Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi Kanker Kolon Rektum

Kanker adalah penyakit pertumbuhan sel yang bersifat ganas. Bisa


mengenai organ apa saja di tubuh manusia. Kanker kolon adalah suatu
keganasan yang terjadi di usus besar.
Kanker colon adalah suatu bentuk keganasan dari masa abnormal atau
neoplasma yang muncul dari jaringan epithelial dari kolon. kanker kolon
atau usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas didalam
permukaan usus besar atau rectum. Kanker kolon adalah pertumbuhan sel
yang bersifat ganas yang tumbuh pada kolon dan menginvasi jaringan
sekitarnya (Suzanne C.Smeltzer, 2002)
Kanker rektum adalah keganasan yang terjadi pada bagian rektum.
Jenis yang paling umum dari kanker rektum adalah adenokarsinoma,
merupakan kanker yang timbul dari mukosa. Sel kanker juga dapat
menyebar dari anus ke kelenjar getah bening dalam perjalanan mereka ke
bagian lain dari tubuh.
Kanker usus besar di klasifikasikan menjadi 3 kelompok :
1) Tipe menonjol
Semua tumor yang massa utamanya menonjol ke dalam lumen usus
termasuk tipe ini. Massa tumor besar, permukaan mudah mengalami
perdarahan, infeksi, dan nekrosis. Umumnya terjadi di belahan kanan
kolon. Sifat invasi rendah, prognosis agak baik.
2) Tipe ulseratif

Setiap tumor dengan permukaan memiliki tukak jelas yang agak dalam
(kedalamannya biasanya mencapai atau melebihi tunika muskularis)
termasuk tipe ini. Tipe ulseratif paling sering di jumpai, menempati lebih
dari separuh kanker besar. Karakteristiknya adalah pada massa terdapat
tukak yang agak dalam, bentuk luar mirip kawah gunung berapi, tepinya
menonjol, dasarnya tidak rata, nekrosis, derajat keganasan tinggi,
metastasis limfogen lebih awal.
3) Tipe infiltrative
Tumor menginfiltrasi tiap lapisan dinding usus, sehingga dinding usus
setempat menebal, tapi tampak dari luar seringkali tidak jelas terdapat
tukak atau tonjolan. Tumor seringkali mengenai sekeliling saluran usus,
disertai hyperplasia abnormal jaringan ikat, lingkaran usus jelas
menyusut, dipermukaan serosa setempat sering tampak cincin konstriksi
akibat traksi jaringan ikat. Oleh karena itu mudah terjadi ileus, timbul
diare dan obstipasi silih berganti. Tipe ini sering ditemukan pada kolon
sigmoid dan bagian atas rectum, derajat keganasan tinggi, metastasis
lebih awal.

Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3

: melakukan penetrasi pada lapisan mukosa


: tumor menginvasi dinding kolon
: selain menginvasi lapisan otot juga terdapat keterlibatan

Stadium 4

kelenjar getah bening regional


: tumor sudah melakukan metastasis

B. Etiologi
Penyebab pasti dari kanker kolonrektal masih belum diketahui, tetapi
kondisi sindrom poliposis adenomatosa memiliki predisposisi lebih besar
menjadi risiko kanker kolon. Sebagian besar kanker kolon muncul dari polip
adenomatosa yang menutupi sebelah dalam usus besar. Seiring waktu,
pertumbuhan abnormal ini makin memperbesar dan akhirnya berkembang
menjadi adenokarsinoma. Dalam kondisi ini, banyak adenomatosa
mengembangkan polip di kolon, yang pada akhirnya menyebabkan kanker
usus besar.
Faktor resiko yang mungkin adalah riwayat kanker pribadi, orang
yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat terkena kanker colorectal
untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di indung
telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko yang
lebih tinggi untuk terkena kanker colorectal.
Riwayat kanker colorectal pada keluarga, jika mempunyai riwayat
kanker colorectal pada keluarga, maka kemungkinan akan terkena penyakit
ini lebih besar, riwayat penyakit usus inflamasi kronis serta diet kebiasaan
makan makanan berlemak tinggi dan sumber protein hewani.
Faktor predisposisi yang penting adalah faktor gaya hidup, orang yang
merokok, minum minuman beralkohol atau menjalani pola makan yang
tinggi lemak seperti lemak jenuh dan asam lemak omega-6 (asam linol) dan
sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar
terkena kanker colorectal. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan
zat yang berpotensi karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih
kecil. Selain itu, massa transisi feses meningkat, akibatnya kontak zat yang
berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.
Selain itu, etiologi lain dari kanker kolonrektal yaitu :
1. Kontak dengan zat-zat kimia tertentu seperti logam berat, toksin, dan
2.

ototoksin serta gelombang elektromagnetik.


Zat besi yang berlebihan diantaranya terdapat pada pigmen empedu,

3.

daging sapi dan kambing serta tranfusi darah.


Minuman beralkohol, khususnya bir, usus mengubah alkohol menjadi

4.

asetilaldehida yang meningkatkan risiko menderita kanker kolon.


Obesitas.

5.

Bekerja sambil duduk seharian, seperti para eksekutif, pegawai

6.

administrasi, atau pengemudi kendaraan umum


Polip di usus (Colorectal polyps), polip adalah pertumbuhan pada
dinding dalam kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia
50 tahun ke atas. Sebagian besar polip bersifat jinak (bukan kanker),

7.

tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.


Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn, orang dengan kondisi yang
menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau
penyakit Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih

8.

besar.
Usia di atas 50, kanker colorectal lebih biasa terjadi pada usia manusia
yang semakin tua. Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit
ini didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas.

C. Tanda dan Gejala


Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan
fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah
perubahan kebiasaan defekasi. Adanya darah dalam feses adalah gejala
paling umum kedua. Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak
diketahui penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan, dan keletihan.
(Suzanne C.Smeltzer, 2002 : 1126)
1. Kanker kolon kanan
Dimana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga
stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena
lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan
sering terjadi, dan darah bersifat samar dan hanya dapat dideteksi dengan
tes Guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik). Mucus
jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus,
tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium
awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen,
dan kadang kadang pada epigastrium.
2. Kanker kolon kiri dan rectum
Cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi
dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi.

Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan


obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus
maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia
akibat kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum
dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena. Hemoroid, nyeri
pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat
timbul sebagai akibat tekanan pada alat alat tersebut. Gejala yang
mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak
lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses
berdarah.
Manifestasi klinis kanker kolon secara umum, adalah sebagai berikut :
a. Lelah, sesak napas waktu bekerja, dan kepala terasa pening.
b. Pendarahan pada rektum, rasa kenyang bersifat sementara, atau
kram lambung serta adanya tekanan pada rektum.
c. Adanya darah dalam tinja, seperti terjadi pada penderita
pendarahan lambung, polip usus, atau wasir.
d. Pucat, sakit pada umumnya, malnutrisi, lemah, kurus, terjadi cairan
di dalam rongga perut, pembesaran hati, serta pelebaran saluran
limpa.
Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah
nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam, seperti ter). Gejala yang
sering dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan
dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan
distensi) serta adanya darah merah segar dalam feses. Gejala yang
dihubungkan denagn lesi rektal adalah evakuasi feses yasng tidask lengkap
setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.
(Suzanne C.Smeltzer, 2002 : 1126)
D. Patofisiologi
Kanker kolon terutama 95% adenokarsinoma (muncul dari lapisan
epitel usus). Dimulai sebuah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan
menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas kedalam struktur

sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke
bagian tubuh yang lain terutama ke organ hati.
Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang
tidak ganas atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal membentuk
polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada stadium awal, polip dapat
diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada stadium awal adenoma
tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu
yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang
dapat terjadi pada semua bagian dari usus besar.
Kanker usus besar awalnya berasal dari polip jinak. Polip dapat
berupa massa polipoid, besar, tumbuh dengan cepat, ganas dan menyusup
serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya.
Lesi anular lebih sering terjadi pada bagian rektosigmoid, sedangkan lesi
polipoid yang datar lebih sering terjadi pada sekum dan kolon ascenden.
Kanker kolon dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke
dalam kandung kemih.
2. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon.
3. Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan
darah ke system portal.
4. Penyebaran secara transperitoneal
5. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain.
Pertumbuhan

kanker

menghasilkan

efek

sekunder,

meliputi

penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding


usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan perforasi
dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi
maupun kolonoskopi. Pemeriksaan kolonoskopi atau teropong usus ini
dianjurkan segera dilakukan bagi mereka yang sudah mencapai usia 50
tahun. Pemeriksaan kolonoskopi relatif aman, tidak berbahaya, namun
pemeriksaan ini tidak menyenangkan. Kolonoskopi dilakukan untuk
menemukan kanker kolorektal sekaligus mendapatkan jaringan untuk

diperiksa di laboratorium patologi. Pada pemeriksaan ini diperlukan alat


endoskopi fiberoptik yang digunakan untuk pemeriksaan kolonoskopi.
Alat tersebut dapat melihat sepanjang usus besar, memotretnya, sekaligus
biopsi tumor bila ditemukan. Dengan kolonoskopi dapat dilihat kelainan
berdasarkan gambaran makroskopik. Bila tidak ada penonjolan atau
ulkus, pengamatan kolonoskopi ditujukan pada kelainan warna, bentuk
2.

permukaan, dan gambaran pembuluh darahnya.


Radiologis
Pemeriksan radiologis yang dapat dilakukan antara lain adalah
foto dada dan foto kolon (barium enema). Foto dada dilakukan untuk

melihat apakah ada metastasis kanker ke paru.


3. Ultrasonografi (USG)
Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi
digunakan untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker ke kelenjar
getah bening di abdomen dan hati.
4.
Histopatologi
Biopsy digunakan untuk

menegakkan

diagnosis.

Gambar

histopatologis karsinoma kolon adalah adenokarsinoma dan perlu


ditentukan diferensiansi sel. Laboratorium Pemeriksaan Hb penting
untuk memeriksa kemungkinan pasien mengalami perdarahan. Selain itu,
pemeriksaan darah samar (occult blood) secara berkala, untuk
menentukan apakah terdapat darah pada tinja atau tidak. Pemeriksaan
colok dubur, oleh dokter bila seseorang mencapai usia 50 tahun.
Pemeriksaan tersebut sekaligus untuk mengetahui adanya kelainan pada
prostat.
5. Barium Enema
Pada pemeriksaan enema barium, bahan cair barium dimasukkan
ke usus besar melalui dubur dan siluet (bayangan)-nya dipotret dengan
alat rontgen. Pada pemeriksaan ini hanya dapat dilihat bahwa ada
kelainan, mungkin tumor, dan bila ada perlu diikuti dengan pemeriksaan
kolonoskopi. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi kanker dan polip
yang

besarnya

melebihi

satu

sentimeter.

Kelemahannya,

pada

pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan biopsi.

F. Penatalaksanaan
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan
pengisapan nasogastrik. Apabila terdapat pendarahan, terapi komponen
darah dapat diberikan. Pengobatan bergantung pada tahap penyakit dan
komplikasi yang berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi, dan laparoskopi
telah terbukti berhasil dalam penahapan kanker kolon pada periode
perioperatif.
1. Pembedahan (Operasi)
Operasi adalah penangan yang paling efektif dan cepat untuk tumor
yang diketahui lebih awal dan masih belum metastatis, tetapi tidak
menjamin semua sel kanker telah terbuang. Oleh sebab itu dokter bedah
biasanya juga menghilangkan sebagian besar jaringan sehat yang
mengelilingi sekitar kanker.
Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira kira 75 %
pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau
paliatif. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan
kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur
yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan
pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam
membuat keputusan di kolon, massa tumor kemudian dieksisi. Reseksi
usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi kelas A dan semua kelas B
serta lesi C. Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker
kolon D. Tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila
tumor telah menyebar dan mencakup struktur vital sekitarnya, maka
operasi tidak dapat dilakukan. (Suzanne C.Smeltzer, 2002 : 1127)
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur
pembedahan pilihan adalah sebagai berikut (Doughty & Jackson, 1993) :
a. Reseksi segmental dengan anastomosis (pengangkatan tumor dan
porsi usus pada sisi pertumbuhan, pembuluh darah, dan nodus
b.

limfatik)
Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent
(pengangkatan tumor dan porsi sigmoid dan semua rektum serta
sfingter anal)

c.

Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan


anastomosis

serta

reanastomosis

lanjut

dari

kolostomi(memungkinkan dekompresi usus awal dan persiapan usus


d.

sebelum reseksi)
Kolostomi permanen

atau

ileostomi

(untuk

menyembuhkan

lesiobstruksi yang tidak dapat direseksi)


Satu-satunya pengobatan definitif adalah pembedahan reseksi dan
biasanya diambil sebanyak mungkin dari kolon, batas minimal adalah 5
cm di sebelah distal dan proksimal dari tempat kanker. Untuk kanker di
sekum dan kolon asendens biasanya dilakukan hemikolektomi kanan dan
dibuat anastomosis ileo-transversal. Untuk kanker di kolon transversal
dan di pleksura lienalis, dilakukan kolektomi subtotal dan dibuat
anastomosis ileosigmoidektomi. Pada kanker di kolon desendens dan
sigmoid dilakukan hemikolektomi kiri dan dibuat anastomosis kolorektal
transversal. Untuk kanker di rektosigmoid dan rektum atas dilakukan
rektosigmoidektomi dan dibuat anastomosis desenden kolorektal. Pada
kanker di rektum bawah dilakukan proktokolektomi dan dibuat
anastomosis kolorektal.
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang
dibentuk dari pengeluaran sebagian bentuk kolon (usus besar) ke dinding
abdomen (perut), stoma ini dapat bersifat sementara atau permanen.
Tujuan pembuatan kolostomi adalah untuk tindakan dekompresi usus
pada kasus sumbatan / obstruksi usus. Sebagai anus setelah tindakan
operasi yang membuang rektum karena adanya tumor atau penyakit lain.
Untuk membuang isi usus besar sebelum dilakukan tindakan operasi
berikutnya

untuk

penyambungan

kembali

usus

(sebagai

stoma

sementara).
2. Penyinaran (Radioterapi)
Sampai saat ini terapi radiasi tetap merupakan modalitas standar
untuk pasien dengan kanker rektal, peran terapi radiasi pada kanker kolon
masih terbatas. Terapi ini tidak memiliki peran dalam pengaturan ajuvan
atau dalam pengaturan metastasis.

Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi


misalnya sinar X, atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah
yang ditumbuhi tumor, merusak genetik sehingga membunuh kanker.
Terapi radiasi merusak sel-sel yang pembelahan dirinya cepat, antara sel
kanker, sel kulit, sel dinding lambung & usus, sel darah. Kerusakan sel
tubuh menyebabkan lemas, perubahan kulit dan kehilangan nafsu makan.
3.
Kemoterapi
Kemoterapi memakai obat antikanker yang kuat, dapat masuk ke
dalam sirkulasi darah, sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah
menyebar. Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU).
Belakangan ini sering dikombinasi dengan leukovorin yang dapat
meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan ada yang memberikan 3 macam
kombinasi yaitu: 5-FU, levamisol, dan leuvocorin. Dari hasil penelitian,
setelah dilakukan pembedahan sebaiknya dilakukan radiasi dan
kemoterapi.

Radiasi

dan

kemoterapi

dapat

diberikan

secara

berkesinambunagn dengan memperhatikan derajat kanker. Deteksi


kanker yang dapat dilanjutkan dengan pemberian kemoterapi disesuaikan
dengan klasifikasi dengan sistem TNM (T = tumor, N = kelenjar getah
bening regional, M = jarak metastese) yaitu :
a.

M0

: Tidak ada metastasis jauh, sebagai pencegahan perluasan

metastase.
b.

MI

: Ada metastasis jauh, karena tidak mungkin

dilakukan operasi sehingga hanya bisa dihambat dengan kemoterapi


c.

N1

: Metastasis ke kelenjar regional unilateral

d.

N2

: Metastasis ke kelenjar regional bilateral

e.

N3

: Metastasis multipel ekstensif ke kelenjar regional

f.

T1

: Invasi hingga mukosapat atau sub mukosa, dapat

dilakukan pengangkatan dan kolaborasi kemoterapi


g.

T2

:Invasi

ke

dinding

otot,

dapat

dilakukan

pengangkatan dan kolaborasi kemoterapi

10

h.

T3

: Tumor menembus dinding otot, dapat dilakukan

pengangkatan dan kolaborasi kemoterapi


4. Agen Biologis
Bevacizumand (avastin) adalah obat anti-angiogenesis pertama yang
disetujui dalam praktek klinis dan indikasi pertama adalah kanker
kolorektal metastasik. Obat ini menunjukkan perkembangan membaik
dan kelangsungan hidup secara keseluruhan ketika bevacizumab ini
ditambahkan ke kemoterapi (fluorourasil ditambah irinotecan).
5. Diet
Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
Serat dapat melancarkan pencenaan dan buang air besar sehingga
berfungsi menghilangkan kotoran dan zat yang tidak berguna di usus,
karena kotoran yang terlalu lama mengendap di usus akan menjadi racun
yang memicu sel kanker.
6.

Pencegahan
Kanker kolon dapat dicegah dengan cara sebagai berikut :
1. Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar
dan menurunkan derajat keasaman, kosentrasi asam lemak, asam
empedu, dan besi dalam usus besar.
2. Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus
3. Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan
teratur untuk buang air besar.
4. Hidup rileks dan kurangi stress
5. Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan
kolesterol tinggi terutama yang terdapat pada daging hewan.
6. Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik,
karena hal tersebut dapat memicu sel karsinogen / sel kanker.
7. Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Kanker Kolon

11

Pada pengkajian, keluhan sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap


penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi.
Pada riwayat penyakit sekarang akan didapatkan perubahan kebiasaan
defekasi dan pasase darah dalam feses. Gejala dapat mencakup anemia
yang tidak diketahui penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan,
dan keletihan.
Pengkajian riwayat penyakit penting untuk mengetahui adanya
riwayat infeksi pada kolon, kanker payudara, rahim, atau ovarium.
Pengkajian riwayat keluarga, terutama pada generasi terdahulu yang
memiliki riwayat kanker. Pengkajian kebiasaan yang mendukung
peningkatan risiko, seperti merokok, konsumsi makan rendah serat, atau
tinggi lemak dan protein serta ada tidaknya penurunan berat badan.
Pengkajian psikososial biasanya didapatkan kecemasan berat setelah
mendapat pemberitahuan tentang kondisi kanker kolon. Pengkajian
pengetahuan pasien tentang program pengobatan kanker meliputi radiasi,
kemoterapi,

dan

pembedahan

memberikan

manifestasi

untuk

merencanakan tindakan yang sesuai dengan kondisi individu.


Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinik.
Pada survei umum terlihat lemah. TTV biasanya normal, tetapi dapat
berubah sesuai dengan kondisi klinik. Pada pemeriksaan fisik fokus pada
area abdomen dan rektum akan didapatkan :
Inspeksi
: tanda khas didapatkan adanya distensi abdominal.
Pemeriksaan rektum dan feses akan didapatkan adanya
perubahan bentuk dan warna feses. Sering didapatkan
Auskutasi
Perkusi
Palpasi

bentuk feses dengan kaliber kecil seperti pita.


: biasanya normal
: timpani akibat abdominal mengalami kembung
: nyeri tekan abdomen pada area lesi

B. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri b.d Agen cedera fisik.
2. Intoleransi aktivitas b.d cepat lelah, kelemahan fisik umum sekunder dari
anemia.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan yang kurang adekuat.
C. Intervensi Keperawatan

12

Dx. 1
Nyeri Akut b.d Agen cedera Biologis.
NOC
1. Pain control
2. Pain level
Kriteria Hasil
1. Klien dapat mengontrol nyeri
2. Skala nyeri 0-4
3. Klien dapat beristirahat
NIC
1. Kaji lokasi dan karakteristik nyeri
2. Lakukan tindakan manajemen nyeri relaksasi dan distraksi
3. Beri aktifitas yang tepat untuk klien
4. Berikan lingkungan yang aman dan nyaman
5. Berikan posisi senyaman mungkin
6. Berikan analgetika (kolaborasi medik)

Dx. 2
Intoleransi aktivitas b.d Tirah baring
NOC
1. Activity tolerance
2. Self care: ADLs
Kriteria Hasil
1. Berpartisipasi dalam aktivitas tanpa disertasi peningkatan tekanan
darah, nadi, dan RR
Tanda-tanda vital normal

2.
NIC
1. Bantu klien mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukannya
2. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasikan kekurangan dalam
3.
4.

beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
Monitor tanda-tanda vital, respon fisik, emosi, social, dan spiritual

Dx. 3
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Kurang
asupan makanan

13

NOC
1.
Nutritional status: food and fluid intake
2. Weight control
Kriteria Hasil
1. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
2. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
3. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC
Nutrion Management
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan klien
3. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
4. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB klien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan BB
3. Monitor kalori dan intake nutrisi

14

DAFTAR PUSTAKA
Evelyn C.Pearce. 1995. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT
Gramedia.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner & Suddarth vol.2 edisi 8. Jakarta: EGC.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Nanda. 2015. Nursing Diagnosis Definition &Clasification. Edisi 10. Nanda
Internasional.
NIC. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi 6. United States:
ELSEVIER.

15

Anda mungkin juga menyukai