B.
Etiologi
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik
yaitu trombosis serebri atau emboli serebri.12
Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau
cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering
timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit
neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam
beberapa jam atau hari.12
Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau
cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal,
seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis
biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai
trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri.
Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri
kepala berdenyut.12
C.
Klasifikasi
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular
serebral, dapat di bagi dalam :
b.
Stroke in-evolution
c.
Stroke trombotik
d.
Stroke embolik
e.
Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti
tumor, abses, granuloma.
D.
Stroke lakunar
b.
c.
Stroke embolik
d.
Stroke kriptogenik
Faktor risiko
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan
yang dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto mengenai gambaran faktor-faktor risiko
Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan
hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002),
dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang mengalami stroke
non hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65 tahun.
Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria
lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan
angka kematianya masih belum jelas.Penelitian yang di lakukan oleh Indah
Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai gambaran
faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita stroke menunjukan bahwa
jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4% dari penelitianya
terhadap 197 pasien stroke non hemoragik.
Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat
stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah
mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko
terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-
2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar
29,3%.
4. Rasa atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data
sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku
Jawa (khususnya Yogyakarta).
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
1. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima
tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai
42%.
2. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai
enam kali ini sering di sebut the silent killerdan merupakan risiko utama
terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik.Berdasarkan
Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai
apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan
darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah terjadinya
kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya
penyumbatan atau perdarahan otak.
3. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska
oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering
Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas.
Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna
klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam
plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor
dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu
trigliseridanya,
kadar
protein
tertinggi
terdapat
pada
HDL.
Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas
merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur
adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat
badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Normal
BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2
selebihnya adalah obesitas.
Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan
perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan
karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah
Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar
2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%
oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal
darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan otak per
menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak
adalah 700-840
ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang
terdiri dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian
depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah
vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai
sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior
bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus
Willisi.
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri
yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang di perdarahi oleh arteri tersebut
dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut.
Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam
Gejala klinis
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi
tempat gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami
penurunan, menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non
hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran,
kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan skala koma Glasgow
yaitu :
Tabel 2.1. Skala koma Glasgow.
Buka mata (E)
1.
Tidak ada
respons
Respons
dengan rangsangan
nyeri
Buka mata
Fleksi abnormal
3.
Bicara kacau
Buka mata
Menghindari
4.
Disorientasi
spontan
nyeri
dengan perintah
Melokalisir
tempat dan
waktu
5.
Orientasi baik
nyeri
dan sesuai
Mengikuti
perintah
(anestesia,
hiperestesia,
parastesia/geringgingan,
gerakan
yang
canggung serta simpang siur, gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan
miksi, defeksi, salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi) yang
merupakan sifat khas manusia, dan gangguan koordinasi (sidrom serebelar) :5,13
1. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat
seseorang akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri
Fungsi
Penemuan
klinis
I: Olfaktorius
Penciuman
dengan lesi
Anosmia (hilangnya daya
II: Optikus
III:
Penglihatan
Gerak mata; kontriksi
penghidu)
Amaurosis
Diplopia (penglihatan
Okulomotorius
pupil; akomodasi
kembar), ptosis;
midriasis; hilangnya
IV: Troklearis
V: Trigeminus
VI: Abdusen
VII: Fasialis
akomodasi
Gerak mata
Diplopia
Sensasi umum wajah, kulit mati rasa pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak
mengunyah
Gerak mata
Pengecapan; sensasi
Diplopia
Hilangnya kemampuan
kelenjar lakrimalis,
submandibula dan
VIII:
wajah
Tuli; tinitus(berdenging
Vestibulokokleari
keseimbangan
s
IX:
Pengecapan; sensasi
nitagmus
Hilangnya daya
Glosofaringeus
pengecapan pada
telinga; mengangkat
parotis
Pengecapan; sensasi
paralisis palatum
X: Vagus
abdomen
Fonasi; gerakan kepala;
Spinal
Gerak lidah
bahu
Kelemahan dan pelayuan
XII: Hipoglosus
lidah
Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana Pendeita
stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula
sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, pendeita stroke non
hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks akan mengakibatkan terjadinya
Nervus
vestibulokoklearis
yang
di periksa
adalah
pendengaran,
melengkung ke medial, maka akan terjadi dorsifleksi ibu jari kakai dengan
penyebaran jari-jari lainya. Reflek chaddock akan terjadi dorsofleksi ketika
sisi lateral kaki di gores. Reflek openheimdengan penekanan tulang kering
yang akan menyebabkan dorsofeksi ibu jari kaki.
5. Fungsi sensorik
a. Sentuhan ringan
b. Sensasi nyeri
c. Sensasi getar
d. Propriosepsis (sensasi posisi)
e. Lokalisasi taktil.
6. Fungsi serebelar
a. Tes jari ke hidung jika terjadi gangguan di serebelum maka akan melewati
sasaran secara terus menerus dan kadang di sertai tremor.
b. Tes tumit kelutut, pasien di suruh menggeserkan tumit suatu ekstremitas
bawah menuruni tulang kering ekstremitas bawah lainya dengan dimulai
dari lutut, dalam keadaan penyakit serebelum tumitnya bergoyang-goyang
dari sisi ke sisi.
c. Gerakan yang berganti-ganti dengan cepat.
d. Tes Rombergdengan cara menyuruh pasien berdiri di depan pemeriksa,
dengan kaki di rapatkan sehingga kedua tumit dan jari-jari kaki saling
bersentuhan tes ini positif jika pasien mulai bergoyang-goyang dan harus
memindahkan kakinya untuk keseimbangan.
e.
Gaya
berjalan.
Hemiplegi
cenderung
menyeret
kakinya.
Gula darah
Tabel 2.3. Kadar glukosa darah.9
Kriteria diagnostik DM
Bukan
Belum pasti
DM
DM
DM (mg/dl)
(mg/dl)
(mg/dl)
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma Vena
Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
<110
<90
110 199
90 199
>200
>200
Plasma vena
Darah
<110
<90
110 125
90 109
>126
>110
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat
hipertensi. Gatler menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di
jumpai 30% dengan diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan
pembuluh darah otak yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan
mempersempit diameter pembuluh darah otak dan akan mengganggu
kelancaran aliran darah otak di samping itu, diabetes melitus dapat
mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang
lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.
2.
Profil lipid
Tabel 2.4. Kadar Lipid Serum Normal.
Kolesterol Total
Optimal
Diinginkan
Tinggi
LDL
(mg/dl)
< 200
200 239
240
Optimal
Mendekati optimal
Diinginkan
Tinggi
Sangat tinggi
< 100
100 129
130 159
160 189
190
HDL
Rendah
Tinggi
< 40
60
Trigliserida
Optimal
Diinginkan
Tinggi
Sangat tinggi
< 150
150 199
200 449
500
CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk
mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal.
CT scan dapat memberi hasil tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga
separuh dari semua kasus stroke non hemoragik.
2.
4.
Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke
dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat
memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.
I.
Penatalaksanaan
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non
hemoragik yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari
stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang
peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan.
1.
b.
2)
3)
c.
Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke
terapi dengan heparin.
2.
b.
c.
2)
Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali
pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik
>120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.
3)
e.
f.
g.
2)
3)
4)
Diseksi arteri
5)
2.
adalah
aspirin,
dipiridamol,
tiklopidin,
idobufen,
epoprostenol,
clopidogrel.
3.
yang muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke perlu melakukan
pengontrolan perkembangn kesehatan di rumah sakit kembali, di samping
melakukan pemulihan dan rehabilitasi sendiri di rumah dengan bantuan anggota
keluarga dan ahli terapi. Penelitian yang dilakukan Sri Andriani (2008) terhadap
281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan 60% berobat jalan,
23,8% meninggal dan sisanya pulang atas permintaan sendiri.
J.
Komplikasi
Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi
non neurologis yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasikomplikasi tersebut yaitu :
1.
Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati
secara agresif dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam
biasanya adalah pneumonia aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri
antibiotik intravena sesuai hasil kultur.
2.
Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi
maka dapat dilakukan pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak
sadar atau memiliki risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa
nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.
3.
4.
Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama
3-5 hari sejak onset stoke :
a.
< 50 mg/dl
b.
50-100 mg/dl
jam
c.
100-200 mg/dl
d.
200-250 mg/dl
e.
250-300 mg/dl
f.
300-350 mg/dl
g.
350-400 mg/dl
h.
5.
6.
7.
8.
Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau
fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari.
9.
K.
Pencegahan
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental,
alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin,
kokain dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan.
Menggendaliakan hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit
vaskular aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga
teratur.
Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko
seperti hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet
dan obat hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan
oral, dislipidemia dengan diet rendah lemak dan obat antidislipidemia, berhenti
merokok, hindari kegemukan dan kurang gerak.
L.
Prognosis
Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit
neurologis yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang
terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari
80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan
tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari
periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi
independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di
Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan
stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami
cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia,
sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang
dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Risiko.
Departemen
Neurologi
FK-USU.
Medan
2009.http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/18925. (4 januari
2012)
3.
4.
5.
6.
Republik
Indonesia.Riset
kesehatan
dasar
2007.Jakarta.2008.
7.
8.
9.
10.
Widjaja AC. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar DdimerPlasma Pada Diagnosis Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang.
2010.
http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf
(1 januari 2012)
11.
Price SA & Wilson LM. Patofisiologi.Konsep Klinis ProsesProses Penyakitjilid 2. EGC. Jakarta. 2006: 1110-19.
12.
13.
14.
15.
Tahun
2006.FKM
UNDIP.Semarang.2006.http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?
action=4&idx=3745. (1 februari 2012).
16.
17.
18.
Penderita
Stroke
Di
Rsud
Kabupaten
Kudus.FK
UNDIP.Semarang.2002.http://eprints.undip.ac.id/4021/1/2042.pdf
(3
februari 2012)
19.
20.
21.
Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis ProsesProses Penyakitjilid 1. EGC. Jakarta. 2006: 580-81.
22.
23.
24.
25.
26.
Rawat
Inap
Di
RSU
Herna
Medan
Tahun
200.FKM
USU.Medan.2002. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14569
(1 januari 2012)
27.