Manajemen Cedera Jalan Napas
Manajemen Cedera Jalan Napas
cedera
jalan
napas
pada
bagian
thorakalis
dan
mencapai
intrakranial.
Trauma
maxilofacial
dapat
terjadi
pada
nasal
serta
memungkinkan
terjadinya
dengan
menelan
darah
dalam
keadaan
duduk,
ditatalaksana
dengan
angiografi
emboli
atau
dengan
intervensi pembedahan.
Pada keadaan fraktur mandibula parasimfisial posisi lidah
tidak lagi mengarah kedepan. Posisi lidah cenderung mengarah ke
posterior dan periglotis menyebabkan obstruksi jalan napas. Walau
bagaimanapun, obstruksi jalan napas dapat dikurangi dengan
memposisikan upright meskipun dapat memperburuk kondisi cedera
spinal jika memang ada dicurigai cedera spinal.
Cedera mid facial dapat menyebabkan terjadinya Le Fort I, II,
dan III. Le fort II dan III dapat disertai dengan basis kranii dan
bocornya cairan cairan serebrospinal. Sinus sphenoid dan lamina
kribiformis dapat mengalami gangguan pada pasien dengan fraktur
noorbitoetmoid, fraktur Le Fort II dan III, serta fraktur panfasial.
Fraktur midfasial secara umum berhubungan dengan cedera kepala
dan
servikal,
berhubungan
sedangkan
cedera
fraktur
mata.
zigoma
Fraktur
basis
dan
orbita
kranii
dapat
melibatkan
cervikal
dapat
menyebabkan
retrofaringeal
hematom
self
limiting
terhadap
cedera,
sehingga
tidak
bagian
yang
berseberangan
dengan
tulang
vertebrae
pre-hospital,
Penatalaksanaan
bahkan
cedera
dapat
pada
membahayakan
organ
dan
kontrol
pada
prehospital
tidak
seharusnya
memperlama
dilakukan
sesegera
mungkin
tanpa
harus
menunggu
sederhana
yang
diajukan,
maka
dapat
diambil
kurangnya
data
dalam
menegakkan
diagnosis
tidaklah
dengan
menggunakan
laringoskop
direct,
Pendekatan Umum
Masih kurang bukti terkait manajemen jalan napas pada pasien
dengan trauma jalan napas. Terapi awal dengan pemberian 100%
oksigen, jalan napas harus dibersihkan dari berbagai material yang
mengganggu seperti gigi yang longgar, darah, dan muntahan) dan
manuver dasar harus dilakukan seperti suction, chin lift, jawthrust,
oralairway,danbaggingventilation.Jikadicurigaiadanyacederaservikal,
semuamaneuverharusdilakukansertadigunakancollarneck.Jalannapaspada
nasalharusdilancarkanjikaadakemungkinanterjadinyafrakturnasaldanbasis
kranii.Jikaditemukanadanyacederapadapembuluhdarahbesar,disarankan
untukdilakukanposisiTredelenburgdanposisiterlentanguntukminimalisasi
resikoemboliudara.Padapasienpasiendenganfrakturfasial,ventilasipositif
pada jalan napas dapat memungkinkan terjadinya berpindahnya fragmen
fragmen tulang yang fraktur sehingga dapat menyebabkan obstruksi jalan
napas, mencetuskan terjadinya emfisema subkutis, pneumoensefali,
pneumomediastinum, dan penumotorax. Cedera laring dapa diperparah oleh
penekanancricoid,laringoskopi,danintubasi.
Beberapapasiendenganketerbatasanjalannapastidakmembutuhkan
tindakan intubasi. Suatu studi menyatakan bahwa intubasi emergensi hanya
dilakukanpada 50%kasus traumatajampada jalannapas dan80%trauma
tumpul. Sedangkan pada studi lainnya, hanya sekitar sepertiga tindakan
intubasidilakukandiruangoperasiyangmerupakantindakannonemergensi.
Oleh karena itu, manajemen konservatif dapat dilakukan selama tidak ada
penurunan fungsi jalan napas. Jika intubasi tak dilakukan, maka perlu
dilakukanpenilaianberulangpadapasiensecarateratur.
Berikut adalah indikasi untuk mengamankan jalan napas diantaranya
adalah; trauma berat, cardiac arrest, syok, distress pernapasan, hipoksia,
kecemasanberat,dansuatukeadaanyangtidakmemungkinkanuntukproteksi
jalannapassepertipadapasiendenganGCS<9danperubahanstatusmental
padapasien.Cederaesophagusdapatdialamipada10%pasiendengantrauma
laringotrakea khususnya pada pasien pasien yang mengalami trauma tajam.
Pasien dengan cedera esophagus harus dilakukan tindakan intubasi urgensi.
Kontroljalannapasdinijugadapatdipertimbangkanpadakasushematomadi
jalan napas dan sekitarnya serta cedera akibat zat biokimia, agen inhalasi
termasuk rokok dan asap kebakaran yang menyebabkan terjadinya edema
mucus.Pembedahanpadajalannapasmerupakanindikasipadapasienhipoksia
ataupunhipotensiyangtidakbisadilakukantindakanintubasi.Berbagaiteknik
intubasi diantaranya adalah laringoskop direk, video laringoskop, dan fiber
optic bronkoskopi cocok untuk dilakukan. Intubasi dalam keadaan ventilasi
spontan dapat dilakukan pada pasien yang koperatif dan dapat digunakan
anestesitopical,sedasi,evakuasidarah,debris,sertavomitus.RapidSequence
Induction(RSI)danintubasidenganmenggunakanstabilisasiakialdarikepala
danleherdapatmenjadialternative.RSIdapatditerapkanpadapasiendengan
traumatajampadaleher.SuatustudimelaporkanbahwaRSItelahditerapkan
pada70%dari12.187pasientrauma.
Intubasiselamaventilasispontanpadapasiensadarpenuhmaupunpada
pasienyangtelahdisedasi,membutuhkanwaktulebihuntukintubasisebelum
desaturasioksigen,danmemungkingkanjalannapasyanglebihkomplit.Pada
pasienyangkoperatif,jauhlebihamandilakukanpadagangguanjalannapas
yangtidakdiketahuidanpadakesulitanintubasi.RSIseringlebihcepatdan
praktispadapasienyangtidakkoperatifatauhemodinamiktakstabildengan
cederamayorpadaorganlainnya.PeralatandanpersonelyangmelakukanRSI
lebih siap di seluruh lokasi. Pemilihan apakah pasien dilakukan intervensi
invasivepadajalannapasataudiintubasidalamkeadaansadaratautaksadar
merupakansuatupilihanyangdiambilklinisiyangbergantungpadakondisi
pasien, jenis dan derajat keparahan jalan napas dan cedera sistemik, serta
personil yang terlatih dan peralatan yang lengkap. Video laringoskop (VL)
dapatdikombinasikandenganfiberopticbronkoskopi(FOB)ataukateterjalan
napas. VL dapat dilakukan guiding dengan FOB melalui visualisasi pada
laring.FOBmerupakanpilihanpadapasiendengankesulitanventilasisama
sepertisulitnyaintubasi,traumafasialisdankondisilainnya.FOBmerupakan
pilihanpadapasiendenganakses jalannapas yangterbatasselama intubasi
pada posisi pronasi atau lateral atau dengan adanya fiksasi neurosurgical
dengan surgicalhalodevice.PenggunaanFOBtidakbisadilakukanbilaada
darah,mukosa,danketidakmampuanmemindahkandebris.
KeadaanKhusus
FacialTrauma
Cedera pada arkus mandibular dan zigoma dapat menyebabkan
terjadinya trismus. Trismus dapat dicegah dengan blockade neuromuscular.
Frakturcondylerdapatmenghambatpembukaanmulutakibatadanyafragmen
tulang yang fraktur. Intervensi pembedahan dibutuhkan untuk evakuasi
fragmen fragmen tulang yang fraktur. Fraktur mandibular bilateral dapat
mempermudahretraksilaringoskop.Frakturmidfasialisdengangangguanjalan
napas membutuhkan tindakan pembedahan jalan napas. Intubasi submental
dapatdilakukansebagaitindakanalternativedengancarainsersiETTmelalui
insisi pada dasar mulut. Gigi gigi yang mengalami avulsi harus ditanam
kembalipadagusisetelahintubasi.
Intubasinasaljarangdilakukankarenapertimbanganpadaresikocedera
basiskranii.Sebagaicontohpadakasusfrakturbasiskranii,nasalkanuldan
pemberian highflow oxygen viaFOBdapatmeningkatkanresikoterjadinya
infeksiintracranial.Intubasipadanasaldigunakanpadapembedahanoraldan
maksilofasialnonemergensi.IntubasinasalmenggunakanFOBapabilafraktur
tidakmencapaimidlinedanlaminakribiformismasihutuhpadaCTscan.Pada
kasus dengan fraktur frontobasal disertai fistel CSF, intubasi nasal tidak
memilikihubungandenganinsidensimeningitis.
TraumaLeherdenganKompresiJalanNapasEkstrinsik
Manipulasi jalan napas mungkin dapat merusak hematoma dan
GangguanLaringotrakeal
Apabiladitemukancederajalannapasmeluasataumencapaisubglotis,
maka dapat dilakukan pembedahan sebagai penatalaksanaan awal. Pada
beberapa pasien, memungkinkan insersi ETT hingga pada luka pada jalan
napas.