Eye Pain-Christy
Eye Pain-Christy
Pendahuluan
Nyeri adalah sensasi sensorik yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensi
kerusakan jaringan. Nyeri pada mata dapat dideskripsikan sebagai sensasi terbakar,
berdenyut, seperti tertusuk, sensasi benda asing atau hanya nyeri biasa. Gejala bervariasi dari
gejala ringan hingga berat. Durasi dan lokasi dapat membantu menentukan penyebab dari
nyeri pada mata. Nyeri pada mata dapat disebabkan kelainan pada mata dan sekitarnya,
penyakit sistemik, atau nyeri alih dari tempat lain; misalnya telinga.
Alur diagnosis pasien dengan keluhan nyeri pada mata
Anamnesis:
Onset
Cepat/lambatnya perjalanan penyakit
Sifat nyeri (tajam atau tidak? Rasa seperti terbakar? Gatal?)
Uni/bilateral
Terus menerus/hanya pada waktu tertentu
Penglihatan kabur? Mata merah? Discharge? Nyeri kepala? (gejala2 lain)
Penggunaan obat-obatan
Riwayat trauma atau operasi
RPD
RPK
PF:
Nasoendoskopi
Pemeriksaan neurologis
PP:
Sinusitis
Definisi: inflamasi mukosa sinus paranasalis. Umumnya disertai atau dipicu rhinitis sehingga
sering disebut rhinosinusitis. Sinus yang paling sering terkena adalah sinus maksilaris dan
etmoid, sedangkan yang paling jarang ialah sinus sfenoid. Sinus maksilaris letaknya dekat
dengan akar gigi rahang atas sehingga infeksi pada gigi rahang atas dapat menyebar ke sinus
maksilaris.
Etiologi dan faktor predisposisi: ISPA akibat virus, rhinitis (alergi, hormonal pada wanita
hamil), polip hidung, deviasi septum, hipertrofi konka, sumbatan ostiomeatal complex,
infeksi tonsil, infeksi gigi, penyakit imunologis, hipertrofi adenoid/tonsil faringeal (pada
anak, serta faktor lingkungan seperti polusi, udara dingin, dan kebiasaan merokok.
Bakteri penyebab yang sering ditemukan pada sinusitis akut: S. pneumoniae, H. influenzae,
Moraxella catarrhalis. Pada sinusitis kronis bakteri yang ada cenderung ke arah gram negatif
dan anaerob.
Patofisiologi: kesehatan sinus dipengaruhi patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya
mucociliary clearance di ostiomeatal complex. Mukus yang dihasilkan mukosa sinus juga
mengandung substansi antimikrobial. Bila organ-organ yang membentuk ostiomeatal
complex mengalami edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia
tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga
sinus yang menyebabkan transudasi yang serous. Kondisi ini bisa dianggap rinosinusitis
nonbakterial dan dapat sembuh tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, sekret yang berkumpul dalam sinus merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri. Sekret di dalam sinus menjadi purulen. Keadaan ini disebut
rinosinusitis bakterial akut dan memerlukan terapi antibiotik.
Jika terapi tidak berhasil, inflamasi akan berlanjut. Hipoksia akan terjadi di dalam sinus dan
bakteri anaerob dapat berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai
siklus yang terus berputar sampai akibatnya perubahan mukosa menjadi kronis yaitu
hipertrofi, polipoid, atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan
tindakan pembedahan.
Klasifikasi
- Akut: 4 minggu
- Subakut: 4 minggu- 3 bulan
- Kronis: 3 bulan
Manifestasi klinis
Rinosinusitis akut
Hidung tersumbat
Nyeri/rasa tekanan pada muka
Ingus purulen
Postnasal drip
Sakit kepala
Anosmia
Halitosis
Batuk dan sesak pada anak karena postnasal drip
Demam, malaise
Mukosa edema dan hiperemis
Rinosinusitis kronis (gejalanya sering tidak khas, kadang hanya 1 atau 2 dari gejalagejala tersebut)
Sakit kepala kronis
Postnasal drip
Batuk kronis
Gangguan tenggorokan
Gangguan telinga akibat sumbatan muara tuba Eustachius
Gangguan paru seperti bronchitis
Serangan asma yang meningkat dan sulit diobati
Nyeri pada sinusitis dapat menandakan sinus mana yang meradang.
Sinus maksilaris: pipi
Terapi lain yang dapat digunakan: analgesik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian
rongga hidung dengan NaCl.
Komplikasi
Kelainan orbita: edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostel, abses orbita,
Migrain
Definisi: kelainan yang bersifat familial dengan karakteristik nyeri kepala berdenyut dengan
intensitas, frekuensi, dan durasi yang beragam. Biasanya unilateral, disertai anoreksia, mual
dan muntah.
Patogenesis: migrain diawali dengan vasokonstriksi pembuluh darah intrakranial.
Vasokonstriksi ini menyebabkan aliran darah ke otak, dimulai dari daerah oksipital, menurun.
Menurunnya aliran darah akan menyebabkan munculnya aura. Pembuluh darah di meninges
akan merangsang ganglion trigeminal dan meneruskan rangsangan ke trigeminocervical
complex. Rangsangan tadi akan menyebabkan proyeksi sensorik di thalamus yang dimodulasi
oleh dorsal raphe nucleus, locus coeruleus, dan nucleus raphe magnus. Rangsangan itu juga
menyebabkan keluarnya substansi inflamasi seperti substansi P dan calcitonin yang
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ekstrakranial. Vasodilatasi ini yang menyebabkan
nyeri kepala, disertai dengan pulsasi dan peningkatan permeabilitas.
Klasifikasi
Migrain dengan aura
Diawali dengan aura (visual, sensorik, motorik). E.g. hemianopia, scintillating
Diet: alkohol, coklat, keju, bahan tambahan makanan seperti MSG dan pewarna
Hormonal: premenstrual, kontrasepsi oral
Stress, emosi
Kelelahan, kurang tidur, puasa
Obat vasodilator (nitrogliserin)
Stimulus visual, auditori, olfaktori
Perubahan cuaca
Kriteria diagnosis: nyeri kepala berulang, durasi 4-12 jam, PF normal dan tidak disebabkan
hal lain
Minimal 2 kriteria
Unilateral
Berdenyut
Minimal 1 kriteria
Mual/muntah
Fotofobia dan fonofobia
Selulitis orbita
Definisi: infeksi pada jaringan orbita
dan adneksa mata. Selulitis orbita
menyerang
jaringan
lunak
di
Penyebaran infeksi dari sinus paranasal, lacrimal sac, kelopak mata, tulang orbita,
pembuluh darah wajah (phlebitis), dan bola mata. Selulitis orbita paling sering
Demam, malaise
Riwayat sinusitis atau ISPA/infeksi lain/pembedahan/trauma/perawatan gigi
Nyeri pada mata
Kemosis konjungtiva
Penglihatan kabur
TIO meningkat
Nyeri pada mata bila digerakkan
Nyeri kepala
Edema dan eritema kelopak mata
Rhinorrhea
Dapat disertai sekret hidung purulen
PP: pada CBC dapat dijumpai leukositosis, kultur darah atau sekret mata/hidung. CT scan
atau MRI dapat membantu diagnosis. Bila ada gejala infeksi SSP, disarankan pungsi lumbal.
Tx/ farmakologis dan pembedahan. Obati sumber infeksi.
Pasien dengan selulitis orbita disarankan untuk rawat inap sampai ada perbaikan klinis atau
demamnya hilang.
Terapi farmakologis: pemberian antibiotik broad-spectrum IV sampai patogen diketahui dan
antibiotik dapat diganti dengan yang spesifik untuk patogen tersebut. Antibiotik IV diberikan
selama 1-2 minggu dan dilanjutkan antibiotik oral selama 2-3 minggu. Bila infeksi
disebabkan oleh jamur, diberikan antifungal dan dilakukan debridement. Dapat ditambahkan
dekongestan, antiglaukoma dan kortikosteroid, tetapi kortikosteroid hanya boleh diberikan
pada pasien yang sudah dibedah dan diberikan terapi antibiotik adekuat selama 2-3 hari.
Terapi pembedahan dilakukan bila:
Ada abses subperiosteal dan intraorbital yang dapat didrainase pada pasien berusia
Papilitis: proses radang terdapat pada saraf optik di dalam bola mata, tampak sebagai
Etiologi:
Infeksi virus (morbili, varicella, ISPA) terutama pada anak-anak dan biasanya
bilateral
Penyebaran dari radang di sekitar saraf optik seperti sinusitis, selulitis orbita, atau
meningitis
Penyakit demyelinasi (multiple sclerosis) atau herediter (penyakit Leber)
Penyakit sistemik seperti sifilis, penyakit kelainan darah, DM, keganasan, intoksikasi
Manifestasi klinis:
Dx/ gambaran klinis. Bila ada penyakit sistemik yang mungkin menyebabkan neuritis optika,
dapat disertakan pemeriksaan penunjang untuk penyakit tersebut. MRI dapat membantu
diagnosis. Visual evoked potential juga dapat dilakukan.
Tx/ kortikosteroid IV dilanjutkan dengan kortikosteroid oral untuk tapering down dan obat
neurotropik. Obati penyakit sistemik dan infeksi di tempat lain.
Blefaritis
Blefaritis dibagi menjadi 2, anterior dan posterior. Blefaritis anterior menyerang sekitar bulu
mata dan folikelnya, sedangkan blefaritis posterior menyerang kelenjar Meibom. Blefaritis
anterior biasanya dibagi lagi menjadi blefaritis stafilokokal dan blefaritis seboroik.
E/ infeksi stafilokokus, dermatitis seboroik, infeksi parasit (Demodex folliculorum, phthiriasis
palpebrarum), rosacea, HSV, VZV, molluscum contagiosum, dermatitis kontak, dermatitis
alergi, polusi (asap, uap bahan kimia), atau Sjogren syndrome.
Manifestasi klinis
telangiektasia, iregularitas)
Perubahan pada kornea (erosi, infiltrat, ulkus, pannus, dan flikten)
Injeksi konjungtiva
Mata berair
Fotofobia
Penurunan visus
Pada dermatitis seboroik: kulit kepala gatal, ketombe, kulit berminyak
Rosacea: rinofima, wajah merah, telangiektasia wajah, pustula, kulit berminyak, dan
iritasi mata
Tx/ menjaga hygiene kelopak mata, kompres hangat, massage pada lesi selama 10 menit
sebanyak 4 kali sehari, dan antibiotik topikal. Hordeolum biasanya sembuh sendiri dalam
waktu 1-2 minggu. Antibiotik sistemik diberikan bila hordeolum disertai selulitis preseptal.
Insisi untuk drainase dianjurkan bila hordeolum tersebut besar atau tidak berespon dengan
pengobatan konservatif.
Kalazion
Lipogranuloma yang terbentuk dari kelenjar Meibom atau kelenjar Zeis. Bila kalazion
menyerang kelenjar Meibom, lipogranuloma akan terdapat di bagian dalam kelopak mata.
bila kalazion menyerang kelenjar Zeis, lipogranuloma terletak di bagian superfisial. Kalazion
bersifat kronis, berbeda dengan hordeolum yang bersifat akut.
E/ sumbatan kelenjar sebasea kelopak mata atau karena hordeolum interna.
Patofisiologi: sekret kelenjar sebasea bocor ke jaringan kelopak mata dan menyebabkan
reaksi inflamasi granulomatosa.
Manifestasi klinis:
pasta gigi
Gejala yang berhubungan adalah komedo pada wajah dan wajah yang berminyak
Faktor resiko:
Kanalisasi
tidak
sempurna
duktus
valve of Hasner)
Sinusitis
Rhinitis (vasomotor, alergi, ozaenosa,
dll)
Trauma nasal/benda asing/tumor
Deviasi septum nasi dan kelainan
anatomi sistem lakrimalis lainnya
Patofisiologi: Dakriosistitis dapat disebabkan terganggunya drainase air mata sehingga terjadi
stasis dari air mata. Sistem lakrimal memang rentan terkena infeksi karena mukosa dari
sistem tersebut menempel dengan konjungtiva dan mukosa nasal.
Manifestasi klinis:
Nyeri pada daerah kantus medialis dan bisa menjalar ke daerah hidung, pipi, dan gigi.
Bengkak dan merah pada daerah kantus medialis, dapat disertai pembengkakan
Dx/ gambaran klinis dan PP, tetapi biasanya cukup dari gambaran klinis.
CBC dapat dilakukan untuk memastikan terjadi leukositosis. Kultur darah atau sekret sakus
lakrimal dapat membantu menentukan patogen penyebab. Bila dicurigai ada penyakit
sistemik seperti SLE dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis
penyakit tersebut. Pemeriksaan imaging yang dapat dilakukan yaitu x-ray, CT scan, dan MRI
untuk menentukan apakah ada benda asing, trauma atau tumor. Imaging dapat dilakukan
tanpa atau dengan kontras (dacryocystography). Tes khusus yang dapat dilakukan yaitu tes
Schirmer (untuk memastikan epifora memang disebabkan dakriosistitis, bukan karena
hipersekresi kelenjar lakrimal) dan Jones dye test (menggunakan fluoresein yang diteteskan
ke mata dan dilihat alirannya ke meatus nasalis inferior).
Tx/ kompres hangat, massage, antibiotik topikal dan sistemik (IV bila ada komplikasi selulitis
orbita). Antibiotik yang dapat dipakai misalnya amoksisilin-asam klavulanat, ampisilinsulbaktam, levofloksasin, dan gentamisin. Drainase abses dengan insisi dapat membantu bila
sakus lakrimal hampir pecah. Probing sebaiknya tidak dilakukan karena ditakutkan dapat
menyebarkan infeksi ke jaringan sekitar. Pasien dengan dakriosistitis kronis boleh diberikan
kortikosteroid topikal.
Terapi pembedahan sebaiknya dilakukan bila radang sudah dapat diatasi. Pembedahan yang
dapat dilakukan adalah dakriosistostomi dan dakrioplasti.
Herpes zoster oftalmikus
Reaktivasi VZV yang dorman di dalam dorsal ganglion root N.V1.
E/ Varicella-zoster virus
Patofisiologi: ~herpes zoster pada umumnya. Diakibatkan oleh turunnya sistem imun
(kortikosteroid, imunosupresi, stress, dll)
Manifestasi klinis:
penyakit ini menyebabkan kelainan anatomis seperti scarring kornea atau kerusakan kelopak
mata.
Glaukoma
Glaukoma: suatu keadaan dimana TIO yang tinggi menyebabkan ekskavasio glaukomatosa,
neuropati saraf optik, dan kerusakan lapangan pandang yang khas. Glaukoma akan
mengakibatkan gangguan pembuluh darah retina. Bila berlangsung terus menerus, dapat
menyebabkan kebutaan.
Klasifikasi
Glaukoma primer
o Glaukoma sudut terbuka (simpleks)
o Glaukoma sudut tertutup
Akut
Kronis
Glaukoma sekunder
o Kelainan lensa
o Kelainan uvea
o Trauma
o Pembedahan
o Penggunaan kortikosteroid
Glaukoma kongenital
o Kongenital primer (dengan kelainan lain)
o Infantil (tanpa kelainan lain)
Glaukoma absolute (keadaan akhir. Mata nyeri dan buta total)
Faktor resiko glaukoma primer: mata yang bersumbu pendek, usia, iris yang tebal, familial
Manifestasi klinis
o Fotofobia
o Mual dan muntah
o Kornea keruh
o TIO sangat meninggi (60-70 mmHg)
Glaukoma sudut tertutup kronis
o Gejala mirip dengan yang akut, hanya perjalanan penyakitnya lebih lama
o Munculnya gejala pandangan kabur dan halo dapat mendahului munculnya
rasa nyeri
Glaukoma sudut terbuka
o Perjalanan penyakitnya lama
o Tidak banyak memperlihatkan kelainan dari luar
o Bilateral
o Sering tidak memberikan keluhan
o Biasanya familial
Glaukoma kongenital
o Buftalmos
o Ruptur membran Descemet
o Edema kornea
o Fotofobia
o Sklera biru
Glaukoma sekunder: tergantung penyakit yang menyebabkan
TIO sehari-hari
Sudut COA
Lapangan pandang
Serangan
Tonografi
Uji provokasi
Tinggi
Terbuka
Khas glaukoma
Tidak pernah
Patologis
Minum air
Sudut tertutup
Normal
Tertutup
Sebelumnya normal
Dapat akut
Normal
Midriatik/tempat gelap
Uveitis
Uveitis adalah peradangan pada jaringan uvea. Peradangan dapat terjadi pada satu bagian
atau seluruh uvea. Biasanya unilateral. Peradangan iris dan badan siliar dapat menyebabkan
kerusakan blood aqueous barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel radang
dalam aqueous humor. Fibrin ini yang dapat menyebabkan sinekia posterior. Sel radang dapat
membentuk presipitat pada kornea. Pada iridosiklitis yang berat dapat muncul hipopion.
Karena peradangan, pupil akan miosis dan karena adanya sel radang dan fibrin dapat terjadi
oklusio dan seklusio pupil. Oklusio dan seklusio pupil dapat menyebabkan cairan dari COP
tidak dapat mengalir ke COA sehingga iris akan tampak menggelembung ke depan (iris
bombans). Gangguan badan siliar dapat menyebabkan produksi aqueous humor turun
sehingga TIO juga turun. Eksudat protein, fibrin, dan sel radang dapat berkumpul dalam
COA dan menutup kanal Schlemm sehingga dapat terjadi glaukoma sekunder. Pada fase akut,
peningkatan TIO disebabkan gumpalan eksudat pada COA. Pada fase lanjut peningkatan TIO
terjadi karena seklusio pupil.
Klasifikasi:
E/: bakteri (TB, sifilis), virus (HSV, VZV, CMV), jamur, parasit (toksoplasma), imunologik,
penyakit sistemik, neoplastik.
Iritis: peradangan iris yang biasa disertai siklitis. Dapat berakhir menjadi uveitis menahun.
Uveitis kronis dapat mengakibatkan kebutaan.
Manifestasi klinis:
Nyeri
Injeksi siliar
Fotofobia
Pupil kecil (radang otot sfingter dan edema iris) dan nonreaktif
Sulit melihat dekat (akomodasi)
Hifema/hipopion
TIO naik
Perjalanan penyakit singkat (2-4 minggu), dapat kambuh atau menjadi kronis
Iridosiklitis: peradangan iris dan badan siliar. Dapat akut maupun kronis. Penyebabnya pun
beragam.
Manifestasi klinis:
Nyeri di mata dan kepala, terutama pada yang akut. Bertambah bila ditekan/terang
Fotofobia
Lakrimasi
Injeksi siliar
COA keruh
Gangguan akomodasi
Hipopion
iris terlihat seperti lumpur (kripti iris tidak terlihat)
pupil kecil dan reaksinya menurun/tidak ada
oklusi dan seklusi pupil
TIO menurun
Penglihatan kabur
Nyeri mata
Fotofobia
Floaters
Pada umumnya segmen anterior tidak menunjukkan peradangan
Pada lesi baru didapatkan tepi lesi yang kabur disertai perdarahan di sekitarnya
Pada lesi lama batasnya tegas dan terdapat jaringan parut
Konjungtivitis
Gambaran umum konjungtivitis
Reaksi folikular: terbentuk folikel oleh karena proliferasi limfosit. Terjadi pada
konjungtivitis klamidia, infeksi HSV dan pharyngoconjunctival fever.
Reaksi papil: karena peimbunan eksudat dan serbukan leukosit. Terjadi pada
konjungtivitis alergi dan bakteri.
Pembentukan membran: melekat pada konjungtiva, berdarah bila diangkat.
Pseudomembran tidak berdarah bila diangkat. Terdapat pada konjungtivitis epidemic
akut, infeksi HSV, infeksi streptokokus, difteri, dan gonore.
Visus tetap normal pada penderita konjungtivitis
Virus
Sekret
Air mata
Gatal
Merah
Kelenjar aurikular
Pulasan
Bakteri
Purulen
Nonpurulen
Sedikit
Penuh
Sedikit
Banyak
Sedang
Sedang
Sedikit
Sedikit
Tak ada
Merata
Merata
Terbatas
Membesar
Jarang
Membesar
Monosit dan Bakteri + PMN
Bakteri + PMN
Sedikit
Sedikit
Berat
Merata
Normal
Eosinofil
Sakit tenggorokan
limfosit
Kadang2
Jarang
Alergi
Epidemic kerato-
conjunctival
conjunctivitis
fever
HSV
VZV
MCV
Measles
tenderness
demam
dan faringitis
di Vesikel
di Nodul
di Bengkak di
kelopak
dermatom
margin
plica
mata,
N. V1
palpebra
semilunaris,
preauricular
Kopliks
tenderness
spot
Tx/ suportif seperti kompres dingin dan air mata buatan. Pada HSV diberikan antivirus
topikal dan pada VZV diberikan asiklovir oral.
Gambaran khusus:
Episkleritis: benjolan setempat berbatas tegas dan berwarna merah ungu di bawah
konjungtiva
Skleritis: benjolan sedikit biru-jingga, kadang kena seluruh lingkaran kornea
Tx/ terapi penyakit sistemik, NSAID, dan kortikosteroid. Pada skleritis dapat diberikan
imunosupresan.
Abrasi kornea
Disrupsi jaringan epitel kornea.
E/ trauma, kotoran yang masuk ke mata, pemakaian contact lens yang terlalu lama, benda
asing.
Manifestasi klinis:
Abrasi kornea ini dapat menjadi erosi kornea rekuren bila pemulihan dan perawatan pasien
buruk.
Dx/ gambaran klinis, slit lamp dengan fluoresensi
Tx/ abrasi kornea dapat sembuh sendiri. Pasien dapat diberikan antibiotik topikal untuk
profilaksis, NSAID dan sikloplegik (apabila pasien mengalami fotofobia).
Keratitis bakterial
Radang kornea yang progresif. Beberapa bakteri dapat mendestruksi kornea dalam 24-48
jam. Karakteristik penyakit ini adalah ulserasi kornea, abses stroma, edema kornea, dan tanda
inflamasi pada COA. Keratitis bakterial dapat merupakan komplikasi pemakaian lensa kontak
dan operasi mata.
E/ Streptococcus, Pseudomonas, Enterobacteriaceae (Klebsiella, Serratia, Proteus),
Staphylococcus
Manifestasi klinis:
Nyeri mata
Fotofobia
Penglihatan kabur
Ditemukannya karakteristik keratitis bakterial pada pemeriksaan
Edema palpebra superior
Konjungtiva hiperemis
Adanya riwayat faktor resiko seperti pemakaian lensa kontak, trauma, pemakaian obat
mata yang terkontaminasi, imunosupresi, abnormalitas palpebra.
Dx/ gambaran klinis, slit lamp, kultur untuk mengetahui patogen.
Tx/ antibiotik topikal (tobramisin, golongan florokuinolon) dan pembedahan.
G. Christy