PENDAHULUAN
dengan
permukaan
luar
hidrofilik
dan
permukaan
dalam
lipofilik.
2.1
Monografi Zat
2.1.1
Ibuprofen
Ibuprofen memiliki nama kimia yaitu asam 2-(-4-isobutilfenil) propionat
yang berbentuk serbuk hablur, putih hingga hampir putih, berbau khas lemah.
Memiliki berat molekul 206,28 dengan rumus molekul (C13H18O2) sebagai berikut :
COOH
CH
H3C
CH
CH3
CH2
H3C
Gambar 1. Rumus bangun Ibuprofen (Depertemen Kesehatan RI, 1995)
Pemerian
Kelarutan
Identifikasi
diperoleh pada
penetapan kadar.
0
: Jarak lebur 75 C sampai 780C
: Dalam wadah tertutup rapat.
n
2.1.2
Tinjauan Farmakologi
Ibuprofen merupakan obat golongan antiinflamasi non steroid yang memberi
efek analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Obat ini bersifat analgesik dengan daya
antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Indikasi ibuprofen antara lain reumatik
arthtritis, mengurangi rasa nyeri, kekakuan sendi, dan pembengkakan. Ibuprofen
digunakan untuk mengobati arthritis rematik bekerja dengan cara memasuki ruang
sinovial secara lambat dan terakumulasi dalam konsentrasi tinggi. Untuk mengatasi
rasa nyeri seperti Dysmenorrhea dan antipiretik diberikan dalam dosis 400 mg
setiap 4-6 jam. Pengobatan arthritis rematik dan arthritis tulang dapat mencapai
2.400 mg walaupun dosis lazim sehari hanya 1.200-1.600 mg (Katzung, 1997).
Efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan. Namun demikian, 5%
sampai 15% dari pasien mengalami efek samping gastrointestinal. Ibuprofen
dianggap lebih baik ditoleransi daripada aspirin dan indometasin dan telah digunakan
pada pasien dengan riwayat intoleransi gastrointestinal untuk NSAID lainnya.
Dampak merugikan lainnya dari ibuprofen jarang dilaporkan, yaitu trombositopenia,
ruam, sakit kepala, pusing, penglihatan kabur, dan dalam beberapa kasus amblyopia
beracun, retensi cairan, dan edema. Pasien dengan gangguan mata harus
menghentikan penggunaan ibuprofen. Ibuprofen tidak dianjurkan diberikan pada ibu
hamil dan menyusui, tetapi dapat digunakan sesekali oleh wanita hamil, namun
kekhawatiran mengenai efek pada trimester ketiga, termasuk penundaan kelahiran.
Ekskresi ibuprofen dalam Air Susu Ibu (ASI) dianggap minim, sehingga ibuprofen
juga dapat digunakan dengan hati-hati oleh wanita yang sedang menyusui (Katzung,
1997).
2.1.3
Tinjauan Farmakokinetik
Ibuprofen diserap dengan cepat dan mudah pada dinding saluran pencernaan.
lithium pada ginjal. Hal ini menyebabkan pendarahan pada gastrointestinal dan
meningkatkan resiko pendarahan setelah pemberian antikoagulan (Katzung, 1997).
2.1.5
osteoarthritis
Nyeri sedang sampai berat
3,2 g/hari.
: Dewasa : 400 mg hingga 6 hari jika perlu.
Dismenorrhea primer
Arthritis pada anak-anak
Menurunkan demam
2.2
-Siklodekstrin
Siklodekstrin merupakan senyawa oligosakarida siklis yang terdiri atas
besar dalam produksi skala industri. Oleh karena itu, umumnya penggunaan
-siklodekstrin ini terbatas pada skala laboratorium sekalipun diameter rongga dan
kelarutannya dalam air lebih besar dibandingkan -siklodekstrin. Saat ini telah
dikembangkan turunan -siklodekstrin seperti hidroksipropil dan dimetil-siklodekstrin yang kelarutannya lebih tinggi dibandingkan -siklodekstrin (Loftsson
& Brewster, 1996).
-siklodekstrin merupakan suatu senyawa oligosakarida siklik yang
mengandung 7 unit D-(+)-glukopiranosa yang terikat dengan ikatan -1,4.
-siklodekstrin mempunyai kemampuan membentuk kompleks inklusi dengan
berbagai macam molekul. Bentuk molekul -siklodekstrin tidak silindris melainkan
berbentuk toroidal dengan bagian dalam senyawa bersifat hidrofob sedangkan bagian
luar bersifat hidrofil (Loftsson & Brewster, 1996; Chowdary & Buchi, 2000; Challa,
et al., 2005).
a.
b.
tidak berbau, memiliki rasa manis. -siklodekstrin memiliki berat molekul 1.135.
Kelarutan -siklodekstrin adalah 1 bagian larut dalam 200 bagian propilen glikol,
1 bagian dalam 50 bagian air pada suhu 20o C, praktis tidak larut dalam aseton,
etanol (95%) dan metilen klorida. -siklodekstrin dapat digunakan untuk membentuk
kompleks inklusi dengan berbagai molekul obat terutama dalam memperbaiki
peningkatan kelarutan, stabilitas, rasa, keamanan dan bioavailabilitas serta
meningkatkan stabilitas kimia dan fisika (Wade & Weller, 1994).
-siklodekstrin ini cenderung stabil dalam bentuk padat jika terlindung dari
kelembaban yang tinggi. Jumlah air yang diserap tergantung dari kandungan
kelembaban, suhu dan kelembaban relatif dari udara sekitar. Untuk itu
-siklodekstrin sebaiknya disimpan di dalam kemasan yang tertutup rapat pada
tempat yang sejuk dan kering (Rowe, et al., 2009).
Penggunaan siklodekstrin sebagai polimer yang dapat menutup rasa
dilaporkan secara luas. Namun, penerapan siklodekstrin (terutama -siklodekstrin)
untuk menutup rasa umumnya terbatas pada obat yang mampu membentuk kompleks
dengan daya ikat yang kuat/stabilitas konstan yang tinggi karena stabilitas konstan
yang rendah akan menyebabkan pelepasan cepat dari obat bebas dalam rongga
mulut, sehingga tidak efisien menutup rasa. Laporan mengklaim bahwa pelepasan
obat dari kompleks inklusi tergantung pada dua faktor (Ashok & Pradeep, 2008):
1. Konstanta stabilitas kompleks (yang mengatur asosiasi/disosiasi kompleks)
2. Pengenceran di lokasi pelepasan obat.
Dengan demikian, kompleks dengan stabilitas konstan tinggi biasanya akan
memerlukan pengenceran yang lebih besar untuk mempengaruhi pelepasan obat
10
sedangkan, kompleks dengan stabilitas konstan rendah akan melepaskan obat bahkan
pada pengenceran rendah (Ashok & Pradeep, 2008).
2.3
Kompleks inklusi
Kompleks inklusi merupakan bentuk unik dari kompleks kimia yang
digambarkan sebagai suatu molekul yang terkurung dalam struktur molekul yang
lain. Molekul tamu (guest) atau molekul yang terkurung ini harus memiliki ukuran
dan bentuk yang sesuai untuk dapat memasuki rongga dalam struktur padat yang
dibentuk oleh molekul tuan rumah (host). Ruang berongga yang dibentuk molekul
tuan rumah dapat berupa saluran, sangkar atau lapisan. Berdasarkan susunan
senyawa inklusi dengan struktur dan sifat-sifatnya, senyawa inklusi dibagi menjadi
beberapa macam yaitu senyawa inklusi polimolekuler (dengan ruang seperti saluran
atau
sangkar),
senyawa
inklusi
monomolekuler
dan
senyawa
inklusi
11
K 1:1
-Siklodekstrin bebas
Obat bebas
Kompleks Inklusi
Obat--Siklodekstrin
Tipe
Jumlah Unit
Siklodekstrin
Glukosa
Diameter
Tinggi
Volume
Rongga
Rongga
Rongga
(A)
(A)
(A)
4.7-5.3
7.9
174
12
6.0-6.5
7.9
262
7.5-8.3
7.9
427
Keterangan : 1 A = 0,1 nm
Struktur tiga dimensi yang paling stabil dari siklodekstrin adalah toroidal
yang lebih besar dan bukaan yang lebih kecil menyajikan gugus hidroksil pada
bagian luar dan gugus yang hidrofobik melapisi rongga dalam (Gambar 5). Ini
adalah konfigurasi unik yang memberikan siklodekstrin sifat menarik dan
menciptakan kekuatan pendorong termodinamika diperlukan untuk membentuk
kompleks host-tamu dengan molekul polar (Abhishek, et al., 2013).
a. Kompatibilitas geometri
Syarat minimum yang harus dimiliki oleh molekul tamu agar dapat
membentuk kompleks inklusi dengan siklodekstrin adalah kesesuaian geometri
molekul tamu secara keseluruhan atau sebagian dengan siklodekstrin. Jika molekul
13
tamu terlalu kecil, maka kompleks tidak akan stabil karena molekul tamu tersebut
akan mudah keluar dari rongga siklodekstrin. Begitu pula jika molekul tamu terlalu
besar, kompleks inklusi juga tidak akan terbentuk, kecuali jika gugus-gugus atau
rantai-rantai samping tertentu dari molekul besar tersebut dapat masuk kerongga
siklodekstrin dan membentuk kompleks. Pada umumnya perbandingan komposisi
siklodekstrin dengan molekul tamu yang digunakan dalam pembentukan kompleks
adalah 1:1. Akan tetapi, jika molekul tamu terlalu panjang untuk mendapatkan
akomodasi yang sempurna didalam rongga dan jika ujung lainnya juga bertanggung
jawab dalam pembentukan kompleks, maka digunakan perbandingan yang lebih
besar antara siklodekstrin dan zat aktif (Bekers, et al., 1991).
b. Polaritas dan muatan
Polaritas dan muatan molekul tamu juga dapat mempengaruhi pembentukan
kompleks inklusi dengan siklodekstrin. Pada umumnya, molekul hidrofobik memiliki
afinitas yang lebih besar terhadap rongga siklodekstrin didalam larutan berair
dibandingkan molekul hidrofilik. Oleh karena itu, molekul tamu yang cenderung
hidrofobik akan lebih mudah membentuk kompleks inklusi dengan siklodekstrin
(Bekers, et al., 1991).
2.3.2
siklodekstrin di dalam larutan berawal dari molekul tamu dan molekul siklodekstrin
yang saling mendekati, kemudian terjadi pemecahan struktur air dari cincin tersebut.
Setelah itu, terjadi pemecahan struktur air disekeliling molekul tamu yang akan
diinklusi kedalam siklodekstrin dan perpindahan beberapa molekul ke dalam larutan.
14
Substituen/gugus fungsi molekul tamu berinteraksi dengan gugus pada sisi atau
bagian siklodekstrin dan terjadi pembentukan ikatan hidrogen antara molekul tamu
dengan siklodekstrin. Setelah itu, struktur air disekeliling bagian yang terbuka dari
molekul tamu setelah proses inklusi terbentuk kembali (Bekers, et al., 1991).
2.3.3
KOMPLEKS
INKLUSI
Penanganan Sederhana
- Mengurangi volatibility.
- Mengkonversi minyak/cairan
menjadi bubuk.
15
16
pembawanya atau bentuk sediaannya lebih mudah karena disolusi yang cepat.
Pada rute dermal, pembentukan kompleks inklusi dapat meningkatkan permeasi
obat dan penetrasi perkutan dengan mengurangi fungsi barrier kulit. Kompleks
inklusi -siklodekstrin banyak diaplikasikan pada beberapa rute pemberian,
aplikasi untuk rute parenteral cukup terbatas. Hal ini disebabkan kelarutan
-siklodekstrin yang tidak mencukupi untuk sediaan injeksi dan kemungkinan
toksisitasnya jika diberikan secara parenteral. Hidroksipropil--siklodekstrin lebih
aman dan dapat berfungsi sebagai solubilisasi. Selain itu, dimetil--siklodekstrin
merupakan pembawa obat rute parenteral yang aman karena kurang nefrotoksik
dibanding -siklodekstrin (Bekers, et al., 1991).
c.
17
2.
Metode kneading
18
3.
Metode ko-presipitasi
4.
5.
6.
Metode co-grinding/penggilingan
7.
8.
9.
Metode kneading
Metode ini didasarkan pada peresapan/impregnasi campuran -siklodekstrin
bersama zat aktif dengan sejumlah kecil air atau hidroalkohol untuk diubah menjadi
pasta. Campuran ini diaduk diatas mortar hingga menjadi masa setengah kering ( 40
menit), kemudian masa dikeringkan dan melewati ayakan mesh 70. Masa kompleks
inklusi yang sudah jadi disimpan dalam desikator. Dalam skala laboratorium adonan
dapat dicapai dengan menggunakan mortir dan stamfer. Dalam skala besar
mengaduk dapat dilakukan dengan memanfaatkan extruders dan mesin lainnya.
Metode ini adalah yang paling umum dan sederhana yang digunakan untuk
mempersiapkan kompleks inklusi dengan biaya produksi yang sangat rendah
(Birhade, et al., 2010).
2.4
intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar
ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan
19
elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrum ini sangat
berguna untuk pengukuran secara kuantitatif, konsentrasi dari analit di dalam larutan
bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).
Kebanyakan molekul obat menyerap radiasi dalam daerah ultraviolet
spektrum tersebut, meskipun sebagian diwarnai sehingga menyerap radiasi dalam
daerah visibel, misalnya suatu zat berwarna biru menyerap radiasi pada daerah merah
spektrum tersebut. Serapan radiasi UV-Vis terjadi melalui eksitasi elektron-elektron
di dalam struktur molekular menjadi keadaan energi yang lebih tinggi. Transisi dari
suatu energi keadaan dasar ke salah satu dari sejumlah keadaan tereksitasi
memberikan lebar pada spektrum UV (Watson, 2009).
Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan
sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm. Spektrofotometer UV-Vis
pada umumnya digunakan untuk (Dachriyanus, 2004) :
1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjungasi dari suatu
senyawa organik.
2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang maksimum
suatu senyawa.
3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan
hukum lambert-Beer.
2.5
Spektrofotometri inframerah
Cahaya tampak terdiri dari beberapa range frekuensi elektromagnetik yang
berbeda dimana setiap frekuensi dilihat sebagai warna yang berbeda. Radiasi
20
inframerah mengandung beberapa range frekuensi tetapi tidak dapat dilihat oleh
mata. Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya
inframerah tengah yaitu pada panjang gelombang 2,5-50 m atau bilangan
gelombang 4000-400 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan
menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorbsi inframerah sangat
khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia/gugus fungsi. Metode ini berguna
untuk mengidentifikasi senyawa organik dan organometalik (Dachriyanus, 2004).
Uji terhadap sampel dilakukan dengan menggerus sampel menjadi serbuk
dengan serbuk KBr, lalu dipindahkan kecetakan die dan sampel tersebut kemudian
dikempa ke dalam suatu cakram pada kondisi hampa udara. Dan spektrum serapan
direkam pada bilangan gelombang 4000-400 cm-1 (Watson, 2009).
2.6
yang menghasilkan gambar sampel dengan memindai dengan sinar terfokus elektron.
Elektron yang berinteraksi dengan elektron dalam sampel, menghasilkan berbagai
sinyal yang dapat dideteksi dan mengandung informasi tentang permukaan sampel
topografi dan komposisi.
Berkas elektron umumnya dipindahkan dalam pemindahan raster pola dan
posisi balok yang dikombinasikan dengan sinyal yang terdeteksi untuk menghasilkan
gambar. Dalam SEM, berkas elektron yang dipancarkan dilengkapi dengan tungstren
filament katoda berkas elektron, yang biasanya memiliki energi berkisar antara 0,2
keV sampai 40 keV, difokuskan oleh satu atau dua lensa kondensor ke tempat sekitar
21
dengan
konduktivitas
yang
tinggi.
Sampel
yang
mempunyai
konduktivitas rendah harus dilapisi dengan bahan konduktor yang tipis. Bahan
konduktor yang biasa digunakan adalah emas atau campuran emas dan paladium
(Gennaro, 1985).
2.7 Difraksi sinar X
22
analisa termal
material yang berbasis pada pengukuran perbedaan suhu antara referensi inert
dengan sampel ketika suhu lingkungan berubah dengan laju pemanasan konstan.
Ketika struktur kristal atau ikatan kimia dari suatu material berubah, perubahan
tersebut akan berimbas kepada perubahan penyerapan atau pelepasan panas yang
mengakibatkan perubahan suhu material yang tidak linier atau tidak sebanding
dengan referensi inert. Dengan menganalisa data rekam perubahan tersebut, dapat
diketahui suhu dimana suatu struktur kristal atau ikatan kimia berubah, perhitungan
kinetik energi, enthalpi energi dan lain-lain (Wismogroho dan Widayanto, 2012).
2.9 Evaluasi Rasa
Evaluasi rasa dilakukan dengan uji sensorik terhadap sukarelawan sehat
dengan persetujuan mereka/informed consent (Madaan, et al., 2012).
1. Pemilihan sukarelawan
23
Sebuah panel dari 30 sukarelawan sehat yang dipilih secara acak dari kelompok
usia 20 sampai 30 tahun dan formulir persetujuan diisi dan ditandatangani oleh
sukarelawan.
2. Uji rangsangan
Sampel yang akan diuji/evaluasi rasanya.
3. Metode pengujian
Setiap sukarelawan menerima semua formulasi dari satu batch 1 jam setelah
sarapan pagi.
4. Skala pengukuran
Evaluasi rasa dimulai segera setelah pemberian sampel dan dibiarkan 15 detik
dalam rongga mulut. Skala digunakan dengan sistem peringkat (Skala Hedonik) :
1. (1) sangat pahit sekali,
2. (2) sangat pahit,
3. (3) pahit,
4. (4) agak pahit,
5. (5) tidak pahit.
24
Sentral
Farmasi
Universitas
Andalas
(UNAND)
Padang,
Alat
Peralatan gelas standar laboratorium, Timbangan digital analitik (Ohaus
Bahan
Bahan baku Ibuprofen (PT. Indo Farma), -siklodekstrin (PT. Signa
Prosedur Penelitian
25
RASIO MOL
CAMPURAN FISIK
KOMPLEKS INKLUSI
CF 1
KI 1
1:0,5
CF 2
KI 2
1:1
CF 3
KI 3
1:2
26
27
tidak lebih dari 3,0 %. Kemudian dibuat kurva serapan terhadap panjang
gelombang maksimum.
28
NaOH
0,1 N sampai 100 mL. Larutan tersebut dipipet sebanyak 2,5 mL, lalu dicukupkan
dengan NaOH 0,1 N sampai 10 mL, kocok homogen. Absorban diukur pada
panjang gelombang maksimumnya.
3.2.3.6 Penetapan Persentase Ibuprofen dalam Kompleks Inklusi (Sukmadjaja,
et al., 2009).
1. Persentase total ibuprofen
Ibuprofen total adalah ibuprofen bebas dan ibuprofen yang terinklusi
-siklodekstrin dalam sistem biner. Persentase total ibuprofen ditetapkan dengan
cara menimbang kompleks inklusi padat setara 100 mg ibuprofen, kemudian
dilarutkan dalam air sampai 100 mL. Larutan tersebut dipipet sebanyak 2,5 mL,
lalu dicukupkan dengan air sampai 10 mL, kocok homogen. Serapan diukur
dengan spektrofotometri pada panjang gelombang () maksimum ibuprofen.
2. Persentase ibuprofen yang terinklusi -siklodekstrin
Kompleks inklusi setara 100 mg ibuprofen, dicuci dengan etanol 96%
diatas kertas saring untuk menghilangkan ibuprofen bebas dan dikeringkan,
29
kompleks yang sudah dikeringkan dilarutkan dalam 100 mL air. Larutan tersebut
dipipet sebanyak 2,5 mL, lalu dicukupkan dengan air sampai 10 mL, kemudian
kocok homogen. Serapan diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang
gelombang () maksimum ibuprofen. Persentase ibuprofen yang terinklusi
-siklodekstrin dalam kompleks dihitung terhadap ibuprofen total.
3.2.3.7 Disolusi (Departemen Kesehatan RI, 1995)
1. Pembuatan larutan dapar fosfat pH 7,2.
Kalium dihidrogen posfat ditimbang sebanyak 27,218 g dilarutkan dalam
aquadest bebas CO2 dalam labu ukur 1000 mL. NaOH 0,2N ditimbang sebanyak
8 g dilarutkan dalam aquadest bebas CO2 dalam labu ukur 1000 mL, dari larutan
kalium dihidrogen posfat 0,2 M 1000 mL diambil 250 mL dan dari larutan NaOH
0,2N 1000 mL diambil 173,5 mL kemudian dikocok homogen dalam labu ukur
1000 mL. Medium disolusi diukur dengan pHmeter sampai pH 7,2, kemudian
dicukupkan dengan aquadest bebas CO2 hingga 1000 mL.
2. Penentuan panjang gelombang maksimum ibuprofen dalam larutan dapar
fosfat pH 7,2 dengan spektrofotometer UV 200-400 nm.
Larutan induk ibuprofen dibuat dengan melarutkan 50 mg ibuprofen
dalam 100 ml larutan dapar fosfat pH 7,2 di dalam labu ukur 100 ml dan
didapatkan larutan induk dengan konsentrasi 500 g/mL. Larutan induk dipipet
18 mL dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL dilarutkan dengan larutan dapar
fosfat pH 7,2 cukupkan sampai tanda batas labu ukur sehingga diperoleh larutan
dengan konsentrasi 360 g/mL. Serapan maksimum ibuprofen dalam larutan
30
dapar diukur pada panjang gelombang 200-400 nm, diperoleh panjang gelombang
maksimum ibuprofen 262,5 nm.
3. Pembuatan kurva kalibrasi ibuprofen dalam larutan dapar fosfat pH 7,2.
Larutan induk ibuprofen dalam dapar posfat dibuat seri larutan dengan
berbagai konsentrasi 120, 200, 240, 280, 320 dan 360 g/mL. kemudian diukur
serapan pada panjang gelombang maksimum 262,5 nm.
4. Penentuan profil disolusi ibuprofen
Penentuan profil disolusi dari kompleks inklusi ibuprofen--siklodekstrin
dengan menggunakan alat disolusi tipe I dengan medium larutan dapar fosfat pH
7,2 sebanyak 900 mL dan suhu diatur 37 oC 0,5 oC kemudian kompleks inklusi
setara dengan 200 mg dimasukkan ke dalam wadah keranjang yang diputar
dengan kecepatan 150 rpm. Larutan disolusi dipipet 5 mL pada menit ke 5, 10, 15,
30, 45 dan 60. Pada setiap pemipetan diganti dengan medium disolusi (volume
dan suhu yang sama saat pemipetan). Serapan larutan yang telah dipipet dari
medium disolusi diukur pada panjang gelombang maksimum 262,5 nm. Kadar
ibuprofen yang terdisolusi pada setiap waktu dapat dihitung dengan menggunakan
kurva kalibrasi.
3.2.3.8 Evaluasi Rasa
1. Usia dan gender responden (Madaan, et al., 2012).
Responden yang akan dipilih mempunyai rentang usia antara 20-30 tahun
dan berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
31
Pemilihan sukarelawan
Sebuah panel dengan 30 sukarelawan sehat dipilih secara acak (semua sampel
mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih) dari kelompok usia 20
sampai 30 tahun, laki-laki dan perempuan serta formulir persetujuan/informed
consent diisi dan ditandatangani oleh sukarelawan.
b.
Uji rangsangan yang digunakan adalah ibuprofen murni dan kompleks inklusi.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Rongga mulut dibilas dengan 200 mL air minum sampai rasa obat hilang.
i.
Rasa yang terasa pada indera pengecap/lidah dikonversikan pada skala hedonik.
32
j.
33
34
Pembahasan
35
Pada penelitian ini digunakan ibuprofen sebagai zat aktif, ibuprofen secara
luas digunakan untuk pengobatan antiinflamasi non steroid yang memberi efek
analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Obat ini bersifat analgesik dengan daya
antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Senyawa ini memiliki rasa yang pahit sehingga
tingkat kepatuhan pasien rendah dan efek terapi sulit tercapai maka perlu formulasi
yang tepat untuk menutupinya (Tjay & Rahardja, 2007). Berdasarkan permasalahan
diatas peneliti mencoba melakukan pembentukan kompleks inklusi ibuprofen-siklodekstrin menggunakan metode kneading. Dengan pembentukan kompleks
inklusi ibuprofen--siklodekstrin ini diharapkan dapat meningkatkan penutupan rasa
pahit ibuprofen sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan efek terapi dapat
tercapai.
Penelitian diawali dengan pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan.
Pemeriksaan bahan baku ibuprofen meliputi pemerian, kelarutan dan identifikasi
(Departemen Kesehatan RI, 2009; British Pharmacopoeia, 2009). Pengamatan yang
diperoleh bentuk serbuk hablur berwarna putih hingga hampir putih, berbau khas
lemah. Pada pengujian kelarutan diperoleh 50 mg ibuprofen praktis tidak larut 500
mL dalam air sedangkan 2 g ibuprofen mudah larut dalam 2,9 mL etanol 96%. Ini
dapat disimpulkan bahwa ibuprofen praktis tidak larut di dalam air dan mudah larut
dalam etanol 96%. Pemeriksaan bahan baku didukung dengan sertifikat analisis yang
tertera pada lampiran 2, gambar 10. Identifikasi ibuprofen dengan spektrum serapan
inframerah sesuai dengan spektrum serapan inframerah ibuprofen pembanding yang
terdapat pada British Pharmacopoeia 2009 lampiran 1, gambar 11-12.
36
berbeda yang dipengaruhi kepolaran (makin kecil kepolaran maka ikatan van der
37
walls makin kecil). Ikatan van der walls pada pembentukan kompleks inklusi terjadi
ketika molekul siklodekstrin dan molekul ibuprofen saling berdekatan dan terjadi
tarik menarik antara kedua molekul. Ikatan hidrogen terjadi saat atom hidrogen
berikatan dengan atom elektronegatif (N, O, F). Ikatan hidrogen pada pembentukan
kompleks inklusi terjadinya ketika atom H (yang bermuatan positif) dari
-siklodekstrin berikatan dengan atom O (elektronegatifitas yang besar) pada
ibuprofen. Selain itu, pembentukan kompleks inklusi juga dipengaruhi oleh bentuk
dan ukuran senyawa obat. Ibuprofen memiliki kemampuan untuk membentuk
kompleks dengan -siklodekstrin. Ibuprofen memiliki berat molekul 206,28 g/mol
dimana senyawa ini memiliki kesesuaian dengan kapasitas dari -siklodekstrin yang
dapat mengompleks senyawa obat yang memiliki berat molekul 200-800 g/mol
(Zingone & Rubesa, 2005). Selain itu, polaritas dan muatan molekul tamu juga dapat
mempengaruhi pembentukan kompleks inklusi dengan -siklodekstrin. Pada
umumnya, molekul hidrofobik memiliki afinitas yang lebih besar terhadap rongga
-siklodekstrin didalam larutan berair dibandingkan molekul hidrofilik. Oleh karena
itu, molekul tamu yang cenderung hidrofobik akan lebih mudah membentuk
kompleks inklusi dengan siklodekstrin (Bekers, et al., 1991). Dengan kata lain, sifat
hidrofobik dari ibuprofen akan lebih mudah terbentuk kompleks inklusi dengan
-siklodekstrin.
Hasil campuran fisika dan kompleks inklusi yang terbentuk kemudian
dikarakterisasi untuk melihat sifat atau karakter dari kompleks inklusi yang
dihasilkan dan juga dibandingkan dengan ibuprofen murni. Karakterisasinya meliputi
spektroskopi inframerah, Scanning electron microscope dan analisis difraksi sinar-X.
38
Setelah itu dilakukan penetapan kadar ibuprofen dalam kompleks inklusi dan
penetapan persentase ibuprofen dalam kompleks inklusi.
Analisis spektroskopi inframerah dilakukan untuk mengidentifikasi gugus
fungsi pada suatu senyawa. Setiap pita serapan pada bilangan gelombang tertentu
menggambarkan adanya suatu gugus fungsi spesifik. Hasil analisa berupa signal
kromatogram hubungan persentase transmitan terhadap bilangan gelombang. Hasil
karakterisasi pada spektrum inframerah serbuk ibuprofen (Lampiran 1, Gambar 16),
terlihat adanya gugus fungsi O-H pada bilangan gelombang 3300-2500 cm-1 (dengan
pita absorbansi lebar), gugus fungsi C-H pada bilangan gelombang 2955,71 cm-1,
gugus fungsi C=O pada bilangan gelombang 1721,11 cm-1 dan gugus fungsi C-O
pada bilangan gelombang 1230,94 cm-1. Spektrum FT-IR -siklodekstrin (Lampiran
1, Gambar 17), menunjukkan puncak yang lebar pada bilangan gelombang 3432,96
cm-1 yang menunjukkan adanya gugus fungsi O-H pada molekul kompleks seperti
selulosa, sakarida dan molekul lain yang mempunyai gugus yang mengabsorbsi
sangat kuat. Puncak lain pada bilangan gelombang 2922,64 cm-1 menunjukkan
adanya ikatan C-H, pada bilangan gelombang 1034,43 cm -1 menunjukkan adanya
ikatan C-O dari alkohol sekunder. Pada hasil karakterisasi campuran fisik (Lampiran
1, Gambar 19), terdapat puncak yang menunjukkan adanya gugus fungsi dari
ibuprofen yaitu pada bilangan gelombang 2922,42; 1720,51 dan 1231,54 cm -1, juga
terdapat puncak yang menunjukkan adanya gugus fungsi dari -siklodekstrin yaitu
adanya puncak yang lebar pada bilangan gelombang 3365,31 cm -1, puncak lainnya
pada bilangan gelombang 1419,96; 937,18 dan 864,78 cm-1. Munculnya puncakpuncak yang menunjukkan adanya gugus fungsi yang dimiliki ibuprofen dan
39
Karakterisasi
kompleks
inklusi
ibuprofen--siklodekstrin
40
41
42
formula kompleks inklusi yang paling baik, karena pada perbandingan ini
-siklodekstrin lebih banyak mengompleks ibuprofen. Kemudian formula kompleks
inklusi 1:1 ini dipilih untuk dijadikan sampel uji evaluasi rasa kepada responden.
Penentuan profil disolusi dari ibuprofen, campuran fisika, dan kompleks
inklusi dilakukan dengan menggunakan medium dapar fosfat pH 7,2. Penentuan
panjang gelombang serapan maksimum ibuprofen didalam medium dapar fosfat pH
7,2 menggunakan larutan dengan konsentrasi 360 g/mL diperoleh panjang
gelombang serapan maksimum ibuprofen 262,5 nm dan diperoleh persamaan garis
y = 0,002x + 0,0395 dengan nilai r = 0,998 (lampiran 1, gambar 40).
Pada penentuan profil disolusi ibuprofen sesuai menurut persyaratan yang
tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi IV tahun 1995 dalam waktu 30 menit
terdisolusi tidak kurang dari 70%. Persentase disolusi pada menit ke-5 ibuprofen,
campuran fisika dan kompleks inklusi berturut-turut adalah 22,31%; 30,638%;
26,66%. Pada menit ke-30 adalah 34,96%; 43,84%; 70,98% (lampiran 1, tabel IX).
Dari hasil disolusi menunjukkan ibuprofen tunggal memiliki laju disolusi yang
paling lambat bila dibandingkan dengan campuran fisik dan kompleks inklusi
ibuprofen--siklodekstrin. Pada campuran fisik ibuprofen--siklodekstrin memiliki
laju disolusi yang lebih cepat dibandingkan ibuprofen tunggal walaupun pada
campuran fisik tidak terbentuk kompleks inklusi antara ibuprofen dengan
-siklodekstrin. Tetapi, bila dibandingkan dengan serbuk kompleks inklusi laju
disolusi campuran fisik lebih lambat dibandingkan dengan kompleks inklusi.
Campuran fisik antara obat yang sukar larut atau yang tidak larut dalam air seperti
ibuprofen dengan -siklodekstrin memiliki laju disolusi yang lebih cepat
43
44
45
disolusi adalah perbandingan antara luas daerah dibawah kurva disolusi pada waktu
(t) dengan luas persegi empat pada waktu zat aktif terdisolusi mencapai 100%. Nilai
efisiensi disolusi ibuprofen murni diperoleh 36,60%, campuran fisika 43,27%,
kompleks inklusi 64,85% (lampiran 1, tabel X). Dari data efisiensi disolusi
memperlihatkan peningkatan nilai efisiensi disolusi ibuprofen setelah pembentukan
kompleks inklusi dibandingkan dengan campuran fisika dan ibuprofen tunggal.
Analisis statistik data kuesioner responden terhadap penutupan rasa pahit
ibuprofen dengan -siklodekstrin dilakukan dengan uji Wilcoxon menggunakan
program SPSS 17. Uji Wilcoxon dipilih karena data yang dihasilkan berupa data non
parametrik untuk dua sampel yang berhubungan dan berupa data ordinal. Hasil uji
Wilcoxon dengan nilai statistik hitung dilihat dari output pada kolom sum of ranks,
maka statistik hitung uji Wilcoxon (T) adalah 0,00 lebih kecil dari nilai statistik tabel
151 dan nilai probabilitas/asymp sig (2-tailed) adalah 0,000 lebih kecil dari 0,005,
maka Ho ditolak, atau terdapat perbedaan rasa ibuprofen antara sebelum dan setelah
terkompleks. Sampel yang diujikan kepada responden memiliki rasa yaitu ibuprofen
terasa pahit dan kompleks inklusi terasa tidak pahit. Dengan kata lain, kompleks
inklusi ibuprofen--siklodekstrin mampu menutupi rasa pahit dari ibuprofen.
46
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pembuatan kompleks inklusi
ibuprofen--siklodekstrin dengan metode kneading, dapat diambil kesimpulan :
1. Analisa uji Wilcoxon terhadap data kuesioner responden terdapat perbedaan rasa
ibuprofen antara sebelum dan setelah terkompleks. Dengan kata lain, kompleks
inklusi ibuprofen--siklodekstrin mampu menutupi rasa pahit dari zat aktif
ibuprofen.
2. Persentase ibuprofen terkompleks formula kompleks inklusi dengan perbandingan
1:0,5, 1:1 dan 1:2 secara berurutan adalah 59,11% ; 77,41% dan 58,93. Formula
kompleks inklusi dengan perbandingan 1:1 merupakan formula dengan ibuprofen
terkompleks paling besar yaitu 77,41%.
5.2 Saran
Disarankan pada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian lebih lanjut
tentang pembentukan kompleks inklusi menggunakan bahan obat lain dengan metode
yang lain terhadap penutupan rasa pahit dari bahan obat.
47
DAFTAR PUSTAKA
48
David, R. (1998). The 9-point hedonic scale. Chicago : Peryam and Kroll Research
Corporation.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi-III,
Sub Unit Direktorat Jenderal, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi
IV, Jakarta.
Ebeshi, U. B. (2009). Comparative utilization of visual, potentiometric titrations and
uv spectrophotometric methods in the determination of ibuprofen. African
Journal of Pharmacy And Pharmacology. Vol.3, No.9, 426-431.
Frank, S. G. (1975). Inclusion compound. J. Pharm. Sci, Vol. 64, No.10, 1585-1601.
Gennaro, A. R. (1985). Remington pharmaceutical sciences. (17th ed). Easton: Mack
Publishing Company.
Jug, M., Becirevic, L. M., & Cetina, C., B. (2005). Influence of Cyclodextrin
Complexation on Piroxicam Gel Formulations, Acta. Pharm. Vol. 55, No.2,
223-236.
Katzung, G, B. (1997). Farmakologi dasar dan klinik (Edisi VI). Penerjemah: Staf
dosen farmakologi fakultas kedokteran Universitas Sriwijaya. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lachman, L., Lieberman, H. A., & Kanig, J. L. (1994). Teori dan praktek farmasi
industri I (Edisi II). Penerjemah : S. Suryatmi. Jakarta : Universitas
Indonesia Press.
Loftsson, T., Magnusdottir, A., Masson, M., & Sigurjonsdottir, J. F. (2002). Selfassociation and Cyclodextrin solubilization of drugs. J. Pharm. Sci.
Vol. 91, No. 2, 2307-2316.
Loftsson, T., & Brewster, M. E. (1996). Pharmaceutical applications of
- Cyclodextrin drug solubilization and stabilization. J. Pharm. Sci.
Vol. 85, No. 10, 1017-1024
Madaan, S., Atul, K, G., & Vipin, S. (2012). Improvement in taste and solubility of
Atenolol by solid dispersion system. The Pharma Journal. Vol. 1, No. 8,
211-217
Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Quinn, M. E. (2009). Handbook of pharmaceutical
exipients (6th ed). London: Pharmaceutical Press.
49
London: The
Tjay, T. H., & Rahardja, K. (2007). Obat-obat penting, khasiat, penggunaan, dan
efek sampingnya (edisi VI). Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
Kelompok Kompas-Gramedia.
Wade, A., & Weller, P. J. (1994). Handbook of pharmaceutical excipient, 2nd ed,
The Pharmaceutical Press London.
Watson, D. G. (2010). Analisis farmasi, Edisi 2. Penerjemah : Winny R. Syarief.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Whalley, W. B., & Langway, C. C. (1979). A scanning electron microscope
examination of subglacial quartz grains from camp century core. Journal of
Glaciology, Vol. 25, No. 91, 171-207.
Wismogroho, S. A., & Widayatno, W. B. (2012). Pengembangan alat differential
thermal analysis untuk analisa termal material Ca(OH)2. Jurnal Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, Vol. 30, No. 1, 7-12.
Zingone, R., & Rubessa, F. (2005). Preformulation study of the inclusion complex
warfarin--cyclodextrin. Int. J. Pharm. Vol. 291, No. 2, 3-10.
50
-siklodekstrin
Ibuprofen
Pembuatan campuran
fisik
Pembuatan Kompleks
Inklusi Padat
SEM
FT-IR
XRD
Analisa Data
Gambar 9. Skema Kerja
51
Evaluasi Rasa
Lampiran 1. (lanjutan)
Tabel III. Hasil pemeriksaan bahan baku ibuprofen
Persyaratan
No
.
1.
2.
3.
Pemeriksaan
Pengamatan
Pemerian
Bentuk
Serbuk hablur
Serbuk hablur
Warna
Bau
Kelarutan
a. Dalam air
50 mg tidak larut
dalam 500 mL air
b. Dalam etanol
2 g larut dalam 3 mL
etanol 96%
Identifikasi
52
Spektrum serapan
inframerah yang
diperoleh sama
dengan spektrum
Ibuprofen pemban
ding.
Lampiran 1. (lanjutan)
53
Lampiran 1. (lanjutan)
54
Lampiran 1. (lanjutan)
Tabel IV. Hasil pemeriksaan bahan baku -siklodekstrin
No
.
1.
2.
Pemeriksaan
Persyaratan
(Rowe, et al., 2009)
Pengamatan
Pemerian
Bentuk
Serbuk kristal
Serbuk kristal
Warna
Putih
Putih
Bau
Tidak berbau
Tidak berbau
Manis
manis
1 g larut dalam 70 mL
rasa
Kelarutan
a. Dalam air
air
b. Dalam etanol
Sukar larut
10 mg tidak larut
dalam 100 mL etanol
96%
55
Lampiran 1. (lanjutan)
56
Lampiran 1. (lanjutan)
57
Lampiran 1. (lanjutan)
58
Lampiran 1. (lanjutan)
59
Lampiran 1. (lanjutan)
60
Lampiran 1. (lanjutan)
a.
b.
c.
d.
Gambar
Keterangan :
a. Spektrum FT-IR ibuprofen
b. Spektrum FT-IR -siklodekstrin
c. Spektrum FT-IR kompleks inklusi
d. Spektrum FT-IR campuran fisik
61
Lampiran 1. (lanjutan)
Ibuprofen
Ibuprofen
62
Lampiran 1. (lanjutan)
-siklodekstrin
-siklodekstrin
63
Lampiran 1. (lanjutan)
-siklodekstrin
Ibuprofen
Gambar 25. Scanning electron microscope campuran fisik 1:1 ibuprofen-siklodekstrin perbesaran 500x
-siklodekstrin
Ibuprofen
Gambar 26. Scanning electron microscope campuran fisik 1:1 ibuprofen-siklodekstrin perbesaran 1000x
64
Lampiran 1. (lanjutan)
Ibuprofen
-siklodekstrin
membungkus
Ibuprofen
Gambar 27. Scanning electron microscope kompleks inklusi 1:1 ibuprofen-siklodekstrin perbesaran 500x
Ibuprofen
-siklodekstrin
membungkus
Ibuprofen
Gambar 28. Scanning electron microscope kompleks inklusi 1:1 ibuprofen-siklodekstrin perbesaran 1000x
65
Lampiran 1. (lanjutan)
Ga
mbar 29. Difraktogram sinar-X ibuprofen
66
Ga
mbar 30. Difraktogram sinar-X -siklodekstrin
Lampiran 1. (lanjutan)
67
68
a.
b.
c.
d.
Gambar 33.
Keterangan :
a. Difraktogram sinar-X -siklodekstrin
b. Difraktogram sinar-X ibuprofen
c. Difraktogram sinar-X kompleks inklusi
d. Difraktogram sinar-X campuran fisik
Lampiran 1. (lanjutan)
69
ibuprofen,
Gambar 34. Panjang gelombang ibuprofen dalam NaOH 0,1 N ( maks = 262,0 nm)
dengan konsentrasi 250 g/mL
Lampiran 1. (lanjutan)
70
Tabel V. Data serapan larutan standar ibuprofen dalam larutan NaOH 0,1N pada
panjang gelombang 262,0 nm.
Konsentrasi (g/mL)
150
200
250
300
350
Serapan
0,237
0,351
0,438
0,529
0,615
0.7
0.6
0.5
0.4
Absorban
0.3
0.2
0.1
0
100
150
200
250
300
350
400
konsentrasi
Gambar 35. Kurva kalibrasi ibuprofen dalam larutan NaOH 0,1N (maks = 262,0 nm)
Persamaan garis : Y = 0,0019x 0,029 r = 0,997
Lampiran 1. (lanjutan)
71
Formula
IBUPROFEN
CF 1
CF 2
CF 3
KI 1
KI 2
KI 3
Serapan
0,452
0,445
0,442
0,436
0,455
0,45
0,451
0,437
0,464
0,445
0,439
0,448
0,472
0,453
0,463
0,478
0,475
0,454
0,463
0,454
0,447
Kadar/setara
(mg)
100
100,06 1,195
100
100,2 1,198
100
100,97 1,218
100
100,24 1,182
100
103,50 1,284
100
105,47 1,319
100
101,82 1,240
Lampiran 1. (lanjutan)
Tabel VII. Hasil penetapan kadar persentase ibuprofen terkompleks
72
KOMPLEKS
INKLUSI
KADAR
TOTAL
IBUPROFEN
(g/mL)
KADAR IBUPROFEN
SETELAH DICUCI
(g/mL)
PERSENTASE
IBUPROFEN
TERKOMPLEKS (%)
KI 1
251,052
148,421
59,11
KI 2
256,315
198,421
77,41
KI 3
247,368
145,789
58,93
Lampiran 1. (lanjutan)
73
Gambar 36.
Lampiran 1. (lanjutan)
74
Tabel VIII. Data serapan larutan ibuprofen dalam dapar pospat pH 7,2 pada
panjang gelombang 262,5 nm.
Konsentrasi (g/mL)
Serapan
120
0,210
200
0,349
240
0,416
360
0,682
400
0,749
0.8
0.7
f(x) = 0x - 0.04
R = 1
0.6
0.5
Absorban
0.4
Absorban
0.3
Linear (Absorban)
0.2
0.1
0
100 150 200 250 300 350 400 450
konsentrasi
Gambar 37. Kurva kalibrasi ibuprofen dalam larutan dapar pospat pH 7,2
Persamaan garis : Y = 0,002x 0,0395 r = 0,998
Lampiran 1. (lanjutan)
75
Tabel IX. Hasil disolusi ibuprofen, campuran fisik dan kompleks inklusi pada
medium dapar fosfat pH 7,2.
Ibuprofen
t
10
15
30
45
60
abs
0,02
7
0,06
7
0,08
5
0,04
2
0,07
6
0,09
6
0,06
2
0,11
0,10
2
0,10
2
%
terdisolusi
14,96
23,96
22,31
28,01
6.680
18,42
0,12
8
0,09
8
0,06
4
0,14
7
%
terdisolus
i rata-rata
SD
37,68
0,056
21,48
30,93
30,63
0,080
26,88
26,66
23,28
7.205
0,101
31,61
5.066
0,126
37,35
42,17
26,12
25,06
0,119
35,83
37,70
0,149
42,56
43,08
30,64
6.180
0,116
35,11
3.883
0,179
49,33
6.008
0,164
46,11
33,91
29,70
0,15
5
0,13
32,16
5.849
0,15
23,02
32,14
0,12
36,35
34,96
0,12
36,38
2.437
0,15
43,12
0,15
8
0,12
8
0,19
8
0,21
2
0,25
3
abs
%
terdisolusi
45,10
42,20
38,38
3.450
54,16
0,16
2
0,13
6
0,16
0,18
6
0,15
7
0,18
3
0,23
1
44,20
38,50
41,89
0,167
46,84
51,04
42,96
2.996
0,226
60,18
7.921
0,241
63,69
46,02
40,06
43,84
0,282
72,98
70,98
45,44
3.284
0,296
76,26
6.522
0,313
80,24
51,67
45,01
49,18
0,335
85,30
85,32
50,87
3.636
0,357
90,41
5.084
0,36
91,25
62,08
57,03
59,30
0,16
45,93
77,66
0,362
91,85
91,63
66,72
6.581
0,25
8
68,02
11.466
0,361
91,80
0.330
76
Lampiran 1. (lanjutan)
100
90
80
70
60
% Terdisolusi
50
ZA
CF1:1
40
KI 1:1
30
20
10
0
-
10
20
30
40
50
60
70
Waktu
Gambar 38. Kurva profil disolusi ibuprofen dalam larutan dapar fosfat pH 7,2
Keterangan :
ZA
CF 1:1
KI 1:1
77
Lampiran 1. (lanjutan)
Tabel X.
t
0
5
10
15
30
45
60
ED
% ZAT
TERDISOLUSI
0
22.313
25.061
29.700
34.964
42.205
59.307
AUC
0
55
.781
118.
435
136.
904
484.
977
578.
767
761.
341
CF 1:1
% ZAT
TERDISOLUS
I
0
30.638
37.708
41.891
43.847
49.187
58.681
AUC
0
76.
594
170.
863
198.
997
643.
036
697.
755
809.
008
KI 1:1
% ZAT
TERDISOLUS
I
0
26.663
43.086
51.049
70.981
85.321
91.639
AUC
0
66.
656
174.
370
235.
337
915.
223
1.172.
264
1.327.
205
2.136.20
4
2.596.253
3.891.056
35.603
43.271
64.851
78
IBUPROFEN
70
60
50
40
30
20
10
0
0
10
15
30
45
60
CF 1:1
70
60
50
40
30
20
10
0
0
10
15
30
45
79
60
KI 1:1
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0
10
15
30
45
60
Persamaan regresi
Koefesien regresi
Ibuprofen
y = 616,73x + 18631
0,9785
CF 1:1
y = 429,79x + 31839
0,9643
KI 1:1
y = 1136,6x + 30200
0,9672
80
Orde 0
100
ZA
Linear (ZA)
80
CF1:1
Linear (CF1:1)
KI 1:1
60
% Terdisolusi
Linear (KI 1:1)
40
20
-
10
20
30
40
50
60
70
Waktu
Gambar 42. Kurva % zat terdisolusi dari ibuprofen, campuran fisik dan kompleks
inklusi berdasarkan model kinetika orde 0 (Ct = Co + Kt), % terdisolusi
vs waktu
Keterangan :
ZA
CF 1:1
KI 1:1
Lampiran 1. (lanjutan)
Tabel XII. Kinetika pelepasan obat berdasarkan model kinetika orde 1(log ct/log co =
k1.t), waktu vs log % terdisolusi.
Formula
Persamaan regresi
Koefesien regresi
Ibuprofen
y = 0,0071x + 4,3307
0,9898
CF 1:1
y = 0,0042x + 4,5149
0,9456
KI 1:1
y = 0,0086x + 4,515
0,9136
81
Orde 1
5.2
Log ZA
5
Linear
(Log ZA)
LOG CF1:1
30
50
4.8
% Terdisolusi
4.6
4.4
LOG KI 1:1
4.2
Linear (LOG KI 1:1)
4
0
10
20
40
60
70
Waktu (menit)
Gambar 43. Kurva % zat terdisolusi dari ibuprofen, campuran fisik dan kompleks
inklusi berdasarkan model kinetika orde 1 (log ct/log co = k 1.t), waktu
vs log % terdisolusi
Keterangan :
ZA
CF 1:1
KI 1:1
Lampiran 1. (lanjutan)
Tabel XIII. Kinetika pelepasan obat berdasarkan model kinetika korsemeyerpeppas (log ct = log k + n log t), log waktu vs log % terdisolusi.
Formula
Persamaan regresi
Koefesien regresi
Ibuprofen
y = 0,3615x + 4,0581
0,9561
CF 1:1
y = 0,2275x + 4,3361
0,9708
KI 1:1
y = 0,491x + 4,1151
82
0,9960
KORSMEYER-PEPPAS
5.2
Log ZA
4.8
LOG % TERDISOLUSI
4.6
LOG CF1:1
4.4
4.2
4
0.5
1.5
LOG WAKTU
Gambar 44. Kurva % zat terdisolusi dari ibuprofen, campuran fisik dan kompleks
inklusi berdasarkan model kinetika korsemeyer-peppas (log ct = log k +
n log t), log waktu vs log % terdisolusi
Keterangan :
ZA
CF 1:1
KI 1:1
Lampiran 1. (lanjutan)
Tabel XIV. Kinetika pelepasan obat berdasarkan model kinetika Higuchi (Ct = k.
t ), waktu vs % terdisolusi.
Formula
Persamaan regresi
Koefesien regresi
Ibuprofen
y = 6070,5x + 6045,8
0,9526
83
CF 1:1
y = 4360,1x + 22438
KI 1:1
y = 11801x + 4019,7
0,9675
0,9932
Higuchi
100
ZA
80
Linear (ZA)
60
% Zat Terdisolusi
CF1:1
Linear (CF1:1)
40
KI 1:1
20
0
1
Waktu (Menit)
Gambar 45. Kurva % zat terdisolusi dari ibuprofen, campuran fisik dan kompleks
inklusi berdasarkan model kinetika Higuchi (Ct = k. t ), waktu vs
% terdisolusi
Keterangan :
ZA
CF 1:1
KI 1:1
y = 0,0019x 0,029
absorban = 0,478
84
X=
0,478+ 0,029
=271,578 g /mL = 271 x 10-3 mg/mL
0,0019
Kadar Ibuprofen
= 271x10-3 mg/mL
% Kadar Ibuprofen =
KI 2 =
KI 2 =
198,421 g/mL
256,315 g/mL x
100%
77,41%
Lampiran 2. (lanjutan)
Contoh 3. Perhitungan persen zat terdisolusi pada medium dapar fosfat pH 7,2
85
86
% terdisolusi
87
Lampiran 2. (lanjutan)
Contoh 4. Perhitungan efisiensi disolusi
Untuk kompleks inklusi perbandingan 1:1 (KI 1:1)
88
(0+26662,5)
x (50)=66,655
2
(6662,5+43085,625)
x (105)=274,275
2
(43085,625+51049,16)
x (1510)=235,335
2
(51049,16+70980,62)
x (3015)=914,617
2
(70980,62+ 85321,25)
x(4530)=1172,257
2
(85321,25+91639,375)
x (4530)=1327,2
2
4 3891,055
100
60 x 100
64,851 %
89
Setelah membaca dan memahami penjelasan serta tujuan dari penelitian ini, saya
yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
No. BP
Universitas :
Alamat
No. Telp
90
Lampiran 3. (lanjutan)
Tabel XV. Skala Hedonik untuk evaluasi rasa (Hedonic-Scale rating test)
Nama :
No Responden :
Intruksi :
1. Amati sampel ibuprofen
2. Hasil pengamatan diisikan pada organoleptis ibuprofen.
I
Formula :
Tanggal :
91
Lampiran 3. (lanjutan)
Tabel XVI. Hasil kuesioner responden terhadap penutupan rasa pahit ibuprofen
NO. RESPONDEN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
IBUPROFEN SEBELUM
TERKOMPLEKS
3
3
4
4
3
3
3
3
4
3
3
3
3
4
3
4
3
3
4
4
4
3
3
4
3
3
4
3
92
RASA
IBUPROFEN SETELAH
TERKOMPLEKS
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
4
5
5
5
5
5
5
5
5
4
5
5
5
5
5
5
5
29
30
4
3
4
5
4 : Agak pahit
2 : Sangat pahit
5 : Tidak pahit
3 : Pahit
Lampiran 3. (lanjutan)
Tabel XVII. Tabel uji Wilcoxon dengan SPSS 17.
Wilcoxon Signed Ranks Test
Descriptive Statistics
N
Mean
Std.
Deviation
Minimum Maximum
Ibuprofen Sebelum
Terkompleks
30
3.37
.490
Ibuprofen Sesudah
Terkompleks
30
4.90
.305
Ranks
N
Ibuprofen Sesudah
Terkompleks - Ibuprofen
Sebelum Terkompleks
Negative
Ranks
Positive Ranks
Mean Rank
0a
.00
.00
28b
14.50
406.00
Ties
2c
Total
30
93
Sum of
Ranks
Test Statisticsb
Ibuprofen Sesudah Terkompleks Ibuprofen Sebelum Terkompleks
-4.802a
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
.000
Lampiran 3. (lanjutan)
Langkah-langkah Pengujian Hipotesis :
1. Rumusan hipotesis.
Ho : tidak terdapat perbedaan rasa ibuprofen antara sebelum dan setelah
terkompleks.
Ha : terdapat perbedaan rasa ibuprofen antara sebelum dan setelah terkompleks
2. Penganbilan keputusan
a. Dengan membandingkan statistik hitung dengan statistik tabel.
Jika statistik hitung < statistik tabel, maka Ho ditolak
Jika statistik hitung > statistik tabel, maka Ho diterima
Statistik hitung
Statistik hitung dilihat dari output pada kolom sum of ranks, maka statistik
hitung uji Wilcoxon (T) adalah 0,00.
Statistik tabel
Dengan melihat tabel Wilcoxon, untuk jumlah data (n) = 30, uji satu sisi dan
tingkat signifikan () = 5%, maka statistik tabel adalah 151.
94
Keputusan :
Ho ditolak karena statistik hitung < statistik tabel.
b. Pengambilan keputusan berdasarkan probabilitas.
Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak
Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima
Keputusan :
Ho ditolak karena nilai probabilitas/asymp sig (2-tailed) adalah 0,000 lebih
kecil dari 0,05 atau terdapat perbedaan rasa ibuprofen antara sebelum dan
setelah terkompleks.
95
96
Lampiran 3. (lanjutan)
97
98
99
BERKAS KOMPRE
100