Anda di halaman 1dari 11

Dinding Bronkus dalam Diagnosis Asma secara Radiologis

G. D. Hungerford, M.B., B.S., D.D.R., M.R.A.C.R.,f H. B. L Williams, M.A.,


M.D., B.Chir., M.R.C.P., M.R.A.C.R., D.M.R.D., D.R., and B. Gandevia, M.D.,
F.R.A.C.P.
Abstrak
Meskipun telah diketahui bahwa penebalan dinding bronkus terjadi pada asma,
visibilitas

dan

signifikansi

radiologisnya

merupakan

hal

yang

masih

diperdebatkan. Penelitian ini menunjukkan bahwa penebalan dapat dideteksi pada


fotografi polos thoraks pasien dengan asma berat, namun tidak dapat dipercaya
dalam mendeteksi pada pasien dengan asma ringan. Pengukuran bronkus yang
dilakukan pada tomogram paru menunjukkan bahwa rasio lumen-dinding bronkus
lebih jelas dalam memisahkan kelompok asma dan kelompok normal
dibandingkan dengan mengamati penebalan dinding bronkus saja.
Temuan patologi yang konsisten pada paru-paru pasien yang meninggal
dalam keadaan status asmatikus adalah penebalan dinding bronkus (Huber dan
Koessler, 1992; Kountz dan Alexander, 1928). Pada pasien dengan asma yang
meninggal akibat penyakit yang tidak berkaitan, secara histologi bronkusnya
terlihat normal atau dapat memperlihatkan sedikit penebalan dinding bronkus
(Thieme dan Sheldon, 1938). Hanya relatif sedikit perhatian yang telah diberikan
pada pengenalan penebalan dinding bronkus secara radiologis. Hodson dan
Trickey (1960) menggambarkan dinding bronkus yang menebal pada dua per tiga
dari pasien penelitian mereka dengan tingkat keparahan asma yang lebih dari
asma sedang, dan menghubungkan temuan ini terutama pada infeksi yang
menyertainya. Bates dkk (1971) dan Fraser dan Pare (1979) keduanya setuju
bahwa dinding bronkus yang menebal secara abnormal dapat terlihat di radiografi
pasien dengan asma, namun peneliti yang terdahulu menganggap bahwa derajat
penebalan yang terlihat pada radiografi jarang memadai untuk melakukan
identifikasi secara radiologis.

Penelitian ini awalnya dirancang untuk menyatakan apakah dinding


bronkus dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis asma, dan kemudian
penelitian ini diperluas ke dalam suatu usaha untuk menetapkan sebuah dasar
kuantitatif untuk tanda ini. Pada waktu yang sama, pengulangan pengamatan oleh
peneliti yang sama memberikan beberapa petunjuk mengenai variasi antar
pengamat yang berbeda maupun variasi dalam diri pengamat itu sendiri.
Metode dan Material
Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap.
1.

Tahap pertama adalah penelitian pendahuluan, dimana foto polos thoraks PA


dari 15 subjek dengan asma berat yang diselingi secara acak dengan foto
polos dari 10 subjek normal, dinilai oleh tujuh pengamat yang tidak
mengetahui komposisi serial foto yang sedang diamatinya. Semua pasien
asma telah dibawa masuk ke rumah sakit karena keparahan asma mereka,
dan semuanya memiliki sputum mukoid (tidak terinfeksi). Pengamat
kemudian diminta untuk memutuskan film mana yang mengindikasikan
asma atau normal berdasarkan ketebalan dinding bronkus yang dilihat
pada potongan transversal atau longitudinal. Untuk memperkecil bias akibat
inflasi berlebihan yang berkaitan atau perubahan bentuk dada, film ditutupi
sebagian untuk penyamaran (gambar 1) sehingga hanya menampakkan
lapangan paru dan mediastinum. Film dibaca pada dua kesempatan oleh tiap
pengamat tanpa tahu akan hasil sebelumnya atau hasil kolektif yang telah

2.

didapatkan.
Pada tahap kedua, penelitian yang sama dilakukan dengan menggunakan
radiografi thoraks 62 subjek dengan asma ringan yang dipilih dari 4300
pekerja rumah sakit. Kriteria inklusinya adalah asma yang diderita subjek
tidak cukup berat hingga perlu dibawa masuk ke rumah sakit. Sebagian
besar subjek yang teridentifikasi pernah mengalami asma yang sangat
ringan, memerlukan sedikit atau tidak memerlukan penatalaksanaan medis;
pada beberapa kasus tidak pernah ada asma sejak masa kanak-kanak. Subjek
dengan penyakit di rongga dada lainnya dieksklusi, khususnya bagi mereka

dengan riwayat batuk dan dahak persisten, tanpa tergantung dengan adanya
wheezing atau keterbatasan toleransi aktivitas. Film dari 38 subjek normal
diselingkan di antara rangkaian foto kasus pada penelitian. Film yang telah
disamarkan dibaca sendiri-sendiri oleh dokter ahli thoraks dan ahli radiologi
pada dua kesempatan untuk masing-masing film, lagi-lagi dengan tanpa
mengetahui komposisi total film yang diamati.

Gambar 1. Radiografi thoraks polos disamarkan untuk mengeksklusi bias


karena pengenalan terhadap gambaran yang terkait dengan
asma
3.

Pada fase ketiga, suatu percobaan dilakukan untuk mengkuantitasi


penebalan dinding bronkus. Karena pengukuran yang akurat terbukti sulit
pada sebagian besar film konvensional, penebalan dinding bronkus dan
ukuran lumen diukur pada bronkus yang susunan anatominya sebanding
pada tomogram keseluruhan paru baik subjek normal maupun subjek
dengan asma. Dari pasien yang berurutan yang masuk ke rumah sakit
dengan asma, 45 pasien dipilih karena tomogram yang dimiliki dinyatakan
bisa diukur bronkusnya; 123 bronkus diidentifikasi dan diukur. Pada
tomogram 34 sukarelawan, 56 bronkus teridentifikasi dan diukur dengan
cara yang sama. Bronkus yang dilihat pada potongan transversal dihitung
pada satu atau lebih diameternya, dengan menggunakan jangka berujung
halus dan mikroskop kekuatan lemah dengan sebuah graticule pengukur.
3

Diameter lumen dikurangi dari diameter eksternal total bronkus untuk


menghasilkan perhitungan tebal dinding total, dan gambaran ini digunakan
4.

untuk menghitung rasio lumen-dinding.


Pada tahap keempat dari penelitian, penilaian visual radiografi thoraks
konvensional dibandingkan dengan dinding bronkus dan hasil pengukuran
lumen yang berasal dari tomogram subjek yang sama dalam suatu upaya
untuk memberikan dasar kuantitatif terhadap derajat penebalan dinding
bronkus yang terdeteksi pada radiografi thoraks. Tahap penelitian ini terdiri
atas 43 pasien dengan asma berat, bersamaan dengan film dari 38 subjek
normal. Semua disamarkan seperti diatas dan secara random dicampurkan,
dan semua dibaca oleh satu pengamat. Rasio lumen-dinding ditentukan
untuk sebanyak mungkin bronkus pada tomogram pasien asma; setidaknya
satu bronkus dapat diukur pada tomogram di tiap kasus.

Hasil
1.
Radiografi thoraks polos pada asma berat
Sebelas dari 15 film yang mengesankan adanya asma diidentifikasi dengan
benar oleh lima atau lebih observer (Tabel I), sementara satu film dianggap
sebagai normal oleh satu atau lebih observer. Tujuh dari sepuluh film normal
diidentifikasi dengan hasil yang sama oleh lima atau sepuluh observer. Hasil yang
sama didapatkan pada pembacaan kedua.
2.
Radiografi thoraks polos pada asma ringan
Interpretasi pada kasus ini benar-benar sulit (tabel II) dan analisis statistik
(Stark dan Hungerford; dalam persiapan) menyatakan tidak ada yang pengamat
yang dapat diandalkan untuk membedakan pasien asma dan pasien normal pada
kelompok ini. Variasi intraobserver (Tabel III) diperiksa dengan analisis dari
semua hasil pembacaan oleh pengamat A pada tahap 1 dan 2. Pembacaan ulangan
menunjukkan hasil yang sama pada 110 (88%) dari 125 subjek. Pada 10% film
terdapat perubahan klasifikasi dari asma ke normal dan pada 2% terjadi perubahan
dari normal ke asma pada pembacaan kedua.
Kesepakatan antara dua pengamat yang berpengalamanan (tabel IV) juga
dianalisis untuk semua hasil radiografi di tahap 1 dan 2, dengan menggunakan
hasil pembacaan kedua oleh tiap pengamat. Terdapat kesamaan pada 87 (70%).

Pengamat B lebih besar kemungkinannya dibanding pengamat A untuk


menggambarkan dinding bronkial sebagai menebal.
Tabel I. Analisis Penelitian Pendahuluan dari 15 radiografi thoraks asma
dan 10 radiografi thoraks normal

Disetujui oleh 7 pengamat


Disetujui oleh 6 pengamat
Disetujui oleh 5 pengamat
Disetujui oleh 4 pengamat

Asma Berat v. Normal


15 Asma 10 Normal
7
1
1
3
3
3
2
2

Tabel II. Pembacaan 62 Radiografi asma dan 38 radiografi normal oleh


dua pengamat
Asma Ringan v. Normal
N
Asma 62
Normal 38
Benar Salah Benar Salah
Pengamat A (a) 19
43
24
14
(b) 22
40
32
6
Pengamat B (c) 27
35
24
14
(d) 22
40
23
15
a: Hasil didapat pada pembacaan pertama
b: Hasil didapat pada pembacaan kedua

Tabel III.
Variasi Intraobserver dalam Pembacaan Berulang pada 125 Radiografi dari
Tahap 1 dan 2 Penelitian (Pengamat A)

75

12

3.

35

Ketebalan Dinding Bronkus pada Subjek Normal dan Asma


Beberapa contoh yang dipelajari diilustrasikan pada gambar 2, 3, dan 4.

Data yang didapat (Gambar 5 dan 6 dan tabel V) memperlihatkan bahwa, pada
pengelompokan bronkus berdasarkan ukuran keseluruhannya, terdapat sedikit
tumpang tindih antara kelompok normal dan kelompok asma dalam hal rasio
lumen-dinding, bronkus pasien dengan asma secara signifikan lebih kecil rasionya
kecuali pada bronkus terbesar. Dalam tiap kelompok, kecuali yang memiliki
bronkus terbesar, perbandingan antara rasio untuk subjek asma dan non-asma
sangat signifikan (p). Perbandingan berdasarkan pengukuran dinding bronkus saja
(Gambar 5), daripada rasio lumen-dinding, menunjukkan kecenderungan yang
sama namun terdapat tumpang tindih yang lebih besar antara kelompok asma dan
normal.
Telah berulang kali diamati bahwa bagian bronkus pada potongan melintang
biasanya lebih terlihat pada tomogram pasien asma daripada subjek normal;
dinding terlihat lebih tebal dan garis tepinya tergambarkan dengan lebih tajam.
Merupakan suatu hal yang luar biasa untuk menemukan lebih dari dua bronkus
yang keduanya dapat terlihat dan dapat diukur pada satu tomogram subjek normal.
4.

Perbandingan ukuran dinding bronkus pada radiografi thoraks polos


dengan tomografi
Pengamat A dengan benar mendiagnosis 24 dari 43 radiografi thoraks

sebagai termasuk dalam pasien asma, dengan dua diagnosis positif palsu dari
subjek normal, suatu hubungan yang sangat signifikan. Pada analisis pengukuran
tomografi, ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada rasio
dinding-lumen bronkus antara kelompok asma yang didiagnosis oleh pengamat A
(rasio rata-rata 0.93) dan kelompok asma yang gagal didiagnosisnya (rasio ratarata 0.95). Rasio rata-rata dinding-lumen untuk kelompok normal adalah 2.20 dan
rasio rata-rata untuk keseluruhan kelompok asma adalah 0.94.
Diskusi

Satu-satunya Pemeriksaan bronkus pada asma yang ada sebelumnya


menganggap dinding bronkus yang menonjol sebagai hal yang berkaitan dengan
infeksi pada sebagian besar kasus (Hodson dan Trickey, 1960). Pada penelitian
ini, film kontrol normal, pengamat yang banyak, pembacaan yang berulang dan
pengukuran yang spesifik, bersama dengan penyamaran film untuk mengaburkan
kejadian yang berkaitan, diajukan untuk memberikan pendekatan yang seobjektif
mungkin, dan subjek dengan infeksi bronkus yang tidak jelas (sputum purulen
atau mukopurulen) dieksklusikan.
Tabel IV
Variasi inter-pengamat dari dua pengamat berpengala man yang membaca
125 radiografi dari tahap 1 dan 2 dari p enelitian

75

12

35

Gambar 2. Potongan tomografi bronkus normal. Rasio lumen-dinding 1.6

Gambar 3. Potongan tomografi pasien asma. Rasio lumen-dinding 0.86

Gambar 4. Potongan tomografi pasien asma. Beberapa bronkus terlihat dan


semuanya memiliki rasio lumen-rasio yang berkurang

Gambar 5. Grafik menunjukkan hubungan antara ketebalan dinding


bronkus dan ukuran bronkus pada subjek normal dan asma sebagaimana
yang diukur di tomogram

Gambar 6. Grafik menunjukkan rasio lumen-dinding sebagaimana yang


diukur di tomogram pada pasien normal dan pasien asma. Terdapat
pemisahan yang lebih baik terhadap dua populasi ini dibandingkan yang
terlihat di gambar. 5
Tabel V. Pengukuran Tomografi Rasio Lumen-dinding (L/W) pada subjek
asma dan asma berat
Ukuran
bronkus
Eksternal,

Normal
n

Asma

L/W

S.D

1.64

0.53
(S.E.

1.95

0.15)
0.47
(S.E.

2.57

0.12)
0.54
(S.E.

2.65

0.14)
0.86
(S.E.

L/W

S.D

0.80

0.34
(S.E.

0.85

0.06)
0.23
(S.E.

1.03

0.06)
0.39
(S.E.

1.21

0.08)
0.29
(S.E.

Nilai t

mm
2.5 5.0

5.1 6.5

6.6 8.0

8.1 13.0

13

16

15

12

0.25)

37

43

26

17

0.07)

p<0.05
2.23
P< 0.01
2.89
P< 0.02
2..59
0.10 > p > 0.05
1.86

Penelitian pendahuluan (fase 1) menyatakan bahwa pengamat dengan latar


belakang klinis atau radiologis dapat mengidentifikasi pasien dengan asma berat
dengan mengartikan tanda yang terlihat pada film berupa dinding bronkus yang
9

menonjol yang terisolasi. Penelitian tahap kedua menyatakan bahwa dua pembaca
ahli tidak dapat diandalkan dalam mengidentifikasi subjek dengan asma yang
sangat ringan. Dengan mengombinasikan dua rangkaian ini, kami telah mencoba
untuk menyediakan indeks reproduksibilitas dan persetujuan antar pengamat,
namun terlihat jelas bahwa tiap perkiraan tersebut akan dipengaruhi sedikit
banyak oleh keparahan asma, dengan kata lain, berdasarkan komposisi penelitian,
juga berdasarkan ekspertise dari pembaca. Cukup masuk

akal untuk

menyimpulkan bahwa adanya suatu tanda tidak bisa diandalkan dalam mengenali
asma pada film yang didapat dari populasi umum, namun hubungannya yang
konsisten secara beralasan dengan asma sedang hingga berat mengesankan
perannya yang memungkinkan sebagai penunjuk keparahan. Usaha lebih lanjut
diperlukan untuk menetapkan signifikansinya yang tepat, dasar patologinya, dan
signifikansi prognostik; kesan kami, berdasarkan penggunaan tanda dari hari-kehari selama beberapa tahun adalah bahwa tanda yang terdapat pada radiografi
tersebut lebih tepat dalam menggambarkan kronisitas, atau persistensi asma,
dibandingkan keparahan suatu episode akut itu sendiri.
Pengukuran tomografi pada tahap 3 menetapkan bahwa peningkatan
ketebalan dinding bronkus dan penurunan rasio dinding-lumen secara radiologis
terlihat selama asma berat. Karena pemisahan kelompok normal dan asma dapat
dicapai dengan pengukuran rasio lumen-dinding ini, terlihat logis untuk
merekomendasikan parameter ini. Adalah hal yang tidak mungkin bahwa
perbedaan yang teramati berasal dari pengukuran bronkus yang lebih perifer dari
generasi yang berikutnya pada kelompok asma, karena bronkus yang berada pada
tempat anatomis yang sama biasanya diukur pada kedua kelompok, dan bronkus
dengan diameter eksternal yang sama menunjukkan penurunan rasio lumendinding yang bermakna (tabel V)
Suatu paradoks yang nyata timbul dari fase terakhir penelitian ini, yaitu dari
kenyataan bahwa pengukuran tomografi rasio lumen-dinding tidak berhubungan
dengan kemampuan pengamat untuk membedakan antara radiografi asma dan
normal berdasarkan penebalan dinding bronkus (film yang sudah disamarkan
menghindarkan pengamat dari penggunaan inflasi yang berlebihan sebagai
petunjuk tambahan untuk diagnosis). Barangkali pengamat menilai bronkus yang
10

berbeda dengan dua metode, dan dapat secara akurat menilai bronkus yang lebih
sedikit pada radiografi polos. Meskipun demikian, penelitian ini mengonfirmasi
temuan pada penelitian pendahuluan bahwa setengah dari subjek asma
teridentifikasi dengan fotografi thoraks dengan kesalahan yang kecil (sekitar 5%)
dengan istilah diagnosis positif palsu.
Semenjak dilakukannya penelitian ini, signifikansi fungsional bronkus yang
terlihat telah dinilai dalam dua penelitian epidemiologi terhadap kelompok dengan
pekerjaan yang sama yang fungsi paru secara keseluruhan berada dalam rentang
yang normal. Pada awalnya, Musk dkk (1977), yang mengadopsi nilai rasio
lumen-dinding yang dinilai secara visual dan berubah-ubah sebesar 1:1 sebagai
kriteria abnormalitas, dan membutuhkan setidaknya dua bronkus yang terlihat
(aapat dinilai) pada radiografi thoraks, menemukan bahwa subjek dengan rasio
yang abnormal menunjukkan bukti fungsional adanya obstruksi jalan napas
dibandingkan dengan subjek yang bronkusnya diklasifikasikan sebagai normal.
Meskipun tanda ini tidak cukup sensitif untuk mengidentifikasi satu subjek
dengan asma, tanda ini dapat memiliki tempat pada penelitian epidemiologi
sebagai petunjuk adanya abnormalitas kelompok di struktur dan fungsi jalan
napas.

11

Anda mungkin juga menyukai