Anda di halaman 1dari 56

MATA KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN

LAPORAN FIELDWORK DI DUSUN KEKEP

Oleh:
Kelas B2
Tarina Elsanti S.

115040100111013

Maren Rose K.

115040100111033

Falaq Fazarudhin

115040100111016

Catur Anggi

115040100111035

Dhilen Yuan F.

115040100111021

M. Nurdin

115040100111036

Arif Alamsyah

115040100111022

Dewi Nur Aisyah

115040100111037

Fierindra Zhairatus

115040100111023

Vincencius Teguh

115040100111038

Susi Susanti

115040100111024

Rizky Rendra

115040100111041

Mhas Agoes T.

115040100111025

Rina Hadi W.

115040100111043

Chichie Tri W.

115040100111026

Reni Yuli R.

115040100111044

Yuni Basuki

115040100111045

Yoga Pandu W.115040100111028


Selsio C. A. M.

115040100111032

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Survei tanah dan evaluasi lahan merupakan kegiatan yang meliputi penelitian dan pengumpulan
informasi yang bertujuan untuk menentukan karakteristik penting tanah, mengklasifikasikan tanah
kedalam satuan taksa, menentukan dan mendeliniasi batas taksa tanah pada peta, serta
mengkorelasikan dan memprediksi kemampuan dan kesesuaian suatu lahan pada suatu wilayah.
Perencanaan tataguna lahan yang tepat, akan sangat bermanfaat dalam rangka untuk menyusun
rencana pengembangan wilayah, sekaligus dalam usaha pelestarian sumber daya alam dan
lingkungan.
Pada umumnya survey tanah untuk mengevaluasi lahan dalam rangka untuk menyusun rencana
penggunaan lahan dalam bentuk klasifikasi kesesuaian dan kemampuan lahan (potensi lahan).
Evaluasi merupakan intepretasi dalam keadaan tata guna lahan saai ini, perubahannya serta
dampaknya yang tidak mengacu pada suatu metode evalasi atau klasifikasi. Klasifikasi menunjukkan
tipe penggunaan yang sesuai dan jenis masukan yang diperlukan untuk produksi tanaman secara
lestari. Sampai saat ini umumnya dalam penyusunan tataguna lahan suatu wilayah masih cenderung
menitik beratkan kepada aspek ekonomis dan politis dibandingkan dengan aspek fisik. Umumnya
setiap daerah dalam mengembangkan wilayahnya masih lebih cenderung untuk mendapatkan
pendapatan daerah yang setinggi-tingginya. Aspek fisik khususnya masalah pelestarian sumberdaya
alam dan lingkungan seringkali dikesampingkan. Padahal aspek sumberdaya alam dan lingkunganlah
yang akan menjamin keberlanjutan pendapatan suatu daerah.
Penetapan macam penggunaan lahan yang sesuai, seharusnya dapat mempertimbangkan ketiga
aspek ( ekonomi, lingkungan dan fisik ) dengan bobot yang proporsional. Dengan diketahuinya
makna dari survei tanah dan evaluasi lahan yang didalamnya terdapat faktor alam, kualitas lahan, dan
karakter lahan maka dari faktor teknis, sosial politik, dan ekonomi kita dapat memperoleh informasi
tentang kesesuaian, kemampuan, dan nilai lahan yang menjadi dasaran penggunaan lahan secara
optimum. Pekerjaan ini dirasa sulit, seringkali ada lahan yang secara fisik sesuai untuk macam

penggunaan lahan tertentu, tetapi dari aspek ekonomi tidak sesuai, atau sebaliknya dari aspek
ekonomi menguntungkan tetapi dari aspek fisik kurang sesuai. Sehingga harus dicari alternatif cara
agar ketiganya saling berinteraksi dan menguntungkan. Alternatifnya adalah dengan melakukan
survei tanah dan evaluasi lahan. Karena survei tanah dan evaluasi lahan merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menghasilkan peta tanah yang akurat yang dapat mencerminkan sifat-sifat tanah
dilapangan dalam suatu daerah, sehingga dapat diprediksi potensinya baik untuk pengembangan
pertanian maupun non petanian ( Rayes, 2007). Survei tanah dan evaluasi lahan dalam fieldwork 2
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk melatih mahasiswa mengetahui potensi dari lahan
tersebut. Pada fieldwork ini dilakukan survei tanah secara langsung ke lapang. Lokasinya berada di
Dusun Kekep, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur. Untuk itulah dalam
laporan ini akan dipaparkan mengenai informasi secara spesifik tentang kemampuan dan kesesuaian
lahan terhadap penggunaan lahan pada di Dusun Kekep, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota
Batu.
1.2 Maksud dan Tujuan
Untuk mengetahui pelaksanaan survei tanah
Untuk mengetahui kondisi umum di Dusun Kekep, Desa Tulungrejo
Untuk mengetahui macam penggunaan lahan di Dusun Kekep, Desa Tulungrejo
Untuk mengetahui klasifikasi tanah di Dusun Kekep, Desa Tulungrejo
Untuk mengetahui kemampuan dan kesesuaian lahan di Dusun Kekep, Desa Tulungrejo
Untuk Mengetahui Analisis Usahatani di Dusun Kekep, Desa Tulungrejo
1.3 Manfaat
Dengan dilakukannya survei tanah dan evaluasi lahan maka manfaat yang dapat diambil
diantaranya adalah mengetahui informasi spesifik yang penting dari tiap-tiap macam tanah dan
penngunaannya serta sifat-sifat lainnya yang akhirnya dapat ditentukan kemampuan dan kesesuaian
lahan wilayah tersebut. Kemudian, dapat menyajikan uraian satuan peta sedemikian rupa sehingga
mampu diiterpretasikan oleh orang-orang yang memerlukan data dari wilayah tersebut.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Lokasi Observasi dan Waktu
Pelaksanaan fieldtrip Survei Tanah dan Evaluasi Lahan dilaksanakan pada tanggal 16
November di Dusun Kekep Desa Tulungrejo, Kota Batu,Propinsi Jawa Timur. Pelaksanaan survey
dilakukan pada pagi hari . Kami berangkat pada pukul 07.00 WIB dari Fakultas Pertanian UB
menuju dusun kekep menggunakan kendaraan bermotor masing-masing. Terdapat tiga titik lokasi

pengamatan yaitu di lereng atas, tengah dan bawah. Di mana lereng atas merupakan lahan hutan,
lereng tengah merupakan lahan agroforestri dan lereng bawah merupakan tegalan atau kebun.
2.2 Peralatan dan Bahan Survei serta Fungsi
2.2.1 Peralatan
a) Alat Penggali
Cangkul
Digunakan untuk mencangkul (menggali) tanah untuk membuat profil tanah.
Sekop
Mempermudah dalam mencangkul dan megambil tanah untuk membuat minipit.
b) Deskripsi Tanah
Pisau tanah
Digunakan untuk membuat batas horison tanah dan konsistensi tanah.
Buku Munsell Colour Chart
Digunakan untuk mmenentukan warna tanah.
Botol air
Sebagai tempat air yang digunakan untuk membasahi tanah dalammenetukan tekstur,
struktur dan konsistensi tanah.

Meteran
Digunakan untuk mengukur kedalaman profil tanah dan ketebalanhorison yang telah

digali.
Sabuk profil
Digunakan untuk menentukan batas ketebalan horison.
Meja dada
Digunakan sebagai tempat (alas) untuk mencatat data survei.
Alat tulis (bolpoin, kertas, pensil, penghapus, stipo, penggaris)
Digunakan untuk mencatat dan membuat laporan hasil survei.
Kamera
Digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan survei.
Kantong plastik
Digunakan sebagai tempat sampel tanah yang diambil.
c) Deskripsi Lokasi
Kompas
Digunakan untuk menetukan arah dalam mencari titik pengamatan.
Klinometer
Digunakan untuk menentukan besar kelerengan suatu tempat survey
d) Referensi Lapangan
Buku Panduan Deskripsi Lapang
Digunakan sebagai panduan untuk mengumpulkan data hasil survey
Buku Keys to Soil Taxonomy
Untuk menentukan jenis tanah, epipedon, dan endopedon yang berada di daerah

survei.
2.2.2 Bahan

Air
Untuk menentukan tekstur, struktur, dan konsistensi tanah
Tanah
Sebagai objek yang diamati

2.3 Metode Survei dan Penentuan Titik Pengamatan


Metode survey tanah dibagi menjadi 2 yaitu pendekatan sintetik dan analitik. Dalam
pendekatan sintetik, dilakukan pengamatan di lapang terlebih dahulu, kemudian dilakukan
pengelompokkan berdasarkan kisaran sifat-sifat tertentu, sehingga dihasilkan suatu peta sebanyak
keragaman yang ada. Penentuan satuan spasial atau peta berdasarkan hasil pengamatan pada titiktitik pengamatan. Pendekatan sintetik adalah memberi nama dahulu baru kemudian
mengelompokkannya.
Dalam pendekatan analitik, pertama lansekap dibagi ke dalam tubuh tanah alami,
berdasarkan karakteristik eksternal seperti landform, vegetasi dan tanah permukaan. Setelah itu
dilakukan penentuan karakteristik tanah pada masing-masing satuan tersebut melalui pengamatan
dan pengambilan contoh tanah. Pendekatan analitik berdasarkan pada petunjuk-petunjuk sifat-sifat
eksternal. Pendekatan analitik adalah membagi terlebih dahulu kemudian baru memberi nama.
Persamaan pendekatan sintetik dan pendekatan analitik:
Dalam praktik pendekatan sintetik maupun analitik dilakukan bersama-sama. Pada
pendekatan sintetik, penempatan pengamatan sering mengikuti petunjuk eksternal yang arahnya
pada batas-batas antara tanah yang berbeda dimana dalam kenyataan petunjuk ini sama dengan
karakteristik eksternal pada pendekatan analitik. Pada pendekatan analitik, penempatan garis
batas sering didukung dengan pengamatan pemboran juga tubuh tanah alami yang terlihat pada
foto udara yang dalam kenyataannya dapat menghasilkan satuan serupa dengan yang
dikelompokkan pada pendekatan sintetik.
Contoh pendekatan sintetik :
Metode survei tanah yang berdasarkan prinsip pendekatan sintetik adalah metode survei
grid. Hal pertama pada metode grid, yaitu pengamatan dilakukan dengan pola teratur (interval
titik pengamatan berjarak sama pada arah vertikal dan horizontal). Kemudian diestimasi
variabilitas tanah dan dikelompokkan. Survei grid cocok dilakukan pada daerah yang mempunyai
pola tanah yang kompleks dimana pola detail hanya dapat dipetakan pada skala besar yang
kurang praktis.

Gambar 1.1 Metode Grid


Contoh pendekatan analitik :
Metode survei tanah yang berdasarkan prinsip pendekatan analitik adalah metode survei
fisiografi dengan bantuan interpretasi foro udara. Survei ini dimulai dengan interpretasi foto
udara (IFU) untuk mendelineasi landform yang terdapat di daerah yang disurvei, diikuti dengan
pengecekan atau pengamatan di lapangan terhadap komposisi suatu peta, biasanya hanya di
daerah perwakilan, tidak semua delineasi dikunjungi.

Gambar 1.2 Metode Fisiografi


Dalam survei tanah dengan pendekatan analitik, yang dilakukan adalah :
Pertama adalah tahap persiapan, seperti: menentukan tujuan survei tanah, estimasi biaya
survei tanah, merumuskan kerangka acuan, membuat surat perjanjian kerjasama, mengurus
perijinan, mengumpulkan data-data sekunder, melakukan pengadaan foto udara, menyiapkan peta
dasar, melakukan interpretasi foto udara, menyiapkan peta lapangan, menyusun jadwal
pelaksanaan, menyiapkan alat dan bahan survei.Lalu yang kedua tahap survei lapangan, yaitu
pengecekan hasil interpretasi foto udara atau batas-batas yang ada pada peta dasar dan peta
rencana rintisan, sehingga dapat membagi lansekap ke dalam komponen-komponen sedemikian

rupa yang diperkirakan akan memiliki tanah yang berbeda. Kemudian melakukan pengamatan di
lapang dengan menilai karakterisasi satuan-satuan yang dihasilkan melalui pengamatan dan
pengambilan contoh tanah di lapang. Kemudian yang terakhir adalah analisis data dan pembuatan
peta dan laporan berdasarkan hasil survei tanah.
Peta Landform
Menggunakan Grid Kaku
Metode grid kaku merupakan metode yang menggunakan prinsip pendekatan sintetik.
Skema pengambilan contoh tanah secara sistematik dirancang dengan mempertimbangkan
kisaran spasial autokorelasi yang diharapkan. Jarak pengamatan dibuat secara teratur pada
jarak tertentu untuk menghasilkan jalur segi empat (rectangular grid) di seluruh daerah
survei. Pengamatan dilakukan dengan pola teratur (interval titik pengamatan berjarak sama
pada arah vertical dan horizontal).
Jarak pengamatan tergantung dari skala peta. Metode ini sangat cocok untuk survei
intensif dengan skala besar, dimana penggunaan interpretasi foto udara sangat terbatas dan
intensif pengamatan yang rapat memerlukan ketepatan penempatan titik pengamatan di
lapangan dan pada peta. Survei grid juga cocok dilakukan pada daerah yang mempunyai pola
tanah yang kompleks di mana pola detail hanya dapat dipetakan pada skala besar yang
kurang praktis. Survei ini sangat cocok diterapkan pada daerah yang posisi pemetaannya
sukar ditentukan dengan pasti. Selain itu survei ini sangat dianjurkan pada survei intensif
(detail-sangat detail) dan penggunaan hasil interpretasi foto udara sangat terbatas (misalnya
pada daerah dengan konfigurasi permukaan kurang beragam/daerah yang relatif datar) atau
di daerah yang belum ada foto udaranya.
Menggunakan Metode Grid Bebas
Merupakan metode gabungan antara grid kaku dan metode IFU/fisiografi.Metode ini
diterapkan pada survey detail hingga semi detail metode ini dipilih dikarenakan survey peta
menggunakan skala besar yakni 1:25.000. Pelaksanaan survey ini diawali dengan analisis
fisiografi melalui interpretasi foto udara (IFU) secara detail. Dalam metode survey bebas,
pemeta bebas lokasi/ titik pengamatan dipilih secaara bebas.
Menggunakan Pendekatan Fisiografis Dengan Key Area dan Transek
Pengamatan pada daerah kunci (key area) merupakan daerah terpilih dalam suatu
daerah survei yang di dalamnya secara berdekatan, terdapat sebanyak mungkin satuan peta
yang ada dis eluruh daerah survei tersebut. Beberapa persyaratan untuk daerah kunci adalah :

a. Harus dapat mewakili sebanyak mungkin satuan peta yang ada di daerah Survey
b. Harus dibuat pada daerah di mana hubungan antara tanah dengan kenampakan bentangalam/landform dapat dipelajari dengan mudah.
c. Daerah kunci tidak boleh terlalu kecil (untuk survei tanah skala semi detail, + 10-30 %
dan skala tinjau + 5-20 % dari luas total)
d. Harus mudah diakses atau tidak sulit dikunjungi
Sedangkan untuk Transek merupakan daerah kunci sederhana dalam bentuk jalur atau
rintisan yang mencakup sebanyak mungkin satuan peta atau satuan wujud-lahan. Transek
tidak boleh sejajar dengan batas wujud-lahan. Dalam setiap survei tanah, umumnya selalu
diperlukan bantuan daerah kunci, kecuali :
a) Daerah survei relatif sempit
b) Jika bentang-alamnya telah diketahui dengan baik
c) Jika seluruh daerah harus didatangi intensif (misal untuk survei irigasi)
d) Pada survei skala kecil, dimana delineasi wujud-lahannya sangat mudah
Penentuan Titik Pengamatan
a. Berada jauh dari lokasi penimbunan sampah, tanah galian atau bekas bangunan, kuburan
atau bahan-bahan lainnya.
b. Berjarak > 50m dari pemukiman, pekarangan, jalan, saluran air dan bangunan lainnya.
c. Jauh dari pohon besar, agar perakaran tidak menyulitkan penggalian profil.
d. Pada daerah berlereng, profil dibuat searah lereng.
2.4 Pembuatan Profil, Minipit dan Singkapan
2.4.1 Pembuatan Minipit
Minipit dibuat seperti penampang tanah (profil), namun ukurannya lebih kecil dan
lebih dangkal. Tujuannya untuk mendapatkan data sifat-sifat morfologi Horizon penciri
(lapisan bawah) dan untuk mengetahui penyebaran variasi sifat-sifat tanah pada suatu daerah
yang dipetakan. Tidak ada ketentuan yang pasti, tetapi biasanya berukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 m
yang memungkinkan pengamatan tanah dapat dilakukan dengan baik. Untuk melengkapi
deskripsi lapisan yang lebih dalam (>0,5 m), maka dapat dilanjutkan dengan pemboran
sampai kedalaman yang diinginkan.
Pada pengamatan minipit, akan diperoleh data sifat-sifat morfologi tanah bagian atas
namun kurang lengkap bila dibandingkan dengan data dari penampang/profil, karena lapisan
bawah tidak bisa diamati. Pengamatan minipit diperlukan apabila dalam kondisi tertentu
tidak memungkinkan dibuat profil tanah, misalnya tanah basah atau pasir yang tidak
memungkinkan untuk digali lebih dalam.

Untuk mengamati lapisan yang lebih dalam, dilakukan pemboran terutama untuk
mencapai kedalaman control section yang disyaratkan dalam penetapan klasifikasi tanahtanah tertentu.

2.4.2 Pengamatan Profil


a. Membuat batas berdasarkan kenampakan perbedaan-perbedaan yang terlihat secara
jelas, misalnya warna tanah.
b. Kemudian menggunakan pisau lapang untuk menusuk-nusuk bidang profil tanah untuk
mengetahui konsistensi atau kepadatan keseluruhan profil. Perbedaan kepadatan
merupakan salah satu kriteria untuk membedakan horizon profil.
c. Apabila warna tanah, kepadatan dan tekstur tanah sama, maka perbedaan konsistensi,
struktur, kenampakanrodoksimorfik dapat digunakan sebagai dasar penarikan batas
horizon.
d. Setelah horizon ditentukan, kemudian diletakkan meteran tegak lurus bidang profil
tanah dan kemudian memasang sabuk profil. Kemudian memfoto bidang profil yang
diamati.
e. Selanjutnya melakukan diskripsi dan pencatatan hasil diskripsi pada kartu profil tanah.
2.5 Tahap Pengamatan Profil Tanah
Profil tanah merupakan suatu irisan melintang pada tubuh tanah yang menunjukkan susunan
horizon tanah, dimulai dari permukaan tanah sampai lapisan bahan induk dibawahnya. Lapisanlapisan tersebut terbentuk selain dipengaruhi oleh perbedaan bahan induk sebagai bahan
pembentuknya, juga terbentuk karena pengendapan yang berulang-ulang oleh genangan air. Tahapan
pengamatan sebagai berikut.

Tentukan titik pengamatan


Buat Minipit
Tentukan Horizon Tanah
Sesuaikan warna tanah dengan buku muncell

Tentukan Warna Tanah

Ambil Sample Tanah

Pecah jadi dua bagian


Rasakan dan sesuaikan dengan buku panduan

Remas tanah yang sudah lembab

Tentukan Warna Tanah

Ambil Sample Tanah

Tetesi Sample dengan air


Tulis hasil pengamatan
Gambar 2.1 Bagan Tahapan Pengamatan
Pada pengamatan profil tanah, langkah awal yang dilakukan adalah menentukan titik
pengamatan dari hamparan lahan yang mau diamati, kemudian membuat minipit pada titik yang telah
ditentukan dengan ukuran yang telah di tentukan, selanjutnya menusuk atau mencongkel tanah
dengan menggunakan pisau untuk mengetahui perbedaan kekerasan tanah. Ini dimaksud untuk
mengetahui jumlah horizon yang ada pada tanah galian atau minipit. Kemudian perbedaan kekerasan
dan warna yang telah diamati digunakan untuk menarik lapisan pada penampang tanah. Setiap
horizon atau lapisan tanah ditentukan ukuran tebalnya dan diberi garis pembatas. Langkah
selanjutnya menentukan warna dan struktur setiap horizon.
Untuk pengamatan warna tanah, caranya dengan mengambil segumpal tanah untuk sampel,
kemudian pecah jadi dua bagian. Letakkan bagian gumpalan sampel tanah di bawah lubang kertas
buku Munsell dengan jari lalu cocokkan warna matriks tanah dengan warna pada Munsell.
Sedangkan untuk mengamati struktur tanah, caranya dengan mengambil segumpal tanah dan
diberi air agar lembab kemudian diremas dengan tekanan jari. Langkah terakhir yakni mencocokkan
serta menentukan bentuk struktur dan ukurannya berdasarkan tabel penentuan struktur tanah yang
ada pada modul.
2.6 Tabulasi Data

Tabulasi adalah proses menempatkan data dalam bentuk tabel dengan


cara membuat tabel yang berisikan data sesuai dengan kebutuhan analisis.
Tabel yang dibuat sebaiknya mampu meringkas semua data yang akan
dianalisis. Sementara itu dalam penelitian kualitatif adalah proses mencari serta
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lainnya sehingga mudah dipahami agar dapat
diinformasikan kepada orang lain (Bogdan, 1984). Urutan tabulasi data yang
kami lakukan adalah sebagai berikut.
Persiapkan alat yang dibutuhkan

Pengumpulan data lapang

Memasukkan data ke tabel


Interpretasi data
Output data
Gambar 3.1 Bagan Tahapan Tabulasi Data
Pada praktikum lapang, data yang diperlukan untuk tabulasi adalah data
morfologis dan fisiologis. Data morfologis berupa ketinggian lereng, pola
drainase, erosi, bahaya banjir, dan lain-lain berdasarkan pengamatan lapang.
Sedangkan data fisiologis berupa data-data yang diperoleh dari pengamatan
pada minipit seperti tekstur, struktur, konsistensi, warna, pori-pori, dan lain
sebagainya. Tabulasi data diawali dari persiapan alat yang dibutuhkan berupa
alat tulis dan alat pendukung lainnya, kemudian pengumpulan data morfologi
dan fisiologi dari pengamatan yang dilakukan serta dimasukkan dalam tabletabel yang ada sehingga mempermudah pembacaan hasil pengamatan, setelah
itu dilakukan interpretasi data atau merubah data yang sulit di pahami menjadi
data yang mudah dipahami, setelah itu didapatkan output data yang sudah
dilakukan analisis sehingga mempermudah pembacaan lahan sekitar oleh
orang-orang awam.

2.7 Evaluasi Lahan dan Analisis Usahatani


2.7.1. Evaluasi Lahan
Survei tanah merupakan kegiatan penelitian tanah yang dilakukan di lapangan dan di
laboratorium, yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan metode-metode tertentu
terhadap suatu daerah/areal tertentu dan didukung dengan informasi dari sumber-sumber lain
yang relevan. Dengan demikian, tujuan utama Burvey tanah adalah membuat semua informasi
spesifik yang penting tentang setiap macam tanah terhadap penggunaannya dan sifat-sifat
lainnya sehingga dapat ditentukan pengelolaannya dan menyajikan uraian satuan peta
sedemikian rupa.
Sedangkan evaluasi lahan adalah suatu proses pendugaan potensi sumberdaya lahan
untuk berbagai penggunaan. Pengertian lain dari evaluasi lahan adalah pencocokan antara
kualitas dan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman. Tujuan dari evaluasi
lahan ini adalah merencanakan penggunaan lahan untuk mendapatkan manfaatnya secara
berlanjut. Tahapan metodologi evaluasi lahan sebagi berikut.

Tentukan titik pengamatan

Buat Minipit

Tentukan Profile Tanah


Ambil Sample Tanah
Deskripsi dan klasifikasikan tanah

Pemetaan Tanah

Interpretasi data
Gambar 4.1 Tahapan Metodologi Evaluasi Lahan

Pada fieldwork ini survei tanah dilaksanakan di Dusun Kekep, Desa tulung rejo
kecamatan bumi aji, Kota Batu, Jawa Timur. Yang pertama harus dilakukan pada Survei tanah
dan evaluasi lahan yakni mendeskripsikan tanah di titik atau minipit yang dibuat sesuai dengan
titik koordinat peta serta percirian tanahnya. Kegiatan ini dilakukan pada tanah terhadap profil
tanah diikuti dengan pengambilan sampel tanah. Kemudian setelah melakukan pendeskripsian,
melakukan kelasifikasi tanah dengan membedakan tanah berdasarkan sifat khusus yang
dimiliki tanah tersebut. Selanjutnya melakukan pemetaan tanah atau menentukan batas Satuan
Peta Tanah (SPT). Selanjutnya melakukan interpretasi data Burvey tanah, mencerminkan
tingkat kemampuan lahan dan kesesuaian lahan terhadap penggunaannya untuk pertanian atau
untuk penggunaan lain.

2.7.2. Analisis Usahatani


Berdasarkan hasil wawancara langsung yang dilakukan kepada penduduk desa kekep,
Pada umumnya masyarakat Dusun Kekep sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani
dan peternak. Adapun metodologi yang kami lakukan dalam melakukan wawancara adalah
sebagai berikut.
Cari Petani yang ada di lahan

Tanyakan Kesediaan Petani

Ajukan Pertanyaan yang telah disiapkan


Tulis data yang di dapat
Lakukan Analisis data
Gambar 4.2 Bagan Tahapan Wawancara Usahatani
Cara untuk mendapatkan data usahatani yang dilakukan petani di Dusun Kekep petani
yaitu, kami melakukan wawancara secara langsung dengan salah satu petani, caranya kami

mendatangi petani yang berada di lahan, dan tentunya yang lahannya kami gunakan sebagai
titik pengamatan. Setelah itu kami menanyakan kesediannya untuk melakukan Tanya jawaab,
Fisiografi

Lereng Atas

Lereng Tengah

Lereng Bawah

Lahan
Landuse
Lereng

Hutan
Lereng

Hutan
Lereng

Sawah
Lereng

atas,bentuk

tengah,bentuk

bawah,bentuk

diteras, 30 %

diteras, 28% Timur

diteras, 25%

Relief
Erosi

Timur Laut
Berbukit
Erosi Alur, derajat

laut
Berbukit kecil
Erosi Alur, derajat

Timur laut
Bergumuk
Erosi Alur, derajat

Batuan

berat
Batuan induk :

sedang
Batuan induk :

sedang
Batuan induk :

Permukaan

Vulkan

Vulkan

Vulkan

Tidak terdapat

Tidak terdapat

Tidak terdapat

batu/kerikil

batu/kerikil

batu/kerikil

dan setelah bersedia lakukan tanya jawab sesuai dengan data yang diperlukan untuk analisis
usahatani. Dari hasil tanya jawab tersebut kami mendapatkan data yang kami perlukan dan
kemudia kami mengembangkannya dan menjadikannya sebagai hasil analisis usahatani petani
tersebut.

BAB III
HASIL
3.1 Fisiografi Lahan
Tabel 1.1 Fisiografi Lahan
3.2 Morfologi Tanah
Morfologi

Lereng Atas

Lereng Tengah

Lereng bawah

Tanah
Warna

H1 : 7,5 YR 2,5/3

H1 : 10 YR 2/1

H1 : 10 YR 3/3

H2 : 10 YR 2/2

H2 : 10 YR 3/6

H2 : 10 YR 2/2

H1 : Lempung Liat

H3 : 10 YR 5/8
H1 : Lempung Liat

H1 : Liat Berpasir

Berpasir

Berpasir

H2 : Liat Berpasir

Tekstur

Struktur

H2 : Liat Berpasir

H2 : Liat Berpasir

H1 : Gumpal

H3 : Liat Berpasir
H1 : Gumpal

H1 : Gumpal

Membulat

Membulat

Bersudut

H2 : Gumpal

H2 : Gumpal

H2 : Gumpal

Membulat

Membulat

Membulat

Faktor Pembatas
Konsistensi
H1 : Basah Data
Tekstur Tanah (t)H2 : Basah
a. Lapisan Atas
SC
b. Lapisan bawa
SC
Perakaran
H1 = Jml : Biasa
Lereng (%)
25
Ukuran
:
Drainase
Agak baik
Kedalaman Efektif
39 cm
Sedang
Tingkat Erosi H2 = Jml : Sedikit
Sedang
Batu/kerikil
Sedikit
Ukuran
Bahaya banjir
Tidak: pernah
Halus
KELAS KEMAMPUAN
LAHAN
Pori
H1 = Sedang
FAKTOR PEMBATAS
biasa, Jenis pori
SUB KELAS
KEMAMPUAN LAHAN
makro

Drainase
Permeabilita

H3 : Gumpal
Kelas Kemampuan Lahan
Bersudut
H1 Kode
: Basah
H1Kelas
: Basah
H2 : Basah
H2 : Basah
t2
I
H3 : Lembab
t2
I
H1 = Jml : Biasa
H1 = Jml : Biasa
l3
IV
Ukuran :
d2
IIUkuran :
k2
IV
Sedang
halus
IVJml : Sedikit
H2 =e2Jml : Sedikit
H2 =
b1
IV
Ukuran : Halus
o0
IUkuran :
H3 = Jml : Sedikit
Halus
IV
Ukuran : HalusLereng, kedalaman
dan
H1 = Sedang biasa, efektif,
H1 =erosi,
Sedang
batu/kerikil
Jenis pori makro
biasa, Jenis pori
IVe,s
H2 = Halus sedikit, mikro

H2 = Halus

Jenis pori mikro

H2 = Halus

sedikit, Jenis pori

H3 = Halus sedikit,

sedikit, Jenis pori

mikro

Jenis pori mikro

mikro

Baik
Cepat

Baik
Cepat

Agak baik
Sedang

Tidak ada
0 - 40 cm
41- 84 cm

Sedang
0-37 cm
38-59 cm

s
Bahan Kasar Tidak ada
Top Soil
0-50 cm
Sub Soil
51-80 cm
Tabel 1.2 Morfologi Tanah

3.3 Kelas Kemampuan Lahan


3.3.1Lereng Bawah
Tabel 2.1 Kelas Kemampuan Lahan Lereng Bawah

3.3.2Lereng Tengah
No

Faktor Pembatas
Tekstur Tanah (t)
a. Lapisan Atas
b. Lapisan bawa
Lereng (%)
Drainase
Kedalaman Efektif
Tingkat Erosi
Batu/kerikil
Bahaya banjir
KELAS KEMAMPUAN LAHAN

Kelas Kemampuan Lahan


Data Kode
Kelas
SCL
t2
SC
t2
28
l3
Baik
d0
40 cm k2
Ringan e1
Tidak Ada b0
Tidak Pernaho0

FAKTOR PEMBATAS
SUB KELAS
KEMAMPUAN LAHAN
Kemampuan Lahan Lereng Tengah

I
I
IV
I
IV
II
I
I
IV
Lereng, Kedalaman
Efektif
IVe, s

3.3.3Lereng Atas
Faktor Pembatas

Kelas Kemampuan Lahan


Data Kode
Kelas

Tekstur Tanah (t)


a. Lapisan Atas
SCL
t2
b. Lapisan bawa
SC
t2
Lereng (%)
30
l3
Drainase
Baik
d0
Kedalaman Efektif
57
k1
Tingkat Erosi
Ringan e1
Batu/kerikil
Tidak Ada b0
Bahaya banjir
Tidak Pernaho0
KELAS KEMAMPUAN LAHAN
FAKTOR PEMBATAS
SUB KELAS KEMAMPUAN LAHAN
Tabel 2.3 Kelas Kemampuan Lahan Lereng Atas

I
I
IV
I
III
II
I
I
IV
Lereng
IVe

3.4 Kelas Kesesuaian Lahan


3.4.1 Lereng Bawah
Kubis
Persyaratan penggunaan/

Kelas kesesuaian lahan

Tabel 2.2
Kelas

karakteristik lahan

Data

Kelas

Agak cepat,
sedang

S2

SC, agak halus

S1

Bahan kasar (%)

15

S2

Kedalaman tanah (cm)

59

S1

Lereng (%)

15-30

S3

Bahaya erosi

25-75

S2

F0

S1

0,01-3

S1

S1

Ketersediaan oksigen (oa)


Drainase
Media perakaran (rc)
Tekstur

Bahaya erosi (eh)

Bahaya banjir (fh)


Genangan
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%)
Singkapan batuan (%)
KELAS KESESUAIAN LAHAN

S3

FAKTOR PEMBATAS

Lereng

SUB KELAS KESESUAIAN LAHAN

S3eh

Tabel 3.1 Kelas Kesesuaian Lahan Lereng Bawah Komoditas Kubis


Wortel
Persyaratan penggunaan/
karakteristik lahan

Kelas kesesuaian lahan


Data

Kelas

Agak cepat,
sedang

S2

SC, agak halus

S1

15

S2

Ketersediaan oksigen (oa)


Drainase
Media perakaran (rc)
Tekstur
Bahan kasar (%)

Kedalaman tanah (cm)

59

S1

Lereng (%)

15-30

S3

Bahaya erosi

25-75

S2

F0

S1

0,01-3

S1

S1

Bahaya erosi (eh)

Bahaya banjir (fh)


Genangan
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%)
Singkapan batuan (%)
KELAS KESESUAIAN LAHAN

S3

FAKTOR PEMBATAS

Lereng

SUB KELAS KESESUAIAN LAHAN

S3eh

Tabel 3.2 Kelas Kesesuaian Lahan Lereng Bawah Komoditas Wortel


3.4.2 Lereng Tengah
Pinus
Persyaratan penggunaan/
karakteristik lahan

Kelas kesesuaian lahan


Data

Kelas

baik

S1

SC

S2

Bahan kasar (%)

S1

Kedalaman tanah (cm)

84

S2

28

S3

ringan

S2

F0

S1

Ketersediaan oksigen (oa)


Drainase
Media perakaran (rc)
Tekstur

Bahaya erosi (eh)


Lereng (%)
Bahaya erosi
Bahaya banjir (fh)
Genangan
Penyiapan lahan (lp)

Batuan di permukaan (%)


Singkapan batuan (%)

0,01

S1

S1

KELAS KESESUAIAN LAHAN

S3

FAKTOR PEMBATAS

Lereng

SUB KELAS KESESUAIAN LAHAN

S3eh

Tabel 3.3 Kelas Kesesuaian Lahan Lereng Tengah Komoditas Pinus


3.4.3 Lereng Atas
Pinus
Persyaratan penggunaan/
karakteristik lahan

Kelas kesesuaian lahan


Data

Kelas

baik

S1

SC

S2

Bahan kasar (%)

S1

Kedalaman tanah (cm)

80

S2

30

S3

ringan

S2

F0

S1

0,01

S1

S1

Ketersediaan oksigen (oa)


Drainase
Media perakaran (rc)
Tekstur

Bahaya erosi (eh)


Lereng (%)
Bahaya erosi
Bahaya banjir (fh)
Genangan
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%)
Singkapan batuan (%)
KELAS KESESUAIAN LAHAN
FAKTOR PEMBATAS
SUB KELAS KESESUAIAN LAHAN
Tabel 3.4 Kelas Kesesuaian Lahan Lereng Atas Komoditas Pinus
3.5 Hasil Kompilasi Data Usahatani

S3
Lereng
S3eh

Praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan tahap kedua ini dilkukan sama dengan lokasi
praktikum STELA yang pertama yaitu di Dusun Kekep, Desa Tulungrejo, Kota Batu. Pada fieldwork
kedua ini dilakukan wawancara dengan petani sampel yang mempunyai lahan disekitar area survey
untuk mengetahui bagaimana keadaan usahatani pada lahan tersebut.
Petani sampel yang kita wawancarai bernama Bapak Slamet, beliau berumur 62 tahun.
Beliau menekuni pekerjaan petani ini sudah sejak dahuluBapak Slametmemiliki lahan dengan luas
7500 m2. Lahan yang beliau miliki ditanami oleh tanaman jeruk pacitan dan bunga peacock.
Tanaman jeruk ditanam pada area lahan seluas 5000 m 2. Jenis jeruk yang ditanaman
adalah Jeruk Pacitan sejak 20 tahun yang lalu. Bibit jeruk yang digunakan menurut Bapak Slamet
menggunakan bibit yang dibeli pada saat penanaman pertama saja dan untuk selanjutnya
menggunakan bibit buatan sendiri. Dan juga cara okulasi jeruk harus dilakukan dengan benar karena
jika teknik okulasi jeruk tidak benar akan berakibat pada perubahan rasa jeruk yaitu rasanya tidak
manis. Menurut beliau modal awal yang digunakan untuk membeli bibit pada awal penanaman
sekitar Rp 10.000,- sampai Rp 15.000,- per bibitnya dan untuk selanjutnya tidak membeli lagi. Jarak
tanam yang diterapkan pada penanaman jeruk pacitan adalah 4 x 4 m. Untuk perawatannya beliau
menggunakan pupuk blower dan TSP. Pupuk TSP yang digunakan sebanyak kw. Pada tanaman
jeruk pacitan terdapat hama berupa ulat dan kutu pohon. Dalam pemberantasan hama tersebut Bapak
Slamet menggunakan pestisida.
Harga jeruk pacitan ini adalah Rp 6000,- /kg nya. Harga ini relative tinggi karena untuk saat
ini belum terjadi panen raya. Untuk cara memanen cukup dipetik sendiri oleh petani. Biasanya pada
saat apitan seperti ini panen dilakukan 2 kali dalam seminggu. Dan jika panen raya tiba maka
harga jeruk akan turun menjadi Rp 4000,-/kg nya. Menurut beliau keuntungan yang diperoleh dalam
budidaya tanaman jeruk ini tidak menentu.
Dan untuk tanaman bunga peacock milikBapak Slamet ditanam pada luas areal 2500 m 2.
Untuk modal awal yang digunakan menurut beliau tidak sebarapa banyak membutuhkan modal,
karena pembelian bibit hanya dilakukan di awal dan untuk selanjutnya membuat bibit sendiri sama
halnya seperti tanaman jeruk. Penggunaan bibit di awal hanya dibutuhkan satu karung bibit dengan
harga Rp 100.000,-. Perawatan bunga peacock ini menggunakan pupuk campuran antara pupuk
blower dan urea dengan dosis 1 : 3, yaitu 10 kg blower dan 30 kg urea. Apabila sudah panen
pemupukan sudah tidak dilakukan. Selain pupuk kimia beliau juga menggunakan pupuk organik
(pupuk kandang) dalam penanaman bunga peacock dan kebutuhan pupuk kandang ini relative
banyak. Harga satu karung pupuk kandang sekitar Rp 8000,- sampai Rp 10.000,-. Pada tanaman
bunga peacock terdapat hama berupa ulat. Dalam pemberantasan hama tersebut Bapak Slamet

menggunakan pestisida jenis Antonik seharga Rp 100.000,- untuk satu botol. Penggunaan pestisida
adalah dengan takaran satu sendok dicampur dengan 12 liter air.
Untuk panen bunga peacock dengan lahan 2500m2 bisa menghasilkan 50 ikat. Pemanenan
dilakukan dua kali dalam seminggu. Namun menurut beliau panennya tergantung musim orang
hajatan. Pada saat bulan hajatan harga bunga peacock sangat tinggi mencapai Rp 10.000,- per
ikatnya, namun apabila saat bulan-bulan biasa harganya cenderung turun yaitu sekitar Rp 7000,- per
ikatnya. Menurut beliau keuntungan yang didapatkan tidak menentu karena tergantung pada musim
orang hajatan, jika saat bulan hajatan maka penghasilan meningkat dan jika bulan-bulan biasa seperti
ini pendapatan yang diperoleh beliau dapat dikatakan cukup.
Biaya penyusutan sabit = (20000 10000) / 5 = 2000 x 2 = 4000
Biaya penyusutan cangkul = (40000 - 25000) / 5 = 3000 x 2 = 6000
*( 5= umur ekonomis sabit dang cangkul)

Dari uraian di atas dapat ditampilkan dalam tabel berikut:


Analisis Usahatani Jeruk
a. Biaya Tetap
Biaya Produksi
Jumlah
1.
Sewa Tanah
5000 m2
2.
Cangkul
2
3.
Sabit
2
4.
Bibit
312
5. Penyusutan Sabit
2
6. Penyusutan Cangkul
2
Total Biaya
Tabel 4.1 Biaya Tetap Usahatani Jeruk

Harga Satuan (Rp)


5.000.000/ha
40.000
20.000
10.000
2.000
3.000

Nilai (Rp)
2.500.000
80.000
40.000
3.120.000
4.000
6.000
5.750.000

b. Biaya Variabel
Biaya Produksi
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
1.
Pupuk TSP
50 kg
80.000
2.
Pupuk Kandang
100 kg
8.000
3.
Pestisida
1 botol
100.000
4.
Tenaga Kerja
2 orang
600.000
Total Biaya
Tabel 4.2 Biaya Variabel Usahatani Jeruk

Nilai (Rp)
400.000
80.000
100.000
1.200.000
1.780.000

Analisis Usahatani Bunga Peacock


a. Biaya Tetap
Biaya Produksi

Jumlah

Harga Satuan (Rp)

Nilai (Rp)

Sewa Tanah
2500 m2
5.000.000/ha
Cangkul
2
40.000
Sabit
2
20.000
Bibit
1 karung 100.000
5. Penyusutan Sabit
2
2.000
6. Penyusutan Cangkul
2
3.000
Total Biaya
Tabel 4.3 Biaya Tetap Usahatani Peacock
1.
2.
3.
4.

1.250.000
80.000
40.000
100.000
4.000
6.000
1.480.000

b. Biaya Variabel
Biaya Produksi
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
1.
Pupuk Urea
30 kg
100.000 / sak
2.
Pupuk kandang 100 kg
8.000
3.
Pestisida
1 botol
100.000
4.
Tenaga Kerja
2 orang
300.000
5.
Blower
10 kg
100.000 / sak
Total Biaya
Tabel 4.4 Biaya Variabel Usahatani Peacock

BAB IV
PEMBAHASAN

Nilai (Rp)
60.000
80.000
100.000
600.000
20.000
860.000

4.1 Penjelasan Fiografi Lahan


4.1.1
Landuse
Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan
(intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual Arsyad ( 2006 ). Secara
umum penggunaan lahan di Indonesia merupakan akibat nyata dari suatu proses yang lama
dari adanya interaksi yang tetap, adanya keseimbangan, serta keadaan dinamis antara aktifitasaktifitas penduduk diatas lahan dan keterbatasan-keterbatasan di dalam lingkungan tempat
hidup mereka.
Dari hasil survey yang dilakukan di dusun Kekep, penggunaan lahan pada setiap titik
berbeda-beda. Penggunaan lahan ini dibagi menjadi tiga titik, yaitu bagian: lereng bawah,
lereng tengah, dan lereng atas. Pada lereng atas penggunaan lahan sebagai hutan, dimana
vegetasinya berupa pohon pinus dan dijumpai beberapa tanaman jahe. Pada lereng tengah
penggunaan lahan sebagai hutan vegetasinya berupa pohon pinus dan rumput gajah. Dan pada
lereng bawah penggunaan lahan sebagai lahan sawah yang dimanfaatkan sebagai lahan
budidaya pertanian tanaman sayur dan buah antara lain : kubis, wortel, dan jeruk.
Dari ketiga lereng dapat dilihat bahwa masing-masing memiliki penggunaan lahan dan
tutupan lahan yang berbeda, hal ini dikarenakan perbedaan kelerengan serta keadaan lahan
pada masing-masing titik. Untuk itu tanaman yang ditanam juga berbeda-beda. Pada lereng
atas cenderung digunakan untuk tanaman yang memiliki perakan kuat sehingga dapat
menahan air, sedangkan pada lereng tengah digunakan untuk tanaman pohon juga yaitu
tanaman pinus. Pada lereng bawah cenderung digunakan sebagai perkebunan sayur dan buah
sebagai sumber ekonomi bagi penduduk sekitar yang lebih mudah pengolahan tanah dan
perawatan tanaman pada lereng bawah ini dibandingkan dengan lereng atas.
4.1.2

Lereng
Murtianto ( 2013 ) mengatakan bahwa faktor lereng sangat mempengaruhi erosi yang
terjadi. Karena pengaruh lereng pada proses terjadinya erosi yaitu mempengaruhi besarnya
energi penyebab erosi dengan karakteristik kemiringan lereng, panjang lereng, dan bentuk
lereng. Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan.
Dari hasil survey keadaan lereng pada masing-masing titik beragam, baik pada lereng
atas, lereng tengah, dan lereng bawah dengan aspek arah yang sama yaitu timur laut. Pada
lereng bawah kemiringan lokasi adalah 25%. Pada lereng tengah memiliki kemiringan 28%.
Dan pada lereng atas kemiringannya mencapai 30%. Faktor yang mempengaruhui perbedaan
kelerengan ini adalah ketinggian dan topografi. Kelerengan ini dapat mempengaruhi tingkat

erosi serta kecepatan aliran permukaan, dimana semakin tinggi kemiringannya maka erosi juga
akan semakin tinggi dan aliran permukaan akan semakin cepat. Sehingga tanah pada lapisan
atas hanya ditanami tanaman yang memiliki perakaran kuat. Tanaman yang memiliki
perakaran kuat ini juga berguna dalam pengurangan proses erosi yang terjadi.
4.1.3

Relief
Marduta ( 2010 ) mendefinisikan relief sebagai bentuk tinggi rendahnya permukaan
bumi, baik berupa tonjolan, dataran, atau cekungan. Relief daratan permukaan bumi terbentuk
karena adanya proses proses geologi yang meliputi aktivitas tektonik (diastropisme),
vulkanisme, dan seisme. Secara garis besar, relief daratan Indonesia dapat dibedakan atas
daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi atau daerah pegunungan.
Daerah survey ini merupakan daerah pegunungan dengan tanah yang terbentuk dari
aktivitas vulkanik. Relief makro yang terbentuk pada setiap titik beragam dimana pada lereng
bawah relief makro bergumuk(15-30%, 10 m), lereng tengah dengan relief makro berbukit
kecil (15-30%, 10-50m), dan lereng atas juga dengan relief makro berbukit kecil (15-30%, 1050m). Perbedaan relief dari ketiga titik ini diakibatkan oleh proses geologi yang berlangsung.

4.1.4

Erosi
Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan (detachment),
pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition) bahan-bahan tanah oleh
penyebab erosi (Asdak, 1995). Sedangkan Arsyad (1989) memberikan batasan erosi sebagai
peristiwa berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat ke tempat
lain oleh suatu media alami (air atau angin).
Dari hasil survey yang dilakukan dilokasi, ditemukan erosi pada ketiga titik yang sama
yaitu erosi alur. Pada lereng atas jenis erosinya berupa erosi alur dengan derajat berat.
Sedangkan pada lereng tengah dan lereng bawah jenis erosinya berupa erosi alur dengan
derajat erosi yang sedang. Perbedaan jenis erosi ini terjani karena perbedaan kelerengan,
ketinggian, dan jenis tanaman yang pada setiap titik. Dimana semakin tinggi derajat
kelerengan maka aliran permukaan akan semakin cepat sehingga tingkat erosi akan semakin
tinggi.
Arsyad (1989) mengatakan bahwa secara umum erosi dipengaruhi oleh iklim, tanah
(C), topografi (S), vegetasi (V) dan manusia (H) yang dapat dinyatakan dengan persamaan
sebagai berikut:
E = f (C, S, T,V, H)

Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor yang dapat
dikendalikan manusia dan faktor yang tidak dapat dikendalikan manusia. Faktor yang dapat
dikendalikan oleh manusia adalah tanaman sedangkan iklim dan topografi secara langsung
tidak dapat dikendalikan oleh manusia dan untuk tanah dapat dikendalikan secara tidak
langsung dengan pengolahan tertentu
Pada daerah tropis faktor iklim yang paling besar pengaruhnya terhadap laju erosi
adalah hujan. Jumlah dan intensitas hujan di Indonesia umumnya lebih tingi dibandingkan
dengan negara beriklim sedang. Besarnya curah hujan menentukan kekuatan dispersi, daya
pengangkutan dan kerusakan terhadap tanah (Arsyad, 1989).
4.1.5

Batuan Permukaan
Keadaan permukaan pada pada ketiga titik umumnya sama, dimana ketiga titik
tersebut tidak berbatu (0%) dan tidak berkerikil (0%). Batuan dalam tanah juga sama yaitu
tidak berkerakal (0%). Yang membedakan keadaan pemukaan dari ketiga titik tersebut adalah
pengelolaannya. Dimana pada lereng bawah pengelolaan tanah berupa guludan, pada lereng
tengah merupakan pengelolaan menurut kontur, dan sedangkan pada lereng atas tanpa
pengelolaan. Perbedaan pengelolaan ini disesuaikan dengan tutupan lahan yang ada di lokasi
survey tersebut.
Faktor yang mempengaruhui ketiga titik ini memiliki batuan permukaan yang sama
adalah bahan induk yang ada, yang memiliki bahan induk vulkan sehingga ketiga titik juga
memiliki karakter batuan yang sama.
Selain bahan induk, menurut literaturadalah iklim, pelapukan dan aktivitas manusia.
Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh pula pada proses
pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan curah hujan tinggi akan menyebabkan
proses pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah sub-tropis. Karena itu ketebalan
tanah didaerah tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari batuan segarnya. Dan
Ttngkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya angka kohesi, besarnya
sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin tinggi tingkat pelapukan maka kekuatan batuan
akan menurun (arsyad, 1989).

4.2 Penjelasan Morfologi Lahan


4.2.1 Warna
Warna tanah di horizon pertama (H1) pada lereng atas 7,5 YR 2,5/3. Warna tanah
tersebut mempunyai nilai Hue= 7,5 YR, Value = 2,5 dan chroma = 3. Di Horizon kedua (H2)

warna tanah menunjukkan 10 YR 2/2 artinya warna tanah tersebut mempunyai nilai Hue = 10
YR, Value = 2 dan chroma = 2. Pada horizon pertama (H1) di lereng tengah warna tanah
menunjukkan 10 YR 2/1, artinya warna tanah tersebut mempunyai nilai Hue = 10 YR, Value =
2 dan chroma = 1. Di horizon kedua (H2) warna tanah menunjukkan 10 YR 3/6, artinya warna
tanah tersebut mempunyai nilai Hue = 10 YR, Value = 3 dan chroma = 6, dan di horizon ketiga
warna tanah menunjukkan 10 YR 5/8, artinya warna tanah tersebut mempunyai nilai Hue = 10
YR, Value = 5 dan chroma = 8. Sementara di lereng bawah, horizon pertama (H1) warna tanah
menunjukkan 10 YR 3/3 artinya warna tanah tersebut mempunyai nilai Hue = 10 YR, Value =
3 dan chroma = 3, sedangkan warna tanah di horizon kedua menunjukkan 10 YR 2/2, artinya
warna tanah tersebut mempunyai nilai Hue = 10 YR, Value = 2 dan chroma = 2.
Warna tanah merupakan sifat morfologi yang bersifat nyata dan mudah di kenali.
Warna tanah dapat di gunakan sebagai petunjuk sifat-sifat tanah seperti kandungan bahan
organik, kondisi drainase, aerase serta menggunakan warna tanah dalam mengklasifikasikan
tanah dan mencirikan perbedaan horizon-horizon dalam tanah (Elfarisna., 1996)
Warna tanah ditentukan dengan cara membandingkan dengan warna yang terdapat
pada buku Munsell Soil Color Chart, warna dinyatakan dalam tiga satuan/kriteria, yaitu
kilapan (hue), nilai (value) dan kroma (chrome), menurut nama yang tercantum dalam lajur
buku tersebut, kilap berhubungan erat dengan panjang gelombang cahaya, nilai berhubungan
erat dengan kebersihan suatu warna dari pengaruh warna lain dan kroma yang kadangkadang
disebut juga dengan kejernihan yaitu kemurnian relatif dari spektrum warna.
Tanah dengan drainase yang terhambat biasanya banyak mengandung bahan organik
pada lapisan atas (top soil), sehingga berwarna gelap. Tanah bagian bawah memiliki sedikit
bahan organik sehingga berwarna kelabu muda. Bila drainase agak baik, air dan suhu
menguntungkan untuk peristiwa kimia, besi (Fe) dalam tanah teroksidasi sehingga menjadi
senyawa yang berwarna merah dan kuning (Foth D, 1998).
Warna tanah dapat di tentukan dengan buku warna standar dari Munsell Soil Colour
Chart (MSCC), maliputi penentuan warna dasar (matriks). Warna bidang struktur selaput
tanah liat . Warna karatan atau konkresi, warna jalit, dan warna humus (Elfarisna, 2011).

4.2.2 Tekstur
Horizon pertama (H1) pada lereng atas tekstur tanahnya ialah lempung liat berpasir,
sedangkan horizon kedua (H2) tekstur tanahnya ialah liat berpasir. Horizon pertama (H1) di
lereng tengan tekstur tanahnya ialah gumpal membulat, begitu juga dengan horizon kedua

(H2). Sedangkan horizon ketiga (H3) tekstur tanahnya ialah gumpal bersudut. Di lereng bawah
horizon pertama (H1) dan horizon kedua (H2) tekstur tanahnya ialah liat berpasir.
Faktor faktor yang mempengaruhi perbedaan tekstur tanah pada masing masing titik
pengamatan di atas ialah sebagai berikut:

Iklim
Iklim merupakan rerata cuaca pada jangka panjang minimal permusim atau
perperiode, dan seterusnya, dan cuaca adalah kondisi iklim pada suatu waktu berjangka
pendek misalnya harian, mingguan, bulanan dan masimal semusim atau seperiode.
Pengaruh curan hujan ialah sebagai pelarut dan pengankut maka air hujan akan
mempengarugi: (1) komposisi kimiawi mineral penyusun tanah, (2) kedalaman dan
diferensiasi profil tanah, (3) sifat fsik tanah. Pengaruh temperatureSetiap kenaikan
temperatur C akan meningkatkan penigkatannya laju reaksi kimiawi menjadi 2x lipat.
Meningkatkan pembentukan dan pelapukan dan pembentukan liat terjadi seiring dengan
peningkatannya temperature
Hubungan antara temperature dan pertumbuhan tanaman serta akumulasi bahan
organic cukup kompleks. Kandungan bahan organic tanah adalah jumlah antara hasil
penambahan bahan organic, laju mineralisasi bahan organic, dan kapasitas tanah
melidungi bahan organic dari mineralisasi (liat amorf) (Hanafiah, 2005).

Topografi
Tofografi yang dimaksud adalah konfigurasi permukaan dari suatu area/wilayah.
Perbedaan tofografi akan mempengaruhi jenis tanah yang terbentuk. pada daerah lereng
infiltras. Sedangkan pada daerah datar/rendah, menerima kelebihan air yang menyediakan
air lebih banyak untuk proses genesis tanah.
a. Pengaruh slope/lereng
Kemiringan dan pandang lereng berpengaruh pada genesis tanah. Semakin tanah curam
lereng makin besar runcff dan eros tanah. Hal yang mengakibatkan terhambatnya
genesis tanah oleh karena pertumbuhan tanaman terhambat dan sumbangan bahan
organik juga lebh kecil, pelapukan menjadi terhambat begitu pula dengan pembentukan
liat. Disamping itu, pencucian dan eluviasi berkurang. Dengan kata lain tanah lebih
tipis dan kurang berkembang di daerah lereng.
b. Pengaruh tinggi muka air dan drainase
Tanah mempunyai drainase baik pada slope yang muka air tanah jauh di bawah
permukaan tanah. Tanah yang berdrainase buruk ditandai dengan muka air yang
muncul di permukaan tanah yang menyebabkan terjadinya kondisi anerobik dan
reduksi. Tanah yang bedrainase buruk mempunyai horison A biasanya berwarna gelap

olh karena tingginya bahan organik, tapi horison bawah pemukaannya cenderung
kelabu (gray). Tanah berdrainase baik, mempunyai horison A yang warnanya lebih

terang dan horison bawahnya seragam lebih gelap.(Hanafiah, 2005)


Organisme Hidup
Fungsi utama organisme hidup adalah untuk menyediakan bahan organik bagi
soil. Humus akan menyediakan nutrien dan membantu menahan air. Tumbuhan membusuk
akan melepaskan asam organik yang meningkatkan pelapukan kimiawi. Hewan penggali
seperti semut, cacing, dan tikus membawa partikel soil ke permukaan dan mencampur
bahan organik dengan mineral. Lubang-lubang yang dibuat akan membantu sirkulasi air
dan udara, meningkatkan pelapukan kimiawi dan mempercepat pembentukan soil.
Mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan protozoa membantu proses pembusukan bahan

organik menjadi humus.(Hanafiah, 2005)


Waktu
Tanah merupakan benda alam yang terus menerus berubah (dinamis) sehingga
akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus maka tanah tanah yang semakin tua
juga akan semakin kurus. Mineral yang banyak mengandung unsure hara telah habis
mengalami pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa. Karena
proses pembentukan tanah yang terus berjalan maka bahan induk tanah berubah berturut
turut menjadi tanah muda, tanah dewasa dan tanah tua. Tanah muda hasil pembentukan
horizon C dan horizon A. Tanah dewasa yaitu hasil pembentukan horizon B yang masih
muda (Bw). Tanah tua merupakan tanah dari hasil pencucian yang terus menerus berlanjut
sehingga tanah tersebut menjadi kurus dan masam. Perlu diketahui bahwa tingkat
perkebangan tanah tidak setara dengan tingkat pelapukan tanah. Tingkat perkembangan
tanah berhubungan dengan perkembangan horizon horizon tanah, sedangkan tingkat
pelapukan tanah berhubungan dengan tingkat pelapukan mineral dalam tanah

(Hardjowigeno, 2003)
Bahan Induk
Pembentuk bahan induk yang terbentuk dari batuan induk keras di dominasi oleh
proses disentegrasi secara fisik dan dekomposisi kimiawi partikel mineral dalam batuan
tersebut. Bahan induk yang berasal dari batu pasir. Pada batu kapur, tanah terbentuk dari
sisa-sisa bahan yang tidak larut setelah kalsium dan magnesium karbonat terlarut dan
terkunci. Liat adalah bahan yang dapat d temui pada batu kapur, yang kemudian
menjadikan tanah bertekstur halus. Bahan induk yang di turunkan dari sedimen dibawah
oleh air angin. Sedimen koluvial terjadi pada lereng terjal dimana gravitasi adalah
kekuatan utama yang menyebabkan gerakan dan sedimentasi.sedimen koluvial adalah

bahan induk yang penting di areal bergunung/berbukit. Sedimen alluvial biasa ditemui
dimana-mana oleh karena penyebaran oleh banjir dan sungai. Contoh: kebanyakan tanahtanah pertanian di California terbentuk di lembahdiman alluvial adalah bahan induk yang
dominan. Pengaruh bahan induk terhadap genesis tanah, Perkembangan horison terutama
horison B tergantung pada translokasi partikel halus oleh air. Bahan induk yang tersusun
100% pasir kuarsa tidak akan hancur untuk mengahasilkan partikel koloid. Bahan induk
yang bertekstur pasir akan mendukung perkembangan horison bahasa daerah (humid).
Bahan induk yang tersusun atas partikel inter media akan berkembang menjadi berbagai
jenis tanah. Tekstur dan struktur tanah akan mempengaruhi genesis tanah melalui proses
infiltrasi dan erosi. Permeabilitas dan translokasi material dalam air, proteksi dan
akumulasi bahan organik dan ketebalan solum (horison A+B). (Foth,H.D. 1990).
4.2.3 Struktur
Horizon pertama (H1) dan horizon kedua (H2) pada lereng atas struktur tanahnya
ialah gumpal membulat. Struktur tanah yang sama juga ditemui di horizon pertama (H1) dan
horizon kedua (H2) pada lereng tengah. Namun horizon ketiganya (H3) struktur tanahnya
ialah gumpal bersudut. Di lereng bawah, horizon pertama (H1) tekstur tanahnya ialah gumpal
bersudut sedangkan horizon kedua (H2) struktur tanahnya ialah gumpal membulat.
Adapun faktor faktor yang mempengaruhi pembentukan struktur tanah pada masing
masing titik pengamatan di atas adalah :
a. Bahan organik
Yang mana dalam pembentukan struktur tanah ini bahan organic berfungsi sebagai
perekat atau lem.
b. Aktivitas makhluk hidup
Bila didalam tanah banyak aktifitas makhluk hidupnya,maka tanah akan menjadi gembur
dan akibatnya struktur tanah menjadi lemah.
c. Tekstur
Tekstur menunjukan perbandingan relatif pasir, debu dan liat dalam tanah. Tekstur juga
menunjukan keadaan kasar atau halusnya suatu tanah itu,dari penjelasan diatas dilihat.
hubungan antara struktur dengan tekstur tanah yaitu tekstur tanah sangat butuh peran
dalam menentukan struktur tingkat kesulitan dan kemudahan daya oleh tanah dan
drainase tanah. Tanah yang kemantapan rendah makin mudah diolah karena kandungan
liatnya sedikit dan sebaliknya. Tekstur tanah dengan struktur tanah erat sekali
hubungannya. Sebagai contohnya, bila tekstur tanahnya pasir maka struktur tanahnya
granuler.

d. Perakaran
Akar berfungi untuk mendukung berdirinya tanaman dan mengangkut serta menyerap air
dan zat zat makanan dari dalam tanah. Bila akar tanaman tersebut kuat maka akan
mengubah struktur dari tanah tersebut, yang semula gumpalan menjadi gumpal bersudut.
e. Organisme
Dalam hal ini sama saja dengan factor aktivitas makhluk hidup, yakni bila di dalam tanah
banyak terdapat organisme maka tanah menjadi gembur dan berakibat pada struktur
f.

tanahnya yang menjadi lemah.


Bahan Induk
Bahan organik mempunyai sifat mengikat, memperbesar kemungkinan penggumpalan
yang mencirikan pada agregat individual. Bahan organik berperan sebagai perekat
partikel-partikel tanah sehingga jika bahan tersedia dalam jumlah banyak partikel tanah

sehingga mudah menyatu dan dapat dibentuk srtuktur egregat yang kuat kemantapannya.
g. Erosi
Tanah selalu peka terhadap erosi air. Bahan hasil erosi mungkin diendapkan di lembahlembah sungai untuk menjadi bahan pembentuk tanah baru, atau mungkin terangkut
sampai ke laut. Sehingga bila struktur tanahnya tidak mantap maka erosi akan terjadi.
4.2.4 Konsistensi
Horizon pertama (H1) dan horizon kedua (H2) pada lereng atas konsistensinya basah.
Hal demikian juga terdapat pada horizon pertama (H1) dan horizon kedua (H2) pada lereng
tengah, sedangkan horizon ketiganya (H3) lembab. Kondisi tak jauh beda juga didapati di
horizon (H1) dan horizon kedua (H2) pada lereng bawah yaitu konsistensi tanahnya basah.
Adapun faktor faktor yang mempengaruhi pembentukan konsistensi tanah pada
masing masing titik pengamatan di atas adalah :
a. Bahan Induk
Variasi penyusun tanah tersebut mempengaruhi pembentukan agregat-agregat tanah serta
kemantapan yang terbentuk. Kandungan liat menentukan dalam pembentukan agregat,
karena liat berfungsi sebagai pengikat yang diabsorbsi pada permukaan butiran pasir dan
setelah dihidrasi tingkat reversiblenya sangat lambat. Kandungan liat > 30% akan
berpengaruh terhadap agregasi, sedangakan kandungan liat < 30% tidak berpengaruh
terhadap agregasi.
b. Bahan organik tanah
Bahan organik tanah merupakan bahan pengikat setelah mengalami pencucian. Pencucian
tersebut dipercepat dengan adanya organisme tanah. Sehingga bahan organik dan
organisme di dalam tanah saling berhubungan erat.
c. Tanaman

Tanaman pada suatu wilayah dapat membantu pembentukan agregat yang mantap. Akar
tanaman dapat menembus tanah dan membentuk celah-celah. Disamping itu dengan
adanya tekanan akar, maka butir-butir tanah semakin melekat dan padat. Selain itu celahcelah tersebut dapat terbentuk dari air yang diserp oleh tnaman tesebut.
d. Organisme tanah
Organisme tanah dapat mempercepat terbentuknya agregat. Selain itu juga mampu
berperan langsung dengan membuat lubang dan menggemburkna tanaman.Secara tidak
langsung merombak sisa-sisa tanaman yang setelah dipergunakan akan dikeluarlan lagi
menjadi bahan pengikat tanah.
e. Waktu
Waktu menentukan semua faktor pembentuk tanah berjalan. Semakin lama waktu
berjalan, maka agregat yang terbentuk pada tanah tersebut semakin mantap.

f.

Iklim
Iklim berpengaruh terhadap proses pengeringan, pembasahan, pembekuan, pencairan.
Iklim merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan agregat tanah.

4.2.5 Perakaran
Pada lereng atas dari segi perakaran pada horizon pertama (H1) Jumlah perakarannya
biasa dan ukuran Sedang sedangakan pada Horizon kedua (H2) jumlah perakaran Sedikit
serta ukurannya Halus. Hal yang sama juga terdapat pada lereng tengah tetapi pada lereng
tengah ada horizon ketiga (H3) yang range perakaran masih seperti horizon kedua yaitu
jumlahnya sedikit dan ukurannya halus. dan pada lereng bawah horizon pertama (H!)
jumlahnya Biasa ukuran : halus. Sedangakan pada horizon kedua (H2) jumlah perakaran
Sedikit dan ukurannya halus.
Banyak faktor yang mempengaruhi dalam perakaran tetapi factor yang paling
mempengaruhi dari system perakaran dari tiap site adalah jenis komoditas yang ditanam pada
setiap site serta jika ditinjau dari factor internalnya perakaran akan sangat berpengaruh
terhadap persediaan unsur hara jika pada daerah yang unsur haranya tinggi maka dapat terlihat
perakaran akan cenderung sedikit dan halus sedangkan pada daerah yang persediaan unsur
haranya rendah maka perakaran berjumlah banyak
4.2.6 Pori
Lereng atas pada horizon pertama (H1) porinya Sedang biasa dan jenis pori yaitu
makro sedangkan pada horizon kedua porinya halus sedikit dan jenisnya pori adalah pori

mikro. Sedangkan pada lereng tengah rangenya hampir sama seperti lereng atas tetapi terdapat
perbedaan pada horizon ketiga (H3) yaitu porinya halus sedikit dan Jenis porinya mikro
sedangkan pada lereng bawah horizon pertama (H1) porinya sedang biasa dan jenisnya pori
adalah pori mikro sedangkan pada horizon kedua (H2) porinya alus sedikit dan jenisnya pori
adalah mikro.
Porositas tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang salah satu di antaranya adalah
keadaan tekstur tanah. Tanah yang bertekstur ganuler atau remah memiliki tingkat porositas
yang lebih tinggi daripada tanah yang bertekstur massive (pejal) dengan tingkat porositas
tanah yang kecil serta perakaran adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada
porositas sehingga dapat dilihat perakaran dan porositas akan berbanding lurus seperti yang
dijelaskan pada subbab perakaran.
4.2.7 Drainase
Data drainase di lapangan menunjukkan sebagian besar drainasenya adalah sedang,
artinya peredaran udara pada daerah tersebut baik, tidak terdapat bercak kuning, kelabu atau
cokelat pada lapisan tanah atas ataupun bawah
Faktor yang mempengaruhi drainase adalah struktur. Konsistensi, porositas serta
perakaran sehingga pada wilayah fieldwork Antara perakaran porositas drainase akan sangat
berkaitan
4.2.8 Permeabilitas
Permeabilitas tanah menunjukkan sebagian besar permeabilitasnya cepat. Kemampuan
tanah meloloskan air dapat dikatakan cukup baik. Struktur dan tekstur tanah serta unsur
organik lainnya ikut ambil bagian dalam menaikkan laju permeabilitas tanah.
Tekstur, tekstur sangat mempengaruhi permeabilitas tanah. Hal ini dikarenakan
permeabilitas itu adalah melewati tekstur tanah. Misalnya tanah yang bertekstur pasir akan
mudah melewatkan air dalam tanah. Struktur juga mempengaruhi permebilitas. Semakin
banyak ruang antar struktur, maka semakin cepat juga permeabilitas dalam tanah tersebut.
Misalnya tanah yang berstruktur lempeng akan sulit di tembus oleh air daru pada berstruktur
remah. Serta porositas atau ruang pori adalah rongga antar tanah yang biasanya diisi air atau
udara. Pori sangat menentukan sekali dalam permeabilitas tanah, semakin besar pori dalam
tanah tersebut, maka semakin cepat pula permeabilitas tanah tersebut
4.2.9 Bahan Kasar

Dari hasil pengamatan bahan kasar pada setiap lereng tidak ada kecuali pada lereng
bawah yang terdapat bahan kasarnya pada range sedang Bahan kasar yang diidentifikasi pada
titik pengamatan hanya pada kedalamansampai 20 cm. Data yang diperoleh sebagian besar
tidak ada/sedikit sekali bahan kasar (0-15% dari volume tanah). Bahan kasar yang ditemukan
berupa kerikil kurang dari 10%. Hal ini dipengaruhi oleh faktor pembentukan tanah salah
satunya adalah pelapukan bahan induk dan topografi
4.3 Kondisi Kemampuan Lahan Antar Titik Pengamatan
4.3.1 Lereng Atas
Pada lereng atas ini tanah pada lapisan atasnya bertekstur agak halus dan tergolong
lempung liat berpasir, sedangkan pada lapisan bawahnya bertekstur liat berpasir.
Kelerengannya mencapai 30 % yang termasuk kategori miring atau berbukit, tingkat
drainasenya tergolong baik dengan tingkat erosi yang ringan dan tidak ada bahaya banjir. Di
lereng atas ini juga tidak ditemukan adanya batu atau kerikil.
Dengan kondisi lahan yang demikian, maka lereng atas ini masuk dalam kelas
kemampuan lahan IV. Menurut Rayes (2007), tanah pada kelas ini dapat digunakan untuk
tanaman semusim dan tanaman pertanian, padang penggembala, hutan produksi, hutan
lindung atau suaka alam. Faktor pembatas pada lahan ini adalah lereng dan sub kelas
kemampuan lahannya adalah IVe yaitu subkelas erosi, dimana menurut Rayes (2007), sub
kelas ini menunjukan bahaya erosi atau tingkat erosi yang telah terjadi merupakan masalah
utama yang dusebabkan oleh lereng yang curam.
Menurut Rayes (2007), tanah kelas IV ini hanya cocok untuk 2 atau 3 macam
tanaman pertanian atau tanaman yang memiliki produksi rendah. Jika digunakan untuk
tanaman semusim, tanah ini memerlukan pengeloaan yang lebih hati-hati dan tindakan
konservasi yang lebih sulit untuk di terapkan dan dipertahankan.
Untuk mengurangi bahaya kerusakan tanah pada tanah ini perlu ditanam tanaman
tahunan yang mampu menyerap air dengan baik agar dapat mencegah terjadinya erosi.
4.3.2

Lereng Tengah
Pada lereng tengah ini tanah pada lapisan atasnya bertestur agak halus meliputi dan
tergolong lempung liat berpasir, sedangkan pada lapisan bawahnya bertekstur liat berpasir.
Kelerengannya mencapai 28% yang termasuk kategori miring atau berbukit, tingkat
drainasenya tergolong baik dengan tingkat erosi yang ringan dan tidak ada bahaya banjir.
Dilereng ats ini juga tidak ditemukan adanya batu atau kerikil.

Dengan kondisi lahan yang demikian, maka lereng tengah ini juga masuk dalam
kelas kemampuan lahan IV. Menurut Rayes (2007), tanah ini juga ditanami tanaman
semusim, hutan produksi atau hutan suaka alam. Berdasarkan data diatas diketahui faktor
pembatasnya adalah lereng dan kedalaman efektif sehingga pada subkelas kemampuan lahan
masuk pada VIe,s. Selain bahaya erosi yang menjadi masalah utama pada lahan ini, menurut
Rayes (2007) subkelas ini juga memiliki penghambat di daerah perakaran. Sistem perakaran
yang terhambat akan mempengaruhi kedalam efektif tanah yang berhubungan dengan
kandungan bahan organic dalam tanah.
Menurut Rayes (2007), tanah kelas IV ini hanya cocok untuk 2 atau 3 macam
tanaman pertanian atau tanaman yang memiliki produksi rendah. Jika digunakan untuk
tanaman semusim, tanah ini memerlukan pengeloaan yang lebih hati-hati dan tindakan
konservasi yang lebih sulit untuk diterapkan dan dipertahankan.
Untuk pengolahannya dalam mengurangi bahaya kerusakan sebaiknya di tanami
tanaman tahunan yang mampu menyerap air dengan baik untuk mencegah erosi akibat lereng
curam. Selain itu juga perlu adanya penambahan bahan organic karena pada salah satu factor
pembatasnya merupakan kedalaman efektif yang berhubungan dengan kandungan bahan
organic dalam tanah.
4.3.3

Lereng Bawah
Pada lereng bawah ini tanah pada lapisan atas dan bawahnnya bertekstur agak halus
dan tergolong liat berpasir. Kelerengannya mencapai 25% yang termasuk kategori miring
atau berbukit, tingkat drainasenya tergolong agak baik dengan tingkat erosi sedang dan tidak
ada bahaya banjir. Dilereng bawah ini juga ditemukan adanya batu atau kerikil dalam jumlah
sedikit.
Dengan kondisi lahan yang demikian, maka lereng bawah ini sama dengan lereng
atas dan lereng tengah yang juga masuk dalam kelas kemampuan lahan IV. Sama hal nya
dengan lereng atas dan lereng bawah, menurut Rayes (2007) tanah ini dapat ditanami
tanaman semusim, hutan produksi atau hutan suaka alam. Berdasarkan data di atas diketahui,
faktor pembatasnya adalah lereng, kedalaman efektif, erosi dan batu sedangkan subkelas
kemapuan lahanya masuk pada IVe,s. Selain bahaya erosi yang menjadi masalah utama pada
lahan ini,menurut Rayes (2007) subkelas ini juga memiliki penghambat didaerah perakaran.
Kedalaman tanah yang dipengaruhi oleh adanya batu akan menghambat perkembangan akar.
Dengan adanya faktor-faktor penghambat lereng, kedalaman efektif, erosi dan
batuan atau kerikil, menurut Rayes (2007) tanah ini memerlukan pengelolaan yang lebih

hati-hati dan tindakan konservasi yang lebih sulit untuk di terapkan dan dipertahankan.
Selain itu, sebaiknya ditanami tanaman tahunan dan juga perlu adanya penambahan bahan
organik karena dengan adanya tanaman tahunan memiliki kemampuan menahan dan
menyerap air dengan sehingga dapat menghambat laju erosi yang menjadi salah satu fraktor
penghambat pada lahan ini.
4.4 Kondisi Kesesuaian Lahan Antar Titik Pengamatan dan Kesesuaian Potensial
4.4.1 Kesesuaian Lahan Aktual
a. Lereng Bawah
Kubis
Dari data yang didapat dapat disimpulkan bahwa dengan tanaman kubis di lereng
bawah maka kelas kesesuaian lahannya masuk dalam kategori S3 dengan faktor pembatas
lereng. Dimana kategori S3 itu bisa disebut pula sesuai marginal. Menurut Rayes (2007)
Kelas S3 merupakan lahan yang mempunyai pembatas berat untuk mempertahankan tingkat
pengelolaan yang harus dilakukan. Sehingga pembatas akan mengurangi produktivitas dan
keuntungan. Perlu ditingkatkanmasukan yang diperlukan. Karena pada titik ini pembatasnya
adalah lereng, untuk mengatasi faktor pembatas lereng, menurut Rahim (2000) maka petani
bisa menggunakan budidaya kubis dengan terasiring dengan tepian dari terasiring diberi
rumput gajah sebagai penyaring dan penyangga bila terjadi erosi.
Wortel
Dari data yang telah didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa dengan tanaman
wortel di lereng bawah maka kelas kesesuaian lahannya masuk dalam kategori S3 dengan
faktor pembatas lereng. Dimana kategori S3 itu bisa disebut pula sesuai marginal. Menurut
Rayes (2007) Kelas S3 merupakan lahan yang mempunyai pembatas berat untuk
mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan. Sehingga pembatas akan
mengurangi produktivitas dan keuntungan. Perlu ditingkatkan masukan yang diperlukan.
Karena pada titik ini pembatasnya adalah lereng. Untuk mengatasi faktor pembatas lereng,
menurut Rahim (2000) dapat dilakukan budidaya wortel dengan teras-teras.
b. Lereng Tengah
Pinus
Dari data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa lereng tengah dengan komoditas
pinus diatasnya masuk dalam kategori S3 yang termasuk Kelas sesuai marginal (Marginally

Suitable). Ini berarti bahwa dengan ditanam komoditas pinus diatasnya kurang sesuai dengan
kondisi lingkungan dilahan tersebut. Faktor pembatasnya adalah lereng.
Menurut Rayes (2007) Lahan yang masuk kategori S3 mengindikasikan lahan yang
memiliki faktor pembatas sangat berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang
harus dilakukan. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan. Perlu
ditingkatkaan masukan yang diperlukan. Dalam klasifikasi lahan kuantitatif, masukan dan
keuntungan harus dinyatakan dengan istilah-istilah umum yang akan diukur, yaitu pada
umumnya menggunakan nilai ekonomi. Dalam lingkungan yang berbeda, variabel-variabel
mengenai tingkat kesessuaian dapat dinyatakan secara lebih tegas misalnya kisaran
penghasilan bersih yang diharapkan per satuan luas atau per satuan pengelolaan yang baku
atau keuntungan bersih per satuan air irigasi yang diterapkan pada berbagai jenis lahan yang
berbeda untuk penggunaan tertentu.
Pada karakteristik lereng, perbaikan yang dapat dilakukan menurut Atmosuseno
(1999) penanaman Pinus di areal yang berlereng pada lahannya dapat dilakukan perbaikan
dengan teknik konservasi pembuatan teras. Teras dapat dibuat beberapa jenis antara lain teras
kredit untuk kemiringan 3-10%, teras bangku untuk kemiringan 10-30% dan teras
pematang/guludan (Countour Terrace) untuk kemiringan antara 30-50%. Sedangkan pada
pengamatan yang dilakukan di desa Kekep, lereng tengah dengan kelerengan 28 %. Menurut
indikator tersebut, supaya tidak terjadi erosi maka dilakukan pembatan teras bangku. Bentuk
teras bangku dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.1 Bentuk Teras Bangku

c. Lereng Atas
Pinus

Sumber: Anonim (2000).

Dari data yang telah didapat, dapat disimpulkan bahwa dengan pohon pinus di lereng
atas maka kelas kesesuaian lahannya masuk dalam kategori S3 dengan faktor pembatas
lereng. Dimana kategori S3 itu bisa disebut pula sesuai marginal. Menurut Rayes (2007)
Lahan yang masuk kategori S3 mengindikasikan lahan memiliki faktor pembatas sangat
berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan. Pembatas akan
mengurangi produktivitas dan keuntungan. Perlu ditingkatkaan masukan yang diperlukan.
Dalam klasifikasi lahan kuantitatif, masukan dan keuntungan harus dinyatakan dengan
istilah-istilah umum yang akan diukur, yaitu pada umumnya menggunakan nilai ekonomi.
Dalam lingkungan yang berbeda, variabel-variabel mengenai tingkat kesessuaian dapat
dinyatakan secara lebih tegas misalnya kisaran penghasilan bersih yang diharapkan per
satuan luas atau per satuan pengelolaan yang baku atau keuntungan bersih per satuan air
irigasi yang diterapkan pada berbagai jenis lahan yang berbeda untuk penggunaan tertentu.
Pada karakteristik lereng, perbaikan yang dapat dilakukan menurut Atmosuseno
(1999) penanaman Pinus di areal yang berlereng pada lahannya dapat dilakukan perbaikan
dengan teknik konservasi pembuatan teras. Teras dapat dibuat beberapa jenis antara lain teras
kredit untuk kemiringan 3-10%, teras bangku untuk kemiringan 10-30% dan teras
pematang/guludan (Countour Terrace) untuk kemiringan antara 30-50%. Sedangkan pada
pengamatan yang dilakukan di desa Kekep, lereng atas dengan kelerengan 30 %. Menurut
indikator tersebut, supaya tidak terjadi erosi maka dilakukan pembatan teras gulud. Bentuk
teras gulud dapat dilihat pada gambar berikut:

4.4.2

Gambar 5.2 Bentuk Teras Gulud


Kesesuaian Lahan Potensial

Sumber: Anonim (2000).

Kesesuaian lahan potensial menunjukan kesesuaian terhadap penggunaan lahan yang


ditentukan dari satuan lahan dalam keadaan yang akan dicapai, setelah diadakan usaha-usaha
perbaikan tertentu yang diperlukan, terhadap faktor-faktor pembatasnya. Jenis usaha
perbaikan karakteristik kualitas lahan yang akan dilakukan disesuaikan dengan tingkat
pengelolaan yang akan diterapkan pada wilayah tersebut. Berdasarkan dari data yang didapat
serta pertimbangan dari segi sosial budaya dan ekonomi masyarakat desa Kekep, Kecamatan
Tulungrejo, Kota Batu , Jawa Timur didapatkan hasil kesesuaian lahan potensial sebagai
berikut ini :
a. Lereng Bawah

Kubis
Berdasarkan data tabulasi yang telah didapat, kesesuaian lahan aktual tanaman kubis
masuk kedalam kelas S3 dimana lahan mempunyai pembatas yang sangat berat yaitu lereng
yang akan mengurangi produktivitas dan keuntungan, serta mampu meningkatkan masukan
yang diperlukan. Oleh karena itu, menurut Departemen Pertanian pada titik ini komoditas
yang ditawarkan yaitu jeruk dimana komoditas ini dari segi suhu, tekstur, lereng, drainase,
bahaya erosi dan kedalaman efektif masuk kedalam S1 yaitu sangat sesuai dimana lahan tidak
memiliki faktor pembatas yang mampu mempengaruhi peningkatan hasil produksi dan juga
kenaikan masukan yang akan diberikan. Pemilihan jeruk ini, dikarenakan selain sesuai
dengan kondisi alam yang ada, teknik budidayanya juga tidak terlalu rumit dan tidak
membutuhkan masukan dari luar dalam jumlah yang banyak sehingga secara ekonomi dapat
memperkecil biaya produksi yang dikeluarkan oleh para petani.
Wortel
Berdasarkan data tabulasi diatas, usahatani wortel yang dilakukan oleh para petani
merupakan komoditas yang kurang tepat untuk dikembangkan dilahan ini. Hal ini
dikarenakan adanya factor pembatas dari lereng dan kedalaman tanah kurang cocok untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman wortel, sehingga berpengaruh pada segi sosial dan
juga ekonomi masyarakat setempat. Untuk itu kesesuaian potensial yaitu dengan penanaman
jeruk, hal ini dapat membantu mengurangi masukan yang akan diberikan pada jeruk karena
lahan yang digunakan sangat sesuai dengan persyaratan yang ada sehingga tanaman mampu
untuk berkembang dan tumbuh.
b. Lereng Tengah
Pohon Pinus
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kesesuaian lahan potensial yang
dapat dikembangkan adalah komoditas karet. Karena menurut Departemen Pertanian
komoditas ini memiliki akar yang tunggang dimana akar ini sangat kuat sehingga tanaman
tidak mudah rebah. Komoditas ini mampu menyerap air dan menahan tanah oleh karena itu
dengan kelerengan yang agak curam maka dibutuhkan tanaman dengan akar yang kuat.
Selain itu perbaikan dengan menjadikan sebagai hutan lindung atau hutan produksi sangat
sesuai untuk membantu memperbaiki keadaan wilayah yang sudah mulai rusak serta menjaga
kualitas dan kuatitias air tanah yang terdapat diwilayah tersebut.
c. Lereng Atas
Pohon Pinus

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kesesuaian lahan potensial yang
dapat dikembangkan adalah komoditas karet. Menurut Departemen Pertanian komoditas ini
memiliki akar yang tunggang dimana akar ini sangat kuat sehingga tanaman tidak mudah
rebah. Komoditas ini mampu menyerap air dan menahan tanah oleh karena itu dengan
kelerengan yang agak curam maka dibutuhkan tanaman dengan akar yang kuat. Selain itu
perbaikan dengan menjadikan sebagai hutan lindung atau hutan produksi sangat sesuai untuk
membantu memperbaiki keadaan wilayah yang sudah mulai rusak serta menjaga kualitas dan
kuantitas air tanah yang terdapat di wilayah tersebut.
4.5 Analisis Usahatani
4.5.1
Analisis Usahatani Jeruk
Berdasarkan data dalam tabel 4.1 tentang biaya tetap dan tabel 4.2 tentang biaya variabel
usahatani jeruk, maka diperoleh hasil analisis usahatani sebagai berikut:
Biaya Total
Biaya Total = Biaya Tetap + Biaya Variabel
= 5.750.000 + 1.780.000
= Rp 7.530.000
Penerimaan
Penerimaan = Hargajual x jumlahproduksi
Panen dilakukan 3 kali dalam setahun
Harga 1 kg jeruk Rp 6000,Jumlah panen 1300 kg
Penerimaan = 1300 x Rp 6000
= Rp 7.800.000
Dalam 1 tahun penerimaan = Rp 7.800.000 x 3
= Rp 23.400.000
Keuntungan
Pendapatanbersih (Net Profit) = Penerimaan biaya total
= Rp 23.400.000 Rp7.530.000
= Rp15.880.000
Break Event Point
BEPunit

TFC
PQ TVC
5.750.000
1.780.000
=
6000
1300

= 1241,7
Dari BEP unit didapatkan hasil sebesar 1241 artinya apabila petani menjual jeruk
sebanyak 1241 kg sudah mencapai titik impas yaitu tidak untung maupun tidak rugi. Bapak

Slamet menjual jeruk sebanyak 1300 kg, angka tersebut telah melebihi BEP sehingga
usahatani Bapak Slamet layak untuk diusahakan.
BEP Rupiah

TFC
TVC
1
TR

5.750.000
1.780 .000
1
23.400 .000

= Rp 6.222.943
Artinya usahatani jeruk Bapak Slamet mencapai titik impas apabila penerimaan penjualan
dalam sekali panen sebesar Rp 6.222.943. Bapak Slamet mendapat penerimaan sebesar Rp
7.800.000 menunjukkan usahatani jeruk yang dilakukan Bapak Slamet layak untuk
diusahakan.
R/C Ratio
R/C Ratio

= Revenue / Total Cost


= 23.400.000/ 7.530.000
= 3,1

Interpretasi: setiap penambahan pengeluaran biaya sebesar 1 rupiah maka akan


didapatkan penerimaan sebesar 3,1
Dari perhitungan di atas, dapatdiketahui R/C ratio bernilai3,1. Hal tersebut dapat

dikatakan bahwa R/C ratio lebih dari satu, yang berarti usahatani jeruk pacitan Bapak Slamet
ini merupakan usaha yang layak dan menguntungkan.
4.5.2

Analisis Usahatani Bunga Peacock


Berdasarkan data dalam tabel 4.3 tentang biaya tetap dan tabel 4.4 tentang biaya
variabel usahatani bunga peacock, maka diperoleh hasil analisis usahatani sebagai berikut:
Biaya Total
Biaya Total

= Biaya Tetap + Biaya Variabel


= 1.480.000 + 860.000
= Rp 2.340.000

Penerimaan
Penerimaan = Hargajual x jumlahproduksi
Panen dilakukan 1 bulan 2 kali
Harga per ikat bunga pikok Rp 7000,Jumlah panen 800 ikat dalam 1 bulan.
Penerimaan = 800x Rp 7000
= Rp 5.600.000
Keuntungan

Pendapatanbersih (Net Profit)

= Penerimaan biaya total


= Rp 5.600.000 Rp2.340.000
= Rp 3.260.000

Break Event Point

TFC
PQ TVC
1.480 .000
860.000
7000
800

BEPunit =
=

= 249 ikat
Dari BEP unit didapatkan hasil sebesar 249 artinya apabila petani menjual bunga
pikok sebanyak 249 ikat sudah mencapai titik impas yaitu tidak untung maupun tidak
rugi. Bapak Slamet menjual bunga pikok sebanyak 800 ikat, angka tersebut telah
melebihi BEP sehingga usahatani Bapak Slamet layak untuk diusahakan.
BEP Rupiah =

TFC
TVC
1
TR
1.480.000
860.000
1
5.600 .000

= Rp 1.741.176
Artinya usahatani bunga pikok Bapak Slamet mencapai titik impas apabila
penerimaan penjualan dalam sekali panen sebesar Rp 1.741.176. Bapak Slamet mendapat
penerimaan sebesar Rp 5.600.000 menunjukkan usahatani bunga pikok yang dilakukan
Bapak Slamet layak untuk diusahakan.
R/C Ratio
R/C Ratio

= Revenue / Total Cost


= 5.600.000 / 2.340.000
= 2,4

Interpretasi: setiap penambahan pengeluaran biaya sebesar 1 rupiah maka akan


didapatkan penerimaan sebesar 2,4
Dari perhitungan di atas, dapatdiketahui R/C ratio bernilai 2,4. Hal tersebut dapat

dikatakan bahwa R/C ratio lebih dari satu, yang berarti usahatani bunga pikok Bapak
Slamet ini merupakan usaha yang layak dan menguntungkan.
4.6 Keterkaitan dan Keselarasan Analisa Biofisik dan Sosial Ekonomi tentang Survei Tanah

Aspek biofisik dalam suatu lahan berhubungan erat dengan sosial ekonomi masyarakat. Di
dalam Anonim (2007) dikemukakan bahwa biofisika adalah studi tentang fenomena biologis dengan
menggunakan metode-metode dan konsep-konsep fisika. Menurut Eni A dan Tri H (2012) Aspek
biofisik tersebut meliputi penggunaan lahan, kemiringan lereng dan relief, kedalaman muka air
tanah, tekstur tanah, kedalaman tanah, banjir, serta jaringan jalan. Sedangkan menurut Romadaniati
(2013) aspek ekonomi dan sosial perlu ditelaah apakah keberadaaan suatu proyek atau usaha akan
memberikan manfaat secara ekonomi dan sosial kepada berbagai pihak atau sebaliknya. Jadi usaha
yang dilakukan akan mengalami keuntungan.
Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan di Dusun Kekep, penggunaan lahan dari masing
masing lereng berbeda. Pada lereng atas digunakan sebagai hutan, lereng tengah sebagai hutan pinus
dan rumput gajah, serta lereng bawah yang digunakan sebagai lahan budidaya berupa kubis, wortel
dan jeruk. Pada saat di lapang, kami mewawancarai salah satu petani jeruk yang terdapat pada lereng
bawah. Berdasarkan hasil analisis aspek biofisik didapatkan hasil kemiringan lereng 25%, relief
makro bergumuk(15-30%, 10 m), erosi alur dengan derajat erosi yang sedang, tekstur tanah liat
berpasir, kedalaman efektif tanah 39 cm. Berdasarkan hasil tersebut pada lereng bawah tergolong
dalam kesesuaian lahan kelas IV, sehingga sangat sesuai dengan realita yang ada bahwa cocok untuk
budidaya pertanian (Rayes, 2007). Apabila dilihat dari aspek ekonomi, usahatani jeruk yang
dilakukan oleh Bapak Slamet sangat menguntungkan. Sedangkan secara sosial, usahatani jeruk
merupakan usaha tani secara turun menurun yang sudah ada sejak dulu.
Jadi antara aspek biofisik dengan aspek sosial ekonomi pada lereng bawah berbanding lurus.
Hal ini dikarenakan kondisi biofisik pada lereng bawah sesuai dengan kemampuan lahan pada kelas
IV untuk budidaya pertanian yaitu tanaman jeruk. Oleh karena itu, aspek biofisik/lingkungan hidup
perlu diperhatikan karena selain merupakan sumberdaya pembangunan juga merupakan faktor
penentu tingkat kesejahteraan manusia.
Didalam kemampuan lahan kelas IV ini pengelolaannya juga perlu diperhatikan lebih hati
hati dan tindakan konservasi yang lebih sulit untuk diterapkan dan dipertahankan karena memiliki
kendala yang sangat berat sehingga membatasi pilihan penggunaan (Rayes, 2007).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan di Dusun Kekep, Kecamatan Batu dapat
disimpulkan bahwa terdapat tiga titik pengamatan yaitu pada lereng atas, lereng tengah dan lereng

bawah. Pada masing masing lereng memiliki keadaan fisiografi dan morfologi yang berbeda
dikarenakan faktor faktor yang mempengaruhi juga berbeda.
Menurut hasil analisis data-data lapang diketahui bahwa pada lereng atas,tengah dan bawah
tergolong tingkat kemampuan lahan pada kelas IV hanya saja faktor pembatas di antara masing-masing
tersebut berbeda. Pada lereng atas yang menjadi faktor pembatas ialah kemiringan lereng, sedangkan
pada lereng tengah adalah kemiringan lereng dan kedalaman efektif, serta pada lereng bawah adalah
lereng,kedalaman efektif,erosi dan batu kerikil.
Untuk kesesuaian lahan aktual pada lereng atas, lereng tengah dan lereng bawah tergolong
dalam kategori S3 dimana kategori S3 itu bisa disebut sesuai marginal (Marginally Suitable) dengan
faktor pembatas ketiganya adalah lereng. Sedangkan, kesesuaian lahan potensial ialah suatu cara
perbaikan agar dapat mengoptimalkan lahan dengan baik. Pada lereng atas dan tengah akan lebih
berpotensi apabila penggunaan lahan tersebut sebagai hutan karet, sedangkan pada lereng bawah
digunakan sebagai lahan budidaya pertanian komoditas jeruk.
Dilihat dari segi aspek sosial ekonomi, dari ketiga lereng tersebut memiliki hasil yang berbedabeda. Dari ketiga lereng tersebut kami mewawancarai petani jeruk pada lereng bawah dan usahatani
yang dilakukan layak secara ekonomis dengan perolehan keuntungan sebesar Rp15.880.000 / tahun.
Sedangkan, dalam aspek sosial diketahui pada saat wawancara bahwa penggunaan jenis tanaman pada
ketiga lereng tersebut sudah turun temurun dari sesepuh mereka, sehingga tidak ada konflik sosial dalam
gangguang psikolog.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005. Biophysics. Microsoft Encarta 2006 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation.
Anonim. 2000. Konservasi Lahan. Lembar Informasi Pertanian 02/2000.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Cetakan Kedua. Institut Pertanian Bogor Press, Darmaga,
Bogor.
Arsyad, Sitanala. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB press. Bogor
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan Pertama. Gadjah Mada
University Press, Bulaksumur, Yogyakarta.

Atmosuseno, B.S. 1999. Budidaya, Kegunaan dan Prospek Pinus. Penebar Swadaya. Jakarta.
Departemen Pertanian. 2013. (online) http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id/kriteria/jeruk.php diakses tanggal
6 Desember 2013
Elfarisna. 2011. Penuntun Praktikum Dasar-dasar Ilmu tanah. Jakarta: Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
Eni, A dan Tri H. 2013. Peraturan Wilayah Industri. (online)
http://ssbelajar.blogspot.com/2012/10/peraturan-wilayah-industri.html. Diakses tanggal 07
Desember 2013.
Foth, Hendry D. 1990. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Erlangga Gajah Mada University Press:Yogyakarta.
Hanafiah, Ali Kemas. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada, Jakara.
Hardjowigono, H.S. 2002. Ilmu Tanah. AkademikaPressindo, Jakarta.
Maduta. 2012. Relief (online). http://marduta.com/rangkuman-materi-ips-kelas-8/relief-daratan-indonesia.
Diakses tanggal 27 November 2012.
Murtianto. 2013. Lereng (online).
http://file.upi.edu/Direktori/Fpips/Lainnya/Hendro_Murtianto/21_Peta__Satuan_Lahan.pdf.
Diakses tanggal 3 Desember 2013.
Rahim, S, 2000, Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka PelestarianLingkungan Hidup,. Bumi Aksara,
Jakarta
Rayes, L. 2007. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. ANDI Yogayakarta. Yogyakarta.
Romadaniati, Nia. 2013. Aspek Ekonomi dan Sosial dalam Studi. (online)
http://niia1993.blogspot.com/2013/03/aspek-ekonomi-dan-sosial-dalam-studi.html. Diakses
tanggal 07 Desember 2013.

LAMPIRAN

Lampiran 1 ( Hasil Deskripsi Ketiga Titik Pengamatan)


A. Deskripsi Titik Atas
Lokasi
: Dusun Kekep, desa Tulungrejo
Koordinat
:Vegetasi
: pinus
Bahan Induk : volkanik
Fisiografi
: lereng atas
Relief
: berbukit
Elevasi
: - meter dpl
Lereng
: 80, - %
Arah lereng
: timur laut
Erosi
: alur, tingkat ringan
Drainase
: baik
Air Tanah
:Batuan
: sedikit
B. Deskripsi Titik Tengah
Lokasi
: Dusun Kekep, desa Tulungrejo
Koordinat
:Vegetasi
: pinus
Bahan Induk : volkanik

Fisiografi
: lereng tengah, diteras
Relief
:Elevasi
: - meter dpl
Lereng
: 70 , - %
Arah lereng
: timur laut
Erosi
: alur, tingkat sedang
Drainase
: baik
Air Tanah
:Batuan
: sedikit
C. Deskripsi Titik Bawah
Lokasi
: Dusun Kekep, desa Tulungrejo
Koordinat
:Vegetasi
: pinus
Bahan Induk : volkanik
Fisiografi
: lereng bawah, diteras
Relief
:Elevasi
: - meter dpl
Lereng
: 60 , 25 %
Arah lereng
: timur laut
Erosi
: alur, tingkat sedang
Drainase
: baik
Air Tanah
:Batuan
:Foto Penampang Tanah Atas

Kedalaman

Uraian Deskripsi
Warna : 7,5YR 3/3
Struktur : gumpal
membulat , ukuran
kasar, tingkat cukup

I (0-50)

konsistensi : basah
jenis pori makro, Pori :
sedang biasa
perakaran : jumlah

II (51-80)

biasa, ukuran sedang


Warna : 10YR 2/2
Struktur : gumpal
bersudut , ukuran halus,
tingkat kuat
konsistensi : basah
jenis pori makro, Pori :
halus sedikit
perakaran : jumlah
sedikit, ukuran halus

Horizon 2

Tabel 5.1 Penampang Tanah Atas

Foto Penampang Tanah Tengah

Kedalaman

Uraian Deskripsi
Warna : 10 YR 2/1
Struktur : gumpal
membulat ,
ukuran -, tingkat -

I (0-40)

konsistensi : jenis pori -, Pori : perakaran :


jumlah sedikit,

Horizon 1

ukuran sedang
Warna : 10YR 3/6
Struktur : gumpal

Horizon 2

membulat ,
II (41-59)

ukuran -, tingkat konsistensi : jenis pori -, Pori : -

Horizon 3

perakaran :
jumlah -, ukuran Warna : 10YR 5/8
Struktur : gumpal
bersudut , ukuran
III (60-84)

-, tingkat konsistensi : jenis pori -, Pori : perakaran :


jumlah -, ukuran -

Tabel 5.2 Penampang Tanah Tengah

Foto Penampang Tanah Bawah

Kedalaman

Uraian Deskripsi
Warna : 10 YR 3/3
Struktur : gumpal
membulat liat
berpasir, ukuran -,
tingkat -

Horizon

I (1-37)

konsistensi : basah
jenis pori sedang
biasa, Pori : mikro
perakaran : jumlah
biasa, ukuran

Horizon 2

sedang
Warna : 10YR 2/2
Struktur : gumpal
membulat liat
berpasir , ukuran -,
tingkat II (38-59)

konsistensi : basah
jenis pori mikro,
Pori : halus sedang
perakaran : jumlah
biasa, ukuran
sedang

Tabel 5.3 Penampang Tanah Bawah

Lampiran 2 (Kelas Kesesuaian Lahan)


Jeruk (Citrus sp.)
Kelas kesesuaian lahan

Persyaratan penggunaan/
karakteristik lahan

S1

S2

S3

19 - 33

33 - 36

36 - 39

> 39

16 - 19

13 - 16

< 13

1.000 - 1.200

800 - 1.000

< 800

3.000 - 3.500

3.000 - 4.000

> 4.000

5-6

>6

Temperatur (tc)
Temperatur rerata (C)

Ketersediaan air (wa)


Curah hujan (mm)

1.200 - 3.000

Lamanya masa kering (bln)

2,5 - 4

4-5

Kelembaban (%)

50 - 90

<50; >90

Ketersediaan oksigen (oa)


Drainase

baik, sedang

Agak terhambat

terhambat,

sangat

agak cepat

terhambat,
cepat

Media perakaran (rc)


Tekstur

Agak kasar,

sangat halus

kasar

sedang, agak
halus, halus
Bahan kasar (%)

< 15

15 - 35

35 - 55

> 55

Kedalaman tanah (cm)

> 100

75 - 100

50 - 75

< 50

< 60

60 - 140

140 - 200

> 200

< 140

140 - 200

200 - 400

> 400

saprik+

saprik,

hemik,

fibrik

hemik+

fibrik+

Gambut:
Ketebalan (cm)
Ketebalan (cm), jika ada
sisipan bahan mineral/
pengkayaan
Kematangan

Retensi hara (nr)

KTK liat (cmol)

> 16

16

Kejenuhan basa (%)

20

< 20

5,5 - 7,6

5,2 - 5,5

< 5,2

7,6 - 8,0

> 8,0

pH H2O

C-organik (%)

> 0,8

0,8

<3

3-4

4-6

>6

<8

8 - 12

12 - 15

> 15

> 125

100 - 125

60 - 100

< 60

<8

8 - 16

16 - 30

> 30

Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%)
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman sulfidik (cm)
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
Bahaya erosi

sangat rendah

rendah -sedang

berat

sangat berat

Bahaya banjir (fh)


Genangan

F0

> F0

Batuan di permukaan (%)

<5

5 - 15

15 - 40

> 40

Singkapan batuan (%)

<5

5 - 15

15 - 25

> 25

Penyiapan lahan (lp)

Tabel 6.1 Kelas Kesesuaian Lahan Komoditas Jeruk

Karet (Hevea brassiliensis M.A.)


Kelas kesesuaian lahan

Persyaratan penggunaan/
karakteristik lahan

S1

S2

S3

26 - 30

30 - 34

> 34

24 - 26

22 - 24

< 22

2.000 - 2.500

1.500 - 2.000

< 1.500

Temperatur (tc)
Temperatur rerata (C)

Ketersediaan air (wa)


Curah hujan (mm)

2.500 - 3.000

Lamanya masa kering

3.000 - 3.500

3.500 - 4.000

> 4.000

1-2

2-3

3-4

>4

baik

sedang

agak

sangat

terhambat,

terhambat, cepat

(bln)
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase

terhambat
Media perakaran (rc)
Tekstur

halus, agak

agak kasar

kasar

halus, sedang
Bahan kasar (%)

< 15

15 - 35

35 - 60

> 60

Kedalaman tanah (cm)

> 100

75 - 100

50 - 75

< 50

Ketebalan (cm)

< 60

60 - 140

140 - 200

> 200

Ketebalan (cm), jika ada

< 140

140 - 200

200 - 400

> 400

saprik+

saprik,

hemik,

fibrik

hemik+

fibrik+

< 35

35 - 50

> 50

5,0 - 6,0

6,0 - 6,5

> 6,5

4,5 - 5,0

< 4,5

Gambut:

sisipan bahan mineral/


pengkayaan
Kematangan

Retensi hara (nr)


KTK liat (cmol)
Kejenuhan basa (%)
pH H2O

C-organik (%)

> 0,8

0,8

< 0,5

0,5 - 1

1-2

>2

Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%)
Bahaya sulfidik (xs)

Kedalaman sulfidik (cm)

> 175

125 - 175

75 - 125

< 75

<8

8 - 16

16 - 30

> 30

16 - 45

> 45

berat

sangat berat

Bahaya erosi (eh)


Lereng (%)

Bahaya erosi

sangat rendah

rendah sedang

Bahaya banjir (fh)


Genangan

F0

F1

> F1

Batuan di permukaan (%)

<5

5 - 15

15 - 40

> 40

Singkapan batuan (%)

<5

5 - 15

15 - 25

> 25

Penyiapan lahan (lp)

Tabel 6.2 Kelas Kesesuaian Lahan Komoditas Karet

Lampiran 3 ( Dokumentasi )
Fieldwork

Pengamatan menggunakan kompas

Pembuatan minipit

Pengamatan struktur tanah

Pembuatan minipit

Pengukuran kedalaman tanah

Pengamatan tekstur tanah

Fieldwork menuju lereng atas

Pengamatan menggunakan klinometer


Fieldwork menuju lereng bawah

Lereng Bawah

Lereng tengah

Lahan Kebun Jeruk

Wawancara usahatani

Wawancara usahatani

Wawancara usahatani

Wawancara usahatani

Wawancara usahatani

Anda mungkin juga menyukai