Anda di halaman 1dari 44

Laporan kasus

Efusi Pleura pada TB Paru

Oleh:
Ahmad Syaukat, S.Ked

04054821618109

Eka Satyani Belina, S.Ked


M. Rezi Rahmanda, S.Ked

04054821618021
04084821618194

Pembimbing:
Dr. H. Hadhimuljono, Sp.PD, FINASIM
Dr. H. Ahmar Kurniadi, Sp.PD-KKV, FINASIM

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUD Dr. SOBIRIN LUBUK LINGGAU
2016

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus

Efusi Pleura pada TB Paru


Ahmad Syaukat, S.Ked

04054821618109

Eka Satyani Belina, S.Ked


M. Rezi Rahmanda, S.Ked

04054821618021
04084821618194

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam


mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya di RSUD Dr. Sobirin Lubuk
Linggau periode 4 27 Agustus 2016.

Lubuk Linggau, Agustus 2016


Dosen Pembimbing

dr. H. Hadhimuljono, Sp.PD, FINASIM


KKV,FINASIM

dr. H. Ahmar Kurniadi, Sp.PD-

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan


rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul Efusi Pleura pada TB Paru. Shalawat serta
salam selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai
tauladan umat manusia.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada dr. H. Hadhimuljono, Sp.PD, FINASIM dan dr. H. Ahmar
Kurniadi, Sp.PD-KKV, FINASIM selaku pembimbing.
Penulis menyadari banyak kekurangan dari laporan ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan.
Demikian, semoga laporan ini tetap dapat berkonstribusi untuk
kemajuan ilmu kedokteran.
Lubuk Linggau, Agustus 2016

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ ii
KATA PENGANTAR ......................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................1
BAB II. LAPORAN KASUS .................................................................2
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 21
BAB IV. ANALISIS KASUS................................................................40
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................43

BAB I

PENDAHULUAN
Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang
diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura.
Efusi pleura selalu abnormal dan mengindikasikan terdapat penyakit yang
mendasarinya. Efusi pleura dibedakan menjadi eksudat dan transudat berdasarkan
penyebabnya. Rongga pleura dibatasi oleh pleura parietal dan pleura visceral. Pada
keadaan normal, sejumlah kecil (0,01 mL/kg/jam) cairan secara konstan memasuki
rongga pleura dari kapiler di pleura parietal. Hampir semua cairan ini dikeluarkan
oleh limfatik pada pleura parietal yang mempunyai kapasitas pengeluaran sedikitnya
0,2 mL/kg/jam. Cairan pleura terakumulasi saat kecepatan pembentukan cairan pleura
melebihi kecepatan absorbsinya. Efusi pleura dapat terjadi sebagai komplikasi dari
berbagai penyakit.
Penelitian yang pernah dilakukan di rumah sakit Persahabatan, dari 229 kasus
efusi pleura pada bulan Juli 1994-Juni 1997, keganasan merupakan penyebab utama
diikuti oleh tuberkulosis, empiema toraks dan kelainan ekstra pulmoner. Penyakit
jantung kongestif dan sirosis hepatis merupakan penyebab tersering efusi transudatif
sedangkan keganasan dan tuberkulosis (TB) merupakan penyebab tersering efusi
eksudatif. Mengetahui karakteristik efusi pleura merupakan hal penting untuk dapat
menegakkan penyebab efusi pleura sehingga efusi pleura dapat ditatalaksana dengan
baik.

BAB II

LAPORAN KASUS
2.1 Identifikasi
Nama

: Ny. M

Usia

: 45 tahun

Jenis kelamin : Perempuan


Alamat

: Desa Muara Kati Baru I Kec Tiang Pumpung Kepungut Musi


Rawas Sumsel

Pekerjaan

: Guru

Agama

: Islam

Status

: Menikah

MRS

: 10 Agustus 2016

No Registrasi : 00140242
Dirawat di

: Anggrek 2.2

2.2 Anamnesis (Autoanamnesis dengan pasien tanggal 13 Agustus 2016)


2.2.1 Keluhan Utama :
Sesak hebat sejak 2 hari SMRS
2.2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit :
bulan SMRS, os mengeluh batuk berdahak berwarna putih kehijauan
banyaknya 1 sendok teh. Batuk tidak bercampur darah. Sesak(+). Sesak tidak
dipengaruhi aktivitas, cuaca atau emosi. Sesak tidak disertai mengi. Terbangun di
malam hari karena sesak (-). Sesak berkurang dengan istirahat. Demam (-) mengi (-)
nyeri dada (-), mual (-), muntah (-). Keringat malam (+), penurunan nafsu makan (-).
Penurunan berat badan (+) dirasakan dari celana os yang melonggar. BAB dan BAK
tidak ada masalah. Os lalu ke Puskesmas terdekat dikatakan sakit batuk biasa. Os lalu
diberi obat batuk. Keluhan batuk hilang namun timbul lagi.

3 hari SMRS os mengeluh sesak yang bertambah hebat. Sesak tidak


dipengaruhi aktivitas, cuaca atau emosi. Sesak tidak disertai mengi. Terbangun di
malam hari karena sesak (-). Sesak sedikit berkurang dengan istirahat. Batuk (+)
berdahak berwarna putih kehijauan banyaknya satu sendok makan. Dahak tidak
bercampur darah. Demam (-) nyeri dada (-), mual (-), muntah (-). Badan terasa lemas
(+) pandangan berkunang-kunang. Keringat malam (+), penurunan nafsu makan (-).
Penurunan berat badan (+) dari 65 Kg ke 53 Kg. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Os kemudian berobat ke Puskesmas dan dirujuk ke RS dr Sobirin.
2.2.4 Riwayat penyakit dahulu dan kebiasaan

Riwayat batuk lama sebelumnya (-)


Riwayat minum obat 6 bulan (-)
Riwayat trauma pada dinding dada (-)
Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat merokok (-)
Riwayat minum alkohol (-)

2.2.5 Riwayat penyakit dalam keluarga


Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-).
2.2.6 Riwayat sosial dan Ekonomi

Os bekerja sebagai Petani karet, dan suami os bekerja sebagai petani kebun.
Os tinggal bersama suami dan ketiga orang anaknya.

2.3 Pemeriksaan Fisik (Tanggal 13 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB) :


Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 88 x/menit, reguler, isi cukup, tegangan kuat.

Frekuensi pernafasan : 24 x/menit


Suhu

: 36.2oC

BB

: 53 kg

TB

: 158 cm

IMT

: 21,23 kg/m2

Kesan

: Normoweight

Keadaan Spesifik
Kepala

:Normocephali, warna rambut hitam, rambut licin, tidak mudah


dicabut, alopesia (-), nyeri tekan supra dan infra orbita (-),
deformitas tulang kepala (-)

Mata

: Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+),


refleks cahaya (+/+), mata cekung (-/-), edema palpebra (-/-)

Hidung

: Deviasi septum nasal (-), sekret (-)

Mulut

: Bibir pucat (-), bibir kering (-), chelitis angularis (-), lidah
kering (-), atrofi papil lidah (-), stomatitis (-)

Telinga

: MAE lapang, sekret(-)

Leher

: JVP (5-2 cmH2O), pembesaran KGB (-), pembesaran


struma/tiroid (-).

Thoraks

: Barrel chest (-), venektasi (-), dan spider naevi (-),

Pulmo
Inspeksi

: Statis dan dinamis: tertinggal pada bagian kanan, retraksi


dinding dada (-/-)

Palpasi

: Stem fremitus kanan melemah

Perkusi

: Redup pada lapang paru kanan, nyeri ketok (-/-)

Auskultasi

:Vesikuler melemah pada lapang paru kanan, rhonki basah


halus (+), wheezing (-)

Cor
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba


Thrill (-)

Perkusi

: Batas jantung atas ICS II


Batas jantung kanan ICS V linea sternalis dextra
Batas jantung kiri 1 cm lateral linea mid clavicularis sinsitra
ICS VI

Auskultasi

: HR 106x/menit, reguler, Murmur (-) Gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar, umbilikus menonjol (-), caput medusae (-), venektasi


(-)

Palpasi

: Lemas, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak


teraba, ballotement (-).

Perkusi

: Tympani, shifting dullness (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Ekstremitas Superior : Deformitas (-), warna kulit tampak ikterik (-), pitting edema
(-), pucat (-/-), akral sianosis (-), akral hangat (+), pembesaran
KGB aksilla (-), palmar eritema (-/-), clubbing finger (-)
Ekstremitas Inferior : Deformitas (-), warna kulit tampak ikterik (-), edema pretibial
(-/-), pucat (-/-), akral sianosis (-), akral hangat (+)
2.4 Daftar Masalah

Sesak napas

Batuk Berdahak

2.5 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Foto Rotgen Thorax (Tanggal 10 Agustus 2016)

Interpretasi
- Sudut Costofrenikus kanan menghilang
- Terdapat meniskus sign di kanan
- Batas jantung kanan sulit dinilai
- Terdapat kavitas di apex paru kanan
Kesan: Efusi Pleura dextra ec Tuberkulosis Paru
Pemeriksaan Sputum BTA (9/8/2016)
BTA I (sewaktu)
: - (negatif)
BTA II (pagi)
: - (negatif)
BTA III (sewaktu)
: - (negatif)
2.6 Diagnosis Sementara
Efusi Pleura Dextra ec Tuberkulosis Paru kasus baru + Dispepsia

10

2.7 Diagnosis Banding


1. Pneumonia
2. Tumor Paru
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Non Farmakologis

Bedrest
Edukasi
02 4L/m via nasal kanul
Diet TKTP

2.8.2 Farmakologis

IVFD RL gtt X/m (mikro)


Inj Omeprazole 1x40 mg IV
OAT Kategori 1 (2RHZE/4R3H3)
o Rifampicin 150 mg 1x3 tab p.o
o Isoniazid 75 mg 1x3 tab p.o
o Pirazinamid 400 mg 1x3 tab p.o
o Etambutol 275 mg 1x3 tab p.o
Rencana aspirasi cairan
2.9 Prognosis
Quo ad vitam

: Dubia

Quo ad fungsionam

: Dubia ad malam

Quo ad sanationam

: Dubia ad malam

2.10 Rencana Pemeriksaan


-

Laboratorium darah: Darah Rutin, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati (SGOT,

SGPT)
Analisa cairan pleura
Kultur sputum dan cairan pleura
Thorax Foto ulang setelah pemasangan WSD

2.11. Perkembangan pasien


Follow Up: Tanggal 11 Agustus 2016

11

S
O

Sesak Napas terus menerus

Keadaan umum

Tampak sakit sedang

Kesadaran

Compos mentis

Tekanan darah

130/80 mmHg

Nadi

92 x/m, reguler, isi cukup, tegangan kuat

Pernapasan

24 x/m

Temperatur

36,3 0C

Keadaan spesifik
Kepala

Konjungtiva palpebra pucat ( -/-), sklera ikterik (-/-),


mata cekung (-/-), mukosa bibir basah

Leher

JVP (5-2) cm H20, pembesaran KGB (-)

Thorax

I:Statis dan dinamis: tertinggal pada bagian kanan,


retraksi dinding dada (-/-), Barrel chest (-), venektasi
(-), dan spidernaevi (-),
P: Stemfremitus kanan melemah, Nyerti tekan (-)
P: Redup pada lapang paru kanan, nyeri ketok (-/-)
A: Vesikuler melemah pada lapang paru kanan, rhonki
basah (+), wheezing (-)

Cor

I: Iktus kordis tidak terlihat


P: Iktus kordis tidak teraba, Thrill (-)
P: Batas jantung atas ICS II, Batas jantung kanan ICS V
lineasternalis dextra, Batas jantung kiri 1 cm lateral
linea mid clavicularis sinsitra ICS VI
A : HR 106x/menit, reguler, Murmur (-) Gallop (-)

Abdomen

I : Datar, caput medusae (-), venektasi (-)


P : Lemas, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien
tidak teraba, ballotement (-).

12

P : Timpani, shifting dullness (-)


A : Bising usus (+) normal
Ekstremitas

edema pretibial (-/-), pucat (-/-), akral sianosis (-), akral


hangat (+)

Aspirasi Cairan
A
P

Cairan berwarna kuning kemerahan jumlah <20 cc


Efusi Pleura ec TB Paru + Dispepsia
Non Farmakologis

Bedrest
Edukasi
02 3L/m via nasal kanul
Diet TKTP

Farmakologis

IVFD RL gtt X/m (mikro)


Inj Omeprazole 1x 40 mg IV
OAT Kategori 1 (2RHZE/4R3H3)
o Rifampicin 150 mg 1x3 tab p.o
o Isoniazid 75 mg 1x3 tab p.o
o Pirazinamid 400 mg 1x3 tab p.o
o Etambutol 275 mg 1x3 tab p.o

Follow Up tanggal 12 Agustus 2016


S
O

Sesak Napas

Keadaan umum

Tampak sakit sedang

Kesadaran

Compos mentis

Tekanan darah

130/80 mmHg

Nadi

92 x/m, reguler, isi cukup, tegangan kuat

Pernapasan

24 x/m

Temperatur

36,3 0C

13

Keadaan spesifik
Kepala

Konjungtiva palpebra pucat ( -/-), sklera ikterik (-/-),


mata cekung (-/-), mukosa bibir basah

Leher

JVP (5-2) cm H20, pembesaran KGB (-)

Thorax

I:Statis dan dinamis: tertinggal pada bagian kanan,


retraksi dinding dada (-/-), Barrel chest (-), venektasi
(-), dan spidernaevi (-),
P: Stemfremitus kanan melemah, Nyeri tekan (-)
P: Redup pada lapang paru kanan, nyeri ketok (-/-)
A: Vesikuler melemah pada lapang paru kanan, rhonki
basah (+), wheezing (-)

Cor

I: Iktus kordis tidak terlihat


P: Iktus kordis tidak teraba, Thrill (-)
P: Batas jantung atas ICS II Batas jantung kanan ICS V
lineasternalis dextra, Batas jantung kiri 1 cm lateral
linea mid clavicularis sinsitra ICS VI
A : HR 106x/menit, reguler, Murmur (-) Gallop (-)

Abdomen

I : datar, caput medusae (-), venektasi (-)


P : Lemas, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien
tidak teraba, ballotement (-).
P : Timpani, shifting dullness (-)
A : Bising usus (+) normal

Ekstremitas

edema pretibial (-/-), pucat (-/-), akral sianosis (-), akral

A
P

hangat (+)
Efusi Pleura Dextra ec Tuberkulosis Paru + dispepsia
Non Farmakologis

Bedrest
Edukasi
02 3L/m via nasal kanul
Diet TKTP

14

Farmakologis

IVFD RL gtt X/m (mikro)


Inj Omeprazole 1 x 40 mg IV
Inj Cefotaxime 2x1 gr IV
Inj Dexamethasone 4x 10 mg IV
Inj Ranitidine 2x50 mg IV
OAT Kategori 1 (2RHZE/4R3H3)
o Rifampicin 150 mg 1x3 tab p.o
o Isoniazid 75 mg 1x3 tab p.o
o Pirazinamid 400 mg 1x3 tab p.o
o Etambutol 275 mg 1x3 tab p.o

Follow up Tanggal 13 Agustus 2016


S
O

Sesak Napas

Keadaan umum

Tampak sakit sedang

Kesadaran

Compos mentis

Tekanan darah

130/80 mmHg

Nadi

92 x/m, reguler, isi cukup, tegangan kuat

Pernapasan

24 x/m

Temperatur

36,3 0C

Keadaan spesifik
Kepala

Konjungtiva palpebra pucat ( -/-), sklera ikterik (-/-),


mata cekung (-/-), mukosa bibir basah

Leher

JVP (5-2) cm H20, pembesaran KGB (-)

Thorax

I:Statis dan dinamis: tertinggal pada bagian kanan,


retraksi dinding dada (-/-), Barrel chest (-), venektasi
(-), dan spidernaevi (-),
P: Stemfremitus kanan melemah, Nyeri tekan (-)

15

P: Redup pada lapang paru kanan, nyeri ketok (-/-)


A: Vesikuler melemah pada lapang paru kanan, rhonki
basah (+), wheezing (-)
Cor

I: Iktus kordis tidak terlihat


P: Iktus kordis tidak teraba, Thrill (-)
P: Batas jantung atas ICS II Batas jantung kanan ICS V
lineasternalis dextra, Batas jantung kiri 1 cm lateral
linea mid clavicularis sinsitra ICS VI
A : HR 106x/menit, reguler, Murmur (-) Gallop (-)

Abdomen

I : datar, caput medusae (-), venektasi (-)


P : Lemas, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien
tidak teraba, ballotement (-).
P : Timpani, shifting dullness (-)
A : Bising usus (+) normal

Ekstremitas

edema pretibial (-/-), pucat (-/-), akral sianosis (-), akral

A
P

hangat (+)
Efusi Pleura Dextra ec Tuberkulosis Paru + dispepsia
Non Farmakologis

Bedrest
Edukasi
02 3L/m via nasal kanul
Diet TKTP

Farmakologis

IVFD RL gtt X/m (mikro)


Inj Omeprazole 1 x 40 mg IV
Inj Cefotaxime 2x1 gr IV
Inj Dexamethasone 4x 10 mg IV
Inj Ranitidine 2x50 mg IV
OAT Kategori 1 (2RHZE/4R3H3)
o Rifampicin 150 mg 1x3 tab p.o
o Isoniazid 75 mg 1x3 tab p.o

16

o Pirazinamid 400 mg 1x3 tab p.o


o Etambutol 275 mg 1x3 tab p.o
R/Pemasangan WSD

Follow up tanggal 15 Agustus 2016


S
O

Sesak Napas berkurang, Post WSD

Keadaan umum

Tampak sakit sedang

Kesadaran

Compos mentis

Tekanan darah

130/80 mmHg

Nadi

92 x/m, reguler, isi cukup, tegangan kuat

Pernapasan

24 x/m

Temperatur

36,3 0C

Keadaan spesifik
Kepala

Konjungtiva palpebra pucat ( -/-), sklera ikterik (-/-),


mata cekung (-/-), mukosa bibir basah

Leher

JVP (5-2) cm H20, pembesaran KGB (-)

Thorax

I: Barrel chest (-), venektasi (-), dan spidernaevi (-),


Statis dan dinamis: simetris kanan=kiri, retraksi dinding
dada (-/-)
P: Stemfremitus kanan=kiri, Nyeri tekan (-)
P: sonor pada kedua lapangan paru, nyeri ketok (-/-)
A: Vesikuler normal, rhonki (-), wheezing (-)

Cor

I: Iktus kordis tidak terlihat


P: Iktus kordis tidak teraba, Thrill (-)
P: Batas jantung atas ICS II Batas jantung kanan ICS V
lineasternalis dextra, Batas jantung kiri 1 cm lateral
linea mid clavicularis sinsitra ICS VI

17

A : HR 106x/menit, reguler, Murmur (-) Gallop (-)


Abdomen

I : datar, caput medusae (-), venektasi (-)


P : Lemas, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien
tidak teraba, ballotement (-).
P : Timpani, shifting dullness (-)
A : Bising usus (+) normal

Ekstremitas

edema pretibial (-/-), pucat (-/-), akral sianosis (-), akral


hangat (+)

Cairan WSD

Telah dilakukan pemasangan WSD pada tanggal 13

A
P

Agustus 2016. Cairan berwarna kuning <500 cc


Efusi Pleura Dextra ec Tuberkulosis Paru + dispepsia
Non Farmakologis

Bedrest
Edukasi
02 3L/m via nasal kanul
Diet TKTP

Farmakologis

IVFD RL gtt X/m (mikro)


Inj Omeprazole 1 x 40 mg IV
Inj Cefotaxime 2x1 gr IV
Inj Dexamethasone 4x 10 mg IV
Inj Ranitidine 2x50 mg IV
OAT Kategori 1 (2RHZE/4R3H3)
o Rifampicin 150 mg 1x3 tab p.o
o Isoniazid 75 mg 1x3 tab p.o
o Pirazinamid 400 mg 1x3 tab p.o
o Etambutol 275 mg 1x3 tab p.o

Follow Up tanggal 16 Agustus 2016


S

Sesak Napas berkurang

18

O
Keadaan umum

Tampak sakit sedang

Kesadaran

Compos mentis

Tekanan darah

130/80 mmHg

Nadi

92 x/m, reguler, isi cukup, tegangan kuat

Pernapasan

24 x/m

Temperatur

36,3 0C

Keadaan spesifik
Kepala

Konjungtiva palpebra pucat ( -/-), sklera ikterik (-/-), mata


cekung (-/-), mukosa bibir basah

Leher

JVP (5-2) cm H20, pembesaran KGB (-)

Thorax

I: Barrel chest (-), venektasi (-), dan spidernaevi (-),


Statis dan dinamis: simetris kanan=kiri, retraksi dinding dada
(-/-)
P: Stemfremitus kanan=kiri, Nyeri tekan (-)
P: sonor pada kedua lapangan paru, nyeri ketok (-/-)
A: Vesikuler normal, rhonki (-), wheezing (-)

Cor

I: Iktus kordis tidak terlihat


P: Iktus kordis tidak teraba, Thrill (-)
P: Batas jantung atas ICS II

Batas jantung kanan ICS V

lineasternalis dextra, Batas jantung kiri 1 cm lateral linea


mid clavicularis sinsitra ICS VI
A : HR 106x/menit, reguler, Murmur (-) Gallop (-)
Abdomen

I : datar, caput medusae (-), venektasi (-)


P : Lemas, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak
teraba, ballotement (-).

19

P : Timpani, shifting dullness (-)


A : Bising usus (+) normal
Ekstremitas

edema pretibial (-/-), pucat (-/-), akral sianosis (-), akral hangat
(+)

WSD

Cairan berwarna kuning jumlah <500 cc

Rontgen Foto
Thorax

A
P

Efusi Pleura Dextra ec Tuberkulosis Paru + dispepsia


Non Farmakologis

Bedrest
Edukasi
02 3L/m via nasal kanul
Diet TKTP

Farmakologis

IVFD RL gtt X/m (mikro)


Inj Omeprazole 1 x 40 mg IV

20

Inj Cefotaxime 2x1 gr IV


Inj Dexamethasone 4x 10 mg IV
Inj Ranitidine 2x50 mg IV
OAT Kategori 1 (2RHZE/4R3H3)
o Rifampicin 150 mg 1x3 tab p.o
o Isoniazid 75 mg 1x3 tab p.o
o Pirazinamid 400 mg 1x3 tab p.o
o Etambutol 275 mg 1x3 tab p.o

Follow Up tanggal 18 Agustus 2016


S
O

Sesak Napas berkurang

Keadaan umum

Tampak sakit sedang

Kesadaran

Compos mentis

Tekanan darah

130/80 mmHg

Nadi

92 x/m, reguler, isi cukup, tegangan kuat

Pernapasan

24 x/m

Temperatur

36,3 0C

Keadaan spesifik
Kepala

Konjungtiva palpebra pucat ( -/-), sklera ikterik (-/-),


mata cekung (-/-), mukosa bibir basah

Leher

JVP (5-2) cm H20, pembesaran KGB (-)

Thorax

I: Barrel chest (-), venektasi (-), dan spidernaevi (-),


Statis dan dinamis: simetris kanan=kiri, retraksi dinding
dada (-/-)
P: Stemfremitus kanan=kiri, Nyerti tekan (-)
P: sonor pada kedua lapangan paru, nyeri ketok (-/-)
A: Vesikuler normal, rhonki (-), wheezing (-)

Cor

I: Iktus kordis tidak terlihat

21

P: Iktus kordis tidak teraba, Thrill (-)


P: Batas jantung atas ICS II Batas jantung kanan ICS V
lineasternalis dextra, Batas jantung kiri 1 cm lateral
linea mid clavicularis sinsitra ICS VI
A : HR 106x/menit, reguler, Murmur (-) Gallop (-)
Abdomen

I : datar, caput medusae (-), venektasi (-)


P : Lemas, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien
tidak teraba, ballotement (-).
P : Timpani, shifting dullness (-)
A : Bising usus (+) normal

Ekstremitas

edema pretibial (-/-), pucat (-/-), akral sianosis (-), akral


hangat (+)

WSD
A
P

Cairan berwarna kuning jumlah <500 cc


Efusi Pleura Dextra ec Tuberkulosis Paru + dispepsia
Non Farmakologis

Bedrest
Edukasi
02 3L/m via nasal kanul
Diet TKTP

Farmakologis

IVFD RL gtt X/m (mikro)


Inj Omeprazole 1 x 40 mg IV
Inj Cefotaxime 2x1 gr IV
Inj Dexamethasone 4x 10 mg IV
Inj Ranitidine 2x50 mg IV
OAT Kategori 1 (2RHZE/4R3H3)
o Rifampicin 150 mg 1x3 tab p.o
o Isoniazid 75 mg 1x3 tab p.o
o Pirazinamid 400 mg 1x3 tab p.o
o Etambutol 275 mg 1x3 tab p.o

22

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

EFUSI PLEURA pada TB Paru


3.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura
disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan
kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama
fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis mesotel. Pleura
merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus dinding anterior toraks
dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini mengandung kolagen dan
jaringan elastik.1
Pleura terbagi atas dua yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura
parietalis melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi paruparu. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat
perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian permukaan luarnya
terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 m).

23

Diantara celah - celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel
mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya
dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat-serat
elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura yang sangat
banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari Arteri Pulmonalis dan Arteri
Brankialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini
menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru. Pleura parietalis mempunyai
lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri dari sel-sel mesotelial juga dan jaringan ikat
(jaringan kolagen dan serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat, terdapat pembuluh
kapiler dari A. Interkostalis dan A. Mammaria interna, pembuluh getah bening dan
banyak reseptor saraf-saraf sensorik yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan
temperatur. Sistem persarafan ini berasal dari nervus intercostalis dinding dada.
Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah
dilepaskan dari dinding dada di atasnya. Di antara pleura terdapat ruangan yang
disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan
permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi.
Cairan tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru dan thoraks.
Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan pleura
viseralis sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura
hanyalah suatu ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah
daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan
pleura adalah 10-20 cc. 2
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang
akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu
dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan. Cairan pleura dalam keadaan
normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang pleura
kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Hal ini disebabkan karena

24

perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong


cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung menahan
cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura
viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura
parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis
sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga
pleura.1

Gambar 3.1 Gambaran Anatomi Pleura3


3.2 Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan
transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung
cairan sebanyak 10-20 ml, cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma,
kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.4

25

Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB yang dikenal
juga dengan nama pleuritis TB.2 Peradangan rongga pleura pada umumnya secara
klasik berhubungan dengan infeksi TB paru primer.Berbeda dengan bentuk TB di luar
paru, infeksi TB pada organ tersebut telah terdapat kuman M. TB pada fase basilemia
primer. Proses di pleura terjadi akibat penyebaran atau perluasan proses peradangan
melalui pleura viseral sebagai proses hipersensitiviti tipe lambat. Mekanisme ini
berlaku pada beberapa kasus tetapi data epidemiologi terbaru pleuritis TB
mengarahkan mekanisme patogenik lain pada sebagian besar proporsi kasus. Pada
pasien dewasa yang lebih tua kelainan pada pleura berhubungan dengan reaktivasi TB
paru.Efusi pleura harus dicurigai akibat penyebaran infeksi sebenarnya ke ruang
pleura dibandingkan prinsip reaksi imunologi terhadap Ag M. TB.2
3.3 Epidemiologi
TB masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian utama khususnya di
negara-negara berkembang.1 Karena itu TB masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting di dunia ini.Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan TB
sebagai Global Emergency.2 Menurut data yang dilaporkan WHO tahun 2008
diperkirakan sebanyak 9.2 juta kasus baru TB yang terjadi di seluruh dunia pada
tahun 2006 (139 per 100.000), termasuk sekitar 4.1 juta (62 per 100.000) kasus baru
dengan apusan BTA positif.3 Diantara kasus baru itu diperkirakan 709 000 (7.7%)
dengan HIV-positif.28 Asia mencapai 55% dari seluruh kasus di dunia, dan Afrika
sekitar 31%.3
Menurut laporan WHO tahun 2004 diperkirakan angka kematian akibat TB
adalah 8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun di seluruh dunia, dimana jumlah
terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu 625 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortalitas tertinggi terdapat
di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalensinya meningkat seiring dengan
peningkatan kasus HIV.4
Indonesia masih menempati urutan ke-3 setelah India, dan China dengan
angka insiden TB tertinggi di dunia.2,3 Di Indonesia setiap tahun terdapat 250.000
kasus baru dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia TB adalah

26

pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian
nomor 3 setelah penyakit jantung dan pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.2
TB sering bermanifestasi ke organ-organ lain. Manifestasi ke pleura berupa
pleuritis atau efusi pleura merupakan salah satu manifestasi TB ekstraparu yang
paling sering terjadi selain limfadenitis TB.4,5 Sekitar 30% infeksi aktif M. TB
bermanifestasi ke pleura.6 Menurut Jing dkk efusi pleura TB terjadi pada 10%
penderita yang tidak diobati, dimana hasil tes tuberkulin positif dan sebagai
komplikasi dari TB paru primer.9 Menurut Siebert dkk efusi pleura dapat terjadi pada
5% pasien dengan TB.14 Biasanya efusi pleura yang disebabkan oleh TB selain
bersifat eksudatif juga bersifat limfositik.29,30
Frekuensi TB sebagai penyebab efusi pleura tergantung kepada prevalensi TB
pada populasi yang diteliti. Penelitian di Spanyol terhadap 642 penderita efusi pleura
ditemukan TB menjadi penyebab terbanyak efusi pleura; insidennya mencapai 25%
dari seluruh kasus efusi pleura. Penelitian di Saudi Arabia terhadap 253 kasus
dijumpai 37% disebabkan oleh TB.Di US insiden efusi pleura yang disebabkan TB
diperkirakan mencapai 1.000 kasus. Atau sekitar 3-5% pasien dengan TB akan
mengalami efusi pleura TB. Kelihatannya jumlah ini rendah, diakibatkan banyak
pasien efusi pleura TB cenderung tidak terlaporkan karena sering sekali kultur M. TB
hasilnya negatif.5 Di UK infeksi TB yang melibatkan pleura < 10% kasus.31
Sedangkan penelitian yang dilakukan di Rwanda pada 127 penderita efusi pleura
dijumpai sekitar 86% penyebabnya adalah TB.32
Sedangkan efusi pleura pada penderita HIV dengan TB insidennya bisa lebih
tinggi.33 Penelitian di Carolina Selatan dijumpai insidennya mencapai 11% penderita
efusi pleura TB dengan HIV positif sedangkan pada HIV negatif dijumpai sekitar
6%.32 Penelitian di Burundi dan Tanzania ditemukan 60% penderita efusi pleura TB
dengan HIV positif.35 Sedangkan pada penelitian di Afrika Selatan ditemukan bahwa
38% penderita efusi pleura TB dengan HIV positif sedangkan pada penderita efusi
pleura TB dengan HIV negatif hanya 20%. Indonesia menempati urutan ke-3 dari
antara negara-negara dengan prevalensi TB tertinggi, dimana penyebab utama efusi
pleuranya adalah TB paru (30,26%) dengan umur terbanyak adalah 21-30 tahun.3,7

27

3.4 Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura
berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling
bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi cairan
ke dalam rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler
dan saluran limfe pleura viseralis dengan kecepatan yang seimbang dengan kecepatan
pembentukannya .1
Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan
proses pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan secara
patologik di dalam rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya
efusi pleura yaitu 5;
1. Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi
kapiler
2. Penurunan tekanan kavum pleura
3. Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga
pleura.
Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB suatu
keadaan dimana terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura.5

Mekanisme

terjadinya efusi pleura TB bisa dengan beberapa cara:


1. Efusi pleura TB dapat terjadi dengan tanpa dijumpainya kelainan

radiologi toraks. Ini merupakan sekuele dari infeksi primer dimana efusi
pleura TB biasanya terjadi 6-12 minggu setelah infeksi primer, pada anakanak dan orang dewasa muda. Efusi pleura TB ini diduga akibat pecahnya
fokus perkijuan subpleura paru sehingga bahan perkijuan dan kuman M.
TB masuk ke rongga pleura dan terjadi interaksi dengan Limfosit T yang
akan menghasilkan suatu reaksi hipersensitiviti tipe lambat. Limfosit akan
melepaskan limfokin yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas
dari kapiler pleura terhadap protein yang akan menghasilkan akumulasi

28

cairan pleura. Cairan efusi umumnya diserap kembali dengan mudah.


Namun terkadang bila terdapat banyak kuman di dalamnya, cairan efusi
tersebut dapat menjadi purulen, sehingga membentuk empiema TB.

2. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih

lanjut. Jarang, keadaan seperti ini bia berlanjut menjadi nanah


(empiema).

Efusi pleura ini terjadi akibat proses reaktivasi yang

mungkin terjadi jika penderita mengalami imuniti rendah.

3. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kavitas TB dan keluarnya udara ke

dalam rongga pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam


ruang antara paru dan dinding dada. TB dari kavitas yang memecah
mengeluarkan efusi nanah (empiema).Udara dengan nanah bersamaan
disebut piopneumotoraks.

PATHWAY
infeksi

Penghambatatan

Tekanan Osmotik

drainase limfatik

Koloid Plasma

Peradangan

Tekanan kapiler paru

Transudasi

permukaan pleura

meningkat

cairan

Permeabilitas Vascular

Tekanan

Edema
intravaskular

Hisdrostatik
Transudasi

Cavum Pleura

Efusi Pleura

29

Skema 3.1 : Efusi Pleura6


Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura
dapat menyebabkan hemothoraks. Proses terjadinya pneumothoraks karena pecahnya
alveoli dekat parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini
sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang
elastik lagi seperti pada pasien emfisema paru.4
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan
primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis
peritoneum. Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan. Perikarditis konstriktiva,
keganasan, atelektasis paru dan pneumothoraks.4
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga
pleura.

Penyebab

pleuritis

eksudativa

yang

paling

sering

adalah

karena

mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa


Penting untuk menggolongkan efusi pleura sebagai transudatif atau eksudatif .4

3.5 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan
fisik yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan
analisa cairan pleura.
Diagnosis efusi pleura TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan radiologi torak, pemeriksaan bakteri tahan asam sputum, cairan
pleura dan jaringan pleura, uji tuberkulin, biopsi pleura dan analisis cairan pleura.
Diagnosis dapat juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan ADA, IFN-, dan PCR

30

cairan pleura. Hasil darah perifer tidak bermanfaat; kebanyakan pasien tidak
mengalami lekositosis. Sekitar 20% kasus efusi pleura TB menunjukkan gambaran
infiltrat pada foto toraks.
Kelainan yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik sangat tergantung pada
banyaknya penumpukan cairan pleura yang terjadi. Pada inspeksi dada bisa dilihat
kelainan berupa bentuk dada yang tidak simetris, penonjolan pada dada yang terlibat,
sela iga melebar, pergerakan tertinggal pada dada yang terlibat. Pada palpasi stem
fremitus melemah sampai menghilang, perkusi dijumpai redup pada daerah yang
terlibat, dari auskultasi akan dijumpai suara pernafasan vesikuler melemah sampai
menghilang, suara gesekan pleura.
Berdasarkan pemeriksaan radiologis toraks menurut kriteria American
Thoracic Society (ATS), TB paru dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu lesi
minimal, lesi sedang, dan lesi luas.46 Sedangkan efusi pleura TB pada pemeriksaan
radiologis toraks posisi Posterior Anterior (PA) akan menunjukkan gambaran
konsolidasi homogen dan meniskus, dengan sudut kostophrenikus tumpul,
pendorongan trakea dan mediastinum ke sisi yang berlawanan.
Diagnosis pasti dari efusi pleura TB dengan ditemukan basil TB pada sputum,
cairan pleura dan jaringan pleura.30 Pemeriksaan apusan cairan pleura secara ZiehlNielsen (ZN) walaupun cepat dan tidak mahal akan tetapi sensitivitinya rendah
sekitar 35%. Pemeriksaan apusan secara ZN ini memerlukan konsentrasi basil
10.000/ml dan pada cairan pleura pertumbuhan basil TB biasanya sejumlah kecil.
Sedangkan pada kultur cairan pleura lebih sensitif yaitu 11-50% karena pada kultur
diperlukan 10-100 basil TB. Akan tetapi kultur memerlukan waktu yang lebih lama
yaitu sampai 6 minggu untuk menumbuhkan M.TB.
3.5.1 Biopsi Pleura
Biopsi pleura merupakan suatu tindakan invasif dan memerlukan suatu
pengalaman dan keahlian yang baik karena pada banyak kasus, pemeriksaan
histopatologi dari biopsi spesimen pleura sering negatif dan tidak spesifik. Akan

31

tetapi, diagnosis histopatologis yang didapat dari biopsi pleura tertutup dengan
dijumpainya jaringan granulomatosa sekitar 60-80%. Sementara pemeriksaan yang
dilakukan oleh A. H. Diacon dkk sensitiviti histologis, kultur dan kombinasi
histologis dengan kultur secara biopsi jarum tertutup mencapai 66%, 48%, 79% dan
pemeriksaann secara torakoskopi sensitivitinya 100, 76%, 100% dan spesifisitinya
100%.
3.5.2 Analisis Cairan Pleura
Analisis cairan pleura ini bermanfaat dalam menegakkan diagnosis efusi
pleura TB. Sering kadar protein cairan pleura ini meningkat > 5 g/dl. Pada pasien
kebanyakan hitung jenis sel darah putih cairan pleura mengandung limfosit > 50%.
Pada sebuah penelitian dengan 254 pasien dengan efusi pleura TB, hanya 17 (6,7%)
yang mengandung limfosit < 50% pada cairan pleuranya. Pada pasien dengan gejala
< 2 minggu, hitung jenis sel darah putih menunjukkan PMN lebih banyak. Pada
torakosentesis serial yang dilakukan, hitung jenis lekosit ini menunjukkan adanya
perubahan ke limfosit yang menonjol.30 Pada efusi pleura TB kadar LDH cairan
pleura > 200 U, kadar glukosa sering menurun.
Analisis kimia lain memberi nilai yang terbatas dalam menegakkan diagnostik
efusi pleura TB. Pada penelitian-penelitian dahulu dijumpai kadar glukosa cairan
pleura yang menurun, namun pada penelitian baru-baru ini menunjukkan kebanyakan
pasien dengan efusi pleura TB mempunyai kadar glukosa diatas 60 mg/dl. Kadar pH
cairan pleura yang rendah dapat kita curigai suatu efusi pleura TB.Kadar CRP cairan
pleura lebih tinggi pada efusi pleura TB dibandingkan dengan efusi pleura eksudatif
lainnya.
3.6

Manifestasi Klinis3,4
3.6.1 Gejala Utama.
Kadang-kadang efusi pleura TB asimptomatik jika cairan efusinya
masih sedikit dan sering terdeteksi pada pemeriksaan radiologi yang

32

dilakukan untuk tujuan tertentu. Namun jika cairan efusi dalam jumlah
sedang sampai banyak maka akan memberikan gejala dan kelainan dari
pemeriksaan fisik.
Efusi pleura TB biasanya memberikan gambaran klinis yang bervariasi
berupa gejala respiratorik, seperti nyeri dada, batuk, sesak nafas. Gejala
umum berupa demam, keringat malam, nafsu makan menurun, penurunan
berat badan, rasa lelah dan lemah juga bisa dijumpai. Gejala yang paling
sering dijumpai adalah batuk (~70%) biasanya tidak berdahak, nyeri dada
(~75%) biasanya nyeri dada pleuritik, demam sekitar 14% yang subfebris,
penurunan berat badan dan malaise.
Walaupun TB merupakan suatu penyakit yang kronis akan tetapi efusi
pleura TB sering manifestasi klinisnya sebagai suatu penyakit yang akut.30
Sepertiga penderita efusi pleura TB sebagai suatu penyakit akut yang
gejalanya kurang dari 1 minggu. Pada suatu penelitian terhadap 71
penderita ditemukan 31% mempunyai

gejala kurang dari 1 minggu

durasinya dan 62% dengan gejala kurang dari satu bulan. Umur penderita
efusi pleura TB lebih muda daripada penderita TB paru. Pada suatu
penelitian yang dilakukan di Qatar dari 100 orang yang menderita usia ratarata 31.5 tahun, sementara di daerah industri seperti US usia ini cenderung
lebih tua sekitar 49.9 tahun. Efusi pleura TB paling sering unilateral dan
biasanya efusi yang terjadi biasanya ringan sampai sedang dan jarang
massif.48 Pada penelitian yang dilakukan Valdes dkk pada tahun 1989
sampai 1997 terhadap 254 penderita efusi pleura TB ditemukan jumlah
penderita yang mengalami efusi pleura di sebelah kanan 55,9%, di sebelah
kiri 42,5% dan bilateral efusi 1,6% penderita serta 81,5% penderita
mengalami efusi pleura kurang dari dua pertiga hemitoraks.
3.6.2 Pemeriksaan Fisik.
a. Inspeksi : Pengembangan paru menurun, tampak sakit, tampak lebih
cembung
b. Palpasi
: Penurunan fremitus vocal atau taktil

33

c. Perkusi : Pekak pada perkusi,


d. Auskultasi : Penurunan bunyi napas
Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi
atelektasis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas
bronkus.5
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan
berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan
kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal),
pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan
cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).4
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup
timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu
daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada
auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada
permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.7

Gambar 3.2 : Garis melengkung (garis Ellis Damoiseu)7


3.7 Pemeriksaan Penunjang.
3.7.1 Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat
dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan

34

permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak
sudut kostrofrenikus menumpu. Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral
dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.

Gambar 2.3 : Gambaran thoraks dengan efusi pleura8


3.7.2 Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik
maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk.
Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior
dengan jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura
sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi. Untuk
diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan9:
a. Warna cairan.
Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-santrokom).
b. Biokimia.
Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat. Perbedaannya dapat
dilihat pada tabel dibawah:
3.7.3 Sitologi.
Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan selsel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.8

35

a. Sel neutrofil: pada infeksi akut


b. Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma
c.
d.
e.
f.
g.

maligna).
Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
Sel giant: pada arthritis rheumatoid
Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
Sel maligna: pada paru/metastase.

3.7.4 Bakteriologi
Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung
mikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering
pneumokokus, E.coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter.
2.7.5 Biopsi Pleura.
Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan
tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.4
3.8
Diagnosis Banding
Differential Diagnosis Efusi Pleura 2:
1. Tumor paru
- Sinus tidak terisi
- Permukaan tidak concaf tetapi sesuai bentuk tumor
- Bila tumor besar dapat mendorong jantung
2. Pneumonia
- Batas atas rata / tegas sesuai dgn bentuk lobus
- Sinus terisi paling akhir
- Tidak tampak tanda pendorongan organ
- Air bronchogram ( + )
3. Pneumothorak
4. fibrosis paru
3.9

Penatalaksanaan
Perjalanan alamiah dari efusi pleura TB yang tidak diterapi akan terjadi

resolusi spontan dalam 4-16 minggu dengan adanya kemungkinan perkembangan TB


paru aktif atau TB ekstraparu pada 43-65% pasien. Data ini menyimpulkan
pentingnya diagnosis dan terapi yang tepat untuk kasus ini. Pasien dengan HIV/AIDS
dan pleuritis TB diterapi sama dengan pasien yang HIV negatif. Thorakosintesis

36

berulang tidak diperlukan ketika diagnosis telah dapat ditegakkan dan terapi telah
dimulai, tapi thorakosintesis mungkin diperlukan untuk mengurangi gejala.
Penggunaan kortikosteroid menurut review metaanalisis Cochrane menunjukkan
kurangnya data yang mendukung bahwa kortikosteroid efektif pada Pleuritis TB.2
Tujuan utama pengobatan TB adalah: 3
1. Membunuh sebagian besar bakteri dengan cepat untuk mencegah
2. perkembangan penyakit dan penularan
3. Menghasilkan kesembuhan permanen dengan membunuh bakteri
4. yang tidak aktif sehingga tidak akan menimbulkan kekambuhan
5. Mencapai 2 tujuan di atas dengan efek samping seminimal mungkin
6. Mencegah terbentuknya bakteri yang resisten terhadap obat

TB dengan

menggunakan kombinasi obat.

Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase: intensif dan lanjutan. Fase intensif ditujukan
untuk membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan mencegah resistensi obat.
Sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk membunuh bakteri yang tidak aktif. Fase
lanjutan menggunakan lebih sedikit obat karena sebagian besar bakteri telah terbunuh
sehingga risiko pembentukan bakteri yang resisten terhadap pengobatan menjadi
kecil.3
Berdasarkan pedoman tata laksana DOTS, pasien dengan sakit berat yang luas
atau adanya efusi pleura bilateral dan sputum BTA positif, diberikan terapi kategori I
(Fase Intensif dengan 4 macam obat : INH, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol
selama 2 bulan dan diikuti dengan fase lanjutan selama 4 bulan dengan 2 macam
oabat : INH dan Rifampisin). Pada pasien dengan pleuritis TB soliter harus diterapi
dengan INH, Rifampisin dan Pirazinamid selama 2 bulan diikuti dengan terapi INH
dan rifampin selama 4 bulan.2
3.9.1 Torakosentesis

37

Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis,


aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat
dilakukan sebagai berikut8:
1. penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat
dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang.
2. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di
daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di
bawah batas suara sonor dan redup.
3. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan
jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya
disebabkan karena penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai
diahfragma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum
tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura
parietalis tebal.

Gambar 2.4: Metode torakosentesis8


4. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada
setiap

aspirasi.

Untuk

mencegah

terjadinya

edema

paru

akibat

pengembangan paru secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan dalam


jumlah besar secara mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa batuk,
bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi.5
5. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga
ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serothoraks), berdarah
(hemothoraks), pus (piothoraks) atau kilus (kilothoraks), nanah (empiema).

38

Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (cairan putih jernih) atau
eksudat (cairan kekuningan). 9
Indikasi pungsi pleura9 :
1.
Adanya gejala subyektif seperti sakit atau nyeri, dipsneu, rasa berat
2.

dalam dada.
Cairan melewati sela iga ke-2, terutama bila dihemithoraks kanan,

3.

karena dapat menekan vena cava superior.


Bila penyerapan cairan terlambat (lebih dari 6-8 minggu).

3.9.2 Pemasangan WSD


Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks
dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara
lambat dan aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut7:
1. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea
aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.
2. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar
kurang lebih 2 cm sampai subkutis.
3. Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
4. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai
mendapatkan pleura parietalis.
5. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar
ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks.
6. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat
dengan kasa dan plester.
7. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang
dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang
diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari
luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura.
8. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang.
Untuk memastikan dilakukan foto toraks8.
9. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan
paru telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.
3.9.3 Pleurodesis.

39

Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis,


merupakan penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang
digunakan adalah sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat
dikeluarkan sbanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal; tiotepa 45 mg)
diberikan selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu pemasangan
WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang
menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah penimbunan kembali
cairan dalam rongga tersebut.9
3.10

Prognosa
Tergantung penyakit yang mendasari, pada kasus tertentu, dapat sembuh

sendiri setelah diberi pengobatan adekuat terhadap penyakit dasarnya.4

40

BAB IV
ANALISIS KASUS
Seorang wanita berinsial M datang ke Rs dr Sobirin dengan keluhan sesak
hebat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat perjalanan penyakit
didapatkan os sudah mengeluh sesak sejak bulan yang lalu disertai dengan batuk
berdahak berwarna putih kehijauan banyaknya 1 sendok teh. Batuk tidak bercampur
darah. Pada saat itu sesak yang dialami tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca atau emosi.
Sesak tidak disertai mengi. Terbangun di malam hari karena sesak (-). Sesak
berkurang dengan istirahat. Demam (-) mengi (-) nyeri dada (-), mual (-), muntah (-).
Keringat malam (+), penurunan nafsu makan (-). Penurunan berat badan (+)
dirasakan dari celana os yang melonggar. BAB dan BAK tidak ada masalah. Os lalu
ke Puskesmas terdekat dikatakan sakit batuk biasa. Os lalu diberi obat batuk. Keluhan
batuk hilang namun timbul lagi.
Dari riwayat keluhan tersebut diketahui bahwa sesak nafas yang dialami os
merupakan sesak nafas kronik dan progresif. Keluhan sesak nafas yang kronik dan
progresif dapat berasal dari gangguan paru, jantung, dan ginjal. Sesak nafas yang
diakibatkan oleh gangguan paru seperti asma biasanya bersifat episodik, didahului
gejala lain seperti batuk, disertai bunyi nafas tambahan yaitu mengi, serta dipengaruhi
oleh cuaca dan emosi. Pada pasien ini tidak ditemukan tanda dan gejala asma dan
tidak ada riwayat asma pada pasien.
Sesak nafas yang disebabkan gangguan ginjal dan jantung dicirikan dengan
sesak yang tidak dipengaruhi aktivitas. Sedangkan pada pasien ini menyangkal sesak
yang dipengaruhi oleh aktivitas, tidak ada riwayat darah tinggi pada pasien dan
keluarga pasien yang bisa menyingkirkan sesak nafas karena gangguan jantung.
Pasien mengeluh adanya keluhan batuk, keringat malam, dan penurunan berat badan,
yang merupakan ciri sesak nafas karena tuberkulosis.

41

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kepala dan leher tidak ditemukan adanya
kelainan (pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat). Pada pemeriksaan thorax
didapatkan statis dan dinamis tertinggal pada bagian kanan, Stem fremitus kanan
melemah pada palpasi, pada perkusi didapatkan redup pada lapang paru kanan, nyeri
ketok (-/-) dan Vesikuler melemah pada lapang paru kanan, rhonki basah halus (+),
wheezing (-). Berdasarkan teori pada tinjauan pustaka, Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik dapat disimpulkan untuk sementara terdapat efusi pleura di bagian
kanan paru Ny M.
Untuk menegakkan diagnosis maka diperlukan pemeriksaan foto rontgen
thorax. Pada foto rontgen thorax didapatkan kesan efusi pleura dextra disertai TB
ektraparu (pleuritis TB). Pada pemeriksaan sputum BTA negatif pada semua hasil
sputum (BTA I, II, III). Dapat ditegakkan diagnosis pada Ny. M adalah efusi pleura ec
TB ekstraparu (Pleuritis TB). Rencana pemeriksaan pada pasien adalah analisa cairan
paru untuk mengetahui etiologi pasti efusi pleura
Batuk produktif yang dialami merupakan inhalasi droplet asing oleh penderita
menyebabkan adanya respon pada imun non spesifik dan merangsang terbentuknya
mucus karena adanya infeksi membrane mukosa karena basil tuberkel. Hipersekresi
mucus menyebabkan proses pembersihan tidak efektif lagi sehingga mucus tertimbun
dan membrane mukosa terangsan, mucus pun dibatukkan keluar dan mucus yang
dibatukkan keluar ini disebut sputum.
Terpapar infeksi bakteri menyebabkan aktivasi neutrofil & makrofag. Aktivasi
tersebut menyebabkan pelepasan mediator inflamasi ( TNF , IL-1, IL-6, dan IL-12).
Dalam perjalanannya, TNF masuk ke aliran darah lalu sampai ke otak, hipotalamus
sehingga menekan pusat makan, sedangkan IL-12 yang dihasilkan oleh makrofag
berubah menjadi IL-3 yang dapat mengaktivasi sel mast. Sel mast teraktivasi
melepaskan histamin yang akan menempel pada reseptornya di lambung. Terjadi
peningkatan asam lambung menyebabkan mual dan tentunya menurunkan nafsu

42

makan sehingga asupan untuk tubuh berkurang. Terjadi peningkatan katabolisme


produk cadangan tubuh, jika tubuh tidak mendapatkan input kembali menyebabkan
berat badan turun.
Penatalaksaan pada pasien ini adalah dengan mengurangi sesak yang dialami
dan etiologinya. Sesak yang dialami Ny. M adalah karena adanya cairan pada pleura
paru. Jika jumlah cairannnya banyak, sehingga menyebabkan penekanan maupun
sesak nafas, maka perlu dilakukan tindakan drainase (pengeluaran cairan yang
terkumpul), yakni dilakukan pemasangan WSD. Selain untuk penatalaksanaan,
pengeluaran cairan juga dapat menegakkan etiologi efusi pleura. Karena etilogi dari
efusi kemungkinan adanya pleuritis TB, diberikan terapi OAT kategori I yakni OAT
Kategori 1 (2RHZE/4R3H3)
o Rifampicin 150 mg 1x3 tab p.o
o Isoniazid 75 mg 1x3 tab p.o
o Pirazinamid 400 mg 1x3 tab p.o
o Etambutol 275 mg 1x3 tab p.o
Penatalaksanaa lain berupa IVFD RL gtt X/m (mikro), , Inj Omerazole
1x40mg IV, Inj Cefotaxime 2x1 gr, Inj Dexamethasone 4x10 mg, dan Inj Ranitidine
2x50mg IV. Prognosis dari pasien ini adalah bonam.

43

DAFTAR PUSTAKA
1. Lorraine W. Penyakit Paru Restriktif. Dalam : Price, Sylvia A, Lorraine W, et al.
2005. Editor. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Ed. 6. Jilid.2.
Jakarta: Kedokteran EGC.
2. Slamet H. Efusi Pleura. Dalam : Alsagaff H, Abdul Mukty H.2002. Dasar-Dasar
Ilmu Penyakit Paru.Surabaya: Airlangga University Press.
3. Sudoyo AW. Kelainan Paru. Dalam: Halim H. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Dalam
Vol 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
4. Jeremy, et al. 2008. Efusi Pleura. At a Glance Medicine Edisi kedua. Jakarta :
EMS.
5. Prasenohadi. The Pleura. Universitas Indonesia. 2009
6. Djojosubroto RD. 2009. Respirologi : penyakit parenkim paru. Jakarta : EGC p
151-60
7. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Robbins Buku Ajar Patologi : Paru dan
Saluran Napas Atas. Jakarta : EGC p 544-60
8. B.K Mandal, E.G.L Wlkins, E.M. Dunbar. R.T.Mayon-White.2006. Lecture
Notes : Penyakit Infeksi. Jakarta : Erlangga.

44

Anda mungkin juga menyukai