Askep
Askep
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah malnutrisi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
utama pada negara-negara berkembang dan kurang berkembang, masalah ini
mempengaruhi kondisi bayi, anak balita dan wanita usia produksi. Di negaranegara kurang bekembang telah diperkirakan bahwa 12 juta anak-anak meninggal
karena infeksi dan gizi buruk. Gizi buruk memberikan kontribusi setengah
terhadap terjadinya mortalitas pada anak balita (UNICEF, 2000).
Menurut WHO, (2002) 54 % kematian bayi berkaitan dengan masalah gizi
(malnutrisi). Selain itu bangsa-bangsa di dunia memiliki komitmen dan harapan
yang sama dalam pengurangan jumlah penderita malnutrisi yang merupakan salah
satu target dalam perkembangan millenium (Millenium Development Goals atau
MDGs). Negara Indonesia memiliki komitmen ingin mengurangi masalah
malnutrisi pada penduduk hingga setidaknya tinggal 18 % penduduk yang
mengalami malnutrisi pada Tahun 2015.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada Tahun 2010,
masalah gizi merupakan masalah yang mendapatkan perhatian khusus, dari 33
provinsi di Indonesia 18 provinsi masih memiliki prevalensi berat kurang
(underweight) di atas angka prevalensi nasional sebesar 17,9 %. Prevalensi berat
kurang (underweight) di Provinsi Nusa Tenggara Barat sendiri cukup tinggi yaitu
sebesar 30,5 %. Bila dibandingkan dengan pencapaian sasaran MDGs Tahun 2015
yaitu 15,5 % maka prevalensi berat kurang secara nasional harus diturunkan
minimal sebesar 2,4 persen dalam periode 2011 sampai dengan 2015. Sedangkan
prevalensi kependekan (stunting) secara nasional Tahun 2010 sebesar 35,6 %,
sebanyak 15 provinsi memiliki prevalensi kependekan di atas angka prevalensi
1
nasional. Salah satunya Provinsi Nusa Tenggara Barat yang berada di posisi ke 3
(tiga) tertinggi, yaitu prevalensi kependekan sebesar 48,2 %. Bila dibandingkan
dengan batas Non public health problem menurut WHO untuk masalah
kependekan sebesar 20 %, maka dari semua provinsi yang ada, termasuk Provinsi
Nusa Tenggara Barat (NTB) masih dalam kondisi bermasalah terhadap kesehatan
masyarakat, terutama masalah gizi (Depkes RI, 2010).
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) Tahun
2010-2014 dan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), 2005-2025 menetapkan 4 sasaran
pembangunan kesehatan, yaitu : meningkatkan umur harapan hidup menjadi 72
tahun, menurunkan angka kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup,
menurunkan angka kematian ibu menjadi 228 per 100 ribu kelahiran hidup dan
menurunkan prevalensi gizi kurang pada balita menjadi 15%, dan menurunkan
prevalensi balita pendek menjadi 32% (Dinkes NTB, 2012a).
Sasaran RPJMN bidang kesehatan, kementerian kesehatan telah menetapkan
rencana strategi kementerian kesehatan 2010-2014, yang memuat indikator
keluaran yang harus di capai, kebijakan dan strategi kementerian kesehatan di
bidang perbaikan gizi telah ditetapkan 8 indikator keluaran, yaitu : 100% balita
gizi buruk mendapatkan perawatan, 80% bayi usia 0-6 bulan mendapatkan ASI
eksklusif, 90% rumah tangga mengkonsumsi garam beryodium, 85% balita 6-59
bulan mendapatkan kapsul vitamin A, 85% Ibu hamil mendapatkan Fe 90 tablet,
100% kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi, 85% balita ditimbang berat
badannya, dan 100% penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana
(Depkes RI, 2010).
Ukuran
keberhasilan
pembangunan
suatu
bangsa
adalah
semakin
provinsi yang ada. Dimensi kesehatan pada IPM menunjukkan usia harapan hidup
yang masih rendah, yaitu rendahnya status gizi dan status kesehatan masyarakat.
Karena itu upaya memperbaiki dan mempertahankan kualitas dan peringkat IPM
sangat ditentukan oleh perbaikan status gizi dan status kesehatan masyarakat
(Dinkes NTB, 2012a).
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) di Kota Bima. Pada Tahun
2011, terdapat 21,17% anak balita dengan berat kurang (underweight), terdapat
42,84% anak balita
1
1
Tahun Penemuan
Kasus
2
2009
2010
39
2011
44
2012
32
No
Jumlah Kasus
3
41
Keterangan
4
Tidak ada yang meninggal
14 Tetap Gizi Buruk
Tidak ada yang meninggal
10 Tetap Gizi Buruk
Tidak ada yang meninggal
16 Tetap Gizi Buruk
1 kasus meninggal
12 Tetap Gizi Buruk
terdiri dari
dipengaruhi oleh faktor ; asupan zat gizi dan penyakit infeksi, sedangkan
penyebab secara tidak langsung dipengaruhi oleh faktor asuhan ibu dan anak,
rendahnya ketahanan pangan dan pelayanan kesehatan. Masalah utama dan akar
masalah gizi disebabkan oleh tidak stabilnya atau merosotnya keadaan krisis
ekonomi, politik dan sosial bangsa (UNICEF, 1998).
Keadaan gizi merupakan bagian dari pertumbuhan anak, masalah gizi pada
anak balita tidak terjadi begitu saja melainkan diawali oleh keterbatasan kenaikan
berat badan, penurunan berat badan balita dari waktu ke waktu, yang merupakan
indikasi terhadap perubahan status gizi yang terjadi hingga anak balita secara fisik
dan klinis mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan dan kondisi
kesehatan secara umum (Soetjiningsih, 1995).
Tabel 2. Hasil penemuan kasus gizi buruk perkecamatan tahun 2011 dan 2012 di
Kota Bima.
No
1
Jumlah
8
9
9
12
6
44
17
5
10
8
8
48
Penyakit Penyerta
Diare dan ISPA
Diare dan ISPA
Diare dan ISPA
Diare dan ISPA
Diare dan ISPA
Diare dan ISPA
Diare dan ISPA
Diare dan ISPA
Diare dan ISPA
Diare dan ISPA
oleh penyakit ISPA dan diare. Pada laporan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Dinas
Kesehatan Provinsi Tahun 2010, dijelaskan bahwa penyebab kematian anak balita
di Provinsi Nusa Tenggara Barat tercatat disebabkan oleh : 51% disebabkan oleh
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), 11 % oleh penyakit diare, 7% karena
gizi buruk, 3% oleh Infeksi SSP, 1% oleh DBD dan lain-lainnya sebesar 27%
(Dinkes Provinsi NTB, 2010).
Beberapa program telah dilaksanakan di Kota Bima dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan terutama dalam menurunkan prevalensi masalah
gizi pada anak balita, program-program tersebut terdiri dari : survey Pemantauan
Status Gizi (PSG) dan KADARZI yang dilakukan
sekarang pada tiap tahunnya, Pemantauan Status Gizi (PSG) dilaksanakan dengan
tujuan mengetahui prevalensi status gizi balita dan perilaku sadar gizi. Program
pelacakan atau penemuan kasus dan audit gizi buruk yang dilaksanakan pada
setiap bulannya di setiap puskesmas, program pemberian Makanan Pendamping
ASI (MP-ASI) kepada keluarga miskin berupa biskuit untuk anak balita 12-24
bulan dan bubur instan untuk anak umur 6-11 bulan, program pemberian bahan
makanan tambahan (PMT pemulihan) pada balita gizi buruk di wilayah
puskesmas se-Kota Bima berupa susu bubuk instan dan bantuan dana untuk
merujuk ke rumah sakit kasus gizi buruk yang memerlukan perawatan secara
klinis di rumah sakit (Dinkes NTB, 2012b).
Secara geografis wilayah Kota Bima sebagian besar terdiri atas perbukitan
(dataran tinggi), lahan pertanian, luas hutan yang terbatas, padang ilalang, wilayah
pesisir, dengan curah hujan yang sedikit. Persebaran pemukiman tidak merata,
akses jalan yang cukup memadai kecuali pada beberapa daerah dataran yang
cukup tinggi dan yang sulit terjangkau, seperti pada kecamatan Rasanae Timur
dan Asakota. Kota Bima terdiri dari 5 (lima) kecamatan yang terdiri dari :
Kecamatan Asakota, Rasane Barat, Mpunda, Penanae dan Rasane Timur, dan
terdiri dari 38 kelurahan. Pada Tahun 2012 jumlah penduduk Kota Bima sebesar
146.195 jiwa, dengan jumlah penduduk miskin sebesar 41.118 jiwa, jumlah yang
cukup besar dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan secara umum di Kota
Bima (BPS Kota Bima, 2012).
Fasilitas kesehatan di Kota Bima meliputi 5 (lima) puskesmas yang terdiri dari
2 puskesmas perawatan (Puskesmas Asakota dan Puskesmas Paruga), belum
semua puskesmas yang ada memiliki fasilitas perawatan rawat inap termasuk
puskesmas di Kecamatan Rasane Timur. Pelayanan rujukan kasus gizi buruk yang
memerlukan rujukan lanjutan di Kota Bima di arahkan
ke Rumah Sakit
Kabupaten Bima, Karena Kota Bima sendiri belum memiliki Rumah Sakit Umum.
Terdapat 17 Pustu, 153 Posyandu, 19 Polindes dan 10 Poskesdes yang tersebar di
tiap kelurahan. Sumber daya kesehatan di Kota Bima khususnya tenaga gizi
dengan jumlah 38 petugas, yang masih dirasakan kurang di lihat dari besarnya
cakupan wilayah dan kasus gizi buruk yang ada, akses ke fasilitas kesehatan pada
umumnya dapat di tempuh dengan kendaraan roda dua dengan kondisi jalan yang
masih kurang baik dan jarak yang cukup jauh (BPS Kota Bima, 2012).
Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, dimana
penanganannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan
kesehatan saja namun memerlukan pendekatan analisis yang mendekati akar
masalah gizi secara khusus dan akurat. Masalah gizi merupakan masalah yang
sangat kompleks, banyak penyebab masalah gizi yang timbul yang disebabkan
oleh berbagai faktor yang ada di wilayah setempat, baik langsung maupun tidak
langsung yang mempengaruhi terhadap keadaan gizi individu, keluarga maupun
masyarakat. Sehingga untuk memecahkan masalah gizi tersebut perlu dilakukan
berbagai pengkajian mengenai berbagai faktor-faktor resiko permasalahan yang
memunculkan masalah status gizi secara spesifik di wilayah tersebut (local
specificity), salah satunya melalui analisis spasial kejadian gizi dan adanya
analisis fenomena serta karakteristik individu, keluarga, masyarakat, dan tempat
tinggal secara spasial dari kejadian masalah gizi (status gizi) yang ada.
Sistem informasi spasial merupakan suatu tools yang dapat digunakan, dalam
pemanfaatan spasial yaitu untuk mengelola data atau informasi yang lebih baik
dalam konteks memberikan gambaran distribusi status gizi dengan faktor
penyebab secara terintegrasi guna pengambilan keputusan yang tepat. Analisis
spasial dilakukan dengan proses penggabungan dari faktor-faktor penyebab status
gizi secara tumpang susun (overlay). Beberapa faktor seperti penyebaran penyakit,
faktor demografi dan faktor geografi akan di kaji untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap permasalahan status gizi di wilayah tersebut (Prahasta, 2009).
Sistem pemantauan status gizi untuk melihat masalah-masalah gizi dalam
pendekatan analisis spasial di Kota Bima belum pernah dikembangakan atau
diterapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Bima, pemanfaatan sistem informasi
spasial sangatlah bermanfaat dalam menganalisis kompleksitas faktor-faktor yang
menyebabkan permasalahan status gizi secara kewilayahan dan untuk melihat
gambaran distribusi spasial keadaan status gizi masyarakat khususnya anak balita,
sehingga dengan adanya konsep pemetaan tersebut dapat digambarkan dan
dikenali secara dini daerah-daerah atau wilayah yang di anggap rawan masalah
gizi atau kejadian masalah status gizi pada anak balita, sehingga upaya-upaya
pendekatan program kesehatan dan penanganan masalah gizi dapat dilakukan
secara cepat, tepat dan akurat.
Sistem Informasi Spasial memiliki
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka permasalahan yang di
teliti adalah bagaimana distribusi spasial penyebaran status gizi pada anak balita ;
berat kurang (underweight), kependekan (stunting), dan kekurusan (wasting), dan
hubungannya dengan faktor-faktor penyebab masalah gizi pada anak balita, di
lihat berdasarkan fenomena kejadian penyakit dan karakteristik wilayah di
Kecamatan Rasane Timur Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
a. Mendeskripsikan distribusi spasial status gizi pada anak balita : anak balita
dengan status gizi berat kurang (underweight), anak balita kependekan
(stunting) dan anak balita kekurusan (wasting) di Kecamatan Rasane
Timur Kota Bima Provinsi Nusa Tenggra Barat.
b. Mendeskripsikan distribusi spasial daerah rawan gizi pada anak balita di
Kecamatan Rasane Timur Kota Bima Provinsi Nusa Tenggra Barat.
D. Manfaat Penelitian
1. Peneliti
Sebagai bentuk penerapan keilmuan dan pengembangan wawasan
dibidang tekhnologi informasi dan kesehatan, serta mampu nantinya
diaplikasikan dalam tugas-tugas dilapangan (unit kerja).
2. Dinas Kesehatan Kota Bima
Sebagai informasi baru, tersedianya peta kerawanan status gizi, bentuk
pendekatan dalam melakukan analisis dalam pelacakan kasus-kasus gizi
pada anak balita pada program surveilans gizi masyarakat dan Pemantauan
Status Gizi (PSG) yang dilakukan pada tiap tahunnya.
3. Provinsi Nusa Tenggara Barat
Sebagai masukan yang dapat diaplikasikan di Kabupaten/Kota lainnya
yakni berupa informasi spasial di bidang kesehatan khususnya dalam
program deteksi dan pengambilan keputusan, serta penangulangan
kejadian kasus gizi buruk di Provinsi Nusa Tenggara Barat berbasis
tekhnologi informasi.
4. Pemerintah Kota Bima
Sebagai informasi, sehingga menjadi bahan pertimbangan dalam membuat
kebijakan, pengelolaan sumberdaya dan rencana pemerintah daerah dalam
menata wilayah, khususnya program kesehatan dan gizi masyarakat di
Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat.
10
E. Keaslian Penelitian
Peneliti
Tujuan
Rancangan
Putyasari N P, Mengidentifikasi
faktor- cross
Perbedaan
variabel status gizi
(underweight,stunting
pemahaman
spasial
gizi distribusi
buruk
pada memahami
balita
spasial
untuk
Analisis
di pengelompokan
Kabupaten
Kulon Progo
berkaitan
dengan
topografi
wilayah
produktifitas
dan
lahan
pertanian
Rizal,
(2008). Mengidentifikasi
resiko
faktor- cross
penderita sectional
(underweight,stunting
pemahaman
untuk
balita
Kecamatan
di mengidentifikasi
pengelompokan
kerawanan
Kabupaten
kurang
gizi,
berkaitan
Pasaman
dengan
topografi
produktivitas pertanian
dan
11
Magalhaes
pendekatan Deskriptif
et Melakukan
dengan analitik
(2013). ekologi
al.,
Variabel
dan
uji
analisis
model
the
buruk
dalam
spatial mempengaruhi
kejadian
variation
in anemia
childrens
dan
mengembangkan
peta
Maio
et
al., Mendeskripsikan
faktor Deskriptif
Status
(underweight,stunting
Epidemological
Studies,
Tocana, Italia
pemanfaatan
dan
Sistem
di Informasi Geografis.
Analisis