MEI 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
DISUSUN OLEH:
Hanna Dewi Rosalina
C 111 12 064
PEMBIMBING:
dr. Hutomo J.C.
SUPERVISOR:
dr. Theodorus Singara, Sp.KJ (K)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
LEMBAR PENGESAHAN
NIM
: C111 12 064
Universitas
: Universitas Hasanuddin
Judul lapsus
Makassar,
Supervisor,
Pembimbing,
BAB I
Mei 2016
LAPORAN KASUS
SKIZOFRENIA PARANOID (F 20.0)
IDENTITAS PASIEN
No. Reg / No. Status
: 00-15-13-56
Nama
: Ny. R
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status Perkahwinan
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Tidak ada
Alamat
Tanggal masuk RS
: 16 Mei 2016
LAPORAN PSIKIATRIK
1
Riwayat Penyakit
a Keluhan utama dan alasan MRSJ / terapi:
Gelisah
b Riwayat gangguan sekarang, perhatikan:
Keluhan dan gejala
Seorang wanita datang ke UGD RSKD untuk pertama kalinya diantar oleh saudara
perempuannya dengan keluhan gelisah. Gelisah sudah mulai dialami sejak 4 tahun
lalu, namun memberat dalam 1 minggu terakhir. Pasien mudah marah tanpa sebab, suka
mengomel sendiri, dan terkadang memukul keponakannya. Pasien tidak senang melihat
laki-laki, dan marah bila melihat laki-laki tanpa sebab yang jelas. Pasien merasa dibenci
oleh ipar laki-lakinya dan merasa akan dicelakai olehnya. Pasien senang menyendiri
semenjak berpisah rumah dengan suami dan anaknya. Pasien belum pernah
mengunjungi rumah sakit dengan keluhannya dan belum mendapatkan pengobatan.
Hendaya / disfungsi
Hendaya dalam bidang pekerjaan (+)
Hendaya dalam bidang sosial (+)
Hendaya dalam waktu senggang (+)
Faktor stressor psikososial
Pasien sudah sekitar 4 bulan berpisah rumah dengan suaminya. Penyebabnya
adalah masalah rumah tangga yang mana suami pasien berselingkuh dengan
wanita lain dan jarang pulang ke rumah. Sebelum meninggalkan rumahnya, pasien
sempat mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga oleh suaminya. Pasien sering
dibentak dan dipukuli oleh suaminya. Anak pasien ikut dengan mertua dan
suaminya karena kondisi pasien yang tidak mampu mengurusi anaknya sendiri.
Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis
sebelumnya
-Trauma (-)
-Infeksi (-)
-Kejang (-)
-Napza (-)
c Riwayat gangguan sebelumnya
Pasien belum pernah mengalami hal yang sama.
d Riwayat kehidupan peribadi
Riwayat prenatal dan perinatal (0-1 tahun)
Pasien lahir normal, cukup bulan, ditolong oleh bidan di rumah. ASI (+)
Riwayat masa kanak-kanak awal (1-3 tahun)
Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya, pertumbuhan dan perkembangan
pasien baik dan sama seperti pertumbuhan dan perkembangan anak-anak pada
umumnya.
orang tua
Pasien pisah rumah dengan suaminya sejak 4 tahun yang lalu karena masalah
Deskripsi umum
1 Penampilan : Tampak seorang perempuan yang kurus, wajah sesuai umur,
perawatan baik, rambut setinggi bahu, menggunakan setelah baju tidur berwarna
tingkat pendidikan
2 Daya konsentrasi : Cukup baik
3 Orientasi :
Tempat : Cukup baik
Waktu : Cukup baik
Orang : Cukup baik
4 Daya ingat : Daya ingat segera, jangka pendek,jangka panjang baik
5 Pikiran abstrak : Terganggu
6 Bakat kreatif : Tidak ada
7 Kemampuan menolong diri sendiri : Cukup baik
d Gangguan persepsi :
1 Halusinasi : Melihat sesosok wanita, visual (+)
Mendengar bisikan seorang perempuan yang menyuruhnya menyakiti
keponakannya, Auditorik (+)
2 Ilusi : Tidak ada
3 Depersonalisasi : Tidak ada
4 Derealisasi : Tidak ada
Proses berfikir
1 Arus pikiran :
- Produktivitas : Cukup
- Kontinuitas : Relevan, koheren
- Hendaya berbahasa : Tidak ada
2 Isi pikiran :
- Preokupasi : Tidak ada
- Gangguan isi pikir : Pasien merasa dibenci oleh ipar laki-lakinya dan merasa
f
g
Seorang wanita datang ke UGD RSKD untuk pertama kalinya diantar oleh saudara
perempuannya dengan keluhan gelisah. Gelisah sudah mulai dialami sejak 4 tahun
lalu, namun memberat dalam 1 minggu terakhir. Pasien mudah marah tanpa sebab, suka
mengomel sendiri, dan terkadang memukul keponakannya. Pasien tidak senang melihat
laki-laki, dan membuatnya marah tanpa sebab. Pasien merasa dibenci oleh ipar lakilakinya dan merasa akan dicelakai olehnya. Pasien senang menyendiri semenjak
berpisah rumah dengan suami dan anaknya. Pasien belum pernah mengunjungi rumah
sakit dengan keluhannya dan belum mendapatkan pengobatan.
Perubahan perilaku dialami sejak 4 tahun yang lalu, awalnya pasien selalu
tampak murung, senang menyendiri, sering merasa takut, dan terkadang menangis
sendiri. Hal tersebut terjadi selepas pasien berpisah rumah dengan suaminya karena
kekerasan dalam rumah tangga dan perselingkuhan yang suaminya lakukan.
Pasien mengalami halusinasi visual berupa melihat seorang wanita, dan
mengalami halusinasi auditorik yang mana ia mendengar suara perempuan yang
menyuruhnya menyakiti keponakannya dan mengatakan bahwa pasien seorang
pembohong. Pasien mengalami waham curiga, ia merasa dibenci oleh ipar laki-lakinya
dan merasa akan dicelakai.
Dari autoanamnesis didapatkan status mental berupa kesadaran berubah,
perilaku dan aktivitas psikomotor yang hipoaktif, mood dan afek yang tidak serasi,
halusinasi positif, pikiran abstrak terganggu, arus pikir terganggu, gangguan isi pikir
terganggu, pengendalian impuls terganggu dan daya nilai yang terganggu.
V. Evaluasi Multiaksial
Aksis 1
Dari autoanamnesis dan alloanamnesis didapatkan adanya keluhan utama
gelisah. Pasien sering dilihat gelisah serta pernah dan keponakannya. Keadaan ini
menimbulkan penderitaaan(distress) pada pasien dan keluarganya serta terdapat
hendaya (disability) pada fungsi psikososial, perkerjaan, dan pengunaan waktu
senggang, sehingga dapat disimpulkan pasien menderita gangguan jiwa.
Berdasarkan pemeriksaan status mental didapatkan hendaya berat dalam
menilai realitas dimana didapatkan halusinasi yang berupa visual dam auditorik serta
waham curiga maka dapat disimpulkan pasien menderita gangguan jiwa psikotik.
Berdasarkan status internus dan status neurologis tidak ditemukan adanya
kelainan yang mengindikasikan gangguan medis umum yang menimbulkan gangguan
otak sehingga pasien didiagnosis sebagai gangguan jiwa psikotik non-organik.
Aksis II
Berdasarkan alloanamnesis, didapatkan keterangan bahwa pasien adalah seorang yang
cenderung peka terhadap hal-hal yang menyedihkan, suka menyimpan sendiri
masalahnya dan tidak pernah diluapkan bahkan dengan saudaranya sendiri. Maka
pasien digolongkan dalam ciri kepribadian paranoid (F60.0)
Aksis III
Tidak ada.
Aksis IV
Pasien mengalami perubahan tingkah laku semenjak berpisah rumah dengan
suaminya, dipicu oleh kekerasan dalam rumah tangga dan perselingkuhan. Dapat
disimpulkan bahwa masalah psikososialnya adalah masalah dengan primary support
group (keluarga)
Aksis V
GAF Scale 50-41, gejala berat (serious), disabilitas berat
Organobiologik
Tidak ditemukan adanya kelainan fisis yang bermakna tetapi diduga adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter maka pasien memerlukan psikofarmakologi.
Psikologik
Ditemukan adanya hendaya menilai realitas maka pasien memerlukan psikoterapi.
Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya sosial, hendaya pekerjaan, dan hendaya waktu senggang
sehingga pasien butuh sosioterapi.
VII. Prognosis
Faktor penghambat:
1
2
2.
Psikoterapi Supportif
Ventilasi : memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan keluhan dan isi
hati sehingga pasien menjadi lega
3.
Sosioterapi : memberikan penjelasan pada keluarga pasien dan orang sekitar pasien
untuk memberikan dorongan dan menciptakan lingkungan yang kondusif
IX. Follow up
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan
psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek,
dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya
tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.1
B. Fase Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu. Perjalanan
klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa fase yang
dimulai dari prodromal, fase aktif dan keadaan residual.1
1. Fase Prodomal
- Berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun
- Gangguan dapat berupa Self care, gangguan dalam akademik, gangguan dalam
pekerjaan, gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi.
2. Fase Aktif
- Berlangsung kurang lebih 1 bulan.
- Gangguan dapat berupa gejala psikotik ; Halusinasi, delusi, disorganisasi
proses berfikir, gangguan bicara, gangguan perilaku, disertai kelainan
neurokimiawi.
3. Fase Residual
- Mengalami minimal 2 gejala
- Gangguan afek dan gangguan peran, serangan biasanya berulang.
C. Etiologi
Sampai saat ini penyebab dari gangguan skizofrenia masih belum diketahui secara
pasti. Namun, terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa
penyebab skizofrenia, antara lain :
a. Faktor Genetik
Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan
dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak
kembar satu telur.1
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan
oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom.
Hal ini juga menjelaskan mengapa terdapat gradasi tingkat keparahan pada orang-orang
yang mengalami gangguan skizofrenia (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko
yaitu
kimiawi
otak
yang
memungkinkan
neuron-neuron
berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal
dari aktivitas neurotransmiter dopamin yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak
atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamin. Neuron dopaminergik
di dalam jalur tersebut berjalan dari badan selnya di otak tengah ke neuron
dopaminoseptif di sistem limbik dan korteks serebral. Banyak ahli yang berpendapat
bahwa aktivitas dopamin yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa
neurotransmiter lain seperti serotonin dan norepinefrin juga memainkan peranan
penting dalam terjadinya skizofrenia.2
c. Model Diatesis-Stress/Psikososial
Satu model untuk intergrasi faktor biologis, faktor psikososial dan lingkungan
adalah model diathesis-stress. Model ini menggambarkan bahwa seseorang mungkin
memiliki suatu kerentanan spesifik (diathesis) yang bila dikenai pengaruh lingkungan
yang menimbulkan stres sehingga muncul gejala skizofrenia. Pada kerentanan terhadap
stress yang paling umum dapat didapatkan secara biologis atau lingkungan atau
keduanya. Komponen lingkungan dapat berupa biologis (contohnya: infeksi) maupun
psikologis (contoh situasi keluarga yang penuh ketegangan atau kematian teman dekat).
Dasar biologis untuk suatu kerentanan dibentuk lebih lanjut oleh pengaruh genetik,
penyalahgunaan zat, stress psikologis, dan trauma.1
d. Neurologikal
Menurut konsep neurobiologikal gangguan jiwa sangat berkaitan dengan
abnormalitas sruktur dari otak atau aktivitas berlebihan di lokasi spesifik yang dapat
menyebabkan atau berkontribusi dalam gangguan jiwa. Sebagai contoh masalah
komunikasi adalah salah satu bagian dari disfungsi secara luas. Hal ini juga diketahui
bahwa hubungan antara nukleus yang mengontrol kognitif, perilaku, dan emosi
terutama terlibat dalam gangguan psikiatri. Serebral korteks, merupakan daerah di otak
yang sangat penting dalam membuat keputusan dan berfikir tingkat tinggi, seperti
pemikiran abstrak.1
Sistem limbik, yang terlibat dalam mengatur perilaku emosional, memori, dan
pembelajaran.3
a. Ganglia basal : mengkoordinasi gerakan.
b. Hipotalamus : meregulasi hormon di tubuh sepeti kebutuhan makan, minum dan seks.
c. Locus ceruleus : membuat sel saraf dapat meregulasi tidur dan terlibat dalam perilaku
dan mood.
d. Substantia nigra : sel yang memproduksi dopamin dan terlibat dalam mengontrol
pergerakkan yang kompleks, berfikir dan respon emosi.
D. Psikopatologi
Penelitian
mutakhir
menyebutkan
bahwa
perubahan-perubahan
pada
neurotransmiter dan reseptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia
dopamin dan serotonin, ternyata mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan perilaku
yang menjelma dalam bentuk gejala-gejala positif dan negatif skizofrenia.3
Gejala Negatif
-Alogia
-Afek datar
-Avolition apatis
-Anhedonia associality
Gejala Positif
-Halusinasi
-Delusi
-Tingkah laku aneh
-Gangguan berpikir positif formal
-Gangguan attensi
Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi di atas, dalam
pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya
mencapai kehidupan sosial yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya.
Selain itu, kekuatan ego pasien paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik
dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat
dari kemampuan mentalnya, respon emosional dan perilakunya dibandingkan tipe lain
pada pasien skizofrenik.1
Pasien skizofrenik paranoid tipikalnya adalah tegang, pencuriga, berhati-hati dan
tak ramah. Mereka juga dapat bersikap bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik
paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka sendiri secara adekuat di
dalam situasi sosial. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan
psikosis mereka dan tetap berfungsi secara baik.1
2. Tipe Hebefrenik atau Disirganisasi (F 20.1)
Tipe disorganisasi sebelumnya dinamakan hebrefenik ditandai oleh regresi yang
nyata ke perilaku primitif, perilaku yang tidak dapat dihambat dan tidak teratur, serta
tidak adanya gejala yang memenuhi kriteria untuk tipe katatonik. Onset biasanya
terjadi awal, sebelum usia 25 tahun. Pasien terdisorganisasi biasanya aktif tetapi
dengan cara yang tidak bertujuan dan tidak konstruktif. Gangguan pikiran mereka
adalah hal yang paling menonjol dan kontaknya buruk terhadap kenyataan.
Penampilan pribadinya dan perilaku sosialnya rusak. Respon emosionalnya sesuai dan
mereka sering kali meledak tertawanya tanpa alasan. Wajah yang meringis dan
menyeringai paling sering ditemukan pada tipe pasien ini, perilaku tersebut paling
baik digambarkan sebagai kekanak-kanakan atau bodoh.1
3. Tipe Katatonik (F 20.3)
Ciri klasik dari tipe katatonik adalah gangguan nyata pada fungsi motorik yang
mungkin berupa stupor, negativisme, rigiditas, kegembiraan atau posturing. Kadangkadang pasien menunjukkan perubahan yang cepat antara kegembiraan dan stupor.
Ciri penyerta adalah stereotipik, manerisme, dan fleksibilitas lilin. Mutisme adalah
yang paling sering ditemukan. Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien
skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai
dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin diperlukan karena adanya
malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia atau cidera yang disebabkan oleh diri sendiri.1
4. Depresi Pasca-skizofrenia (F 20.4)
Pedoman Diagnostik
a. Diagnosis harus ditegakkan hanya jika :
1) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini
2) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya), dan
3) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit
kriteria untuk episode depresif dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2
minggu
b. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi
Episode Depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis harus
tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai (F 20.0 F 20.3).4
5. Tipe Residual (F 20.5)
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus-menerus adanya
gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang
cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan sosial,
perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis dan asosiasi longgar ringan adalah gejala
yang sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan,
maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai oleh afek yang kuat.1
6. Skizofrenia Simpleks (F. 20.6)
a. Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung
pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari:
1. Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik.
2. Disertai dengan perubahan perilaku pribadi yang bermakna bermanifestasi
sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan
hidup, dan penarikan diri secara social
b. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia
lainnya.4
7. Tipe tidak tergolongkan (undifferentiated type)
Sering kali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan
kedalam salah satu tipe. DSM-IV mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe
tidak tergolongkan. Kriteria diagnosis DSM-IV untuk skizofrenia memerlukan onset
gangguan, satu atau lebih bidang fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal atau perawatan diri sendiri.1
8. Tipe I dan tipe II
Ditahun 1980 T.J.Crown mengajukan suatu klasifikasi pasien skizofrenik ke
dalam tipe I dan tipe II. Perbedaan klinis dari kedua tipe tersebut telah secara
bermakna mempengaruhi penelitian psikiatrik. Gejala negatif yang timbul yaitu afek
datar atau tumpul, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan, penghambatan
(blocking), penampilan yang buruk, tidak adanya motivasi, anhedonia, penarikan
sosial, defek kognitif dan defisit perhatian. Gejala positif adalah asosiasi longgar,
halusinasi, perilaku aneh dan bertambah banyaknya pembicaraan. Pasien tipe I
cenderung memiliki sebagian besar gejala positif, struktur otak yang normal pada
CT, dan respons yang relatif baik terhadap pengobatan. Pada pasien tipe II cenderung
memiliki sebagian besar gejala negatif, kelainan struktural otak pada pemeriksaan
CT dan respon yang buruk terhadap pengobatan.1
9. Sub tipe Lain
Nama dari beberapa sub tipe lain tersebut adalah menjelaskan katanya sendiri
(self-explanatory) sebagai contoh: onset akhir (late-onset), masa anak-anak dan
proses. Skizofrenia onset akhir bisanya didefinisikan sebagai skizofrenia yang
mempunyai onset setelah usia 45 tahun. Skizofrenia dengan onset yang terjadi pada
masa anak-anak (childhood schizophrenia). Skizofrenia proses yang berarti
skizofrenia dengan perjalanan yang menimbulkan kecacatan dan keruntuhan.1
F. Diagnosis
DSM IV mempunyai kriteria diagnosis resmi dari American Psychiatric
Association untuk skizofrenia: 1
Kriteria Diagnostik Skizofrenia
A. Gejala karakteristik: Dua atau lebih berikut, masing-masing ditemukan untuk
bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika pengobatan
berhasil):
(1) Waham
(2) Halusinasi
(3) Bicara disorganisasi (misalnya, sering menyimpang atau inkoheren)
(4) Perilaku disorganisasi atau katatonik yang jelas
(5) Gejala negatif, yaitu afek datar, alogia atau tidak ada kemauan (avolition)
Catatan : hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah bizzare
(kacau) atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengomentari perilaku
atau pikiran pasien atau dua atau lebih suara yang saling bercakap-cakap satu sama
lainnya.
B. Disfungsi sosial/pekerjaan: Untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset
gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal atau
perawatan diri adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika
onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian
interpersonal, akademik atau pekerjaan yang diharapkan)
G.
Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan
kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.
1. Farmakoterapi5
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan
gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama:
antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin.
a. Antagonis Reseptor Dopamin
Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama terhadap
gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama. Pertama, hanya
presentase kecil pasien yang cukup terbantu untuk dapat memulihkan fungsi mental
normal secara bermakna. Kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek
samping yang mengganggu dan serius. Efek yang paling sering mengganggu adalah
akatisia adan gejala lir-parkinsonism berupa rigiditas dan tremor. Efek potensial serius
mencakup diskinesia tarda dan sindrom neuroleptik maligna.5
b. Antagonis Serotonin-Dopamin (SDA)
SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang minimal atau tidak ada, berinteraksi
dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding antipsikotik standar, dan
mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat. Obat ini juga menghasilkan
efek samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif
dalam menangani gejala negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat
antipsikotik atipikal ini tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran
yang lebih luas dibanding agen antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal.
Golongan ini setidaknya sama efektifnya dengan haloperidol untuk gejala positif
skizofrenia, secara unik efektif untuk gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada,
menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya
adalah klozapin, risperidon, olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat
ini tampaknya akan menggantikan antagonis reseptor dopamin, sebagai obat lini
pertama untuk penanganan skizofrenia.5
Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen antipsikotik, pada
subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah penggunaan
antipsikotik. Pada banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan mengobati keadaan
skizofrenia.
Kategori obat: Antipsikotik memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.5
Haloperidol (Haldol)
Digunakan untuk manajemen psikosis, saraf motorik dan suara pada anak dan orang
dewasa. Mekanisme tidak secara jelas ditentukan, tetapi merupakan competively
blocking
postsynaptic
dopamine
(D2)
reseptor
dalam
sistem
mesolimbik
dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau
hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan
pas jalan di rumah sakit.1
3. Terapi berorientasi keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia sering kali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluarga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali,
anggota keluarga, di dalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang
terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang
terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga
dan pasien mengerti skizofrenia
tanpa menjadi
terlalu mengecilkan
hati.1
4. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok
efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin
dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu
bagi pasien skizofrenia.1
5. Psikoterapi individual
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatan pasien non-psikotik. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia,
perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah
sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan
nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang
berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.1
6. Perawatan di Rumah Sakit
Indikasi utama perawatan rumah
sakit
adalah
untuk
tujuan
diagnostik,
BAB III
PEMBAHASAN
Dari autoanamnesis dan alloanamnesis didapatkan adanya keluhan utama gelisah.
Pasien sering dilihat gelisah serta pernah dan keponakannya. Keadaan ini menimbulkan
penderitaaan(distress) pada pasien dan keluarganya serta terdapat hendaya (disability) pada
fungsi psikososial, pekerjaan, dan pengunaan waktu senggang, sehingga dapat disimpulkan
pasien menderita gangguan jiwa.
Berdasarkan pemeriksaan status mental didapatkan hendaya berat dalam menilai realitas
dimana didapatkan halusinasi yang berupa visual dam auditorik serta waham curiga maka
dapat disimpulkan pasien menderita gangguan jiwa psikotik.
Berdasarkan status internus dan status neurologis tidak ditemukan adanya kelainan yang
mengindikasikan gangguan medis umum yang menimbulkan gangguan otak sehingga pasien
didiagnosis sebagai gangguan jiwa psikotik non-organik.
Pada pasien ditemukan gangguan persepsi berupa halusinasi visual dan auditorik. Pasien
sering melihat sosok wanita dan mendengar suara yang memerintahkannya menyakiti diri
keponakannya. Waham curiga, bahwa ipar laki-lakinya membencinya dan berniat
mencelakainya. Berdasarkan PPDGJ III, diagnosis diarahkan pada skizofrenia.
Adanya waham curiga yang khas didapatkan pada pasien maka berdasarkan PPDGJ III
diagnosis diarahkan pada skizofrenia paranoid (F20.0).
Pada pasien ini diberikan haloperidol tablet yaitu obat antipsikotik tipikal. Haloperidol
terutama bekerja pada reseptor D2, memiliki beberapa efek pada reseptor 5-HT2 dan 1,
namun tidak bekerja pada reseptor D1. Haloperidol memperlihatkan antipsikotik yang kuat
dan selektif untuk fase mania penyakit manik depresif pasien skizofrenia. Efek
ekstrapiramidal memiliki insiden tinggi pada pemakaian obat ini, terutama pada penderita usia
muda. Dosis anjurannya adalah Haloperidol tersedia dalam bentuk tablet 0,5 mg dan 1,5 mg
selain itu juga tersedia dalam bentuk sirup 5 mg/100ml dan ampul 5mg/ml.
Tablet trihexyphenidyl diberikan jika efek ekstrapiramidal muncul. Gejala tersebut
seperti distonia akut, akatisia dan sindrom parkinsonisme (tremor,bradikinesia,rigiditas). Obat
ini tergolong obat antikolinergik sehingga efek terhadap gejala ektrapiramidal.Pada pasien ini
sudah tepat untuk pengobatan gejala psikotiknya dengan diberikan antipsikotik untuk
menghilangkan gejala positif yang ada pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buchanan RW, Carpenter WT. Concept of Schizophrenia. In: Sadock BJ, Sadock VA, eds.
Kaplan & Sadock`s Comprehensive Textbook of Psychiatry. 8th ed. Philadhelpia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2005
2. Durland VM, and Barlow DH. 2007. Essentials of Abnormal Psychology. 3rd edition
Pacific Grove, CA: Wadsworth
3. Iyus Yosep. Faktor Penyebab dan Proses Terjadinya Gangguan Jiwa. Available at :
http://resources.unpad.ac.id/unpad
4. Maslim R. (editor). 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
5. Maslim R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya
6. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. 2003. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku
Psikiatri Klinis Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.
7. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi dan
Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2012
P: Pasien
DM : Assalamualaikum Ibu, perkenalkan diri saya dokter muda Hanna, kalau boleh tau,
siapa nama ta?
P
: R dok.
: Baik-baikji dok
: Tidak tau dok, katanya adekku disuruhka tinggal menginap dulu disini supaya tenangtenangka.
: Nasuruh-suruhka dok.
DM : Suaranya laki-laki atau perempuan. Satu orang atau banyak? Bisa kita ceritakan?
P
: Satu suara saja, perempuan, jelas. Dia bilang pukuli keponakanmu, padahal tidak adaji
keponakanku bikin apa-apa. Kadang nasuruhka pergi mandi, padahal sudahma mandi.
DM : Ibu rasa suaranya datang dari mana ? Dari dalam tubuh atau diluar?
P
: Tidak ada orangnya dok, Cuma kadang ada perempuan kuliat, cantik sekali, mungkin
setan itu tapi cantik sekali. (halusinasi visual)
: Di rumah ada, tapi disini tidak ada dia, Cuma suaranya masih nasuruhka pergi mandi,
pergi keluar jalan-jalan.
DM : Sebelumnya pernah nda ada kejadian yang bikin kita jadi kayak begini?
P
: Nda tau.
: Nda adaji dok, Cuma kadang-kadang mauka keluar rumah sendiri tidak tauka
alasannya kenapa.
: Iparku, suaminya Yuliani kadangka mau natendang dok, padahal tidak adaji salahku,
nabencika suaminya. (waham curiga)
DM
P
: iya dok.
: Ada mimpita? Bisaki ceritakan?
: Tidak adaji kayaknya dok.
: Mau ka pulang dok, bosan ka disini, saya cuma duduk saja di lantai.
: iya dok.
: Dokter Hanna
DM : Oh iya Ibu, terima kasih banyak atas waktuta, teraturki minum obatta di.
P
DM : Iya Ibu.