Anda di halaman 1dari 12

BAHAGIAN 1 : PENDAHULUAN

PENDAHULUAN
Psoriasis adalah penyakit kronis, remisi dan relaps. Psoriasis adalah penyakit kulit
disebabkan masalah imun yang menyebabkan peradangan dengan predisposisi genetik yang
kuat.(1) Peradangan kronis pada kulit ini berhubung rapat dengan faktor genetik, yang ditandai
dengan perubahan kompleks pada pertumbuhan dan diferensiasi epidermal yang abnormal
dan kepelbagaian biokimia, immunologi dan vaskular.(2, 3)
Psoriasis bisa menjangkiti 5% dari populasi dunia. Prevalensi kasus psoriasis
menjangkau sehingga kira-kira 7.5 million kasus di Amerika Sarikat(4), 2.6% dari
populasinya, dan memberi impact kepada sosial dan ekonomi. (1) Psoriasis lebih sering terjadi
kepada orang berkulit putih yang tinggal jauh dari garis khatulistiwa. Proriasis mengenai
semua kelompok umur(5) dan tiada perbedaan antara laki-laki dan wanita (4) Psoriasis jarang
ditemukan pada anak di bawah 10 tahun, dan biasanya dijumpai pada usia antara 15 dan 30
tahun.(5)
Psoriasis dianggap sebagai penyakit keratinosit primer yang berupa makula eritem
berbatas tegas, ditutupi oleh skuama kasar berlapis, berwarna putih bening seperti mika,
disertai fenomena tetesan lilin dan tanda Auspitz.(4, 6)
Psoriasis lebih sering terjadi kepada subtipe human leucocyte antigen (HLA) tetapi
tidak dapat dibedakan secara histologis atau klinikal. Psoriasis bisa dibagi kepada dua tipe.
Tipe satu menunjukkan riwayat keluarga yang kuat terhadap penyakit dengan assosiasi HLACW6 dan biasanya terjadi sebelum usia 40tahun. Tipe 2 tiada presentasi keluarga, tidak
terkait dengan HLA-CW6, dan biasanya dijumpai setelah umur 40 tahun. (4) Bagaimanapun,
tidak ada bukti bahawa tipe satu dan dua memberi respon yang berbeda kepada perawatan.(5)
Penyebab utama psoriasis masih belum jelas. Pada 1963, Gunnar Lomholt
mengatakan genetik bisa menyebabkan psoriasis. Faktor provokatif lainnya yang boleh
menyebabkan penyakit ini bertambah hebat adalah riwayat keluarga yang pernah terkena
psoriasis, faktor trauma, infeksi, obat-obatan,faktor metabolik, fisiogenis, merokok, dan
konsumsi alkohol.(4) Walaubagaimanapun, bukti menunjukkan bahawa keratinosit adalah
bagian penting untuk respon imun kutan pada penyakit psoriasis.(5)

PATOGENESIS
Perubahan morfologik dan kerusakan sel epidermis pada penderita psoriasis telah
banyak diketahui. Psoriasis dikatakan sebagai penyakit multifaktorial dan multi sistem,
karena melibatkan banyak sistem dan organ, semua faktor tersebut saling terkait. Pada kulit
normal, sel basal di stratum basalis membelah diri, bergerak keatas secara teratur sampai
menjadi stratum korneum sekitar 28 hari, kemudian lapisan keratin dipermukaan kulit
dilepaskan serta digantikan yang baru.(2)
Gambaran histopatologis kulit yang terkena psoriasis seringkali menunjukkan
akumulasi sel monosit dan limfosit di puncak papil dermis dan di dalam stratum basalis. Selsel radang ini tampak lebih banyak apabila lesi bertambah hebat. Pembesaran dan
pemanjangan papil dermis menyebabkan epidermo-dermal bertambah luas dan menyebabkan
lipatan di lapisan bawah stratum spinosum bertambah banyak.(7)
Proses ini menyebabkan masa pertumbuhan kulit menjadi lebih cepat dan masa
pertukaran kulit menjadi lebih pendek dari normal, dari 28 hari menjadi 3-4 hari. Stratum
granulosum tidak terbentuk dan di dalam stratum korneum terjadi parakeratosis. Kerana masa
interval proses keratinasi sel epidermis menjadi pendek, proses keratinasi gagal mencapai
proses yang sempurna. Hal ini juga terjadi kepada proses stratum basalis menjadi stratum
kornealis, yang mana masa interval yang pendek menyebabkan proses pematangan tidak
sempurna.(7)
Peranan faktor imunologi dalam patogenesis psoriasis ditunjukkan dengan adanya
peningkatan aktifitas sel presentasi antigen (antigene presenting cell/APC) dan sel limfosit T
helper 1. Sel limfosit T helper 1 akan mensistesis sitokin proinflamasi seperti; IL-1, IL-6, IL10, Interferon-gamma dan tumor necrosis factor. Sitokin proinflamasi ini akan mediasi
aktivitas faktor-faktor pertumbuhan seperti; epidermal growth factor, nerve growth faktor,
endothelian vascular growth factor, ICAM dan VCAM, yang pada akhirnya akan terjadi
proliferasi keratinosit disertai proses peradangan.(2, 7)

BAHAGIAN 2 : DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

DIAGNOSIS
Dalam menunjang diagnosis penyakit, anamnesis sangat diperlukan. Pada penyakit
psoriasis, seorang dokter perlu mengenalpasti umur saat pertama kali berlakunya keluhan.
Riwayat keluarga terhadap penyakit psoriasis juga perlu dicari. Ianya perlu karena onset pada
usia muda disertai riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit ini dikaitkan dengan
kemampuan penyakit untuk menyebar dan berulang lagi. Kemungkinan penyebab dari
penyakit juga harus dipertimbangkan karena ada perbedaan besar antara fasa akut dan kronis.
Pada fasa akut, perubahan lesi dapat dilihat dalam masa yang singkat manakala pada fasa
kronis lesinya mungkin tidak berubah selama beberapa bulan atau beberapa tahun. Nyeri
sendi juga perlu ditanyakan karena riwayat nyeri sendi sebelum berumur 40 tahun dengan
riwayat sendi yang membengkak meningkatkan suspek psoriasis atritis.(5)
Psoriasis vulgaris adalah tipe psoriasis yang paling sering didapatkan dengan 90%
dari kasus-kasus psoriasis. Penderita psoriasis umumnya tidak menunjukkan perubahan
keadaan umum, kecuali bila stadium penyakitnya sudah sampai pada eritroderma. Gambaran
klinisnya berupa makula eritem, kemerahan yang timbul tiba-tiba. Makula eritem ini berbatas
tegas dan diatasnya didapati skuama yang mempunyai sifat-sifat khas berwarna putih.
Skuama ini transparan, kering, kasar dan berlapis-lapis. Apabila skuama digores dengan
benda tajam, akan nampak garis putih kabur. Skuama menjadi pecah-pecah mirip lilin.
Psoriasis akan memberi tanda Auspitz, yaitu tampak bintik-bintik darah, pada kulit berwarna
merah apabila skuama yang berlapis-lapis ini dikikis. Psoriasis banyak terlokalisir pada
bagian tubuh yang banyak terkena geseran atau tekanan, terutama pada siku, lutut dan
punggung. Tanda ini juga biasa dijumpai disekitar kuilt kepala, bawah lumbosakral, pinggul,
dan daerah genital.(5)

Gambar 1 A dan B : Fenomena Autpitz(5)

Berdasarkan morfologi dan ukuran lesi, psoriasis kemudiannya menunjukkan


berbagai variasi. Variasi psoriasis dapat dibagi seperti berikut: (6)

Variasi psoriasis
Psoriasis punctata
Psoriasis guttata
Psoriasis numularis
Psoriasis gyrata
Psoriasis folikularis
Psoriasis universalis
Psoriasis inversal

Morfologi
Ukuran lesi sebesar milier
Ukuran lesi sebesar lentikuler
Ukuran lesi sebesar uang logam
Ukuran lesi sebesar daun
Lesi mengikut folikel rambut
Menyerang seluruh permukaan tubuh
Menyerang bagian lipatan tubuh

Gambar 2 : Psoriasis(5)

Gambar 3: Psoriasis inversal(5)

Gambar 4: Psoriasis eritematous(5)

Gambar 5: Psoriasis pustul(5)

Pemeriksaan labotorium yang paling sering untuk konfirmasi diagnosis klinikal


psoriasis adalah biopsi kulit dengan menggunakan pewarnaan hematoxylin-eosin.
Bagaimanapun, pewarnaan tambahan dengan PAS selalu dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan infeksi dermatofit. Selain biopsi kulit, tiada kelainan laboratorium lain yang
lebih spesifik untuk psoriasis. Untuk sebahagian pasien dengan eritridermik psoriasis,
kelainan laboratorium non-spesifik dapat berkembang dan peradangan sistemik perlu
dipantau. Secara spesifik, penurunan albumin adalah indikator penting pada keseimbangan
negatif nitrogen dengan peradangan kronis dan kehilangan protein pada kulit. Peningkatan Creaktif protein, -2-makro-globulin dan sedimen eritrosit mampu menyebabkan aktivitas
penyakit yang lebih rumit. Dalam beberapa kasus, peningkatan serum igA dan kompleks
imun igA dilaporkan, tetapi komplikasi dari penemuan tidak diketahui. (6)

Gambar 6: Gambaran histopatologi kulit pada psoriasis(5)

DIAGNOSIS BANDING
Psoriasis perlu dibedakan daripada dermatomitosis, lupus eritematosus, dermatitis
seboroik, pitiriasis rosea, liken planus, ekzema, dan psorioform sipilid. Penyebaran psoriasis

ada pada permukaan ekstensorterutama pada siku dan lutut serta kulit kepala. Penyebaran
dermatomitosis juga berada di tempat yang sama manakala lupus eritematosus biasanya tidak
berada di daerah ekstensor. Pesakit dengan dermatomitosis mungkin menunjukkan tanda
heliotrope, atropi, poikiloderma dan perubahan di lipatan kuku. Lesi dari lupus diskoid yang
memberat biasanya menunjukkan folikuler hiperkeratosis. Dermatitis seboroik mempunyai
predileksi pada alis, hidung, telinga, daerah sternum dan fleksura. Sisik pada psoriasis putih,
kering dan mengkilat tetapi kekuningan dan berminyak pada dermatitis seboroik. Akan
terlihat tanda Auspitz pada psoriasis yaitu keluar darah dari kapiler apabila sisik dikikis dan
gejala ini tidak berlaku pada seboroik dermatitis.(6) Lesi pada dermatitis seboroik lebih terang,
kurang berbentuk dan dilapisi squama.(4)
Pada pitiriasis rosea, erupsi terdapat pada lengan atas, trunkus dan paha dalam durasi
satu minggu. Lesi biasanya berbentuk oval dan mengikut garis kulit. Herald patch biasanya
terlihat. Liken planus biasanya terjadi pada ekstensor di daerah pergelangan tangan dan
pergelangan kaki. Pada orang berkulit gelap, lesi boleh dianggap sebagai hipopigmentasi. Ciri
utama pada liken planus adalah pembentukan pterigium. (6) Liken simpleks bisa menyerupai
psoriasis karena skuama yang terbentuk di kulit kepala dan siku. Tanda intensifikasi kulit, dan
tanda kegatalan pada siku tiada pada liken simpleks. Pityriasis likenoidus kronik mirip
kepada psoriasis gutata tetapi lesinya kurang tersebar rata, berwarna perang kemerahan atau
oren keperangan dan ditutupi oleh lapisan opak ringan seperti mika.(4)
Ekzema pada tangan dapat menyerupai psoriasis. Pada umumnya lesi psoriasis
biasanya berbatas tegas tetapi adakalanya tidak dapat dibedakan. Papul pada psoriasis
mempunyai infiltrate berwarna kuprum. Tes serologik pada sifilis biasanya positif, dan
patches mukosa dapat terlihatkan.(6) Di awal lesi psoriasis pustular, epidermis biasanya agak
akantitik, sementara psoriasiform hiperplasia lebih persisten. Neutrofils bermigrasi dermis ke
epidermis dan berkumpul di antara stratum korneum dan garis Malphigian membentuk pustul
span.(6)

Gambar 6: Liken planus(5)

Gambar 7 : Dermatitis seboroik (5)

Gambar 8: Pitiriasis Rosea (5)

PENATALAKSANAAN
Psoriasis kebiasaannya diobati dengan terapi lokal. Obat terapi lokal yang diberikan adalah:
i. Kortikosteroid

Glukokortikoids

banyak

mengeluarkan

efek

miriad

dengan

stabilisasi

dan

menyebabkan tranlokasi nuklear pada reseptor glukokortikoid. Topikal glukokortikoid


biasanya menjadi terapi pertama pada psoriasis pada bagian fleksura dan genital di
mana terapi topikal lain akan menyebabkan iritasi. Penggobatan dengan kortikosteroid
amat mudah dan menyenangkan penderita. Obat ini lebih baik diberi secara tertutup
atau bebat.dengan demikian absorbsi obat lebih baik. Obat kortikosteroid berkerja
sebagai antimitosis, antiradang dan vasokonstriktor. Penyembuhan biasa terjadi dalam
2-4 minggu dengan terapi berterusan. Pemakaian kortikosteroin topikal yang lama
boleh menyebabkan atropi telangiektasis striae dan supresi adrenal. (5,6)
ii.

Antralin.
Preparat antralin dikenal dengan nama dithranol atau ciglonin. Obat ini bekerja
menghambat metabolism enzim sel-sel kulit dan mengurangi kecepatan proses
pembelahan sel atau mitosis sel. Antralin sering digunakan pada terapi psoriasis
terutama pada plak yang resistan pada terapi lainnya. Antralin boleh digabung dengan
UVB dan memberi kesan yang baik. Efek samping dari antralin adalah dermatitis
kontak iritan. Terapi klasik antralin bermula dengan konsentrasi rendah (0.05%-0.1%)
dengan pasta pertroleum atau zinc yang diberi sehari sekali. Untuk mencegah
autooksidasi, salisilik asid (1-2%) ditambah. Kepekatannya meningkat setiap minggu
sehingga 4% sehingga lesi menghilang. Psoriasis di kulit kepala harus dirawat dengan
hati-hati karena antralin memberi kesan warna kepada rambut. (5,6)

iii.

Tar arang
Mekanisme sebenar dari obat ini tidak diketahui. Namun, kandungan tar dalam obat ini
membantu dalam supresi sistesis DNA dan mengurangkan aktivitas mitosis pada
stratum basalis, dan juga memberi kesan anti-peradangan. Tar arang dengan konsentrasi
20% boleh dijadikan dalam bentuk krim, ointment dan pasta. Tar arang sering
dikombinasi dengan salisilik asid 2-5% yang menyebabkan absorpsi tar arang yang
lebih baik pada aksi keratolitik. Biasanya pasien akan menjadi sensitif kepada tar arang
dan menyebabkan reaksi alergik. Folikulitis dapat terjadi selepas penggunaan tar arang.
Tar arang mempunyai bau yang kurang menyenangkan, bisa memberi kesan warna
pada pakaian dan bersifat karsinogenik.(5)

iv.

Asam salisilik
Asam salisilik merupakan agen keratolitik topikal. Obat ini mampu mengurangkan
perlengketan keratinosit dan menurunkan pH pada stratum korneum. Asam salisilik ini
juga bisa melunakkan plak yang tejadi pada lesi psoriasis dan memaksimal penyerapan
9

obat lainnya. Karena itu asam salisilik sering digabung dengan obat topikal lainnya
seperti kortikosteroid dan tar arang. Asam salisilik topikal mengurangi keberkesanan
fototerapi UVB dan penyerapan sistemik dapat terjadi terutama terhadap pasien dengan
kelainan hepatik atau fungsi ginjal juga ketika obat ini di oles ke lebih 20% permukaan
tubuh. (5)
Ada juga pasien yang diberi obat-obat sistemik oral, antaranya:
i.

Metotreksat

Efektifitas MTX sangat tinggi untuk kronik plak psoriasis. Obat ini sering digunakan untuk
perawatan dalam jangka masa yang panjang untuk psoriasis yang kronis termasuk psoriasis
eritroderma dan psoriasis pustular. Kali pertama digunakan dalam pengobatan psoriasis,
MTX dijangka berkerja terus untuk menekan hiperproliferasi epidermis melalui inhibasi
dihidrofolat reduktase (DHFR). Bagaimanapun, MTX ternyata lebih efektif pada dosis sangat
rendah (0.1-0.3 mg/kg per minggu) dalam penatalaksanaan psoriasis, psoriasis atritis, dan
peradangan lainnya seperti reumatoid atritis. Pada kepekatan ini, MTX menghalang
proliferasi vitro pada limfosit tetapi bukan proliferasi keratosit. Jadi, inhibisi DHFR bukanlah
mekanisma utama kerja anti-peradangan bagi MTX tetapi lebih kepada inhibisi enzim pada
purine

metabolism

[AICAR

(5-aminoimidazole-4-carboxamide

ribonucleotide)

transformylase]. Akumulasi adenosine ekstraselular yang mempunyai aktifitas poten antiperadangan terjadi, terutama pada neutrofil. (5,6)
ii.
Asitretin
Asitretin adalah generasi kedua retinoid sistemik yang diterima sebagai penatalaksanaan
psoriasis sejak 1997. Secara klinis asitrenin berespons secara monoterapi. Asitretin memicu
pengobatan psoriasis dalam bentuk dosis dependen. Secara keseluruhan, dosis yang tingi di
peringkat awal membantu penyembuhan psoriasis yang cepat. Mekanisma kerja retinoids
untuk psoriasis kurang difahami. Dosis permulaan optimal bagi asitretin adalah 25mg/hari
dan kemudiannya 20-50mg/hari. Pada pemakaian dosis yang lebih tinggi pada dosis awal,
akan berlaku efek samping seperti kehilangan rambut dan paronikia. Kebanyakan pasien
mengalami relapse dalam masa 2 bulan setelah menghentikan pengambilan asitetin. Asitretin
harus dihentikan jika terdapat disfungsi hati, hiperlipidemia, atau idiopatik hiperostosis difus.
(5)

iii.

Siklosporin - menghambat pertumbuhan sel keratinosit

10

Siklosporin A (CsA) adalah siklik unecapeptida alami yang diambil dari fungus
Tolypocladium inflatum Gams. Satu-satunya formulasi yang diterima untuk penatalaksanaan
psoriasis terdapat sebagai cairan oral atau kapsul. Obat ini sangat tinggi tingkat keaktifannya
untuk psoriasis kutan dan juga psoriasis kuku. CsA sangat baik diberi kepada pasien dengan
lesi menyebar dan peradangan hebat. Dosisnya antara 2 hingga 5 mg/kg/hari. Kerana efek
nefrotoksik CsA adalah irreversibel, pemberian CsA harus dihentikan jika terdapat disfungsi
batu ginjal atau terjadi hipertensi. CsA yang menyebabkan hipertensi boleh diobati dengan
kalsium antagonis seperti nifedipine. Efek paling sering didapati pada pasien yang
menggunakan CsA untuk jangka masa pendek adalah neurologis termasuk tremor, nyeri
kepala, parestesia, dan hiperestia. Efek jangka panjang dengan dosis rendah CsA didapati
peningkatan resiko kanker kulit nonmelanoma.(5)
Penanganan psoriasis juga dapat dibantu dengan fototerapi, sinar ultraviolet B, psoralen dan
sinar ultrviolet A, foto excimer, terapi fotodinamik dan terapi klimatik. Obat-obat ini dapat
digabung, dan prinsip penggabungan ini adalah memberikan hasil pengobatan yang lebih
baik, dengan dosis obat yang lebih kecil. Dengan itu, efek samping dari obat juga dapat
diperkecil selain mengurangkan biaya pengobatan.(5)

PROGNOSIS
Umumnya psoriasis berjalan kronik dan residif. Belum ada cara yang memberikan
penyembuhan sempurna. Tetapi dengan penggabungan obat, pengendalian psoriasis menjadi
lebih mudah dan kualitas hidup dapat dipertinggi.(6)

Referensi:
1.
Butler G, Michaels JC, Al-Waili N, Finkelstein M, Allen M, Petrillo R, et al.
Therapeutic effect of hyperbaric oxygen in psoriasis vulgaris: two case reports
and a review of the literature Journal Of Medical Case Report. 2009.
2.
Chew A-L, Maibach HI. Irritant Dermatitis. Phillip M, editor: Springer; 2006.
3.
Erine A. Kupetsky D, MSc, Matthew Keller M. Psoriasis Vulgaris: An
Evidence-Based Guide for Primary Care. JABFM. 2013;6.
4.
Setiawati S, Kadir D, Dewiyanti W, Sungowati NK. Psoriasis Vulgaris Treated
With Topical Corticosteroids. IJDV. 2013;2.

11

5.
Gudjonsson JE, Elde JT. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine.
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors2012.
4620 p.
6.
William D James M, Timothy G. Berger M, Dirk M. Elston M. Andrews'
Diseases Of The Skin Clinical Dermatology: Saunders Elsevier; 2006.
7.
K.Bonish B, J.Nickoloff B. Psoriasis and Psoriatic Arthritis. B.Gordon K,
M.Ruderman E, editors: Springer; 2005.

12

Anda mungkin juga menyukai