Anda di halaman 1dari 22

Eye Pain

Pendahuluan
Nyeri adalah sensasi sensorik yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensi
kerusakan jaringan. Nyeri pada mata dapat dideskripsikan sebagai sensasi terbakar,
berdenyut, seperti tertusuk, sensasi benda asing atau hanya nyeri biasa. Gejala bervariasi dari
gejala ringan hingga berat. Durasi dan lokasi dapat membantu menentukan penyebab dari
nyeri pada mata. Nyeri pada mata dapat disebabkan kelainan pada mata dan sekitarnya,
penyakit sistemik, atau nyeri alih dari tempat lain; misalnya telinga.
Alur diagnosis pasien dengan keluhan nyeri pada mata
Anamnesis:

Onset
Cepat/lambatnya perjalanan penyakit
Sifat nyeri (tajam atau tidak? Rasa seperti terbakar? Gatal?)
Uni/bilateral
Terus menerus/hanya pada waktu tertentu
Penglihatan kabur? Mata merah? Discharge? Nyeri kepala? (gejala2 lain)
Penggunaan obat-obatan
Riwayat trauma atau operasi
RPD
RPK

Pemeriksaan anterior mata


Tes pergerakan bola mata
Cek nistagmus
Refleks pupil
Oftalmoskopi
Gonioskopi
Slit lamp
Ketajaman penglihatan: Snellen chart, tes jari, tes cahaya, pinhole
Lapangan pandang: kampimetri (tes konfrontasi), perimeter
Tes Ishihara
Tes Pelli-Robson
Amsler grid
Pemeriksaan TIO (palpasi, Schiotz, aplanasi, pneumotonometer) (N:10-21 mmHg)
Rinoskopi anterior dan posterior

PF:

Nasoendoskopi
Pemeriksaan neurologis

Radiologis (X-Ray, CT scan, MRI)


CBC
ANA
VDRL
Fluoresensi
Bakteriologis
Dan lain2 menurut penyakitnya

PP:

Sinusitis
Definisi: inflamasi mukosa sinus paranasalis. Umumnya disertai atau dipicu rhinitis sehingga
sering disebut rhinosinusitis. Sinus yang paling sering terkena adalah sinus maksilaris dan
etmoid, sedangkan yang paling jarang ialah sinus sfenoid. Sinus maksilaris letaknya dekat
dengan akar gigi rahang atas sehingga infeksi pada gigi rahang atas dapat menyebar ke sinus
maksilaris.
Etiologi dan faktor predisposisi: ISPA akibat virus, rhinitis (alergi, hormonal pada wanita
hamil), polip hidung, deviasi septum, hipertrofi konka, sumbatan ostiomeatal complex,
infeksi tonsil, infeksi gigi, penyakit imunologis, hipertrofi adenoid/tonsil faringeal (pada
anak, serta faktor lingkungan seperti polusi, udara dingin, dan kebiasaan merokok.
Bakteri penyebab yang sering ditemukan pada sinusitis akut: S. pneumoniae, H. influenzae,
Moraxella catarrhalis. Pada sinusitis kronis bakteri yang ada cenderung ke arah gram negatif
dan anaerob.
Patofisiologi: kesehatan sinus dipengaruhi patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya
mucociliary clearance di ostiomeatal complex. Mukus yang dihasilkan mukosa sinus juga
mengandung substansi antimikrobial. Bila organ-organ yang membentuk ostiomeatal
complex mengalami edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia
tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga
sinus yang menyebabkan transudasi yang serous. Kondisi ini bisa dianggap rinosinusitis
nonbakterial dan dapat sembuh tanpa pengobatan.

Bila kondisi ini menetap, sekret yang berkumpul dalam sinus merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri. Sekret di dalam sinus menjadi purulen. Keadaan ini disebut
rinosinusitis bakterial akut dan memerlukan terapi antibiotik.
Jika terapi tidak berhasil, inflamasi akan berlanjut. Hipoksia akan terjadi di dalam sinus dan
bakteri anaerob dapat berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai
siklus yang terus berputar sampai akibatnya perubahan mukosa menjadi kronis yaitu
hipertrofi, polipoid, atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan
tindakan pembedahan.
Klasifikasi
- Akut: 4 minggu
- Subakut: 4 minggu- 3 bulan
- Kronis: 3 bulan
Manifestasi klinis
Rinosinusitis akut
Hidung tersumbat
Nyeri/rasa tekanan pada muka
Ingus purulen
Postnasal drip
Sakit kepala
Anosmia
Halitosis
Batuk dan sesak pada anak karena postnasal drip
Demam, malaise
Mukosa edema dan hiperemis
Rinosinusitis kronis (gejalanya sering tidak khas, kadang hanya 1 atau 2 dari gejalagejala tersebut)
Sakit kepala kronis
Postnasal drip
Batuk kronis
Gangguan tenggorokan
Gangguan telinga akibat sumbatan muara tuba Eustachius
Gangguan paru seperti bronchitis
Serangan asma yang meningkat dan sulit diobati
Nyeri pada sinusitis dapat menandakan sinus mana yang meradang.
Sinus maksilaris: pipi

Sinus etmoid: di antara atau di belakang kedua bola mata


Sinus frontalis: dahi, seluruh kepala
Sinus sphenoid: vertex, oksipital, retroorbital, mastoid
Dx/ anamnesis, PF, dan PP
PF: rinoskopi anterior dan posterior, nasoendoskopi (lebih tepat dan mendiagnosis lebih dini)
Tanda khas pada PF: pus pada meatus nasalis medius (sinus maxillaris, frontalis, ethmoid
anterior) atau meatus nasalis superior (sinus ethmoid posterior, sinus sphenoidalis)
PP:
X-ray dilakukan dalam 3 posisi yaitu Waters, PA dan lateral, tetapi hanya dapat
menilai sinus besar seperti maksilaris dan frontalis. Pada x-ray akan terlihat
perselubungan, air-fluid level, atau penebalan mukosa.
CT scan merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi
hidung dan sinus secara keseluruhan, namun karena mahal hanya dikerjakan untuk
pemeriksaan penunjang sinusitis kronis yang tidak membaik dengan pengobatan atau
sebagai pemeriksaan pra-operatif.
Pemeriksaan mikrobiologis untuk mengetahui jenis dan resistensi bakteri penyebab.
Sinuskopi
Tx/ membuka sumbatan di ostiomeatal complex sehingga drainase dan ventilasi sinus pulih.
Sinusitis akut: antibiotik (contohnya amoksisilin atau amoksisilin-asam klavulanat bila
kuman sudah resisten. Dapat juga diberikan sefalosporin generasi kedua seperti cephaclor
atau cefuroxime) dan dekongestan oral/topikal. Antibiotik diberikan selama 10-14 hari
meskipun gejala sudah hilang.
Sinusitis kronis: antibiotik yang sesuai untuk kuman yang menginfeksi. Bedah sinus
endoskopi fungsional (BSEF/FESS) dapat dilakukan.
Indikasi pembedahan pada sinusitis kronis:

Tidak membaik dengan terapi adekuat


Disertai kista atau kelainan lain yang ireversibel
Polip ekstensif
Ada komplikasi
Sinusitis jamur

Terapi lain yang dapat digunakan: analgesik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian
rongga hidung dengan NaCl.

Komplikasi

Kelainan orbita: edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostel, abses orbita,

thrombosis sinus kavernosus


Kelainan intrakranial: meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak
Osteomielitis
Kelainan paru seperti bronkitis kronis dan bronkiektasis, asma bronchial yang sering
kambuh

Migrain
Definisi: kelainan yang bersifat familial dengan karakteristik nyeri kepala berdenyut dengan
intensitas, frekuensi, dan durasi yang beragam. Biasanya unilateral, disertai anoreksia, mual
dan muntah.
Patogenesis: migrain diawali dengan vasokonstriksi pembuluh darah intrakranial.
Vasokonstriksi ini menyebabkan aliran darah ke otak, dimulai dari daerah oksipital, menurun.
Menurunnya aliran darah akan menyebabkan munculnya aura. Pembuluh darah di meninges
akan merangsang ganglion trigeminal dan meneruskan rangsangan ke trigeminocervical
complex. Rangsangan tadi akan menyebabkan proyeksi sensorik di thalamus yang dimodulasi
oleh dorsal raphe nucleus, locus coeruleus, dan nucleus raphe magnus. Rangsangan itu juga
menyebabkan keluarnya substansi inflamasi seperti substansi P dan calcitonin yang
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ekstrakranial. Vasodilatasi ini yang menyebabkan
nyeri kepala, disertai dengan pulsasi dan peningkatan permeabilitas.
Klasifikasi
Migrain dengan aura
Diawali dengan aura (visual, sensorik, motorik). E.g. hemianopia, scintillating

scotoma, flashlight, zigzag


Diikuti dengan nyeri kepala
Sedang sampai berat
Durasi 2-48 jam
Biasanya unilateral
Berdenyut
Mual dan muntah
Fotofobia, fonofobia, iritabel
Gejala vasomotor dan autonom: light headedness, vertigo, ataxia
Dibedakan menjadi 3 tipe:

o Basilar: gejala visual bilateral, ketidakstabilan, vertigo, parestesia.


Biasanya dialami wanita muda
o Hemiplegic: paralisis unilateral yang menetap setelah beberapa hari setelah
nyeri kepala. Keadaan ini sering misdiagnosed dengan stroke (migrain
onsetnya lebih gradual)
o Retinal: kehilangan penglihatan unilateral yang dapat kembali normal,
diikuti dengan sakit kepala dan pemeriksaan oftalmologi normal.
Migrain tanpa aura
Lokasinya biasanya bilateral dan nyeri di sekitar periorbita
Berdenyut
Mual, muntah, fototfobia
Bisa disertai kontraksi otot leher
Faktor pemicu

Diet: alkohol, coklat, keju, bahan tambahan makanan seperti MSG dan pewarna
Hormonal: premenstrual, kontrasepsi oral
Stress, emosi
Kelelahan, kurang tidur, puasa
Obat vasodilator (nitrogliserin)
Stimulus visual, auditori, olfaktori
Perubahan cuaca

Kriteria diagnosis: nyeri kepala berulang, durasi 4-12 jam, PF normal dan tidak disebabkan
hal lain
Minimal 2 kriteria
Unilateral

Berdenyut

Minimal 1 kriteria
Mual/muntah
Fotofobia dan fonofobia

Diperparah dengan aktivitas


Intensitas sedang sampai berat
Tx/

1. Hindari faktor pemicu


2. Analgesik: parasetamol, aspiri, ibuprofen
3. Selektif 5HT1-agonis: sumatriptan, naratriptan
4. Ergotamin: bekerja pada 5HT reseptor untuk melawan dilatasi (inhalasi/injeksi)
5. Profilaksis: propanolol, antikonvulsan (topiramate, sodium valproat), antidepresan
(amitriptilin), Ca-channel antagonist (verapamil)

Selulitis orbita
Definisi: infeksi pada jaringan orbita
dan adneksa mata. Selulitis orbita
menyerang

jaringan

lunak

di

belakang septum orbita. Keadaan ini


harus dibedakan dengan selulitis
preseptal yang menyerang jaringan di
depan septum orbita. Selulitis orbita
dapat menyebabkan komplikasi yang
serius seperti kebutaan. Selulitis
orbita lebih sering terjadi pada anakanak.
Etiologi:

Penyebaran infeksi dari sinus paranasal, lacrimal sac, kelopak mata, tulang orbita,
pembuluh darah wajah (phlebitis), dan bola mata. Selulitis orbita paling sering

disebabkan oleh infeksi sinus ethmoid (lebih dari 90%).


Inokulasi kuman dari trauma atau pembedahan
Hematogen

Bakteri yang sering menyebabkan selulitis orbita adalah S. aureus, S. pneumoniae, S.


pyogenes, dan H. influenzae. Selulitis orbita juga dapat disebabkan oleh jamur.
Manifestasi klinis:

Demam, malaise
Riwayat sinusitis atau ISPA/infeksi lain/pembedahan/trauma/perawatan gigi
Nyeri pada mata
Kemosis konjungtiva
Penglihatan kabur
TIO meningkat
Nyeri pada mata bila digerakkan
Nyeri kepala
Edema dan eritema kelopak mata
Rhinorrhea
Dapat disertai sekret hidung purulen

Dx/ gambaran klinis dan PP

PP: pada CBC dapat dijumpai leukositosis, kultur darah atau sekret mata/hidung. CT scan
atau MRI dapat membantu diagnosis. Bila ada gejala infeksi SSP, disarankan pungsi lumbal.
Tx/ farmakologis dan pembedahan. Obati sumber infeksi.
Pasien dengan selulitis orbita disarankan untuk rawat inap sampai ada perbaikan klinis atau
demamnya hilang.
Terapi farmakologis: pemberian antibiotik broad-spectrum IV sampai patogen diketahui dan
antibiotik dapat diganti dengan yang spesifik untuk patogen tersebut. Antibiotik IV diberikan
selama 1-2 minggu dan dilanjutkan antibiotik oral selama 2-3 minggu. Bila infeksi
disebabkan oleh jamur, diberikan antifungal dan dilakukan debridement. Dapat ditambahkan
dekongestan, antiglaukoma dan kortikosteroid, tetapi kortikosteroid hanya boleh diberikan
pada pasien yang sudah dibedah dan diberikan terapi antibiotik adekuat selama 2-3 hari.
Terapi pembedahan dilakukan bila:

Ada abses subperiosteal dan intraorbital yang dapat didrainase pada pasien berusia

lebih dari 16 tahun


Penurunan visus
Gangguan refleks pupil
Proptosis terus berlanjut setelah pemberian antibiotik
Ukuran abses pada CT scan tidak berkurang setelah 48-72 jam setelah pemberian
antibiotik

Komplikasi: kebutaan (keratitis, kerusakan jaringan intraokuler, glaukoma sekunder, neuritis


optika, oklusi arteri retina sentral), meningitis, thrombosis sinus kavernosus, abses
epidural/subdural/intrakranial.
Neuritis optika
Definisi: inflamasi saraf optik yang dapat disebabkan oleh demyelinasi, intoksikasi, dan
penyebab radang lainnya. Penyakit ini biasanya mengenai satu mata dan terjadi pada dewasa
muda.
Klasifikasi:

Papilitis: proses radang terdapat pada saraf optik di dalam bola mata, tampak sebagai

edema papil yang kemerahan


Neuritis retrobulbar: radang terdapat pada saraf optik dibelakang bola mata dan tidak
tampak kelainan pada papil saraf optik. Bentuk ini lebih sering dibandingkan papilitis.

Etiologi:

Infeksi virus (morbili, varicella, ISPA) terutama pada anak-anak dan biasanya

bilateral
Penyebaran dari radang di sekitar saraf optik seperti sinusitis, selulitis orbita, atau

meningitis
Penyakit demyelinasi (multiple sclerosis) atau herediter (penyakit Leber)
Penyakit sistemik seperti sifilis, penyakit kelainan darah, DM, keganasan, intoksikasi

Manifestasi klinis:

Penglihatan kabur mendadak, disertai skotoma pada lapangan pandang sentral.


Gangguan dalam persepsi warna dan sensitivitas kontras
Nyeri di belakang bola mata yang bertambah bila bola mata digerakkan atau ditekan
Kadang disertai demam
Pupil Marcus Gunn
Pada papilitis didapatkan kelainan fundus dan edema papil. Dapat dijumpai sel radang
dalam badan kaca di sekitar papil, eksudat pada makula, dan perdarahan di sekitar
papil. Pada neuritis retrobulbar tidak didapatkan kelainan fundus

Dx/ gambaran klinis. Bila ada penyakit sistemik yang mungkin menyebabkan neuritis optika,
dapat disertakan pemeriksaan penunjang untuk penyakit tersebut. MRI dapat membantu
diagnosis. Visual evoked potential juga dapat dilakukan.
Tx/ kortikosteroid IV dilanjutkan dengan kortikosteroid oral untuk tapering down dan obat
neurotropik. Obati penyakit sistemik dan infeksi di tempat lain.
Blefaritis
Blefaritis dibagi menjadi 2, anterior dan posterior. Blefaritis anterior menyerang sekitar bulu
mata dan folikelnya, sedangkan blefaritis posterior menyerang kelenjar Meibom. Blefaritis
anterior biasanya dibagi lagi menjadi blefaritis stafilokokal dan blefaritis seboroik.
E/ infeksi stafilokokus, dermatitis seboroik, infeksi parasit (Demodex folliculorum, phthiriasis
palpebrarum), rosacea, HSV, VZV, molluscum contagiosum, dermatitis kontak, dermatitis
alergi, polusi (asap, uap bahan kimia), atau Sjogren syndrome.
Manifestasi klinis

Rasa gatal dan terbakar, sensasi benda asing, nyeri

Eritema pada kelopak mata


Perubahan pada bulu mata (madarosis, poliosis, trichiasis, krusta, ulkus,

telangiektasia, iregularitas)
Perubahan pada kornea (erosi, infiltrat, ulkus, pannus, dan flikten)
Injeksi konjungtiva
Mata berair
Fotofobia
Penurunan visus
Pada dermatitis seboroik: kulit kepala gatal, ketombe, kulit berminyak
Rosacea: rinofima, wajah merah, telangiektasia wajah, pustula, kulit berminyak, dan
iritasi mata

Dx/ gambaran klinis


Tx/ memperbaiki hygiene kelopak mata dengan kompres hangat dan pembersihan kelopak
mata. Salep antibiotik dapat diberikan setelah kelopak mata dikompres dan dibersihkan.
Antibiotik yang biasa digunakan adalah eritromisin. Bila infeksi terus berlanjut, dapat
diberikan antibiotik oral (tetrasiklin). Pada blefaritis karena penyakit kulit atau infeksi virus,
obati sesuai penyebabnya. Terapi pembedahan dilakukan bila ada komplikasi seperti
kalazion, entropion, ektropion, atau kelainan pada kornea.
Hordeolum
Definisi: infeksi lokal pada kelenjar sebasea kelopak mata. Hordeolum dibagi menjadi dua,
hordeolum eksterna dan hordeolum interna. Hordeolum eksterna disebabkan oleh infeksi
yang menyerang kelenjar Zeis atau kelenjar Moll sedangkan hordeolum interna menyerang
kelenjar Meibom.
E/ S. aureus
Patofisiologi: stasis dan pengentalan sekret kelenjar menyebabkan infeksi sekunder S. aureus.
Manifestasi klinis:

Tanda-tanda inflamasi pada kelopak mata


Pada hordeolum eksterna, nodul akan terlihat pada kelopak mata bagian luar
Pada hordeolum interna, nodul akan terlihat pada kelopak mata bagian dalam

Tx/ menjaga hygiene kelopak mata, kompres hangat, massage pada lesi selama 10 menit
sebanyak 4 kali sehari, dan antibiotik topikal. Hordeolum biasanya sembuh sendiri dalam

waktu 1-2 minggu. Antibiotik sistemik diberikan bila hordeolum disertai selulitis preseptal.
Insisi untuk drainase dianjurkan bila hordeolum tersebut besar atau tidak berespon dengan
pengobatan konservatif.
Kalazion
Lipogranuloma yang terbentuk dari kelenjar Meibom atau kelenjar Zeis. Bila kalazion
menyerang kelenjar Meibom, lipogranuloma akan terdapat di bagian dalam kelopak mata.
bila kalazion menyerang kelenjar Zeis, lipogranuloma terletak di bagian superfisial. Kalazion
bersifat kronis, berbeda dengan hordeolum yang bersifat akut.
E/ sumbatan kelenjar sebasea kelopak mata atau karena hordeolum interna.
Patofisiologi: sekret kelenjar sebasea bocor ke jaringan kelopak mata dan menyebabkan
reaksi inflamasi granulomatosa.
Manifestasi klinis:

Tanda inflamasi pada kelopak mata


Bila kelopak mata ditekan, keluar sekret dalam jumlah banyak dan berbentuk seperti

pasta gigi
Gejala yang berhubungan adalah komedo pada wajah dan wajah yang berminyak

Dx/ gambaran klinis


Tx/ kompres hangat, massage pada lesi, antibiotik topikal bila terdapat infeksi sekunder.
Kortikosteroid topikal dapat diberikan untuk mencegah inflamasi lebih lanjut. Insisi dan
drainase dilakukan pada kasus-kasus tertentu.
Dakriosistitis
Peradangan supuratif sakus lakrimal dengan selulitis jaringan di atasnya. Dakriosistitis dapat
bersifat akut maupun kronis. Dakriosistitis akut ditandai dengan nyeri dan kemerahan secara
tiba-tiba pada regio kantus medialis sedangkan dakriosistitis kronis ditandai dengan epifora
yang onsetnya lambat.
E/ S. epidermidis, S. aureus, H. influenzae, P. aeruginosa, E. coli, P. acne, pneumokokus, dan
streptokokus beta hemolitik. Dapat juga disebabkan virus dan jamur.

Faktor resiko:

Kanalisasi

tidak

sempurna

duktus

nasolakrimalis (kongenital, terutama di

valve of Hasner)
Sinusitis
Rhinitis (vasomotor, alergi, ozaenosa,

dll)
Trauma nasal/benda asing/tumor
Deviasi septum nasi dan kelainan
anatomi sistem lakrimalis lainnya

Infeksi seperti campak, difteri


Dakriolitiasis
Penyakit sistemik (SLE, graft vs host disease, Wegener granulomatosis)

Patofisiologi: Dakriosistitis dapat disebabkan terganggunya drainase air mata sehingga terjadi
stasis dari air mata. Sistem lakrimal memang rentan terkena infeksi karena mukosa dari
sistem tersebut menempel dengan konjungtiva dan mukosa nasal.
Manifestasi klinis:
Nyeri pada daerah kantus medialis dan bisa menjalar ke daerah hidung, pipi, dan gigi.
Bengkak dan merah pada daerah kantus medialis, dapat disertai pembengkakan

kelenjar getah bening preaurikular dan submandibular.


Terkadang ada sekret purulen keluar dari pungta
Sakus lakrimalis bisa pecah dan membentuk fistula ke kulit
Dapat disertai injeksi konjungtiva dan selulitis preseptal
Epifora
Penglihatan kabur karena air mata yang terlalu banyak
Edema periorbital
Demam ringan
Leukositosis

Dx/ gambaran klinis dan PP, tetapi biasanya cukup dari gambaran klinis.
CBC dapat dilakukan untuk memastikan terjadi leukositosis. Kultur darah atau sekret sakus
lakrimal dapat membantu menentukan patogen penyebab. Bila dicurigai ada penyakit
sistemik seperti SLE dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis
penyakit tersebut. Pemeriksaan imaging yang dapat dilakukan yaitu x-ray, CT scan, dan MRI
untuk menentukan apakah ada benda asing, trauma atau tumor. Imaging dapat dilakukan

tanpa atau dengan kontras (dacryocystography). Tes khusus yang dapat dilakukan yaitu tes
Schirmer (untuk memastikan epifora memang disebabkan dakriosistitis, bukan karena
hipersekresi kelenjar lakrimal) dan Jones dye test (menggunakan fluoresein yang diteteskan
ke mata dan dilihat alirannya ke meatus nasalis inferior).
Tx/ kompres hangat, massage, antibiotik topikal dan sistemik (IV bila ada komplikasi selulitis
orbita). Antibiotik yang dapat dipakai misalnya amoksisilin-asam klavulanat, ampisilinsulbaktam, levofloksasin, dan gentamisin. Drainase abses dengan insisi dapat membantu bila
sakus lakrimal hampir pecah. Probing sebaiknya tidak dilakukan karena ditakutkan dapat
menyebarkan infeksi ke jaringan sekitar. Pasien dengan dakriosistitis kronis boleh diberikan
kortikosteroid topikal.
Terapi pembedahan sebaiknya dilakukan bila radang sudah dapat diatasi. Pembedahan yang
dapat dilakukan adalah dakriosistostomi dan dakrioplasti.
Herpes zoster oftalmikus
Reaktivasi VZV yang dorman di dalam dorsal ganglion root N.V1.
E/ Varicella-zoster virus
Patofisiologi: ~herpes zoster pada umumnya. Diakibatkan oleh turunnya sistem imun
(kortikosteroid, imunosupresi, stress, dll)
Manifestasi klinis:

Didahului fase prodromal (flu-like illness)


Rasa sakit dan panas yang mengenai daerah N.V1 (dahi, kelopak mata, hidung)
Eritema, edema, vesikel, pustul, dan krusta pada daerah N.V1
Nyeri mata
Conjunctivitis (disertai keratitis dan iritis pada kasus berat)
Epifora
Penglihatan kabur

Dx/ gambaran klinis, Tzanck test, PCR, kultur virus


Tx/ perawatan lesi yang baik, analgesik, antivirus (asiklovir 800 mg 5 dd 1), kortikosteroid
lokal atau sistemik, antibiotik bila ada infeksi sekunder, dan pelembab mata (air mata buatan)
bila fungsi kelopak mata dan refleks berkedip terganggu. Komplikasi seperti konjungtivitis,
keratitis, uveitis, dan skleritis juga harus ditangani. Pembedahan dapat dilakukan bila

penyakit ini menyebabkan kelainan anatomis seperti scarring kornea atau kerusakan kelopak
mata.

Glaukoma
Glaukoma: suatu keadaan dimana TIO yang tinggi menyebabkan ekskavasio glaukomatosa,
neuropati saraf optik, dan kerusakan lapangan pandang yang khas. Glaukoma akan
mengakibatkan gangguan pembuluh darah retina. Bila berlangsung terus menerus, dapat
menyebabkan kebutaan.
Klasifikasi

Glaukoma primer
o Glaukoma sudut terbuka (simpleks)
o Glaukoma sudut tertutup
Akut
Kronis

Glaukoma sekunder
o Kelainan lensa
o Kelainan uvea
o Trauma
o Pembedahan
o Penggunaan kortikosteroid
Glaukoma kongenital
o Kongenital primer (dengan kelainan lain)
o Infantil (tanpa kelainan lain)
Glaukoma absolute (keadaan akhir. Mata nyeri dan buta total)

Faktor resiko glaukoma primer: mata yang bersumbu pendek, usia, iris yang tebal, familial

TIO akan naik bila:

Ada hipersekresi aqueous humor


Pengaliran aqueous humor dari posterior chamber ke anterior chamber terganggu
Ada hambatan pada saat aqueous humor akan masuk ke kanal Schlemm

Manifestasi klinis

Glaukoma sudut tertutup akut


o Biasanya unilateral
o Perjalanan penyakit cepat (dapat menyebabkan kebutaan dalam 3-5 hari)
o Dapat dipicu oleh pemberian obat midriatikum/tempat gelap
o Bisa berkurang di tempat terang
o Penglihatan kabur
o Adanya halo di sekitar cahaya
o Mata merah (siliar)
o Palpebra bisa membengkak
o Nyeri pada bola mata dan kepala
o Pupil tampak lebar, refleksnya lambat atau tidak ada

o Fotofobia
o Mual dan muntah
o Kornea keruh
o TIO sangat meninggi (60-70 mmHg)
Glaukoma sudut tertutup kronis
o Gejala mirip dengan yang akut, hanya perjalanan penyakitnya lebih lama
o Munculnya gejala pandangan kabur dan halo dapat mendahului munculnya
rasa nyeri
Glaukoma sudut terbuka
o Perjalanan penyakitnya lama
o Tidak banyak memperlihatkan kelainan dari luar
o Bilateral
o Sering tidak memberikan keluhan
o Biasanya familial
Glaukoma kongenital
o Buftalmos
o Ruptur membran Descemet
o Edema kornea
o Fotofobia
o Sklera biru
Glaukoma sekunder: tergantung penyakit yang menyebabkan

Kelainan pada PF dan PP pada glaukoma secara umum:

TIO yang tinggi


Ekskavasio glaukomatosa (C/D >0.4)
Pada gonioskopi akan terlihat COA yang dangkal (untuk glaukoma sudut tertutup)
Pada pemeriksaan lapangan pandang, akan terdapat skotoma khas glaukoma (skotoma
Bjerrum: skotoma berbentuk busur ke arah temporal) lalu akan terjadi penyempitan
lapangan pandang mulai dari daerah perifer. Bila dibiarkan, lapangan pandang akan
terus menyempit hingga terjadi tunnel vision dan akhirnya buta total.
Sudut terbuka

TIO sehari-hari
Sudut COA
Lapangan pandang
Serangan
Tonografi
Uji provokasi

Tinggi
Terbuka
Khas glaukoma
Tidak pernah
Patologis
Minum air

Dx/ gambaran klinis


Tx/ konservatif dan pembedahan

Sudut tertutup
Normal
Tertutup
Sebelumnya normal
Dapat akut
Normal
Midriatik/tempat gelap

Glaukoma sudut tertutup: miotik (pilokarpin), diuretik (asetazolamide), mengontrol

emosi, pembedahan (iridektomi, operasi Scheie, trabekulektomi)


Glaukoma sudut terbuka: miotik (pilokarpin dan eserin, membesarkan outflow
aqueous humor), simpatomimetik (epinefrin, untuk mengurangi produksi aqueous
humor), beta-blocker (timolol maleat, untuk mengurangi produksi aqueous humor),

diuretik (asetazolamide), pembedahan (operasi Scheie, trabekulektomi)


Glaukoma kongenital: pembedahan (goniotomi)
Glaukoma sekunder: tergantung penyebab

Uveitis
Uveitis adalah peradangan pada jaringan uvea. Peradangan dapat terjadi pada satu bagian
atau seluruh uvea. Biasanya unilateral. Peradangan iris dan badan siliar dapat menyebabkan
kerusakan blood aqueous barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel radang
dalam aqueous humor. Fibrin ini yang dapat menyebabkan sinekia posterior. Sel radang dapat
membentuk presipitat pada kornea. Pada iridosiklitis yang berat dapat muncul hipopion.
Karena peradangan, pupil akan miosis dan karena adanya sel radang dan fibrin dapat terjadi
oklusio dan seklusio pupil. Oklusio dan seklusio pupil dapat menyebabkan cairan dari COP
tidak dapat mengalir ke COA sehingga iris akan tampak menggelembung ke depan (iris
bombans). Gangguan badan siliar dapat menyebabkan produksi aqueous humor turun
sehingga TIO juga turun. Eksudat protein, fibrin, dan sel radang dapat berkumpul dalam
COA dan menutup kanal Schlemm sehingga dapat terjadi glaukoma sekunder. Pada fase akut,
peningkatan TIO disebabkan gumpalan eksudat pada COA. Pada fase lanjut peningkatan TIO
terjadi karena seklusio pupil.
Klasifikasi:

Uveitis anterior: iritis, iridosiklitis


Uveitis posterior: koroiditis, korioretinitis, retinokoroiditis
Panuveitis

E/: bakteri (TB, sifilis), virus (HSV, VZV, CMV), jamur, parasit (toksoplasma), imunologik,
penyakit sistemik, neoplastik.
Iritis: peradangan iris yang biasa disertai siklitis. Dapat berakhir menjadi uveitis menahun.
Uveitis kronis dapat mengakibatkan kebutaan.
Manifestasi klinis:

Nyeri
Injeksi siliar
Fotofobia
Pupil kecil (radang otot sfingter dan edema iris) dan nonreaktif
Sulit melihat dekat (akomodasi)
Hifema/hipopion
TIO naik
Perjalanan penyakit singkat (2-4 minggu), dapat kambuh atau menjadi kronis

Iridosiklitis: peradangan iris dan badan siliar. Dapat akut maupun kronis. Penyebabnya pun
beragam.
Manifestasi klinis:

Nyeri di mata dan kepala, terutama pada yang akut. Bertambah bila ditekan/terang
Fotofobia
Lakrimasi
Injeksi siliar
COA keruh
Gangguan akomodasi
Hipopion
iris terlihat seperti lumpur (kripti iris tidak terlihat)
pupil kecil dan reaksinya menurun/tidak ada
oklusi dan seklusi pupil
TIO menurun

Dx/ gambaran klinis


Tx/ steroid, sikloplegik (atropine, cyclopentolate, tropicamide, scopolamine), obati kausa
Uveitis posterior: peradangan pada bagian koroid dan atau retina.
Manifestasi klinis:

Penglihatan kabur
Nyeri mata
Fotofobia
Floaters
Pada umumnya segmen anterior tidak menunjukkan peradangan
Pada lesi baru didapatkan tepi lesi yang kabur disertai perdarahan di sekitarnya
Pada lesi lama batasnya tegas dan terdapat jaringan parut

Dx/ gambaran klinis


Tx/ tergantung penyebab

Konjungtivitis
Gambaran umum konjungtivitis
Reaksi folikular: terbentuk folikel oleh karena proliferasi limfosit. Terjadi pada
konjungtivitis klamidia, infeksi HSV dan pharyngoconjunctival fever.
Reaksi papil: karena peimbunan eksudat dan serbukan leukosit. Terjadi pada
konjungtivitis alergi dan bakteri.
Pembentukan membran: melekat pada konjungtiva, berdarah bila diangkat.
Pseudomembran tidak berdarah bila diangkat. Terdapat pada konjungtivitis epidemic
akut, infeksi HSV, infeksi streptokokus, difteri, dan gonore.
Visus tetap normal pada penderita konjungtivitis

Virus

Sekret
Air mata
Gatal
Merah
Kelenjar aurikular
Pulasan

Bakteri
Purulen
Nonpurulen
Sedikit
Penuh
Sedikit
Banyak
Sedang
Sedang
Sedikit
Sedikit
Tak ada
Merata
Merata
Terbatas
Membesar
Jarang
Membesar
Monosit dan Bakteri + PMN
Bakteri + PMN

Sedikit
Sedikit
Berat
Merata
Normal
Eosinofil

Sakit tenggorokan

limfosit
Kadang2

Jarang

Alergi

Konjungtivitis bakteri: N. gonorrhoeae, N. meningitidis (hiperakut purulen); S. pneumoniae


(mukopurulen/kataral); H. influenzae, E. coli (subacute); penyebaran infeksi dari tempat lain
seperti dakriosistitis, blefaritis (kronik). PENTING: hanya menyebabkan nyeri bila sudah
mengenai kornea. Terapi: salep atau obat tetes antibiotik. Obat yang biasa digunakan adalah
garamisin, gentamisin, eritromisin, neomisin, siprofloksasin, ofloksasin, dan trimetoprimpolimiksin B. Pada konjungtivitis gonore neonatorum ditambahkan penisilin injeksi.

Konjungtivitis virus: adenovirus

(pharyngoconjunctival fever and epidemic

keratoconjunctivitis), HSV, Coxsackie virus (Newcastle disease conjunctivitis), MCV


(molluscum contagiosum), VZV, measles.
Pharyngo-

Epidemic kerato-

conjunctival

conjunctivitis

fever

HSV

VZV

MCV

Measles

Ada folikel, Ada preauricular Vesikel


fotofobia,
ada

tenderness

demam

dan faringitis

di Vesikel

di Nodul

di Bengkak di

kelopak

dermatom

margin

plica

mata,

N. V1

palpebra

semilunaris,

preauricular

Kopliks

tenderness

spot

Tx/ suportif seperti kompres dingin dan air mata buatan. Pada HSV diberikan antivirus
topikal dan pada VZV diberikan asiklovir oral.

Konjungtivitis klamidia (trachoma). Etiologi: Chlamydia trachomatis. Mainfestasi


klinis: mata sakit, berair, fotofobia, ada eksudat, folikel, edema palpebra, pannus, bisa
menyebabkan scar di konjungtiva dan kornea. Tanda patognomonik adalah Herberts
pits (depresi jaringan pada limbocorneal junction). Kriteria diagnosis adalah adanya
dua dari gejala berikut:
o 5 folikel pada konjungtiva tarsal palpebra atas
o Scar konjungtiva
o Herberts pits
o Neovaskularisasi kornea, terutama pada bagian atas
Tx/ Azitromisin, eritromisin, tetrasiklin.

Konjungtivitis alergi. Hindari pencetus. Obat yang dapat diberikan adalah


antihistamin, NSAID, dan kortikosteroid.

Skleritis dan episkleritis


E/ idiopatik, kebanyakan autoimun atau terkait penyakit sistemik (atopi, gout, infeksi)
Manifestasi klinis: mata sakit (lebih parah pada skleritis), mata kering, rasa seperti
mengganjal, kemosis konjungtiva, injeksi episklera, tidak ada sekret. Penyakit ini cenderung
residif.

Gambaran khusus:
Episkleritis: benjolan setempat berbatas tegas dan berwarna merah ungu di bawah
konjungtiva
Skleritis: benjolan sedikit biru-jingga, kadang kena seluruh lingkaran kornea

Tx/ terapi penyakit sistemik, NSAID, dan kortikosteroid. Pada skleritis dapat diberikan
imunosupresan.
Abrasi kornea
Disrupsi jaringan epitel kornea.
E/ trauma, kotoran yang masuk ke mata, pemakaian contact lens yang terlalu lama, benda
asing.
Manifestasi klinis:

Nyeri mata, terutama bila digerakkan


Sensasi benda asing, mata tidak dapat dibuka
Penglihatan kabur
Epifora
Fotofobia
Injeksi konjungtiva
Riwayat trauma atau penyebab lainnya

Abrasi kornea ini dapat menjadi erosi kornea rekuren bila pemulihan dan perawatan pasien
buruk.
Dx/ gambaran klinis, slit lamp dengan fluoresensi
Tx/ abrasi kornea dapat sembuh sendiri. Pasien dapat diberikan antibiotik topikal untuk
profilaksis, NSAID dan sikloplegik (apabila pasien mengalami fotofobia).
Keratitis bakterial
Radang kornea yang progresif. Beberapa bakteri dapat mendestruksi kornea dalam 24-48
jam. Karakteristik penyakit ini adalah ulserasi kornea, abses stroma, edema kornea, dan tanda
inflamasi pada COA. Keratitis bakterial dapat merupakan komplikasi pemakaian lensa kontak
dan operasi mata.
E/ Streptococcus, Pseudomonas, Enterobacteriaceae (Klebsiella, Serratia, Proteus),
Staphylococcus
Manifestasi klinis:

Nyeri mata
Fotofobia
Penglihatan kabur
Ditemukannya karakteristik keratitis bakterial pada pemeriksaan
Edema palpebra superior
Konjungtiva hiperemis

Adanya riwayat faktor resiko seperti pemakaian lensa kontak, trauma, pemakaian obat
mata yang terkontaminasi, imunosupresi, abnormalitas palpebra.
Dx/ gambaran klinis, slit lamp, kultur untuk mengetahui patogen.
Tx/ antibiotik topikal (tobramisin, golongan florokuinolon) dan pembedahan.
G. Christy

Anda mungkin juga menyukai