Anda di halaman 1dari 17

TETAPAN KESETIMBANGAN PENGIONAN ASAM BASA

Asam basa mengion dalam larutan dengan derajat pengionan yang


berbeda
Asam kuat dan basa kuat : (mendekati 1)
Ex : asam kuat H2SO4, HNO3, HCl, HClO4,HBr
Basa kuat KOH, NaOH, Mg(OH)2,LiOH
Asam lemah dan basa lemah: (sgt jauh dari 1)
Ex : asam lemah H2CO3,CH3COOH,HCN, H3PO4
Basa lemah Fe(OH)3, NH4OH, Al(OH)3
o Tetapan kesetimbangan pengionan asam = Ka
Semakin tinggi Ka, semakin kuat asam
o Tetapan kesetimbangan pengionan basa = Kb
Semakin tinggi Kb, semakin kuat basa
o Tetapan Kesetimbangan autoionisasi air = Kw
Terjadi karena adanya sifat amfiprotik air
Asam Dan Basa Monovalen
valensi asam atau basa adalah satu
asam lemah monovalenEx: asam asetat
CH3COOH H+ + CH3COObasa lemah monovalenEx: natrium hidroksida
NH4OH NH4+ + OHPasangan asam-basa konjugasi:
Asam makin lemah, basa konjugasinya makin kuat
Ka x Kb = Kw
Asam Dan Basa Polivalen
valensi asam atau basa adalah lebih dari satu
Asam dan basa polivalen mengion secara bertahap dan tiap tahap
memiliki nilai tetapan kesetimbangan sendiri.
Contoh: Asam sulfat
H2SO4 H+ + HSO4HSO4- H+ + SO42Cara menghitung kesetimbangan asam basa dengan menggunakan rumus derajat keasaman (pH) yang telah diposting
sebelumnya

menghitung

Rumus
asam

pH.

mencari
basa

-->

Ka/
Ka

Kb
=

[H+]2

dari
/

larutan

garam

-->

Ka

Kw

garam

[OH-]2
larutan buffer --> Ka= ( M garam x [H+] ) / M
asam lemah
Dalam tulisan ini, kita akan mempelajari senyawa asam dan basa, ciri-ciri senyawa
asam dan basa, serta metode untuk membedakan asam dan basa. Selain itu, kita akan
mempelajari tingkat keasaman larutan (pH), menghitung pH larutan asam dan basa,
serta menghitung pH larutan hasil reaksi asam dan basa. Selain menghitung pH
larutan, kita juga akan mempelajari beberapa konsep teori asam-basa serta berbagai
jenis oksida yang dapat menghasilkan senyawa asam dan basa saat dilarutkan di
dalam air.
Saat kita masuk ke dapur atau kamar mandi, kita dapat menemukan berbagai macam
senyawa asam dan basa. Saat kita membuka lemari pendingin, kita dapat menemukan
minuman ringan (soft drink) yang banyak mengandung asam karbonat. Cuka
merupakan asam, sedangkan soda kue merupakan basa. Pada bak tempat cucian, kita
menemukan amonia dan bahan pencuci lainnya, yang merupakan basa. Di dalam
kotak obat, kita menemukan obat aspirin, suatu senyawa asam, dan berbagai jenis
antasida yang merupakan senyawa basa. Kehidupan kita sehari-hari dipenuhi oleh
asam dan basa.
Beberapa sifat asam yang dapat diamati di sekeliling kita, antara lain :
1. Berasa masam (ingat, di laboratorium, kita mengujinya, bukan mencicipinya)
2. Terasa sangat pedih bila terkena kulit (korosif)
3. Bereaksi dengan logam-logam tertentu (lihat : Elektrokimia I : Penyetaraan
Reaksi Redoks dan Sel Volta) menghasilkan gas hidrogen
4. Bereaksi dengan batu kapur (CaCO3) dan soda kue (NaHCO3) menghasilkan
gas karbon dioksida
5. Bereaksi dengan kertas lakmus dan mengubah lakmus biru menjadi merah
Beberapa sifat basa yang dapat diamati di sekeliling kita, antara lain :
1. Berasa pahit (ingat, di laboratorium, kita mengujinya, bukan mencicipinya)

2. Terasa licin di kulit


3. Bereaksi dengan minyak dan lemak
4. Bereaksi dengan kertas lakmus dan mengubah lakmus merah menjadi biru
5. Bereaksi dengan asam menghasilkan garam dan air
Sejumlah asam dan basa yang dapat kita temukan di dalam kehidupan sehari-hari
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Asam yang Umum Kita Temukan di Rumah
Nama Kimia
Rumus Molekul
asam hidroklorat
HCl
asam asetat
CH3COOH
asam sulfat
H2SO4
asam karbonat
H2CO3
asam borat
H3BO3
asam asetilsalisilat
C16H12O6
Basa yang Umum Kita Temukan di Rumah
amonia
NH3
natrium hidroksida
NaOH
natrium bikarbonat
NaHCO3
magnesium hidroksida
Mg(OH)2
kalsium karbonat
CaCO3
aluminium hidroksida
Al(OH)3

Nama Pasaran/Kegunaan
asam murat
cuka
larutan elektrolit pada aki
air terkarbonasi
antiseptik, obat tetes mata
aspirin
pembersih
larutan alkali (lindi) kuat
soda kue
susu magnesia
antasida
antasida

Saat kita melihat tabel di atas, kita menemukan fakta bahwa semua asam
mengandung ion hidrogen (ion H+), sedangkan kebanyakan basa mengandung ion
OH. Dua teori dasar yang dapat digunakan untuk menjelaskan konsep asam-basa
secara mikroskopis adalah sebagai berikut :
1. Teori Asam-Basa Arrhenius
Teori ini digunakan dalam larutan dengan air sebagai pelarut. Teori ini merupakan
teori asam-basa modern yang pertama kali berkembang. Menurut teori ini, asam
adalah suatu bahan yang apabila dilarutkan di dalam air, menghasilkan ion H+ (ion
hidrogen). Sebaliknya, basa adalah suatu bahan yang apabila dilarutkan di dalam
air, menghasilkan ion OH (ion hidroksida).

HCl(g) merupakan asam Arrhenius, sebab pada saat larut di dalam air, gas tersebut
akan terionisasi (membentuk ion) dengan melepaskan ion H+.
HCl(g) + H2O(l) HCl(aq) H+(aq) + Cl(aq)
Menurut teori Arrhenius, natrium hidroksida diklasifikasikan ke dalam kelompok
basa, sebab pada saat larut, akan dihasilkan ion hidroksida.
NaOH(s) + H2O(l) NaOH(aq) Na+(aq) + OH(aq)
Arrhenius juga mengelompokkan reaksi antara asam dan basa sebagai reaksi
netralisasi, sebab jika kita mencampurkan suatu larutan asam dengan suatu larutan
basa, kita akan mendapatkan larutan netral yang terdiri atas air dan garam.
HCl(aq) + NaOH(aq) H2O(l) + NaCl(aq)
H+(aq) + Cl(aq) + Na+(aq) + OH(aq) H2O(l) + Na+(aq) + Cl(aq)
(Air terbentuk dari penggabungan ion hidrogen dan ion hidroksida; Persamaan ion
bersih sama untuk semua reaksi asam-basa Arrhenius, yaitu H+(aq) + OH(aq)
H2O(l).
Teori ini tetap digunakan, walaupun jarang. Sama seperti teori-teori lain, teori ini
memiliki beberapa keterbatasan. Sebagai contoh, reaksi fasa gas antara gas amonia
dan gas hidrogen klorida dalam wadah tertutup, berlangsung melalui persamaan
reaksi berikut :
NH3(g) + HCl(g) NH4+ + Cl NH4Cl(s)
Dua gas yang tidak berwarna bercampur, dan kemudian menghasilkan padatan putih
amonium klorida. Ion di dalam persamaan reaksi ini menunjukkan peristiwa yang
sesungguhnya terjadi; HCl memberikan ion H+-nya kepada amonia. Pada dasarnya ini
merupakan hal yang sama seperti yang terjadi pada reaksi HCl dengan NaOH.
Sebaliknya, reaksi yang melibatkan amonia tidak dapat dikelompokkan ke dalam
reaksi asam-basa, sebab reaksi tersebut tidak terjadi di dalam air dan tidak melibatkan
ion hidroksida. Oleh karena itu, untuk menerangkan proses yang terjadi pada amonia,
suatu teori asam-basa baru dikembangkan, yaitu teori asam-basa Bronsted-Lowry.
2.Teori Asam-Basa Bronsted-Lowry
Teori ini menggunakan konsep memberi dan menerima ion hidrogen. Teori
Bronsted-Lowry berusaha mengatasi keterbatasan teori Arrhenius dengan

mendefinisikan asam sebagai penyumbang (donor) proton (ion H+) dan basa sebagai
penerima (akseptor) proton (ion H+). Basa menerima ion H+ dengan melengkapi satu
pasang elektron bebas untuk membentuk ikatan kovalen koordinasi (datif) (lihat :
Ikatan Kimia dan Tata Nama Senyawa Kimia).
Pada reaksi antara NH3 dengan HCl, spesi HCl bertindak sebagai pemberi proton, atau
sebagai asam. Sedangkan amonia sebagai penerima proton atau sebagai basa. Amonia
memiliki pasangan elektron bebas yang tidak berikatan yang dapat digunakan untuk
membentuk ikatan kovalen koordinasi (datif).
Menurut teori asam-basa Arrhenius, reaksi asam-basa merupakan reaksi netralisasi.
Namun, menurut teori asam-basa Bronsted-Lowry, reaksi asam-basa merupakan
reaksi kompetisi untuk menangkap proton. Sebagai contoh, berikut adalah reaksi
amonia dengan air :
HN3)g) + H2O(l) NH4OH(aq) <> NH4+(aq) + OH(aq)
Amonia merupakan basa (menangkap proton), sedangkan air merupakan asam
(memberikan proton) pada reaksi maju (dari kiri ke kanan). Tetapi, pada reaksi balik
(dari kanan ke kiri), ion amonium (NH4+) adalah asam, dan ion hidroksida (OH)
adalah basa. Jika keasaman air lebih kuat dari ion amonium, maka konsentrasi ion
amonium dan ion hidroksida relatif besar pada saat kesetimbangan. Namun,
sebaliknya, jika ion amonium lebih asam dibandingkan air, maka jumlah amonia
menjadi jauh lebih banyak dibandingkan ion amonium pada saat
kesetimbangan.
Bronsted-Lowry mengatakan bahwa jika suatu asam bereaksi dengan suatu basa,
pasangan asam-basa konyugasi dapat terbentuk. Pasangan asam-basa konyugasi
dibedakan oleh satu buah ion H+. Pada contoh di atas, NH3 adalah suatu basa, dan
NH4+ adalah asam konyugasinya. Di sisi lain, H2O adalah suatu asam, dan ion OH
adalah basa konyugasinya. Pada reaksi di atas, ion OH merupakan basa kuat, dan
amonia merupakan basa lemah. Akibatnya, kesetimbangan cenderung bergeser ke
kiri. Dengan demikian, pada kesetimbangan tidak terdapat banyak ion hidroksida.
Selanjutnya kita akan mempelajari konsep asam-basa kuat-lemah. Namun demikian,
yang penting untuk diingat, bahwa kekuatan asam-basa tidak sama dengan
konsentrasi. Kekuatan merujuk pada jumlah ionisasi atau penguraian yang terjadi
pada asam-basa. Konsentrasi merujuk pada jumlah asam-basa yang dimiliki di dalam
larutan.
Asam Kuat

Pada saat kita melarutkan gas hidrogen klorida ke dalam air, HCl tersebut akan
bereaksi dengan molekul air dan memberikan sebuah proton (ion H+) kepada molekul
air.
HCl(g) + H2O(l)

H3O+(aq) + Cl(aq)

Ion H3O+ disebut ion hidronium. Reaksi ini terjadi hingga kondisi sempurna, yang
berarti bahwa reaktan tetap berubah menjadi produk sampai semua habis digunakan.
Pada kasus ini, semua HCl terionisasi sempurna menjadi ion H3O+ dan ion Cl,
sehingga tidak ada lagi HCl-nya. Asam seperti HCl, yang terionisasi 100% di dalam
air, disebut asam kuat. Sebagai catatan, bahwa air disini, bertindak sebagai basa,
menerima proton dari hidrogen klorida.
Asam kuat terionisasi sempurna, maka mudah untuk menghitung konsentrasi ion
hidronium dan ion klorida di dalam larutan jika kita mengetahui konsentrasi awal
asam kuat tersebut. Sebagai contoh, misalkan kita melarutkan gas HCl 0,1 mol ke
dalam satu liter air. Dengan demikian, konsentrasi HCl mula-mula adalah 0,1 mol/L
(0,1 M). Kita dapat menuliskan konsentrasi HCl 0,1 M dengan lambang [HCl] = 0,1
M. Senyawa HCl terionisasi sempurna sesuai dengan persamaan reaksi berikut :
HCl(g) + H2O(l)

H3O+(aq) + Cl(aq)

Berdasarkan persamaan reaksi di atas, terlihat bahwa setiap mol HCl yang terionisasi,
akan menghasilkan satu mol ion H3O+ dan satu ion mol Cl. Dengan demikian,
konsentrasi ion dalam larutan HCl 0,1 M adalah :
[H3O+] = 0,1 M
[Cl] = 0,1 M
Berikut adalah daftar asam kuat yang paling umum kita temukan dalam kehidupan
sehari-hari :
Nama Kimia
Asam Hidroklorat/Asam Klorida
Asam Hidrobromat/Asam Bromida
Asam Hidroiodat/Asam Iodida
Asam Nitrat
Asam Perklorat
Asam Sulfat (hanya ionisasi pertama)

Rumus Molekul
HCl
HBr
HI
HNO3
HClO4
H2SO4

Asam sulfat disebut pula sebagai asam diprotik, sebab asam tersebut dapat
memberikan dua proton, tetapi hanya pada ionisasi pertama yang terjadi 100% secara
sempurna. Asam-asam lain yang ditampilkan dalam tabel merupakan asam
monoprotik, sebab hanya memberikan satu proton.
Basa Kuat
Menghitung konsentrasi ion hidroksida sangat mudah. Sebagai contoh, kita memiliki
1,5 mol/L (1,5 M) larutan NaOH. Larutan natrium hidroksida tersebut akan
terdisosiasi (pecah/terurai) sempurna menjadi ion-ion.
NaOH(aq) Na+(aq) + OH(aq)
Konsentrasi ion yang dihasilkan masing-masing 1,5 M.
Asam Lemah
Saat kita melarutkan asam asetat (CH3COOH) ke dalam air, yang akan terjadi adalah
asam tersebut akan bereaksi dengan molekul-molekul air, memberikan sebuah proton
dan membentuk ion hidronium (ion H3O+). Dalam hal ini, terjadi kesetimbangan, di
mana kita masih tetap memiliki sejumlah asam asetat yang tidak terionisasi (pada
reaksi sempurna, irreversible [lihat : Kesetimbangan Kimia], seluruh reaktan
digunakan untuk membentuk produk). Pada sistem kesetimbangan asam lemah, ionion berkesetimbangan dengan molekul asam.
Reaksi yang terjadi antara asam asetat dengan air adalah sebagai berikut :
CH3COOH(aq) + H2O(l) <> CH3COO(aq) + H3O+(aq)
Asam asetat yang ditambahkan ke dalam air akan terionisasi sebagian. Pada reaksi
kesetimbangan ini, hanya sekitar 5% asam asetat yang terionisasi. Sementara 95%
lainnya masih dalam bentuk molekul. Jumlah ion hidronium (ion H3O+) yang
diperoleh dalam larutan asam yang tidak terionisasi sempurna jauh lebih sedikit
dibandingkan yang diperoleh dari asam kuat. Asam yang hanya terionisasi sebagian
disebut asam lemah.
Menghitung konsentrasi ion hidronium pada asam lemah tidak sama dengan
menghitung pada larutan asam kuat, sebab tidak semua asam lemah yang larut dapat
terionisasi. Untuk menghitung konsentrasi ion hidronium, kita harus menggunakan
konstanta kesetimbangan untuk asam lemahnya (lihat : Kesetimbangan Kimia).
Untuk larutan asam lemah, kita menggunakan konstanta kesetimbangan asam
lemah, Ka. Secara umum :

HA(aq) + H2O(l) <> H3O+(aq) + A(aq)


Nilai Ka untuk asam lemah tersebut adalah :
Ka = {[H3O+][A]} / [HA]
Sebagai catatan, [HA] menunjukkan konsentrasi molar HA pada kesetimbangan,
bukan konsentrasi awal. Konsentrasi air tidak ditunjukkan pada persamaan Ka, sebab
konsentrasi air ([H2O]) merupakan konstanta yang akan tergabung dengan Ka.
Berikut ini adalah tabel beberapa contoh asam lemah yang sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari beserta nilai Ka masing-masing asam lemah :
Nama Asam
Asam Fluorida
Asam Nitrit
Asam Asetil
Salisilat (Aspirin)
Asam Format
Asam Askorbat
(Vitamin C)
Asam Benzoat
Asam Asetat
Asam Sianida
Fenol

Rumus Kimia
HF
HNO2
C9H8O4

Ka
7,1 x 10-4
4,5 x 10-4
3,0 x 10-4

Basa Konyugasi
F
NO2
C9H7O4

Kb
1,4 x 10-11
2,2 x 10-11
3,3 x 10-11

HCOOH
C6H8O6

1,7 x 10-4
8,0 x 10-5

HCOO
C6H7O6

5,9 x 10-11
1,3 x 10-10

C6H5COOH
CH3COOH
HCN
C6H5OH

6,5 x 10-5
1,8 x 10-5
4,9 x 10-10
1,3 x 10-10

C6H5COO
CH3COO
CN
C6H5O

1,5 x 10-10
5,6 x 10-10
2,0 x 10-5
7,7 x 10-5

Sekarang kita kembali ke kesetimbangan asam asetat. Nilai Ka untuk asam asetat
adalah 1,8 x 10-5. Persamaan Ka ionisasi asam asetat adalah sebagai berikut :
Ka = 1,8 x 10-5 = {[H3O+][CH3COO]} / [CH3COOH]
Kita dapat menggunakan nilai Ka ini untuk menghitung konsentrasi ion hidronium.
Misalkan diberikan larutan asam asetat 2 M. Kita ketahui bahwa konsentrasi awal
asam asetat tersebut adalah 2 M. Kita juga mengetahui bahwa sebagian kecil asam
asetat tersebut telah terionisasi, menghasilkan sedikit ion hidronium dan ion asetat.
Melalui persamaan reaksi kesetimbangan asam asetat, terlihat bahwa untuk setiap ion
hidronium yang terbentuk, akan disertai pula pembentukan ion asetat. Akibatnya,
konsentrasi kedua ion tersebut sama. Kita dapat memisalkan nilai [H3O+] dan
[CH3COO] masing-masing sebesar x M.

[H3O+] = [CH3COO] = x M
Dengan demikian, untuk menghasilkan sebanyak x M ion hidronium dan ion asetat,
dibutuhkan asam asetat yang terionisasi sebanyak x M pula. Sehingga, kita dapat
menuliskan jumlah asam asetat yang tersisa pada saat kesetimbangan sebagai jumlah
asam asetat mula-mula, 2 M, dikurangi dengan yang mengalami ionisasi, sebesar x
M.
[CH3COOH] = (2 x) M
Pada kondisi umum, kita dapat menganggap nilai x sangat kecil dibandingkan dengan
konsentrasi asam lemah mula-mula. Jadi, kita dapat mengatakan bahwa nilai 2 x
mendekati 2. Ini berarti bahwa kita dapat sering menganggap konsentrasi asam lemah
pada saat kesetimbangan sama dengan konsentrasi mula-mulanya. Persamaan
konstanta kesetimbangan asam lemah sekarang dapat dituliskan sebagai berikut :
Ka = 1,8 x 10-5 = {(x)(x)} / (2 x) = {(x)(x) / (2)}
1,8 x 10-5 = (x)2 / 2
Selanjutnya kita dapat menentukan nilai x, yang sama dengan nilai [H3O+].
x2 = 1,8 x 10-5 x 2
x = (1,8 x 10-5 x 2)1/2 = 6 x 10-3
[H3O+] = 6 x 10-3 M
Salah satu cara untuk membedakan antara asam kuat dengan asam lemah adalah
dengan mencari nilai konstanta ionisasi asam (Ka). Jika asamnya memiliki nilai Ka,
berarti asam lemah. Jika tidak, berarti asam kuat.
Basa Lemah
Basa lemah juga bereaksi dengan air untuk mencapai sistem kesetimbangan. Amonia
merupakan salah satu basa lemah. Amonia dapat bereaksi dengan air untuk
membentuk ion amonium dan ion hidroksida.
NH3(g) + H2O(l) <> NH4+(aq) + OH(aq)
Seperti halnya asam lemah, basa lemah hanya terionisasi sebagian. Konstanta
kesetimbangan basa lemah adalah Kb. Kita menggunakannya sama persis seperti

pada saat kita menggunakan Ka (lihat pembahasan Asam Lemah di atas). Yang dicari
pada basa lemah adalah [OH]-nya.
Berikut ini adalah tabel beberapa contoh basa lemah yang sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari beserta nilai Kb masing-masing basa lemah :
Nama Basa
Etil Amina
Metil Amina
Amonia
Piridina
Anilina
Kafeina
Urea

Rumus Kimia
C2H5NH2
CH3NH2
NH3
C5H5N
C6H5NH2
C8H10N4O2
CO(NH2)2

Kb
5,6 x 10-4
4,4 x 10-4
1,8 x 10-5
1,7 x 10-9
3,8 x 10-10
5,3 x 10-14
1,5 x 10-14

Asam Konyugasi
C2H5NH3+
CH3HN3+
NH4+
C5H5NH+
C6H5NH3+
C8H11N4O2+
H2NCONH3+

Ka
1,8 x 10-11
2,3 x 10-11
5,6 x 10-10
5,9 x 10-6
2,6 x 10-5
0,19
0,67

Ketika asam asetat bereaksi dengan air, air bertindak sebagai basa (atau sebagai
akseptor proton). Namun, pada saat air bereaksi dengan amonia, air bertindak sebagai
asam (atau sebagai donor proton). Ternyata, air dapat bertindak sebagai asam maupun
sebagai basa, tergantung bereaksi dengan zat apa. Zat yang dapat bertindak sebagai
asam maupun sebagai basa disebut amfoterik. Jika kita mencampurkan air dengan
asam, air bertindak sebagai basa. Begitu pula sebaliknya, saat mencampurkan air
dengan basa, air bertindak sebagai asam.
Namun, dapatkah air bereaksi dengan dirinya sendiri? Ternyata, ya. Air dapat
bereaksi dengan dirinya sendiri. Dua molekul air dapat saling bereaksi, dengan cara
yang satu mendonorkan satu proton dan yang lain menerimanya. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut :
H2O(l) + H2O(l) <> H3O+(aq) + OH(aq)
Reaksi tersebut merupakan reaksi kesetimbangan (lihat : kesetimbangan Kimia).
Konstanta kesetimbangan yang dimodifikasi disebut Kw (yang menunjukkan
konstanta disosiasi air). W adalah water = air. Nilai Kw adalah 1,0 x 10-14 dan
mengikuti persamaan berikut :
1,0 x 10-14 = Kw = [H3O+][OH]
Pada air murni, persamaan reaksi ini menunjukkan bahwa nilai [H3O+] sama dengan
[OH]. Dengan demikian, nilai [H3O+] = [OH] = 1 x 10-7 M. Nilai Kw selalu konstan
(asalkan suhu tidak berubah). Dengan nilai ini, kita dapat mengubah [H3O+] menjadi

[OH], dan sebaliknya, pada berbagai macam larutan (dengan pelarut air), tidak hanya
pada air murni. Pada larutan (dengan pelarut air), konsentrasi ion hidronium dan ion
hidroksida jarang memiliki nilai yang sama. Namun, dengan mengetahui konsentrasi
salah satu ion, dan dengan nilai Kw, kita dapat menentukan konsentrasi ion lainnya.
Kembali kita membahas larutan 2 M asam asetat di atas. Kita mendapatkan [H3O+]
sama dengan 6 x 10-3 M. Dengan demikian, kita memiliki cara untuk menghitung
[OH] di dalam larutan tersebut dengan menggunakan rumus Kw.
Kw = 1,0 x 10-14 = [H3O+][OH]
1,0 x 10-14 = (6 x 10-3) [OH]
[OH] = 1,0 x 10-14 / 6 x 10-3 = 1,7 x 10-12 M
Besarnya tingkat keasaman suatu larutan tergantung pada konsentrasi ion hidronium
di dalam larutan. Semakin asam suatu larutan, semakin besar konsentrasi ion
hidronium di dalam larutan tersebut. Dengan kata lain, larutan dengan [H3O+] sama
dengan 1,0 x 10-2 M lebih asam daripada larutan dengan [H3O+] yang sama dengan 1,0
x 10-7 M. Oleh karena konsentrasi ion hidronium mupun ion hidroksida umumnya
sangat kecil, Sores Sorensen, pada tahun 1909, mengajukan cara praktis untuk
menentukan tingkat keasaman larutan, yaitu dengan skala pH. Skala pH adalah
skala yang berdasarkan [H3O+], dikembangkan untuk mempermudah penentuan
tingkat keasaman larutan. Singkat kata, pH menunjukkan tingkat keasaman relatif
suatu larutan. pH didefinisikan sebagai minus logaritma (-log) [H3O+]. Secara
matematis, rumus pH dapat dituliskan dalam persamaan berikut :
pH = log [H3O+]
Berdasarkan konstanta disosiasi air (Kw), nilai [H3O+] pada air murni sama dengan
1,0 x 10-7 M. Dengan menggunakan persamaan matematika ini, kita dapat menghitung
pH air.
pH = log [H3O+]
pH = log (1,0 x 10-7)
pH = (-7)
pH = 7

Jadi, pH air sama dengan 7. Para kimiawan menyebut titik ini ( pH = 7) pada skala
pH sebagai posisi netral. Suatu larutan disebut asam jika memiliki [H3O+] lebih
besar dari air, sehingga pHnya lebih kecil dari 7. Sebaliknya, suatu larutan disebut
basa jika memiliki [H3O+] lebih kecil dari air, sehingga pHnya lebih besar dari 7.
Larutan Asam : [H3O+] > 1,0 x 10-7 M ; pH < 7
Larutan Basa : [H3O+] <1,0 x 10-7 M ; pH > 7
Larutan Netral : [H3O+] = 1,0 x 10-7 M ; pH = 7
Skala pH pada dasarnya tidak ada batasnya. Kita dapat saja memiliki larutan dengan
pH kurang dari nol (misal : larutan HCl 10 M, memiliki pH = -1). Namun demikian,
menurut perjanjian, batas pH adalah dari nol (0) hingga 14, yang digunakan sebagai
batas pH asam lemah dan basa lemah, dan juga untuk larutan encer asam kuat dan
basa kuat.
Nilai [H3O+] dari larutan asam asetat 2 M (lihat pembahasan Asam Lemah di atas)
adalah 6 x 10-3 M. Larutan tersebut termasuk asam. pH larutan tersebut dapat dihitung
dengan cara sebagai berikut :
pH = log [H3O+]
pH = log (6 x 10-3)
pH = (-2,22)
pH = 2,2
Persamaan lain, yang disebut pOH, dapat digunakan untuk menentukan pH suatu
larutan. Nilai pOH sama dengan logaritma negatif dari [OH]. Kita dapat menghitung
nilai pOH suatu larutan sama seperti pada saat menghitung pH dengan menggunakan
logaritma negatif dari konsentrasi ion hidroksida. Jika kita menggunakan Kw dan bila
kedua sisi logaritma dinegatifkan, maka diperoleh :
Kw = 1,0 x 10-14 = [H3O+][OH]
log Kw = log (1,0 x 10-14) = log {[H3O+][OH]}
pKw = 14 = pH + pOH

Persamaan pH + pOH = 14 mempermudah perhitungan pOH menjadi pH. Seperti


halnya kita mengubah [H3O+] ke pH, kita juga dapat melakukan perhitungan pH ke
[H3O+]. Untuk itu, kita menggunakan persamaan antilog, sebagai berikut :
[H3O+] = 10-pH
Misalkan, darah manusia memiliki pH sekitar 7,3. Hal ini berarti, konsentrasi ion
hidronium dalam darah manusia adalah sekitar 10-7,3 = 5,01 x 10-8 M. Dengan cara
yang sama, kita dapat menghitung [OH] dari pOH.
Berikut ini adalah tabel pH beberapa zat yang kita jumpai dalam kehidupan seharihari :
Zat
Pembersih oven
Penghilang rambut
Amonia rumah tangga
Susu magnesia
Pemutih klor
Air laut
Darah manusia
Air murni
Susu
Kopi
Minuman ringan
Aspirin
Cuka
Jus jeruk
Asam aki mobil

pH
13,8
12,8
11,0
10,5
9,5
8,0
7,3
7,0
6,5
5,5
3,5
2,9
2,8
2,3
0,8

Indikator adalah zat (pewarna organik) yang mengalami perubahan warna karena
keberadaan asam atau basa. Salah satu contoh ekstrak tanaman yang dijadikan
sebagai indikator asam-basa adalah kembang bokor. Jika tanaman ini tumbuh di tanah
masam, bunganya akan berwarna merah muda. Sebaliknya, jika tanaman ini tumbuh
di tanah alkalin (basa), bunganya akan berwarna biru. Selain kembang bokor, bahan
lain yang telah lama dikenal sebagai indikator asam-basa yang baik adalah kubis
merah. Ekstrak kubis merah dapat digunakan untuk menguji keasaman zat-zat. Saat
dicampur dengan asam, cairan tersebut berubah menjadi merah muda. Sedangkan,
saat dicampur dengan basa, cairan tersebut berubah menjadi hijau.

Di dalam ilmu kimia, indikator digunakan untuk menguji keberadaan asam atau
basa. Para kimiawan memiliki banyak indikator yang akan berubah pada perubahan
kecil pH. Dua indikator yang paling banyak digunakan adalah kertas lakmus dan
fenolftalein.
Kertas Lakmus
Lakmus adalah suatu zat yang diekstrak dari sejenis lumut kerak dan diserap ke
dalam kertas berpori. Lumut kerak adalah tanaman yang ditemukan di Belanda, yang
terdiri atas ganggang dan jamur yang hidup bersama dan saling menguntungkan satu
sama lainnya. Terdapat tiga jenis kertas lakmus, yaitu lakmus merah, lakmus biru, dan
lakmus netral. Kertas lakmus merah digunakan untuk menguji basa, dan kertas
lakmus biru digunakan untuk menguji asam. Sementara itu, kertas lakmus netral
digunakan untuk menguji keduanya. Jika larutan bersifat asam, kertas lakmus
netral dan biru akan berubah menjadi merah. Jika larutan bersifat basa, kertas
lakmus merah dan netral berubah menjadi biru. Kertas lakmus adalah alat uji yang
sangat bagus dan cepat untuk mendeteksi asam dan basa.
Fenolftalein
Fenolftalein merupakan indikator lain yang biasa digunakan. Hingga beberapa tahun
yang lalu, fenolftalein digunakan sebagai zat aktif pada obat pencahar. Fenolftalein
jernih dan tidak berwarna di dalam larutan asam dan akan berwarna merah muda di
dalam larutan basa. Indikator ini biasanya digunakan dalam proses titrasi, yaitu
proses penentuan konsentrasi asam atau basa yang tidak diketahui berdasarkan reaksi
dengan basa atau asam yang telah diketahui konsentrasinya.
Sebagai contoh, misalkan kita ingin menentukan konsentrasi molar larutan HCl yang
belum diketahui. Mula-mula, kita masukkan larutan HCl tersebut dengan volume
yang telah diketahui (misalkan digunakan 25 mililiter yang diukur dengan tepat
menggunakan pipet) ke dalam labu erlenmeyer dan kemudian tambahkan beberapa
tetes indikator fenolftalein (disingkat pp). Oleh karena kita menambahkan indikator
pp ke dalam larutan asam, larutan tersebut tetap jernih dan tidak berwarna.
Selanjutnya, kita menambahkan sedikit demi sedikit larutan standar natrium
hidroksida (NaOH) yang telah diketahui konsentrasinya (misalkan kita gunakan
larutan NaOH 0,10 M) dengan buret. Larutan basa terus ditambahkan sehingga
larutan yang dititrasi berubah menjadi merah muda. Kita menyebut kondisi ini
sebagai titik akhir titrasi, titik saat asam secara tepat ternetralisasi oleh basa.
Dalam percobaan di atas, dimisalkan, diperlukan sebanyak 35,50 mililiter larutan
NaOH 0,10 M untuk bereaksi hingga titik akhir titrasi dengan 25 mililiter larutan
HCl tercapai. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

HCl(aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O(l)


Dari persamaan reaksi setara di atas, kita dapat melihat bahwa perbandingan mol
antara asam dan basa adalah 1 : 1. Hal ini berarti, jika mol basa yang dibutuhkan
dapat dihitung, kita juga dapat mengetahui berapa mol HCl yang ada. Mengetahui
volume larutan asam dapat membantu kita menghitung molaritas asam tersebut .
Mol NaOH = V x M = 0,0355 L x 0,10 M = 0,00335 mol
Mol HCl = mol NaOH = 0,00335 mol
Volume HCl = 0,025 L
Konsentrasi HCl = mol / volume = 0,00335 mol / 0,025 L = 0,142 M
Titrasi suatu basa dengan suatu larutan standar asam (larutan yang telah diketahui
konsentrasinya) dapat dihitung dengan cara yang persis sama dengan cara di atas,
kecuali pada titik akhir titrasi, warna merah muda menjadi hilang.
Saat kita pergi ke toko obat atau apotik, kita menemukan berbagai jenis obat
antasida dari rak ke rak. Antasida adalah salah satu terapan dari ilmu kimia asambasa.
Lambung memproduksi asam hidroklorat (HCl) untuk mengaktifkan enzim-enzim
tertentu (biokatalisator) dalam proses pencernaan. Akan tetapi, kadang-kadang,
lambung juga memproduksi terlalu banyak asam, atau asamnya naik sampai
kerongkongan (menuju ke pembakaran jantung). Dengan demikian, kelebihan asam
lambung tersebut perlu dinetralkan dengan suatu basa. Formulasi basa yang biasa
dijual untuk menetralkan asam ini disebut antasida. Antasida mengandung senyawasenyawa berikut sebagai bahan aktif :
1. Bikarbonat (NaHCO3 dan KHCO3)
2. Karbonat (CaCO3 dan MgCO3)
3. Hidroksida (Al(OH)3 dan Mg(OH)2)
Mencoba memilih antasida terbaik untuk digunakan sewaktu-waktu dapat
menyulitkan. Tentu saja harga menjadi salah satu faktor. Namun, sifat kimia dari basa
juga menimbulkan masalah. Sebagai contoh, seseorang yang menderita tekanan darah
tinggi (hipertensi), hendaknya menghindari antasida yang mengandung natruim
bikarbonat, karena ion natrium cenderung meningkatkan tekanan darah. Sebaliknya,

seseorang yang ingin menjaga dan mencegah hilangnya kalsium dari tulang
(osteoporosis), cenderung memilih antasida yang mengandung kalsium karbonat.
Namun, kalsium karbonat dan aluminium hidroksida dapat menyebabkan sembelit
bila dosis penggunannya berlebihan. Di sisi lain, penggunaan magnesium karbonat
dan magnesium hidroksida dosis tinggi dapat berguna sebagai pencahar. Memilih
antasida benar-benar memerlukan banyak pertimbangan.
Asam Diprotik dan Poliprotik
Pada reaksi ionisasi asam diprotik (melepaskan 2 ion hidronium) maupun asam
poliprotik (melepaskan lebih dari 2 ion hidronium), terjadi pelepasan ion
hidronium secara bertahap. Dengan demikian, asam tersebut memiliki beberapa nilai
Ka yang berbeda. Sebagai contoh :
H2CO3(aq) <> HCO3(aq) + H+(aq)
Ka1 = {[H+][HCO3]} / [H2CO3]
HCO3(aq) <> CO32-(aq) + H+(aq)
Ka2 = {[H+][CO32-]} / [HCO3]
Secara umum, nilai Ka1 suatu asam poliprotik selalu lebih besar dibandingkan nilai Ka
tahap-tahap berikutnya. Berikut ini adalah tabel beberapa contoh asam poliprotik
yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari beserta nilai Ka masing-masing
asam poliprotik :
Nama Asam
Asam Sulfat
Ion Hidrogen Sulfat
Asam Oksalat
Ion Hidrogen
Oksalat
Asam Sulfit
Ion Hidrogen Sulfit
Asam Karbonat
Ion Hidrogen
Karbonat
Asam Sulfida
Ion Hidrogen

Rumus Kimia
H2SO4
HSO4
H2C2O4
HC2O4

Ka
sangat besar
1,3 x 10-2
6,5 x 10-2
6,1 x 10-5

Basa Konyugasi
HSO4
SO42HC2O4
C2O42-

Kb
sangat kecil
7,7 x 10-13
1,5 x 10-13
1,6 x 10-10

H2SO3
HSO3
H2CO3
HCO3

1,3 x 10-2
6,3 x 10-8
4,2 x 10-7
4,8 x 10-11

HSO3
SO32HCO3
CO32-

7,7 x 10-13
1,6 x 10-7
2,4 x 10-8
2,1 x 10-4

H2S
HS-

9,5 x 10-8
1,0 x 10-19

HSS2-

1,1 x 10-7
1,0 x 105

Sulfida
Asam Fosfat
H3PO4
Ion Dihidrogen
H2PO4
Fosfat
Ion Hidrogen Fosfat HPO42-

7,5 x 10-3
6,2 x 10-8

H2PO4
HPO42-

1,3 x 10-12
1,6 x 10-7

4,8 x 10-13

PO43-

2,1 x 10-2

Selain menggunakan konsep asam-basa Arrhenius maupun Bronsted-Lowry, sifat


asam-basa suatu senyawa juga dapat diterangkan dengan konsep asam-basa Lewis.
Pada tahun 1932, seorang kimiawan berkebangsaan Amerika, G. N. Lewis,
mendefinisikan basa Lewis sebagai zat yang dapat mendonorkan pasangan elektron.
Sedangkan asam Lewis didefinisikan sebagai zat yang dapat menerima pasangan
elektron bebas. Lewis mendefinisikan asam-basa berdasarkan peristiwa donorakseptor pasangan elektron.
Sebagai contoh, pada proses protonasi amonia, NH3 berperan sebagai basa Lewis
(mendonorkan pasangan elektron). Sebaliknya ion H+ berperan sebagai asam Lewis
(menerima pasangan elektron). Ikatan kimia yang terjadi adalah ikatan kovalen
koordinasi (lihat : Ikatan Kimia dan Tata Nama Senyawa Kimia). Contoh lain adalah
reaksi antara BF3 dengan NH3 membentuk senyawa NH3BF3. Dalam reaksi ini, NH3
bertindak sebagai basa Lewis, sedangkan BF3 sebagai asam Lewis. Teori asam-basa
Lewis berlaku baik di sistem pelarut berair, pelarut bukan air, bahkan tanpa pelarut
sekalipun (sistem gas).
Beberapa contoh reaksi asam-basa Lewis :
Ag+(aq) + 2 NH3(aq) <> Ag(NH3)2+(aq)
Cd4+(aq) + 4 I(aq) <> CdI42-(aq)
Ni(s) + 4 CO(g) <> Ni(CO)4(g)

Anda mungkin juga menyukai