak tanggal 25 Oktober 2001 telah
mendapat sertifikasi SNI 19-17025-2000 dari Komite Akreditasi Nasional
58
59
kilang yang terletak di area kilang serta menyediakan sarana komunikasi antara
lain radio HT, telepon dan peralatan elektronika lainnya untuk kepentingan
operasional. RU IV mempunyai fasilitas pelabuhan dengan kapasitas maksimum
635.000 DWT, yang terdiri dari pelabuhan untuk bongkar pasang minyak mentah
dan memuat produk produk kilang untuk tujuan domestik maupun manca
negara.
g. Sistem informasi dan komunikasi. Fungsi ini dilengkapi dengan fasilitas
komputer main frame, maupun fasilitas PC untuk mendukung tugas perkantoran.
Selain itu, di instalasi kilang telah dilakukan otomatisasi
dengan melengkapi sistem komputerisasi seperti: DCS, SAP dan lain lain. Di
samping itu, sesuai dengan perkembangan dunia komunikasi, maka telah
dikembangkan pula saran komunikasi melalui email, intranet dan internet. Untuk
mempermudah komunikasi, dipasang radio, public automatic branch exchange
(PABX) dan peralatan elektronik lainnya.
mengurangi impor BBM dan produk petrokimia. Project RFCC (Residual Fluid
Catalytic Cracking) Cilacap diperkirakan dapat beroperasi secara komersial pada
tahun 2014. Untuk merealisasikan proyek ini. Pertamina menginvestasikan dana
sebesar 1,4 Milyar USD.
Proyek ini diharapkan dapat meningkatkan produksi Gasoline sebesar 9,1
juta kL per tahun. Selain itu, pembangunan proyek RFCC akan meningkatkan
produksi LPG sebanyak 352 ribu ton per tahun dan akan memproduksi produk
propylene sebesar 142 ribu ton per tahun.
Produksi propylene tersebut diharapkan dapat menambah pasokan untuk
kebutuhan Petrokimia Industri Plastik domestic yang selama ini bergantung pada
60
Impor. RFCC cilacap juga merupakan bagian dari program Pemerintah yaitu
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
terkait dengan pembangunan infrastruktur energy guna meningkatkan ketahanan
energi nasional.
Proyek ini sesuai dengan rencana Pertamina untuk swasembada bahan
bakar pada tahun 2018. Saat ini, Pertamina memiliki 6 kilang dengan total
kapasitas pengolahan MInyak Mentah sekitar 1 Juta barrel per hari dan
memproduksi BBM sejumlah 41 juta kL per tahun yang terdiri dari: Premium 12
juta kL, solar 18,3 juta kL. Kerosene 7 juta kL, dan Avtur 3,3 juta kL. Sementara
itu kebutuhan nasional saat ini telah mencapai 56 juta kL per tahun dan terus
meningkatkan dengan laju konsumsi rata-rata 4% per tahun.
Proyek RFCC yang menggunakan Technology Licensor UOP dan AXENS
akan meningkatkan kapasitas Kilang Cilacap sebanyak 62.000 barrel per hari.
Saat ini total kapasitas intake kilang Pertaminanadalah 1 juta barrel per hari
dengan rincian ; Cilacap 348.000 barrel per hari, Balikpapan 260.000 barrel per
hari, Dumai 170.000 barrel per hari, Balongan 125.000 barrel per hari, Plaju
118.000 barrel per hari dan Kasim 10.000 barrel per hari.
Dengan dibangunnya RFCC, kilang Cilacap akan dapat memproduksi
BBM khususnya bahan bakar ber-oktan tinggi dan memiliki kualitas yang lebih
tinggi (EURO IV Spec) serta memperbaiki margin kilang RU IV Cilacap secara
keseluruhab. Proyek ini diperkirakan akan menyerap sekitar 6000 8000 tenaga
kerja dan penggunaan kandungan lokal (TKDN) mencapai 38 % dari nilai kontrak
EPC (Engineering, Procurement, and Construction) atau setara dengan 320 Juta
Dollar. Dengan nilai kandungan lokal tersebut, secara tidak langsung diharapkan
mapu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat setmpat.
Pertamina kedapan juga akan melakukan investaso pada proyek-proyek
antara lain : Proyek Langit Biru Cilacap, Pusat Terminal Minyak Mentah LaweLawe Kapasitas 1 Juta KL. Proyek Refurbishment RU III Plaju dan proyek Kilang
Baru Balongan II (JV KPI) dan Proyek Kilang Baru Jawa Timur (JV Saudi
Aramco).
61
62
BAB IV
ORIENTASI UMUM
4.1.1.
63
64
pencegahan,
dan
penanggulangan
kecelakaan
kerja,
1. Meningkatkan
kesiapsiagaan
petugas
dan
peralatan
pemadam
risk
survey
dan
kegiatan
pemantauan
terhadap
rekomendasi asuransi.
6. Melakukan fire inspection secara rutin dan berkala terhadap sumber
bahaya yang berpotensi terhadap resiko kebakaran
B. Safety
Sub Bidang safety mempunyai tugas antara lain :
1. Penyelenggaraan kegiatan pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja guna mencapai kondisi operasi yang aman sesuai normanorma keselamatan.
2. Penyelenggaraan
kegiatan
penanggulangan
kecelakaan
dan
yang
65
3. Penyelenggaraan
usaha
pembinaan/pelatihan,
administrasi
untuk
D. Occupational Health
66
Fuel Oil Complex I (FOC I) dibangun pada tahun 1974 dan selesai pada
tahun 1976. Kilang ini dirancang oleh Shell International Petroleum
Maatschappij (SIPM), sedangkan kontraktornya adalah Fluor Eastern Inc,
dibantu oleh beberapa sub kontraktor Indonesia dan asing.
Pada awalnya, FOC I dirancang unrtuk mengolah minyak mentah jenis
Arabian Light Crude (ALC) dengan kapasitas pengolahan 100.000 barrel per hari.
Setelah Debottlenecking Project, FOC I memiliki kapasitas pengolahan 118.000
barrel per hari atau 16.094 TPSD dan juga digunakan mengolah minyak mentah
jenis Basrah Light Crude (BLC) dan Iranian Light Crude (ILC). Fuel Oil
Complex I (FOC I) yang terletak di area 10 terdiri dari unitunit proses sebagai
berikut :
1. Unit 11 : Crude Distilling Unit
2. Unit 12 : Naphtha Hydrotreating Unit
3. Unit 13 : Hydrodesulfurizer Unit
4. Unit 14 : Platforming Unit
5. Unit 15 : Propane Manufacture Facility Unit
6. Unit 16 : Marcaptan Oxidation Treating Unit
7. Unit 17 : Sour Water Stripping Unit
67
CDU dirancang untuk mengolah 16.094 ton/hari atau 118.000 BPSD ALC,
atau BLC atau ILC. Chemical injection yang digunakan dalam unit ini adalah soda
kaustik (NaOH), ammonia (NH3), dan demulsifier. Berikut tabel karakteristik
ALC (Arabian Light Crude).
Tabel 4.1 Karakteristik ALC (Arabian Light Crude).
68
crude dengan arus panas dari produk kolom. Jaringan penukar panas ini
dilengkapi dengan desalter untuk mengurangi kadar garam dalam crude.
Kemudian crude dipompa dari tangki menuju preflash column, sehingga uap
fraksi ringan terpisah dengan fraksi beratnya.
Di dalam kolom, crude terpisah menjadi lima fraksi, yaitu produk atas
(yang terdiri dari naphtha dan light tops), kerosene, LGO, HGO, dan Long
Residue sebagai produk bawah. Cairan yang bergerak ke bawah dilucuti dengan
steam untuk mengambil produk atas yang terbawa arus itu. Sebagian fraksi
naphtha, kerosene, dan LGO dikembalikan lagi ke kolom sebagai refluks. Produk
naphtha dari CDU ini digunakan sebagai umpan unit Naphtha Hydrotreater (NHT)
yang selanjutnya digunakan sebagai umpan Platformer. Produk kerosene
diumpankan ke Merox Unit, sedangkan LGO diumpankan ke Hydro
Desulphurizer Unit (HDS). Long Residue dikirim ke storage untuk diolah kembali
di Lube Oil Complex (LOC).
Unit ini berfungsi mengolah hasil puncak crude distiller (Unit 11) dengan
kapasitas 25.600 BPSD atau 2.805 ton/hari. Produk dari unit ini digunakan
sebagai umpan Platformer (fraksi 60-150 0C). Proses yang digunakan adalah
proses Shell Vapour Phase Hydrotreating.
Katalis yang digunakan adalah Cobalt Molebdenum dengan jenis Alumina
Extrude.Dalam unit ini terjadi penghilangan sulfur, oksigen, dan nitrogen yang
bisa meracuni katalis pada unit Platformer. Sulfur yang terdapat pada naphtha
(umumnya berbentuk thioles, mercaptan, dan sulfida) direaksikan dengan
hidrogen secara katalitik sehingga hidrogen disulfida yang mudah dipisahkan
dengan hidrokarbon.
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan mercaptan pada LGO dan HGO,
dengan mereaksikan mercaptan dengan hidrogen secara katalitik sehingga
69
Unit ini berfungsi untuk menaikkan bilangan oktan naphtha dari Naphtha
Hydrotreater Unit (Unit 1200) dengan pengolahan 14.300 BPSD atau 1.650
ton/hari. Sebelum masuk unit Platformer, naphtha dikurangi kandungan sulfurnya
hingga 0,5 wt ppm di unit Naphtha Hydrotreater.
Dalam unit ini naphtha dikonversikan dengan bantuan katalis. Reaksi yang
terjadi antara lain:
Unit ini berfungsi memisahkan LPG dari Platformer Unit menjadi propane
dan fuel gas, jadi tidak memproduksi LPG untuk dipasarkan. Kapasitas unit ini
sebesar 7 ton/hari, dengan dua kali produksi dapat mencukupi kebutuhan bahan
bakar Lube Oil Complex dalam satu bulan.
70
Pada unit ini terjadi proses pemisahan mercaptan yang korosif dan
kerosene dengan cara mengubah mercaptan menjadi disulfida yang tidak korosif
dengan cara oksidasi katalitik, yaitu dengan menginjeksikan udara ke dalam
reaktor. Proses ini menggunakan katalis Iron Group Metal Chelate dalam
suasana basa. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan kerosene yang memenuhi
spesifikasi aviation turbine fuel (avtur).
Unit ini berfungsi mengolah 733 ton/hari sour water dengan kandungan
H2S sebesar 0.7 ton/hari dan kandungan NH3 sebesar 0,16 ton/hari. Bahan
pendukung yang digunakan adalah packing berupa Ceramics Intallox Sadle 2.
Produk dari unit ini adalah nitrogen dengan kemurnian tinggi yang didapat
dari hasil pemisahan nitrogen dengan udara. Produk nitrogen ini selanjutnya dapat
digunakan untuk proses purging dan blanketing. Kapasitas produksi nitrogen gas
adalah 100 Nm3/jam sedangkan kapasitas produksi nitrogen cair 65 Nm3/jam.
Kandungan O2 pada nitrogen produk dibatasi sampai <10 ppm.
9. Unit 019 : Contaminant Removal Process Unit
71
Seksi Reaktor
Terdiri dari sebuah reaktor, pemanas umpan dan penukar panas produk
dengan umpan. Umpan berupa kondensat gas alam, untreated naphtha atau
campuran dari kondensat dan naphtha. Dalam reaktor, senyawa ionik dan
anorganik Hg dikonversikan menjadi elemen Hg.
Seksi Absorber
Untuk menghilangkan elemental Hg yang berasal dari seksi reaktor dan
senyawa arsenic ringan yang terkandung dalam umpan absorber
4.2.2 Lube Oil Complex 1
LOC I pada awalnya menghasilkan produk utama lube base dan hasil
samping aspal dan Minarex-B dengan kapasitas total 80.000 ton/tahun untuk 4
grade lube oil base. Dengan selesainya Debottlenecking Project maka pada
operasinya, LOC I mengalami perubahan khususnya untuk HVU I kapasitasnya
menjadi 2.574 ton/hari (115%). Sedangkan fungsi atau tugas LOC I antara lain:
Menghasilkan 2 grade lube oil base, yaitu HVI 60 (Parafinic 60) dan HVI
100 (Parafinic 100)
Menghasilkan atau menyediakan umpan untuk FEU II di LOC II
Menghasilkan aspal dan Minarex-A dan Minarex-B
72
Unit ini mengolah long residue dari CDU I, untuk menghasilkan distilat
yang akan diproses lebih lanjut menjadi bahan dasar minyak pelumas. Hasil-hasil
dari unit 21 ini adalah sebagai berikut,
73
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan asphalt dari short residue sebelum
diolah lebih lanjut menjadi bahan minyak pelumas. Prosesnya adalah ekstraksi
dengan pelarut propane. Kapasitasnya 523 ton/hari short residue dari bottom
product HVU (Unit 21), sedangkan hasil dari unit ini adalah deasphalted dan
asphalt. Hasil DAOnya digunakan sebagai umpan di FEU II.
SPO
LMO
MMO
DAO
555
515
573
478
Solvent Ratio
2.2
4.2
3.5
4.5
Rafinate Output ( %)
60
60
45
58
40
40
55
42
Unit ini berfungsi menghilangkan wax (lilin) dari rafinat hasil FEU,
dengan cara pendinginan rafinat sampai wax mengkristal dan dapat dipisahkan
74
HVI 60
HVI 95
HVI 160
HVI 650
264
298
283
213
339
372
377
266
339-264
372-298
377-283
266-213
Unit ini berfungsi sebagai penghasil panas untuk disalurkan pada unit-unit
tersebut di atas, yaitu untuk menguapkan solvent pada seksi recovery. Sistem ini
beroperasi secara kontinyu dalam suatu sirkulasi tertutup dengan penambahan
(make up) yang secara kontinyu pula, sistem ini menggunakan SPO hasil HVU.
Fuel Oil Complex II merupakan perluasan dari kilang dan dirancang untuk
mengolah minyak mentah (80% Arjuna dan 20% Attaka) dari dalam negeri
dengan kadar sulfur yang rendah. Unit ini terletak pada area 01. Adapun
kapasitasnya adalah 230.000 barrel/hari. Saat ini terjadi perkembangan sehingga
FOC II dapat mengolah bermacam-macam crude seperti Katapa Crude, Sumatra
Light Crude, Arimbi Crude, Arun Condensate, Duri Crude dan lain-lain di mana
75
komposisi crude tersebut diatur agar mendekati komposisi crude design pasca
debottlenecking project. Kilang ini dirancang oleh Universal Oil Product (UOP)
dan distilasinya berukuran tinggi 80 m, diameter 10 m dengan jumlah tray 53
buah.
Tabel 4. 4 Komposisi Umpan FOC II
Jenis Crude
% Volume
BPSD
Arjuna
55.6
127.000
Attaka
13.9
31.970
Arun Condesate
12.2
28.060
Minas
18.3
42.000
Fuel Oil Complex II (FOC II) pada Gambar 1.5 yang terletak di area 01
terdiri dari unitunit proses sebagai berikut :
Unit 011 : Crude Distilling Unit II (CDU II)
Unit 012 : Naptha Hydrotreating Unit II (NHT II)
Unit 013 : AH Unibon Unit
Unit 014 : Platforming dan CCR Unit
Unit 015 : LPG Recovery Unit
Unit 016 : Cracked Naphta Minalk Merox Treater
Unit 017 : Sour Water Stripper Unit
Unit 018 : Thermal Distillate Hydrotreating Unit
Unit 019 : Visbreaker Thermal Cracker
Berikut penjelasan masing-masing unit proses yang berada pada kilang FOC II
dan bagannya seperti pada gambar dibawah ini,
76
77
78
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan sulfur, logam berat dan komponen
nitrogen serta senyawa oksigen. Proses ini akan menghasilkan heavy naphta
yang memenuhi syarat sebagai umpan platforming. Kapasitasnya sebesar 2.440
ton/hari. Katalis yang digunakan adalah nikel dan molebdenum dengan pembawa
alumina.
3.
Unit ini bertujuan untuk memperbaiki smoke point pada kerosene, agar
tercapai smoke point minimal 17 mm. Kapasitasnya sebesar 2.440 ton/hari. Unit
ini terdiri dari 2 bagian, yaitu :
-
Unit ini mengolah lebih lanjut naphta dari Unit 012, untuk menaikan
angka oktan menjadi lebih tinggi, untuk campuran blending gasoline atau
premium. Unit ini dilengkapi dengan sistem continuous catalytic (CCR) sehingga
katalis yang digunakan selalu dalam kondisi optimal. Katalis yang digunakan
adalah UOP R-134 yang berupa platina dengan alumina sebagai
carrier.
Kapasitasnya adalah sebesar 2.440 ton/hari. Reaktor pada unit ini berupa reaktor
susun sehingga memungkinkan regenerasi katalis secara terus menerus.
5. Unit 015 : LPG Recovery Unit
Tujuan dari unit ini adalah memisahkan LPG propane dan LPG butane
yang berasal dari stabilizer column (CDU II) dan debutanizer dari unit
Platforming. Kapasitasnya mencapai 730 ton/hari. Umpan yang diolah adalah
93,2% volume berasal dari overhead naphta stabilizer unit 011 dan 6,8% volume
berasal dari overhead debutanizer unit 014.
6.
Dalam unit ini thermal cracked naphta dari unit 019 mengalami proses
sweetening, yaitu proses oksidasi
79
mercaptan
Unit ini mengolah LGO dan HGO yang keluar dari Visbreaker. LGO dan
HGO memiliki tipikal produk thermal cracking yaitu kandungan sulfurnya tinggi
sehingga perlu mengalami proses hydrotreating agar diperoleh diesel oil dengan
cetan indeks sekitar 45 dan flash point tidak kurang dari 1540F. Kapasitas unit ini
adalah 1.800 ton/hari.
9.
Unit ini mengolah reduced crude dari kolom distilasi untuk memberikan
nilai tambah pada residu. Proses yang dilakukan adalah mengubah minyak fraksi
berat menjadi minyak fraksi ringan dengan cara cracking mengunakan media
pemanas. Proses dari cracking ini dibatasi oleh stabilitas dari visbreaking residu
yang digunakan sebagai fuel oil. Produk dari unit ini adalah sebagai berikut :
-
80
Light Gas Oil, sebagian dikirim ke unit 018 untuk diolah lebih lanjut dan
sebagian lagi dikirim ke fuel oil storege untuk komponen blending fuel oil
Slop Wax, dikirim ke fuel oil storage untuk komponen blending fuel oil
Vacuum Bottom, untuk komponen blending fuel oil dan dikirim ke fuel
oil storage
Dengan adanya proses visbreaking ini, kilang minyak PERTAMINA RU
Hydrogen Rich Gas, dipakai sendiri di unit 012, 013 dan 018
kilang paraxylene
4.2.4. Lube Oil Complex II & III (LOC II & LOC III)
Kilang LOC II & IV ini pada dasarnya mempunyai tugas yang sama pada
kilang LOC I, yaitu menghasilkan komponen minyak pelumas dan sebagai hasil
samping adalah aspal dan minyak bakar. Kilang
II ini
mempunyai fungsi untuk membuat bahan baku pelumas dari long residue hasil
81
Crude Distilling Unit (CDU I). Kapasitas produksi dari LOC II ini adalah 175.400
ton/tahun produk Lube Base Oil dan 550.000 ton/tahun produk asphalt.
Lube Oil Complex II & III (LOC II & III) pada Gambar 1.6 yang terletak di area
02 dan 200 terdiri dari unitunit proses sebagai berikut :
1. LOC II tediri atas unit-unit di bawah ini :
2. LOC III tediri atas tiga unit yang terintegrasi secara geografis, yaitu :
-
Asphalt
Fuel Oil
Slack wax
LOC I ,II serta LOC III dibuat berintegrasi satu sama lain yang kemudian
output terakhir sebagai proses akhir pada LOC III. Berikut bagan bloknya.
82
distilasi dengan distilasi vacuum yang akan diproses lebih lanjut untuk membuat
bahan pelumas. Long residue terdiri dari fraksi-fraksi dengan titik didih tinggi,
sehingga bila dilakukan distilasi atmosferik akan terjadi perengkahan karena
temperaturnya sangat tinggi. Hasil-hasil dari unit 021 ini yaitu:
-
Short Residue
Dari HVU ini kemudian produk-produk tersebut diolah pada unit-unit
diolah lebih lanjut menjadi bahan minyak pelumas. Prosesnya adalah ekstraksi
83
dengan pelarut propane, sedangkan kapasitasnya 784 ton/hari short residue. Pada
proses selanjutnya maka Deasphalting Oil (DAO) akan digunakan sebagai bahan
baku minyak pelumas berat.
3.
destilat hasil HVU dan PDU. Prosesnya adalah ekstraksi dengan menggunakan
pelarut furfural yang mempunyai daya larut terhadap senyawa aromat. Rafinatnya
diolah menjadi bahan minyak pelumas sedangkan ekstrak keluar sebagai fuel oil.
Kapasitas FEU tergantung jenis umpan yaitu :
-
keberadaannya, karena merupakan sumber panas bagi unit-unit lain, antara lain
84
Tujuan dari
Menghemat devisa, karena selama ini bahan baku untuk paraxylene masih
di impor.
Benzene
: 118.000 ton/tahun
LPG
Raffinate
Fuel Gas
85
: 52 ton/hari
: 280 ton/hari
: 249 ton/hari
Kilang Paraxylene pada Gambar 1.7 yang terletak di area 80 terdiri dari
unitunit proses sebagai berikut :
-
dari kontaminasi berbagai impurities seperti sulfur, oksigen, nitrogen, logamlogam organik dan sebagainya, oleh karena senyawa tersebut dapat meracuni
katalis pada Unit Platforming. Pemurnian ini dilakukan dengan menginjeksikan
gas hidrogen dalam suatu rektor katalis yaitu Ni-Mo Alumina.
2.
86
Unit ini mengolah senyawa parafinik dan naphtenik yang terdapat pada
Treated Naptha menjadi senyawa aromatik untuk dijadikan
paraxylene dan
benzene pada unit berikutnya. Untuk CCR platforming catalist, umpan naptha
harus kurang dari 0,5 weight ppm, untuk mengoptimalkan selektivitas dan
stabilitas karakteristik katalis. Untuk tipikal kandungan sulfur dalam umpan pada
deaktivasi, suhu reaktor perlu dinaikkan untuk mencapai tingkat removal yang
sama. H2S yang dihasilkan kemudian dipisahkan pada stripper column, dan
dikeluarkan sebagai overhead off gas.
Hasil utama dari unit ini kemudian akan dipisahkan antara light
platformate dan heavy platformate.
Light platformate
banyak mengandung
Umpan untuk unit ini adalah light platformate. Unit ini berfungsi untuk
memisahkan gugus aromat dari gugus non aromat secara ekstraksi dengan
menggunakan pelarut sulfolane. Rafinat mengandung komponen-komponen non
aromat (parafin, olefin dan naphta) yang disebut mogas dan ekstrak mengandung
komponen aromat. Selanjutnya senyawa-senyawa tersebut dipisahkan di Sulfonate
Benzene Column (SBC). Hasil atas berupa benzene dan produk bawahnya adalah
toluene dan C8- +. Produk bawah ini kemudian dipisahkan pada Sulfolane
Toluene Column (STC). Produk toluene kemudian diumpankan ke Tatoray Unit
dan produk bawah ke Xylene Fractionation Unit.
87
Suatu aspek unik dari unit ini adalah pada desain splitter column. Dengan
mengoperasikan splitter column pada tekanan yang tinggi, suhu uap overhead
menjadi begitu tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pemanas untuk
reboiler di beberapa kolom pada Parex Unit dan Isomar Unit. Hal ini merupakan
suatu penghematan biaya operasi dan biaya pokok yang tidak kecil.
Unit ini berfungsi untuk memisahkan campuran antara xylene dengan C9
aromat dan lainnya. Produk atas berupa xylene yang diumpankan ke Parex Unit
dan hasil bawah dipisahkan dalam Heavy Aromatic Column. Produk atasnya
berupa C9 aromat diumpankan ke Tatoray Unit dan hasil bawah adalah heavy
aromat.
Proses Parex adalah suatu proses pemisahan yang kontinyu untuk adsorbsi
selektif paraxylene dari campuran isomernya (ortho dan meta xylene), ethyl
benzene dan hidrocarbon non aromatik. Unit ini menggunakan solid adsorbent
(zeolit), desorbent, Para Diethyl Benzene (PDB) dan suatu flow directing device
yang disebut rotary valve.
Produk rafinat menjadi umpan Isomar Unit sedangkan ekstrak berupa campuran
paraxylene dan desorbent dipisahkan lagi. Produk paraxylene yang dihasilkan
mempunyai kemurnian yang tinggi yaitu sebesar 99,65%.
88
diuapkan dan dialirkan melalui fixed bed radial flow reactor. Effluentnya
dikondensasikan untuk memisahkan liquid dan gasnya.
Hasil atas berupa komponen hasil cracking yang diumpankan ke Unit 84
untuk memisahkan LPG sedangkan hasil bawah berupa campuran ortho, meta,
para xylene sebagai umpan Xylene Fractionation Unit.
1.
Unit 90 (umum)
Unit 90 terdiri dari sistem utilitas header yang didesain untuk mendukung
fasilitas pada proses unit lainya. Secara umum semua utilitas diambil dari refinery
untuk menyediakan unit baru. Sistem distribusi utilitas pada unit 90 terdiri dari :
89
90
untuk menyerap H2S pada suhu mendekati suhu kamar dan tekanan yang
dinaikan. Gas asam (acid gas) menghasilkan produk belerang cair.
Recovery LPG yang diharapkan sebanyak 99,9% dari propane dan butane
yang terdapat dalam feed LPG Recovery Unit dibandingkan terhadap oleh
propane dan butane yang terkandung dalam aliran bawah deethanizer.
Unit
Nitai
Etahne
LV
Max 0,2 %
C3 + C4
LV%
Min 97,5 %
C5+
LV%
Max 2%
Psi
120
Weathering Test
Pada 36F
95% Volume
Spesifikasi
Unit
Nilai
C4 dan lighter
LV %
Max 2 %
Sulphur Recovery Unit (SRU) didirikan untuk memisahkan acid gas dari
amine regeneration di Gas Treating Unit (GTU), dirubah menjadi H2S dalam
bentuk gas menjadi sulfur cair dan dalam bentuk gas sulfur untuk bisa dikirim
melalui eksport.
91
Tail Gas Unit (TGU) dirancang untuk mengolah acid gas dari Sulphur
Recovery Unit (SRU). Semua komponen sulfur diubah menjadi H2S untuk
dihilangkan di unit TGU absorber, arus recycle kembali ke unit SRU dan
sebagian dibakar menjadi jenis sulfur yang terdiri dari SOx kemudian dibuang ke
atmosfer.
6. Unit 95 : Refrigeration
Komponen
Mol, %
Ethane
2,07
Propane
94,54
i-butane
3.79
Total
100
92
produksi kilang berupa BBM, Non BBM, dan Petrokimia, serta menimbulkan
kerusakan katalis, peralatan operasi, dan keselamatan (safety).
Kehandalan adalah kemampuan dan ketersediaan sistem ketenagaan dalam
periode waktu tertentu secara terus-menerus dalam memasok kebutuhan energi
(listrik, uap, bahan bakar, angin instrumen) untuk menunjang operasi kilang
beserta fasilitas penunjangnya dalam setiap kondisi operasi (start up, normal,
emergency). Sebagai konsekuensi dari kehandalan tersebut, standar dari reliability
dan avaibility untuk peralatan utama di utilities, lebih tinggi dibandingkan dengan
unit atau area operasi lainnya.
Utilities bersifat operasional sehingga semua pelaksanaan berdasarkan
standard operasional, prosedur, sistem dan tata kerja individu. Di Pertamina
Refinery Unit IV Cilacap, kompleks utilities saat ini terbagi menjadi :
Utilities I (area 50), dibangun pada tahun 1973 dan mulai beroperasi tahun
1976 untuk menunjang pengoperasian FOC I, LOC I dan ITP / Off site
area 30, 40, 60 dan 70 dengan kapasitas pengolahan 100.000 barrel/hari.
Utilities II (area 05), dibangun tahun 1980 dan mulai beroperasi pada
tahun 1983 untuk menunjang pengoperasian FOC II, LOC II, ITP/ off site
area 30, 40, 60, dan 70 dengan kapasitas 200.000 barrel/hari.
Utilities KPC / Paraxylene sebagian besar unitnya terletak di Utilitas I /
(area 50), mulai beroperasi tahun 1990 khusus untuk menunjang area
kilang Paraxylene dengan kapasitas produksi Petrokimia sebanyak
270.000 barrel/hari.
Utilities IIA (area 500), beroperasi pada tahun 1998 dengan sarana
terbatas,
khusus
dirancang
untuk
menunjang
pengoperasian
93
Pada pengembangan Kilang dari tahun 1976 sampai tahun 1998 agar
kehandalan dan fleksibilitas operasi Utilitas terjamin, sebagian besar sistemnya
terintegrasi yang artinya sistim Utilitas antara UTL I, UTL PX, UTL II dan UTL
IIA saling menunjang, sehingga bisa diartikan suatu sistim satu kesatuan.
Unit ini memiliki 8 buah turbin generator pembangkit tenaga listrik yang
digerakkan oleh tenaga uap. Sistim ini beroperasi dengan extractive condensing
turbine dengan high pressure steam (HP steam) yang bertekanan 60 kg/cm2
dengan temperatur 460 0C. Dan menghasilkan medium pressure steam (MP
steam) bertekanan 18 kg/cm2 dengan temperatur 330 0C serta menghasilkan pula
kondensat recovery sebagai air penambah pada tangki desuperheater dan tangki
BFW.
94
Dengan kapasitas total terpasang saat ini 112 MW, dan kapasitas terpakai
pada saat beban puncak mencapai 67 MW.
A. Sistem Pembangkit
95
C. Kondensat Sistem
96
diinjeksikan
sodium
hypochloride
hasil
dari
sodium
hypochloride generator.
Air bersih diperoleh dengan mengolah air laut menjadi air tawar
dengan spesifikasi tertentu dengan cara distilasi pada tekanan rendah
(vakum). Sistem ini dilaksanakan pada unit Sea Water Desalination
(SWD).
Type MSF
once through), dan 54 WS 201 (1 unit) kapasitas 45 ton/jam (Type
MSF brine recirculation).
UTL II : 054 WS 101/102/103/105 (4 unit) kapasitas @ 90 ton/jam
(Type MSF once through)
97
98
b. Sebagai plant air untuk tube cleaning pada surface condensor turbine
generator dan evaporator condensor SWD.
Terdiri dari sistem HFO dan HGO. Sistem HFO digunakan sebagai
bahan bakar pada boiler dan furnace saat normal operasi, sedangkan HGO
digunakan pada saat start up dan shut down unit serta untuk flushing oil
dan sealing sistem. Untuk mengatur viskositas dipakai sarana heat
exchanger dengan media pemanas MP steam. HFO didistribusikan dengan
dua sistem yaitu dengan tekanan tinggi 35 kg/cm2 untuk keperluan sistem
High Vacuum Unit dan tekanan rendah 18 kg/cm2 untuk keperluan burner.
HFO terdiri dari slack wax, slop wax, heavy aromate dan IFO yang
diperoleh dari proses area.
99
Dari kali Donan air sungai dipompakan ke Jetty Donan (area 60).
Ruangan pengambilan air baku dilengkapi dengan fixed bar screen,
retractable strainer dan floating gate yang berfungsi untuk menyaring
kotoran misalnya sampah, serta suction screen. Dari unit 63 dan 063 air
baku tersebut kemudian dialirkan melalui pipa kedalam 3 buah tangki.
Untuk mencegah terjadinya lumut dan menghindari hidupnya kerang dan
mikroorganisme lainnya, pada saluran hisap semua pompa air baku
diinjeksikan sodium hipokloride hasil dari sodium hipokloride generator.
Air baku ditampung dalam tangki selanjutnya digunakan sebagai media :
100
1. Pengontrol (controller)
2. Penunjuk (indicator)
3. Pencatat/perekam (recorder)
4. Isyarat (alarm)
Variable-variabel yang dikendalikan antara lain :
1. Tekanan
2. Temperature
3. Laju aliran
4. Tinggi permukaan cairan
5. Kualitas daya listrik
101
102
H2S dan NH3 bebas sangat mudah menguap dalam fase cair. Gas
H2S dan NH3 dapat dipisahkan dengan menggunakan steam sebagai
103
stripping medium atau steam yang terjadi dari pemanasan sour water itu
sendiri (dalam reboiler). Hidrolisa akan naik dengan naiknya suhu.
Kelarutan H2S cepat dipisahkan. Sour water yang telah mengalami stripper
akan menaikkan konsentrasi NH3/H Pada unit 052 terdapat empat boiler
dengan kapasitas masing masing 110 ton/jam HP steam. Jenis boiler
yang dipakai adalah water tube boiler yang mampu menghasilkan HP
steam pada tekanan 60 kg/cm2 dan temperatur 460 0C. Penghasil HP steam
lainnya adalah Waste Heat Boiler (WHB) yang terdapat di unit 014 dan
019 menghasilkan MP steam dengan kapasitas masing-masing 30 ton/jam.
MP steam digunakan untuk pengabut bahan bakar minyak, vacuum
ejector, soot blowing dan lain lain. LP steam yang dihasilakn
mempunyai tekanan 3,5 kg /cm2 dan temperatur 330 0C. LP steam
digunakan untuk pemanas pipa pipa, stripping steam pada distilasi.
3. Holding Basin
104
105
4.4.
Oil Movement
106
basin
CPI berfungsi
untuk
107
4.5. Laboratorium
Dalam
pelaksanaan
tugas,
bagian
laboratorium
dibagi
menjadi
108
109
Bagian
ini
bertugas
E .Laboratorium Paraxyelene
110
untuk
mengatur
administrasi
laboratorium,
111
BAB V
ORIENTASI KHUSUS
5.1 Pengantar Unit Utilities
Unit Utilities pada PT PERTAMINA RU IV yaitu suatu area proses yang
terdiri dari beberapa unit yang menyediakan tenaga listrik, tenaga uap, air
pendingin, air bersih, bahan bakar cair/gas, angin instrumen (udara bertekanan),
dan lain-lain sehingga kilang dapat memproduksi BBM dan NBM.
Pengadaan sistem Utilities dalam industri, khususnya untuk operasional
kilang BBM dan petrokimia di Pertamina selama ini selalu diusahakan sendiri.
Dalam pengoperasiannya Utilities harus handal dalam memenuhi kebutuhan di
seluruh kilang, karena bila terjadi kegagalan dalam pengoperasian maka tidak saja
akan mengakibatkan kehilangan produksi kilang berupa BBM, NBM dan
petrokimia tetapi juga menimbulkan kerusakan peralatan operasi lainnya. Utilities
bersifat operasional sehingga pelaksanaannya berdasar standar operasional,
prosedur, sistem dan tata kerja yang telah ditentukan.
Utilities II (Area 05) yang dibangun pada tahun 1980 dan mulai beroperasi
pada tahun 1983 sebagai sarana penunjang pengoperasian FOC II, LOC II,
ITP/Offsite area 30, 40, 60 dan 70.
Utilities KPC yang sebagian besar unitnya terletak di area 50 yang mulai
beroperasi pada tahun 1990 khusus untuk menunjang area Paraxylene.
112
Utilities IIA atau disebut juga area 500 yang beroperasi pada tahun 1998
untuk menunjang pengoperasian Debottlenecking kilang.
Pada saat pengembangan kilang dari tahun 1976 sampai tahun 1998 agar
kehandalan dan fleksibilitas operasi Utilities terjamin, sebagian sistemnya
terintegrasi artinya sistem Utilities antara UTL I, UTL II, UTL KPC dan UTL IIA
bisa saling menunjang sehingga bisa diartikan suatu sistem yang terintegrasi dan
merupakan satu kesatuan.
5.2 Sarana dan Fasilitas Utilities
113
A. Prinsip Operasi
Tenaga listrik diperoleh dari generator pembangkit yang digerakkan oleh
turbin uap. Uap sebagai sumber energi diperoleh dari hasil produksi boiler dengan
tekanan 60 kg/cm2 dan suhu 4600C dengan system extractive condensing
dimasukkan melalui throttle valve. Setelah putaran turbin mencapai 3000 rpm,
generator disinkronkan dengan generator lain yang sudah online. Terkadang
turbin dioperasikan dengan full condensing, ketika turbin menghasilkan load
listrik dibawah 6 MW, setelah diatas 6 MW baru dikembalikan lagi ke sistem
steam extractive, setiap generator dilengkapi dengan peralatan pembantu antara
lain surface codensor, air cooler, ejector dan pump.
114
maka diadakan interkoneksi diantara kedua area (50 dan 05) melalui suatu tie
transformer. Disamping itu juga diberlakukan load shedding system, dimana bila
terjadi gangguan pada sistem pembangkit listrik, maka secara otomatis akan
dilepas/dikorbankan beberapa pemakaian yang non esensial. Hal ini dimaksudkan
agar beban-beban vital dan esensial tidak mengalami gangguan, sehingga operasi
kilang masih dapat berjalan dengan baik dan aman.
B. Sistem Pengamanan
Berfungsi mengamankan peralatan unit generator dengan cara mengetripkan
turbin generator secara otomatis apabila terjadi hal - hal yang membahayakan.
Sedangkan sistem pengamanan pada jaringan distribusi listrik dinamakan load
shedding system, yaitu suatu sistem yang bekerja berdasarkan frekuensi generator,
berfungsi untuk memutus beban konsumen apabila beban listrik yang dihasilkan
oleh generator lebih kecil dari pada beban listrik yang dibutuhkan.
115
C. Kondensat Sistem
Didalam sistem selalu terjadi kondensat yang akan dimanfaatkan kembali
sebagai boiler feed water guna mengurangi water losses. Ada tiga jenis
kondensat, yaitu:
116
5.2.1
Unit pengadaan air bersih dilakukan pada unit Sea Water Desalination
(SWD), dimana prinsip operasi unit ini adalah mengolah air laut menjadi air tawar
dengan spesifikasi tertentu yaitu dengan cara destilasi pada tekanan rendah
(vacum). Utilities Pertamina RU IV memiliki 8 buah unit SWD yaitu:
117
Air tidak langsung digunakan sebagai air umpan SWD, namun terlebih
dahulu ditampung di unit penampungan. Dari unit penampungan ada yang
digunakan langsung sebagai feed SWD tetapi ada juga yang digunakan sebagai
media pendingin di unit-unit lain yang membutuhkan pendinginan dengan media
air garam/payau. Perlengkapan utama Sea Water Desalination (SWD) SWD
merupakan sebuah unit yang terdiri dari beberapa komponen yaitu:
1.
118
119
dipanaskan dengan LP steam sehingga oksigen yang terkandung dalam BFW yang
diperbolehkan maksimal 20 ppm.Selanjutnya sebelum masuk kedalam Boiler
bertekanan tinggi, BFW tersebut diinjeksi dengan hydrazine, phosphate, amine,
caustic soda dan drewplex.
Sistem ini digunakan untuk mendinginkan minyak pelumas dipompapompa proses seluruh kilang. Sistem yang digunakan adalah sistem tertutup
(closed loop system) dengan sirkulasi yang berawal dari tangki dipompakan ke
unit proses dan kembali ke tangki setelah didinginkan di heat exchanger. Make up
diperoleh dari tangki BFW.
- 54 T 3
kapasitas 208 m3
- 054 T 103
kapasitas 1000 m3
120
Untuk mengisi tangki air minum dari produk SWD, digunakan penyaring yaitu
karbon filter 54S 1 dan 054S 101, dengan terlebih dahulu didinginkan di
pendingin air minum 54E 1 dan 054E 101. disamping itu, terdapat juga tambahan
air minum dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cilacap untuk memenuhi
kebutuhan air minum di dalam kilang dan head office.
Udara bertekanan dihasilkan dari kerja kompresor, pada unit ini terdapat 6
buah kompresor yaitu:
UTL I : 56 K 1/2/3 kapasitas @ 23 Nm3/menit
UTL II : 56 K 102 kapasitas 23 Nm3/menit
UTL KPC : 56 K 201 kapasitas 23 Nm3/menit
UTL IIA : 560 K 301 kapasitas 23 Nm3/menit
121
Dihasilkan dari kompresor 56 FAC 019 dan 56 FAC 020 yang terletak di
UTL II. Plant air digunakan untuk cleaning tube pada surface condenser turbin
generator dan evaporator condenser SWD.
5.2.5. Unit 57 / 057 Distribusi Bahan Bakar Cair dan Gas
Sistem bahan bakar cair terdiri dari sistem HFO dan HGO. Sistem HFO
digunakan sebagai bahan bakar pada boiler dan furnace saat normal operasi,
sedangkan HGO digunakan pada saat start up dan shut down unit.
Bahan bakar ini digunakan pada furnace pada boiler dan pemanas crude
oil. Bahan bakar diperoleh dari slack wax dari uni MDU, slop wax dari unit
Visbreaker, heavy aromat dari KPC, dan IFO dari ITP. Dengan beberapa pompa
yang terpisah di Utilities I, Utilities II dan KPC, HFO didistribusikan ke seluruh
kilang melalui dua sistem tekanan (loop) pada tekanan 30 kg/cm2 dan 13 kg/cm2
untuk berbagai keperluan yang berbeda. Sistem ini juga di tie-in di kedua area.
Bahan bakar ini hanya digunakan pada boiler pada waktu start up dan shut
down, sedangkan di furnace digunakan sebagai bahan bakar alternatif selain HFO
dan gas. HGO juga digunakan sebagai media sealing dan flushing. Diseluruh unit
utilities hanya terdapat satu tangki penampung dengan kapasitas 311 m3 dan
dialirkan oleh beberapa pompa secara terpisah untuk keperluan di kilang minyak
I, II dan KPC. Make up tangki didapat dari ITP (offsite). Untuk meningkatkan
kehandalan pada sistem ini, maka dilakukan penggabungan pada dua sistem yang
ada atau sering disebut tie-in. Sistem ini memiliki dua buah tangki penampung
yaitu 57 T 1 dengan kapasitas 311 m3 dan 057 T 101 dengan kapasitas 1000 m3
dan didukung oleh 9 buah pompa yaitu:
122
Air baku yang diambil adalah air payau yang berasal dari Sungai Donan.
Sebelum air baku ini dihisap oleh pompa jenis submersible, air tersebut terlebih
dulu disaring dengan menggunakan fixed bar screen, retractable strainer dan
floating gate yang berupa pagar pada sekeliling rumah pompa yang memiliki lebar
123
tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk menyaring partikel-partikel padat yang cukup
basar seperti sampah, ranting kayu dan lain-lain agar tidak terhisap kedalam
suction pompa dan terbawa aliran air baku ke kiang. Pada unit ini juga
diinjeksikan Sodium Hipochlorit (NaOCl) pada sisi isap pompa. Injeksi Sodium
Hipochorit ini dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme yang terbawa
pada aliran, sehingga tidak mengganggu pada operasi selanjutnya.
Unit pengadaan air baku, Utilities memiliki 8 buah pompa air baku jenis
submersible yaitu:
UTL I : 63 P1 A/B/C kapasitas @ 3800 m3/jam
UTL II : 063 P101 A/B/C/D kapasitas @ 7900 m3/jam
UTL KPC : 063 P201 kapasitas 7900 m3/jam
UTL IIA : 063 P301 kapasitas 7900 m3/jam
B. Air baku yang sudah ditampung tersebut dipakai dan digunakan sebagai:
124
Ruang kendali ini dibangun dan dioperasikan pada tahun 1976. berfungsi
mengontrol kegiatan operasi unit-unit di Utilities I dimana sistem kontrolnya
memakai sistem pneumatic dengan menggunakan angin instrumen dan semi
electronic. Dengan adanya proyek kilang KPC dan terakhir proyek DPC, maka
sistem kontrol dirubah dari sistem pneumatic manjadi sistem DCS dan mulai
digunakan untuk mengontrol pengoperasian Utilities I dan sebagian besar Utilities
KPC.
125
BAB VI
PENUTUP
6 1.
Kesimpulan
pada
peningkatan
kualitas
dari
126
pelaksanaan
perlindungan
127
Saran
128