Radiologi Sederhan
Radiologi Sederhan
DAFTAR ISI
Halaman
Prakata
Daftar Isi
vi
Daftar Gambar
vi
Bab I.
Pendahuluan
Bab II.
Radiografi Toraks
10
16
19
26
34
40
I.
44
47
K. Tumor paru
51
L. Tuberkulosis Paru
55
63
Bab III.
Daftar Pustaka
109
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 4a.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Chronic bronchitis
Gambar 9.
BAB I
PENDAHULUAN
Penggunaan radiasi dalam bidang kedokteran pada awalnya
dimulai dari penemuan sinar-X oleh William Conrad Rontgen, hingga
sekarang ini sinar-X juga biasa disebut sebagai sinar Rontgen. Oleh
kemajuan teknologi temuan sinar-X ini terus berkembang dari peralatan
yang sederhana menjadi peralatan yang canggih dan modern. Sinar-X
termasuk salah satu jenis radiasi pengion yang non material yang dapat
menimbulkan ionisasi media yang dilaluinya. Karena sinar-X
menimbulkan ionisasi media yang dilaluinya, maka sebelum
memanfaatkan sinar-X untuk keperluan di bidang kedokteran
diharuskan telah mengetahui dengan baik sifat-sifat sinar pengion yang
akan digunakan. Karena sifat ionisasi ini sering kali sinar pengion
digolongkan sebagai sinar yang berbahaya, namun ditangan orang yang
ahli di bidang sinar pengion, bahaya-bahaya dapat diminimalkan atau
bahkan dicegah sehingga hanya manfaatnya saja yang diambil.
Meskipun demikian selalu saja ada efek samping dari penggunaan sinar
pengion ini walaupun minimal, akan tetapi sinar pengion, dalam hal ini
sinar-X tidak perlu ditakuti atau ditabukan, namun digunakan dengan
mengambil manfaat yang sebanyak-banyaknya dan menekan resiko
atau efek samping yang sekecil-kecilnya. Agar memudahkan
pembelajaran tentang sinar-X ini, sinar-X umumnya dibagi menjadi dua
kelompok yaitu sinar-X dengan energi rendah atau dengan energi
sampai kilo volt (KV), dan sinar-X dengan energi tinggi atau dengan
energi sampai mega electron volt (Mev).
Sinar-X dengan energi rendah umumnya digunakan sebagai
radiodiagnostik sedangkan sinar-X dengan energi tinggi umumnya
dimanfaatkan untuk radioterapi. Pemanfaatan sinar-X dengan energi
rendah di bidang kedokteran umumnya digunakan untuk radio
diagnostik seperti pembuatan foto-foto radiografi konvensional
misalnya pembuatan radiografi kepala, toraks, abdomen dan lain
sebagainya. Sumber sinar-X dengan energi rendah untuk keperluan
diagnostik ini umumnya dikenal orang sebagai pesawat sinar-X seperti
yang terdapat di rumah sakit atau laboratorium diagnostik dengan
energi keluaran sampai 100 kilo volt atau sampai 125 kilo volt. Karena
pesawat seperti ini baru bisa menghasilkan sinar-X kalau dihubungkan
dengan tegangan listrik atau generator sebagai sumber listrik, maka
jenis sinar-X yang dihasilkan pesawat seperti ini digolongkan sebagai
sinar-X yang artificial atau buatan.
Sinar-X dengan energi tinggi umumnya digunakan sebagai
sarana terapi yaitu terapi radiasi pengion seperti pada pengobatan
kanker. Sinar-X energi tinggi juga disebut sinar gama. Sinar-X atau
sinar gama sebenarnya sama sama sebagai emisi sinar yang non
material yang terdisi atas paket-paket foton yang pada hakekatnya
adalah partikel elementer tenaga, hanya umumnya disebutkan sinar-X
jika energinya rendah (KV) dan sinar gama jika energinya tinggi
(MeV). Sinar gama energi tinggi ini ada yang terjadi secara alami
yaitu dari pancaran peluruhan bahan radioaktif atau yang disebut
desintegrasi, tetapi dapat juga buatan seperti yang dihasilkan oleh
pesawat linac (linear accelerator). Energi sinar-X yang dihasilkan dari
kedua cara ini memiliki energi tinggi, MeV (Mega elektron Volt).
Sinar-X atau sinar gama energi tinggi ini dimanfaatkan untuk
radioterapi seperti untuk penyinaran terhadap sel-sel kanker. Selain itu
sinar gama energi tinggi juga digunakan untuk sarana diagnostik seperti
digunakan pada Radioimmunoassay atau isotop scanning.
BAB II
Radiografi Toraks
Radiografi toraks sederhana adalah pembuatan gambar radiografi
toraks dengan menggunakan sinar-X energi rendah (KV) dan
merekamnya ke dalam film dengan tujuan untuk menegakkan diagnosis
penyakit atau kelainan pada toraks .
Untuk menegakkan diagnosis radiografi umumnya dikenal
langkah-langkah metodologik untuk memudahkan pencapaian tujuan
agar dapat dicapai nilai diagnosis yang maksimal. Langkah-langkah
tersebut dimulai dengan mengenal radiografi anatomi toraks normal,
kemudian mengenal radiografi anatomi toraks patologi, mengumpulkan
data klinik yang lain, selanjutnya melakukan analisis radiografi, dan
kemudian menegakkan diagnosis radiografi. Karena itu di dalam
menegakan diagnosis radiografi harus didasari bukan hanya
pengetahuan ilmu kedokteran dasar baik anatomi, fisiologi, biokimia,
dan histologi saja, tetapi juga diperlukan pengetahuan epidemiologik
terhadap penyakit-penyakit tertentu. Hal ini akan sangat membantu
menegakkan diagnosis radiografi dengan presisi yang tinggi
dibandingkan jika hanya membaca gambaran radiografi apa adanya. Di
sini penulis membedakan antara membaca dan menganalisa gambar
radiografi. Seringkali orang memandang keliru diagnosis radiografi.
Diagnosis radiografi umumnya adalah diagnosis morfologik terutama
radiografi toraks. Di dalam ilmu kedokteran dikenal ada bermacammacam diagnosis diantaranya adalah diagnosis klinik, diagnosis
histopatologik, diagnosis mikrobiologik atau bakteriologik, diagnosis
serologik, dan ada juga diagnosis kerja. Demikian pula diagnosis
radiologik hanya terbatas pada morfologik, dan pada radiografi tertentu
juga fungsional. Jadi jika didapat gambar radiografi tuberkulosis primer
bukan berarti Mantoux test harus positip, Bakteri Tahan Asam harus
ditemukan di dalam sputum dan sebagainya, karena dasar diagnosis
yang ditegakkan adalah temuan empirik didukung dengan proses
patofisiologik yang sudah dibakukan bahwa gambaran radiografi toraks
tuberkulosis primer adalah demikian itu.
seperti kubah halus, puncak diafragma kanan sedikit lebih tinggi dari
yang kiri sekitar setengah tebal atau tinggi korpus vertebra. Bila
bentukan kubah diafragma bergelombang namun masih melengkung ke
arah atas disebut scaloping dan bila kubah bergelombang ke arah
bawah terutama pada sudut kostofrenik di sebut tenting. Pada keadaan
diafragma lumpuh karena parese nervus frenikus, letak kubah tampak
lebih tinggi dan hampir tidak bergerak pada inspirasi dan ekspirasi.
Tidak bergeraknya diafragma ini dapat diamati dengan menggunakan
sinar tembus yang disebut Fluoroscopy.