Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

MEI 2016

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS : SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)


REFERAT : OBAT ANTI PSIKOTIK

DISUSUN OLEH:
Hanna Dewi Rosalina
C 111 12 064
PEMBIMBING:
dr. Hutomo J.C.
SUPERVISOR:
dr. Theodorus Singara, Sp.KJ (K)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :


Nama

: Hanna Dewi Rosalina

NIM

: C111 12 064

Universitas

: Universitas Hasanuddin

Judul lapsus

: Skizofrenia Paranoid (F20.0)

Judul referat : Obat Anti Psikotik

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


ILMU KEDOKTERAN JIWA Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar,

Supervisor,

Pembimbing,

dr. Theodorus Singara, Sp.KJ (K)

dr. Hutomo J.C.

BAB I

Mei 2016

LAPORAN KASUS
SKIZOFRENIA PARANOID (F 20.0)

IDENTITAS PASIEN
No. Reg / No. Status

: 00-15-13-56

Nama

: Ny. R

Jenis Kelamin

: Perempuan

Tempat / Tgl Lahir

: Ujung Pandang, 2 Februari 1988

Status Perkahwinan

: Belum Menikah

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Tidak ada

Alamat

: Jalan Kapasa Raya RT 004 RW 004

Tanggal masuk RS

: 16 Mei 2016

LAPORAN PSIKIATRIK
1

Riwayat Penyakit
a Keluhan utama dan alasan MRSJ / terapi:
Gelisah
b Riwayat gangguan sekarang, perhatikan:
Keluhan dan gejala
Seorang wanita datang ke UGD RSKD untuk pertama kalinya diantar oleh saudara
perempuannya dengan keluhan gelisah. Gelisah sudah mulai dialami sejak 4 tahun
lalu, namun memberat dalam 1 minggu terakhir. Pasien mudah marah tanpa sebab, suka
mengomel sendiri, dan terkadang memukul keponakannya. Pasien tidak senang melihat
laki-laki, dan marah bila melihat laki-laki tanpa sebab yang jelas. Pasien merasa dibenci
oleh ipar laki-lakinya dan merasa akan dicelakai olehnya. Pasien senang menyendiri
semenjak berpisah rumah dengan suami dan anaknya. Pasien belum pernah
mengunjungi rumah sakit dengan keluhannya dan belum mendapatkan pengobatan.

Hendaya / disfungsi
Hendaya dalam bidang pekerjaan (+)
Hendaya dalam bidang sosial (+)
Hendaya dalam waktu senggang (+)
Faktor stressor psikososial
Pasien sudah sekitar 4 bulan berpisah rumah dengan suaminya. Penyebabnya
adalah masalah rumah tangga yang mana suami pasien berselingkuh dengan
wanita lain dan jarang pulang ke rumah. Sebelum meninggalkan rumahnya, pasien
sempat mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga oleh suaminya. Pasien sering
dibentak dan dipukuli oleh suaminya. Anak pasien ikut dengan mertua dan

suaminya karena kondisi pasien yang tidak mampu mengurusi anaknya sendiri.
Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis

sebelumnya
-Trauma (-)
-Infeksi (-)
-Kejang (-)
-Napza (-)
c Riwayat gangguan sebelumnya
Pasien belum pernah mengalami hal yang sama.
d Riwayat kehidupan peribadi
Riwayat prenatal dan perinatal (0-1 tahun)
Pasien lahir normal, cukup bulan, ditolong oleh bidan di rumah. ASI (+)
Riwayat masa kanak-kanak awal (1-3 tahun)
Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya, pertumbuhan dan perkembangan
pasien baik dan sama seperti pertumbuhan dan perkembangan anak-anak pada
umumnya.

Riwayat masa kanak-kanak pertengahan (4 11 tahun)


Pasien mulai masuk SD, pasien seorang yang pendiam, prestasi tidak
menonjol, teman tidak terlalu banyak, tidak pernah bermasalah di sekolah.
Riwayat masa remaja (12-17 tahun)
Setelah tamat SD pasien melanjutkan diri ke jenjang SMP dan SMA.
Pertumbuhan dan perkembangannya sama dengan remaja lain. Pasien seorang
yang pendiam, tidak memiliki prestasi menonjol di sekolah, pergaulan cukup

luas dan tidak ada masalah dengan teman sebanyanya.


Riwayat masa dewasa (18 tahun sekarang)
Setelah tamat SMA pasien tidak melanjutkan kuliah karena alasan ekonomi
dan sempat bekerja sebagai penjaga toko. Semenjak memiliki masalah rumah

tangga, pasien berhenti bekerja.


Riwayat kehidupan keluarga
Pasien anak keempat dari lima bersaudara (,,,,)
Pasien sudah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki
Hubungan dengan saudara baik, tidak ada masalah
Hubungan dengan orang tua baik, pasien seorang anak yang penurut kepada

orang tua
Pasien pisah rumah dengan suaminya sejak 4 tahun yang lalu karena masalah

rumah tangga, namun statusnya belum bercerai.


Situasi sekarang
Sebelum di rawat inap di RSKD Makassar, pasien tinggal bersama orang tua, adik
perempuannya, suami adiknya, dan keponakan laki-lakinya. Pasien jarang

bersosialisasi dengan tetangga, pasien tidak memiliki aktivitas apapun di rumah.


Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien merasa dirinya baik-baik saja, tidak sedang sakit dan tidak memerlukan
pengobatan apa-apa. Pasien merasa masih serumah dengan suaminya, memiliki
rumah tangga yang harmonis, dan ingin kembali ke rumah suaminya setelah pulang
dari RSKD Makassar.

II. Status Mental


a

Deskripsi umum
1 Penampilan : Tampak seorang perempuan yang kurus, wajah sesuai umur,
perawatan baik, rambut setinggi bahu, menggunakan setelah baju tidur berwarna

biru dan celana panjang berwarna biru.


2 Kesadaran : Berubah
3 Perilaku dan aktivitas psikomotor : Hipoaktif
4 Pembicaraan : Spontan, lancar, intonasi datar
5 Sikap terhadap pemeriksa : Cukup kooperatif
b Keadaan Afektif (mood) perasaan, dan empati, perhatian:
1 Mood: Sulit dinilai
2 Afek : Tumpul

3 Empati : Tidak dapat dirabarasakan


4 Keserasian : Tidak serasi
Fungsi intelektual (kognitif) :
1 Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : SMA, Sesuai dengan

tingkat pendidikan
2 Daya konsentrasi : Cukup baik
3 Orientasi :
Tempat : Cukup baik
Waktu : Cukup baik
Orang : Cukup baik
4 Daya ingat : Daya ingat segera, jangka pendek,jangka panjang baik
5 Pikiran abstrak : Terganggu
6 Bakat kreatif : Tidak ada
7 Kemampuan menolong diri sendiri : Cukup baik
d Gangguan persepsi :
1 Halusinasi : Melihat sesosok wanita, visual (+)
Mendengar bisikan seorang perempuan yang menyuruhnya menyakiti
keponakannya, Auditorik (+)
2 Ilusi : Tidak ada
3 Depersonalisasi : Tidak ada
4 Derealisasi : Tidak ada
Proses berfikir
1 Arus pikiran :
- Produktivitas : Cukup
- Kontinuitas : Relevan, koheren
- Hendaya berbahasa : Tidak ada
2 Isi pikiran :
- Preokupasi : Tidak ada
- Gangguan isi pikir : Pasien merasa dibenci oleh ipar laki-lakinya dan merasa

selalu ingin dicelakai olehnya, Waham curiga (+)


Pengendalian impuls : Terganggu, pasien tidak mampu mengendalikan amarahnya
Daya nilai
1 Norma sosial :Terganggu
2 Uji daya nilai : Terganggu
3 Penilaian realitas : Terganggu
Tilikan (insight) : Pasien tidak merasa sakit dan tidak merasa memerlukan

pengobatan (Tilikan derajat 1)


Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya

f
g

III. Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut :


Pemeriksaan Fisik
-

Status internus : TD:110/70 mmHG N:80x/Menit S:36.5C P: 20x/Menit


Tuliskan pula hal-hal bermakna lainnya yang anda temukan pada pemeriksaan fisik,

pem. Lab dan penunjang lainnya :


- Tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan fisik dan tidak ada hasil laboratorium
IV. Ikhtisar penemuan bermakna

Seorang wanita datang ke UGD RSKD untuk pertama kalinya diantar oleh saudara
perempuannya dengan keluhan gelisah. Gelisah sudah mulai dialami sejak 4 tahun
lalu, namun memberat dalam 1 minggu terakhir. Pasien mudah marah tanpa sebab, suka
mengomel sendiri, dan terkadang memukul keponakannya. Pasien tidak senang melihat
laki-laki, dan membuatnya marah tanpa sebab. Pasien merasa dibenci oleh ipar lakilakinya dan merasa akan dicelakai olehnya. Pasien senang menyendiri semenjak
berpisah rumah dengan suami dan anaknya. Pasien belum pernah mengunjungi rumah
sakit dengan keluhannya dan belum mendapatkan pengobatan.
Perubahan perilaku dialami sejak 4 tahun yang lalu, awalnya pasien selalu
tampak murung, senang menyendiri, sering merasa takut, dan terkadang menangis
sendiri. Hal tersebut terjadi selepas pasien berpisah rumah dengan suaminya karena
kekerasan dalam rumah tangga dan perselingkuhan yang suaminya lakukan.
Pasien mengalami halusinasi visual berupa melihat seorang wanita, dan
mengalami halusinasi auditorik yang mana ia mendengar suara perempuan yang
menyuruhnya menyakiti keponakannya dan mengatakan bahwa pasien seorang
pembohong. Pasien mengalami waham curiga, ia merasa dibenci oleh ipar laki-lakinya
dan merasa akan dicelakai.
Dari autoanamnesis didapatkan status mental berupa kesadaran berubah,
perilaku dan aktivitas psikomotor yang hipoaktif, mood dan afek yang tidak serasi,
halusinasi positif, pikiran abstrak terganggu, arus pikir terganggu, gangguan isi pikir
terganggu, pengendalian impuls terganggu dan daya nilai yang terganggu.
V. Evaluasi Multiaksial

Aksis 1
Dari autoanamnesis dan alloanamnesis didapatkan adanya keluhan utama
gelisah. Pasien sering dilihat gelisah serta pernah dan keponakannya. Keadaan ini
menimbulkan penderitaaan(distress) pada pasien dan keluarganya serta terdapat
hendaya (disability) pada fungsi psikososial, perkerjaan, dan pengunaan waktu
senggang, sehingga dapat disimpulkan pasien menderita gangguan jiwa.
Berdasarkan pemeriksaan status mental didapatkan hendaya berat dalam
menilai realitas dimana didapatkan halusinasi yang berupa visual dam auditorik serta
waham curiga maka dapat disimpulkan pasien menderita gangguan jiwa psikotik.
Berdasarkan status internus dan status neurologis tidak ditemukan adanya
kelainan yang mengindikasikan gangguan medis umum yang menimbulkan gangguan
otak sehingga pasien didiagnosis sebagai gangguan jiwa psikotik non-organik.

Pada pasien ditemukan gangguan persepsi berupa halusinasi visual dan


auditorik. Pasien sering melihat sosok wanita dan mendengar suara yang
memerintahkannya menyakiti diri keponakannya. Waham curiga, bahwa ipar lakilakinya membencinya dan berniat mencelakainya. Berdasarkan PPDGJ III, diagnosis
diarahkan pada skizofrenia.
Adanya waham curiga yang khas didapatkan pada pasien maka berdasarkan
PPDGJ III diagnosis diarahkan pada skizofrenia paranoid (F20.0)

Aksis II
Berdasarkan alloanamnesis, didapatkan keterangan bahwa pasien adalah seorang yang
cenderung peka terhadap hal-hal yang menyedihkan, suka menyimpan sendiri
masalahnya dan tidak pernah diluapkan bahkan dengan saudaranya sendiri. Maka
pasien digolongkan dalam ciri kepribadian paranoid (F60.0)

Aksis III
Tidak ada.

Aksis IV
Pasien mengalami perubahan tingkah laku semenjak berpisah rumah dengan
suaminya, dipicu oleh kekerasan dalam rumah tangga dan perselingkuhan. Dapat
disimpulkan bahwa masalah psikososialnya adalah masalah dengan primary support
group (keluarga)

Aksis V
GAF Scale 50-41, gejala berat (serious), disabilitas berat

VI. Daftar Problem

Organobiologik
Tidak ditemukan adanya kelainan fisis yang bermakna tetapi diduga adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter maka pasien memerlukan psikofarmakologi.

Psikologik
Ditemukan adanya hendaya menilai realitas maka pasien memerlukan psikoterapi.

Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya sosial, hendaya pekerjaan, dan hendaya waktu senggang
sehingga pasien butuh sosioterapi.

VII. Prognosis

Dari hasil alloanamnesis dan autoanamnesis, didapatkan keadaan berikut ini :


Faktor pendukung:
1
2

Adanya dukungan dari keluarga


Pasien patuh dalam meminum obat

Faktor penghambat:
1
2

Awitan usia muda


Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid buruk

Dari faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa prognosis pasien:


Quo Ad Vitam : dubia ad bonam
Quo Ad Functionam : dubia ad malam
Quo Ad Sanationam : Dubia Ad malam
VIII. Rencana Terapi
1. Psikofarmaka :

2.

Haloperidol 1,5 mg , 3 x 1 tablet


Trihexifenidil 2 mg, 2 x tablet

Psikoterapi Supportif

Ventilasi : memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan keluhan dan isi
hati sehingga pasien menjadi lega

Konseling memberikan pengertian kepada pasien tentang penyakitnya dan memahami


kondisinya lebih baik dan menganjurkan untuk berobat teratur

3.

Sosioterapi : memberikan penjelasan pada keluarga pasien dan orang sekitar pasien
untuk memberikan dorongan dan menciptakan lingkungan yang kondusif

IX. Follow up

Memantau keadaan pasien dan perkembangan penyakitnya


Pantau efektivitas terapi dan efek samping yang mungkin terjadi

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan
psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek,
dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya
tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.1
B. Fase Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu. Perjalanan
klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa fase yang
dimulai dari prodromal, fase aktif dan keadaan residual.1
1. Fase Prodomal
- Berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun
- Gangguan dapat berupa Self care, gangguan dalam akademik, gangguan dalam
pekerjaan, gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi.
2. Fase Aktif
- Berlangsung kurang lebih 1 bulan.
- Gangguan dapat berupa gejala psikotik ; Halusinasi, delusi, disorganisasi
proses berfikir, gangguan bicara, gangguan perilaku, disertai kelainan
neurokimiawi.
3. Fase Residual
- Mengalami minimal 2 gejala
- Gangguan afek dan gangguan peran, serangan biasanya berulang.
C. Etiologi
Sampai saat ini penyebab dari gangguan skizofrenia masih belum diketahui secara
pasti. Namun, terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa
penyebab skizofrenia, antara lain :
a. Faktor Genetik
Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan
dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak
kembar satu telur.1
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan
oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom.
Hal ini juga menjelaskan mengapa terdapat gradasi tingkat keparahan pada orang-orang
yang mengalami gangguan skizofrenia (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko

untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah


anggota keluarga yang memiliki penyakit ini.2
b. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut
neurotransmiter,

yaitu

kimiawi

otak

yang

memungkinkan

neuron-neuron

berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal
dari aktivitas neurotransmiter dopamin yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak
atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamin. Neuron dopaminergik
di dalam jalur tersebut berjalan dari badan selnya di otak tengah ke neuron
dopaminoseptif di sistem limbik dan korteks serebral. Banyak ahli yang berpendapat
bahwa aktivitas dopamin yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa
neurotransmiter lain seperti serotonin dan norepinefrin juga memainkan peranan
penting dalam terjadinya skizofrenia.2
c. Model Diatesis-Stress/Psikososial
Satu model untuk intergrasi faktor biologis, faktor psikososial dan lingkungan
adalah model diathesis-stress. Model ini menggambarkan bahwa seseorang mungkin
memiliki suatu kerentanan spesifik (diathesis) yang bila dikenai pengaruh lingkungan
yang menimbulkan stres sehingga muncul gejala skizofrenia. Pada kerentanan terhadap
stress yang paling umum dapat didapatkan secara biologis atau lingkungan atau
keduanya. Komponen lingkungan dapat berupa biologis (contohnya: infeksi) maupun
psikologis (contoh situasi keluarga yang penuh ketegangan atau kematian teman dekat).
Dasar biologis untuk suatu kerentanan dibentuk lebih lanjut oleh pengaruh genetik,
penyalahgunaan zat, stress psikologis, dan trauma.1
d. Neurologikal
Menurut konsep neurobiologikal gangguan jiwa sangat berkaitan dengan
abnormalitas sruktur dari otak atau aktivitas berlebihan di lokasi spesifik yang dapat
menyebabkan atau berkontribusi dalam gangguan jiwa. Sebagai contoh masalah
komunikasi adalah salah satu bagian dari disfungsi secara luas. Hal ini juga diketahui
bahwa hubungan antara nukleus yang mengontrol kognitif, perilaku, dan emosi
terutama terlibat dalam gangguan psikiatri. Serebral korteks, merupakan daerah di otak

yang sangat penting dalam membuat keputusan dan berfikir tingkat tinggi, seperti
pemikiran abstrak.1
Sistem limbik, yang terlibat dalam mengatur perilaku emosional, memori, dan
pembelajaran.3
a. Ganglia basal : mengkoordinasi gerakan.
b. Hipotalamus : meregulasi hormon di tubuh sepeti kebutuhan makan, minum dan seks.
c. Locus ceruleus : membuat sel saraf dapat meregulasi tidur dan terlibat dalam perilaku
dan mood.
d. Substantia nigra : sel yang memproduksi dopamin dan terlibat dalam mengontrol
pergerakkan yang kompleks, berfikir dan respon emosi.
D. Psikopatologi
Penelitian

mutakhir

menyebutkan

bahwa

perubahan-perubahan

pada

neurotransmiter dan reseptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia
dopamin dan serotonin, ternyata mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan perilaku
yang menjelma dalam bentuk gejala-gejala positif dan negatif skizofrenia.3
Gejala Negatif
-Alogia
-Afek datar
-Avolition apatis
-Anhedonia associality

Gejala Positif
-Halusinasi
-Delusi
-Tingkah laku aneh
-Gangguan berpikir positif formal
-Gangguan attensi
Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi di atas, dalam

penelitian dengan menggunakan CT Scan otak, ternyata ditemukan pula perubahan


pada anatomi otak pasien, terutama pada penderita kronis. Perubahannya ada pada
pelebaran lateral ventrikel, atrofi korteks bagian depan, dan atrofi otak kecil
(cerebellum).3
E. Klasifikasi
Subtipe skizofrenia menurut DSM-IV :
1. Tipe paranoid (F 20.0)
DSM IV menyebutkan bahwa tipe paranoid ditandai oleh keasikan (preokupasi)
pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang sering dan tidak ada perilaku
spesifik lain yang mengarahkan pada tipe terdisorganisasi atau katatonik. Secara
klasik, skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya waham kejar atau
waham kebesaran. Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua dari pada
pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode

pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya
mencapai kehidupan sosial yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya.
Selain itu, kekuatan ego pasien paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik
dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat
dari kemampuan mentalnya, respon emosional dan perilakunya dibandingkan tipe lain
pada pasien skizofrenik.1
Pasien skizofrenik paranoid tipikalnya adalah tegang, pencuriga, berhati-hati dan
tak ramah. Mereka juga dapat bersikap bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik
paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka sendiri secara adekuat di
dalam situasi sosial. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan
psikosis mereka dan tetap berfungsi secara baik.1
2. Tipe Hebefrenik atau Disirganisasi (F 20.1)
Tipe disorganisasi sebelumnya dinamakan hebrefenik ditandai oleh regresi yang
nyata ke perilaku primitif, perilaku yang tidak dapat dihambat dan tidak teratur, serta
tidak adanya gejala yang memenuhi kriteria untuk tipe katatonik. Onset biasanya
terjadi awal, sebelum usia 25 tahun. Pasien terdisorganisasi biasanya aktif tetapi
dengan cara yang tidak bertujuan dan tidak konstruktif. Gangguan pikiran mereka
adalah hal yang paling menonjol dan kontaknya buruk terhadap kenyataan.
Penampilan pribadinya dan perilaku sosialnya rusak. Respon emosionalnya sesuai dan
mereka sering kali meledak tertawanya tanpa alasan. Wajah yang meringis dan
menyeringai paling sering ditemukan pada tipe pasien ini, perilaku tersebut paling
baik digambarkan sebagai kekanak-kanakan atau bodoh.1
3. Tipe Katatonik (F 20.3)
Ciri klasik dari tipe katatonik adalah gangguan nyata pada fungsi motorik yang
mungkin berupa stupor, negativisme, rigiditas, kegembiraan atau posturing. Kadangkadang pasien menunjukkan perubahan yang cepat antara kegembiraan dan stupor.
Ciri penyerta adalah stereotipik, manerisme, dan fleksibilitas lilin. Mutisme adalah
yang paling sering ditemukan. Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien
skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai
dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin diperlukan karena adanya
malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia atau cidera yang disebabkan oleh diri sendiri.1
4. Depresi Pasca-skizofrenia (F 20.4)
Pedoman Diagnostik
a. Diagnosis harus ditegakkan hanya jika :
1) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini

2) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya), dan
3) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit
kriteria untuk episode depresif dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2
minggu
b. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi
Episode Depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis harus
tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai (F 20.0 F 20.3).4
5. Tipe Residual (F 20.5)
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus-menerus adanya
gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang
cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan sosial,
perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis dan asosiasi longgar ringan adalah gejala
yang sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan,
maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai oleh afek yang kuat.1
6. Skizofrenia Simpleks (F. 20.6)
a. Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung
pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari:
1. Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik.
2. Disertai dengan perubahan perilaku pribadi yang bermakna bermanifestasi
sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan
hidup, dan penarikan diri secara social
b. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia
lainnya.4
7. Tipe tidak tergolongkan (undifferentiated type)
Sering kali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan
kedalam salah satu tipe. DSM-IV mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe
tidak tergolongkan. Kriteria diagnosis DSM-IV untuk skizofrenia memerlukan onset
gangguan, satu atau lebih bidang fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal atau perawatan diri sendiri.1
8. Tipe I dan tipe II
Ditahun 1980 T.J.Crown mengajukan suatu klasifikasi pasien skizofrenik ke
dalam tipe I dan tipe II. Perbedaan klinis dari kedua tipe tersebut telah secara
bermakna mempengaruhi penelitian psikiatrik. Gejala negatif yang timbul yaitu afek
datar atau tumpul, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan, penghambatan
(blocking), penampilan yang buruk, tidak adanya motivasi, anhedonia, penarikan

sosial, defek kognitif dan defisit perhatian. Gejala positif adalah asosiasi longgar,
halusinasi, perilaku aneh dan bertambah banyaknya pembicaraan. Pasien tipe I
cenderung memiliki sebagian besar gejala positif, struktur otak yang normal pada
CT, dan respons yang relatif baik terhadap pengobatan. Pada pasien tipe II cenderung
memiliki sebagian besar gejala negatif, kelainan struktural otak pada pemeriksaan
CT dan respon yang buruk terhadap pengobatan.1
9. Sub tipe Lain
Nama dari beberapa sub tipe lain tersebut adalah menjelaskan katanya sendiri
(self-explanatory) sebagai contoh: onset akhir (late-onset), masa anak-anak dan
proses. Skizofrenia onset akhir bisanya didefinisikan sebagai skizofrenia yang
mempunyai onset setelah usia 45 tahun. Skizofrenia dengan onset yang terjadi pada
masa anak-anak (childhood schizophrenia). Skizofrenia proses yang berarti
skizofrenia dengan perjalanan yang menimbulkan kecacatan dan keruntuhan.1
F. Diagnosis
DSM IV mempunyai kriteria diagnosis resmi dari American Psychiatric
Association untuk skizofrenia: 1
Kriteria Diagnostik Skizofrenia
A. Gejala karakteristik: Dua atau lebih berikut, masing-masing ditemukan untuk
bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika pengobatan
berhasil):
(1) Waham
(2) Halusinasi
(3) Bicara disorganisasi (misalnya, sering menyimpang atau inkoheren)
(4) Perilaku disorganisasi atau katatonik yang jelas
(5) Gejala negatif, yaitu afek datar, alogia atau tidak ada kemauan (avolition)
Catatan : hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah bizzare
(kacau) atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengomentari perilaku
atau pikiran pasien atau dua atau lebih suara yang saling bercakap-cakap satu sama
lainnya.
B. Disfungsi sosial/pekerjaan: Untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset
gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal atau
perawatan diri adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika
onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian
interpersonal, akademik atau pekerjaan yang diharapkan)

C. Durasi: tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan.


Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau kurang jika
pengobatan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu gejala fase aktif) dan mungkin
termasuk periode gejala prodomal atau residual. Selama periode prodomal atau
residual tanda gangguan mungkin hanya gejala negatif saja atau dua atau lebih gejala
yang dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang lebih lemah (misalnya, keyakinan
yang aneh, pengalaman atau persepsi yang tidak lazim).
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood. Gangguan skizoafektif
dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena: (1) tidak ada
episode depresif berat, manik atau campuran yang telah terjadi bersama-sama dengan
gejala fase aktif atau (2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi
totalnya adalah relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum: gangguan tidak disebabkan oleh efek
fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalah gunakan) atau suatu
kondisi medis umum
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif. Jika terdapat adanya riwayat
gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosis tambahan
skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang menonjol juga ditemukan
untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang jika diobati secara berhasil).
Klasifikasi perjalanan penyakit longitudinal (dapat diterapkan hanya setelah
sekurangnya 1 tahun sejak onset awal gejala fase aktif);
Episodik dengan gejala residual antar episode (episode didefinisikan oleh timbulnya
kembali gejala psikotik yang menonjol), juga sebutkan jika dengan gejala negatif yang
menonjol
Episode tanpa gejala residual antar episodik
Episode tunggal dalam remisi parsial, juga dengan gejala negatif yang menonjol
Episode tunggal dalam remisi penuh
Pola lain atau tidak ditentukan

G.

Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan
kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.
1. Farmakoterapi5
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan
gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama:
antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin.
a. Antagonis Reseptor Dopamin
Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama terhadap
gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama. Pertama, hanya
presentase kecil pasien yang cukup terbantu untuk dapat memulihkan fungsi mental
normal secara bermakna. Kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek
samping yang mengganggu dan serius. Efek yang paling sering mengganggu adalah
akatisia adan gejala lir-parkinsonism berupa rigiditas dan tremor. Efek potensial serius
mencakup diskinesia tarda dan sindrom neuroleptik maligna.5
b. Antagonis Serotonin-Dopamin (SDA)
SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang minimal atau tidak ada, berinteraksi
dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding antipsikotik standar, dan
mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat. Obat ini juga menghasilkan
efek samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif
dalam menangani gejala negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat
antipsikotik atipikal ini tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran
yang lebih luas dibanding agen antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal.
Golongan ini setidaknya sama efektifnya dengan haloperidol untuk gejala positif
skizofrenia, secara unik efektif untuk gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada,
menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya
adalah klozapin, risperidon, olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat
ini tampaknya akan menggantikan antagonis reseptor dopamin, sebagai obat lini
pertama untuk penanganan skizofrenia.5
Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen antipsikotik, pada
subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah penggunaan
antipsikotik. Pada banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan mengobati keadaan
skizofrenia.
Kategori obat: Antipsikotik memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.5
Haloperidol (Haldol)

Digunakan untuk manajemen psikosis, saraf motorik dan suara pada anak dan orang
dewasa. Mekanisme tidak secara jelas ditentukan, tetapi merupakan competively
blocking

postsynaptic

dopamine

(D2)

reseptor

dalam

sistem

mesolimbik

dopaminergik, dengan meningkatnya pergantian dopamin untuk efek penenang.


Dengan terapi subkronik, depolarisasi dan D2 postsinaptik dapat memblokir aksi
antipsikotik.
Risperidone (Risperdal) Monoaminergik selektif mengikat reseptor D2 dopamin
selama 20 menit, afinitasnya lebih rendah dibandingkan reseptor 5-HT2. Juga
mengikat reseptor alfa1-adrenergik dengan afinitas lebih rendah dari H1-histaminergik
dan reseptor alpha2-adrenergik. Memperbaiki gejala negatif pada psikosis dan
menurunkan kejadian pada efek ekstrpiramidal.
Olanzapine (Zyprexa)
Antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang melintasi sistem reseptor
(seperti serotonin, dopamin, kolinergik, muskarinik, alpha adrenergik, histamin). Efek
antipsikotik berupa perlawanan terhadap dopamin dan reseptor serotonin tipe-2.
Diindikasikan untuk pengobatan psikosis dan gangguan bipolar.
Clozapine (Clozaril)
Memblokir aktifitas reseptor D2 dan D1, tetapi memiliki efek dalam menghambat
nonadrenolitik, antikolinergik, antihistamin secara signifikan, tepatnya antiserotonin.
Resiko terbatasnya penggunaan agranulositosis pada pasien nonresponsif atau agen
neuroleptik klasik tidak ditoleransi.
Quetiapine (Seroquel)
Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka panjang. Mampu melawan efek
dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih awal antipsikotik termasuk efek
antikolinergik dan kurangnya distonia, parkinsonism, dan tardif diskinesia.
Aripiprazole (Abilify)
Memperbaiki gejala positif dan negatif skizofrenia. Mekanisme kerjanya belum
diketahui, tetapi hipotesisnya berbeda dari antipsikotik lainnya. Aripiprazole
menimbulkan parsial dopamin (D2) dan serotonin (5HT1A) agonis, dan antagonis
serotonin (5HT2A).
2. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis,

dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau
hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan
pas jalan di rumah sakit.1
3. Terapi berorientasi keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia sering kali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluarga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali,
anggota keluarga, di dalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang
terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang
terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga
dan pasien mengerti skizofrenia

tanpa menjadi

terlalu mengecilkan

hati.1

4. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok
efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin
dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu
bagi pasien skizofrenia.1
5. Psikoterapi individual
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatan pasien non-psikotik. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia,
perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah
sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan
nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang
berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.1
6. Perawatan di Rumah Sakit
Indikasi utama perawatan rumah

sakit

adalah

untuk

tujuan

diagnostik,

menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau

membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi


kebutuhan dasar.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari
keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana
pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah
kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan
di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan
termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang
membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.

BAB III
PEMBAHASAN
Dari autoanamnesis dan alloanamnesis didapatkan adanya keluhan utama gelisah.
Pasien sering dilihat gelisah serta pernah dan keponakannya. Keadaan ini menimbulkan
penderitaaan(distress) pada pasien dan keluarganya serta terdapat hendaya (disability) pada
fungsi psikososial, pekerjaan, dan pengunaan waktu senggang, sehingga dapat disimpulkan
pasien menderita gangguan jiwa.
Berdasarkan pemeriksaan status mental didapatkan hendaya berat dalam menilai realitas
dimana didapatkan halusinasi yang berupa visual dam auditorik serta waham curiga maka
dapat disimpulkan pasien menderita gangguan jiwa psikotik.
Berdasarkan status internus dan status neurologis tidak ditemukan adanya kelainan yang
mengindikasikan gangguan medis umum yang menimbulkan gangguan otak sehingga pasien
didiagnosis sebagai gangguan jiwa psikotik non-organik.
Pada pasien ditemukan gangguan persepsi berupa halusinasi visual dan auditorik. Pasien
sering melihat sosok wanita dan mendengar suara yang memerintahkannya menyakiti diri
keponakannya. Waham curiga, bahwa ipar laki-lakinya membencinya dan berniat
mencelakainya. Berdasarkan PPDGJ III, diagnosis diarahkan pada skizofrenia.
Adanya waham curiga yang khas didapatkan pada pasien maka berdasarkan PPDGJ III
diagnosis diarahkan pada skizofrenia paranoid (F20.0).
Pada pasien ini diberikan haloperidol tablet yaitu obat antipsikotik tipikal. Haloperidol
terutama bekerja pada reseptor D2, memiliki beberapa efek pada reseptor 5-HT2 dan 1,
namun tidak bekerja pada reseptor D1. Haloperidol memperlihatkan antipsikotik yang kuat
dan selektif untuk fase mania penyakit manik depresif pasien skizofrenia. Efek
ekstrapiramidal memiliki insiden tinggi pada pemakaian obat ini, terutama pada penderita usia
muda. Dosis anjurannya adalah Haloperidol tersedia dalam bentuk tablet 0,5 mg dan 1,5 mg
selain itu juga tersedia dalam bentuk sirup 5 mg/100ml dan ampul 5mg/ml.
Tablet trihexyphenidyl diberikan jika efek ekstrapiramidal muncul. Gejala tersebut
seperti distonia akut, akatisia dan sindrom parkinsonisme (tremor,bradikinesia,rigiditas). Obat
ini tergolong obat antikolinergik sehingga efek terhadap gejala ektrapiramidal.Pada pasien ini
sudah tepat untuk pengobatan gejala psikotiknya dengan diberikan antipsikotik untuk
menghilangkan gejala positif yang ada pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Buchanan RW, Carpenter WT. Concept of Schizophrenia. In: Sadock BJ, Sadock VA, eds.
Kaplan & Sadock`s Comprehensive Textbook of Psychiatry. 8th ed. Philadhelpia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2005
2. Durland VM, and Barlow DH. 2007. Essentials of Abnormal Psychology. 3rd edition
Pacific Grove, CA: Wadsworth
3. Iyus Yosep. Faktor Penyebab dan Proses Terjadinya Gangguan Jiwa. Available at :
http://resources.unpad.ac.id/unpad
4. Maslim R. (editor). 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
5. Maslim R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya
6. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. 2003. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku
Psikiatri Klinis Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.
7. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi dan
Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2012

AUTOANAMNESA (20 MEI 2016)


DM: Dokter Muda

P: Pasien

DM : Assalamualaikum Ibu, perkenalkan diri saya dokter muda Hanna, kalau boleh tau,
siapa nama ta?
P

: R dok.

DM : Bu, bagaimana kabarta hari ini?


P

: Baik-baikji dok

DM : Ibu dimana rumahta?


P

: Jalan Cakalang dok.

DM : Umurta berapa dan sudahmaki menikah?


P

: 28 dok, sudah menikah, 1 anakku di rumah.

DM : Apa pekerjaanta Bu?


P

: Nda ada sekarang dok, dulu karyawan di toko Top Mode.

DM : Bu, kita tau kenapa ki dibawa ke sini?


P

: Tidak tau dok, katanya adekku disuruhka tinggal menginap dulu disini supaya tenangtenangka.

DM : Tidak tenangki di rumah kah Bu?


P

: Mungkin karena sukaka ngomel-ngomel dok.

DM : Ngomel kenapa Bu?


P

: Tidak tau dok.

DM : Ada bikinki marah Bu?


P

: Ada bisik-bisik di telingaku dok, nasuruh-suruhka, bilang pukulki keponakanmu,


kadang naperintah-perintahka pergi mandi, atau pergi keluar rumah. (halusinasi
auditorik)

DM : Tidak naceritaiki atau nakomentariki itu suara bu?


P

: Nasuruh-suruhka dok.

DM : Suaranya laki-laki atau perempuan. Satu orang atau banyak? Bisa kita ceritakan?
P

: Satu suara saja, perempuan, jelas. Dia bilang pukuli keponakanmu, padahal tidak adaji
keponakanku bikin apa-apa. Kadang nasuruhka pergi mandi, padahal sudahma mandi.

DM : Ibu kenal suaranya?


P

: Nda kenal, nda tau.

DM : Ibu rasa suaranya datang dari mana ? Dari dalam tubuh atau diluar?
P

: Dari luar dok.

DM : Bisa dilihat orangnya?


P

: Tidak ada orangnya dok, Cuma kadang ada perempuan kuliat, cantik sekali, mungkin
setan itu tapi cantik sekali. (halusinasi visual)

DM : Sejak kapan dan di mana munculnya?


P

: Di rumah ada, tapi disini tidak ada dia, Cuma suaranya masih nasuruhka pergi mandi,
pergi keluar jalan-jalan.

DM : Kalau keluargata dengar nda suara dan lihat perempuan itu?


P

: Tidak dok, tidak ada yang percaya.

DM : Sebelumnya pernah nda ada kejadian yang bikin kita jadi kayak begini?
P

: Nda tau.

DM : Pernah ada rasa yang masuki tubuh ta? Kayak kesurupan?


P

: Nda adaji dok, Cuma kadang-kadang mauka keluar rumah sendiri tidak tauka
alasannya kenapa.

DM : Ibu ada masalahta dengan orang lain?


P

: Tidak adaji dok.

DM : Dengan suami misalnya?


P

: Tidak adaji dok, baik-baikka dengan suamiku. (hendaya menilai realitas)

DM : Kalau orang lain?


P

: Iparku, suaminya Yuliani kadangka mau natendang dok, padahal tidak adaji salahku,
nabencika suaminya. (waham curiga)

DM
P

: Pernahki nacelakai kah Bu?


: Tidakji dok, tapi yakinka nabencika itu iparku.

DM : Bisaki tidur nyenyak?


P
DM
P

: iya dok.
: Ada mimpita? Bisaki ceritakan?
: Tidak adaji kayaknya dok.

DM : Apa yang kita pikir dan rasa sekarang?


P

: Mau ka pulang dok, bosan ka disini, saya cuma duduk saja di lantai.

DM : Mauki pulang kemana Bu?


P

: Ke rumahku, ada suami sama anakku di rumah dok.

DM : Bagaimana hubunganta dengan suamita sebelum ke siniki Bu? Ada masalah?


P

: Baikji dok, tidak adaji masalah.

DM : Gimana nafsu makannya, bagus ji? Kenapa kurus sekali badannya?


P

: Malaska makan dok

DM : Obat yang dikasiki, rajinjaki makan?


P

: iya dok.

DM : Bu, saya tanya ki di, masih ingat nama saya?


P

: Dokter Hanna

DM : seratus dikurang tujuh?


P

: sembilan puluh.... sembilan puluh tiga dok

DM : Dikurang tujuh lagi?


P

: eee.... delapan puluh enam dok

DM : Sekarang kita lagi di mana? Hari apa sekarang?


P

: Di ruangan Dok, di rumah sakit, hari Jumat.

DM : Kalau misalnya lihatki dompet di jalan, apa kita bikin?


P

: Kuambil, kusimpan dok

DM : Oh iya Ibu, terima kasih banyak atas waktuta, teraturki minum obatta di.
P

: Dok, bilangi suamiku suruh cepat jemputka na.

DM : Iya Ibu.

Anda mungkin juga menyukai