Anda di halaman 1dari 62

BAB III

SAJIAN DAN ANALISIS DATA


Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara mendalam (indepth
interview) dalam pengumpulan datanya. Wawancara dilakukan terhadap informan
untuk mengetahui proses difusi inovasi program Jaminan Kesehatan Nasional di
Desa Catur Kabupaten Boyolali.
Terdapat 10 informan yang dipilih melalui purposive sampling, satu orang
dari BPJS Kesehatan yaitu kepala pemasaran BPJS Kesehatan, satu orang dokter
keluarga, satu orang dokter gigi, dua orang perangkat desa yaitu ketua RT dan
Ketua RW, dan lima orang peserta JKN yang pernah menggunakan fasilitas JKN.
Berikut profil informan dalam penelitian ini;
Tabel. 3.1
Profil Informan.
No.

Nama

Gol. Peserta
BPJS

Pekerjaan

1.

Slamet Widodo

Kelas I

2.

Aris Haryoko, AmKg

Kelas I

Kepala Unit Pemasaran


BPJS Cabang Boyolali
Dokter Gigi

3.

dr. Ratri S. Lina

Kelas I

Dokter Keluarga

4.

Ngatijan

Kelas I

Wirausaha

5.

Maryati

Kelas I

Pengusaha ternak ayam

6.

Sri Indarwati

Kelas II

Wirausaha

7.

Hanusa Sanabakti

Kelas II

Wirausaha

8.

Putri Gesang

Kelas II

Wirausaha

9.
10.

Arif Setyawan
Krismanto

Kelas I
Kelas II

Karyawan Swasta
Pengusaha ternak puyuh

Data yang telah terkumpul kemudian peneliti sajikan dan dianalisis


menggunakan teori difusi inovasi, dimana dalam proses difusi inovasi menurut
Rogers terdapat empat unsur pokok yaitu inovasi, cara dan saluran komunikasi,
dalam jangka waktu tertentu, dan karakter individu sebagai anggota sistem sosial
yang menjadi sasaran kegiatan difusi inovasi.
Selain proses difusi inovasi, peneliti juga menganalisis proses adopsi
informan terhadap inovasi berupa Jaminan Kesehatan Nasional dengan
menggunakan model proses keputusan-inovasi yang disampaikan Rogers. Dimana
dalam proses adopsi inovasi terdapat lima tahapan yaitu knowledge (tahap
pengetahuan), persuasion (tahap persuasi), decision (tahap pengambilan
keputusan),

implementation

(tahap

implementasi),

confirmation

(tahap

pemantapan).
A. Difusi Inovasi Program Jaminan Kesehatan Nasional
Merujuk pada Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh
penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1
Januari 2014.1
Program Jaminan Kesehatan Nasional diterapkan sejak 1
januari 2014. Itu kan nasional, seluruh Indonesia bareng.
(Wawancara dengan Slamet Widodo, Kepala Promosi BPJS
Kesehatan Kantor Cabang Boyolali pada tanggal 18 Mei 2015.)

1
1

Ibid. hlm. 10.


Tim Penyusun Bahan Sosialisasi dan Advokasi JKN, Op.Cit. hlm. 41.

Pernyataan Slamet Widodo tersebut didukung oleh pernyataan Aris


Haryoko, AmKg dan dr. Ratri S. Lina dalam wawancara berikut:
BPJS Kesehatan secara serantak mulai diberlakukan 1 Januari
2014. Termasuk juga Kabupaten Boyolali. (Wawancara dengan
Aris Haryoko, AmKg. 14 April 2015)
Secara serentak program Jaminan Kesehatan Nasional ini
diterapkan di Boyolali tanggal 1 Januari 2014. (Wawancara
dengan dr. Ratri S. Lina. 21 April 2015
Kebijakan pemerintah tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (BPJS) perlu diketahui dan
dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan
penyebarluasan informasi berkaitan dengan inovasi kepada semua pemangku
kepentingan dan masyarakat pada umumnya.2
Rogers mendefinisikan difusi sebagai proses di mana suatu inovasi
dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu
diantara para anggota suatu sistem sosial. Difusi adalah suatu jenis khusus
komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru.
Sedangkan komunikasi didefinisikan sebagai proses di mana para pelakunya
menciptakan informasi dan saling bertukar informasi untuk mencapai
pengertian bersama. 3
Sosialisasi program Jaminan Kesehatan Nasional telah dilakukan sejak
tahun 2013. Seperti yang disampaikan oleh Slamet Widodo sebagai Kepala
Promosi BPJS dan Aris Haryoko, AmKg berikut ini;

Ibid. hlm. 2.

Rogers. Op.Cit. hlm. 5.

Sosialisasi mengenai Jaminan Kesehatan Nasional ini pertama


kali tahun 2013, waktu itu ada roadmap nya untuk sosialisasi
(Wawancara dengan Slamet Widodo, Kepala Promosi BPJS
Kesehatan Kantor Cabang Boyolali pada tanggal 18 Mei 2015.)
Aris Haryoko, AmKg menambahkan bahwa sosialisasi kepada pekerja
kesehatan juga telah dilakukan sejan tahun 2013. Selain sosialisasi, terdapat
pula pelatihan-pelatihan untuk mendukung kesiapan pekerja kesehatan untuk
melaksanakan program Jaminan Kesehatan Nasional. seperti yang disampaikan
Aris Haryoko, AmKg sebagai berikut;
Kalau saya sebagai tenaga kesehatan sosialisasi sudah dari
tahun 2013. Dari tahun 2013 itu memang sudah digemborgemborkan mengenai BPJS. Setelah itu rutin, dalam arti ada
sosialisasi, pelatihan juga ada, system care juga ada, entri data
juga ada. (Wawancara dengan Aris Haryoko, AmKg. 14 April
2015)
Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan dari dr. Ratri S. Lina
sebagai berikut:
Pertama kali kalau sosialisasi ke Dokter Keluarga itu kira2
2013 mas ya. Sejak saat itu sosialisasi terus dilakukan, jadi tidak
hanya sekali. (Wawancara dengan dr. Ratri S. Lina. 21 April
2015
Jaminan Kesehatan Nasional merupakan suatu program dimana
penyebaran ide-ide barunya melalui proses komunikasi yang panjang. Proses
penyebaran mengenai program JKN yang diselenggarakan oleh BPJS
Kesehatan sampai saat ini masih berlangsung. Berdasarkan observasi yang
dilakukan oleh peneliti, sosialisasi mengenai program Jaminan Kesehatan
Nasional menemui beberapa kendala. Seperti yang diutarakan oleh Slamet
Widodo berikut;
Saat kita melakukan sosialisasi, pesertanya itu datang tidak on
time. Datang terlambat itu kan jadi pengaruh. Sok baru datang

terus tanya hal yang telah disampaikan. Itu kan harus


mengulangi lagi, jadi kan lama dan tidak efektif dan molor.
(Wawancara dengan Slamet Widodo, Kepala Promosi BPJS
Kesehatan Kantor Cabang Boyolali pada tanggal 18 Mei 2015.)
Salah satu kendala yang dialami BPJS Kesehatan dalam melakukan
sosialisasi yaitu adalah partisipasi masyarakat saat sosialisasi, terutama
berkaitan dengan kedatangan peserta sosialisasi yang tidak ontime. Selain itu
ada beberpa hal lain yang menjadikan kendala saat proses sosialisasi Jaminan
Kesehatan Nasional. Seperti yang disampaikan Aris Haryoko, AmKg berikut
ini;
Ada beberapa kendala yang terjadi ya, yang pertama tentang
pengetahuan masyarakat berkaitan dengan program BPJS
Kesehatan. Terutama yang di daerah pinggir. Mereka tidak tahu
kartu ini cara makainya bagaimana. Karena dari sosial
pendidikan memang daerah pinggir dimana hanya lulusan SD
kadang tidak sekolah, dia tidak tahu kartu ini mau dbawa
kemana, cara makainya gimana. Pokoknya tahunya bawa kartu,
bisa dipakai di Puskesmas. Kemudian adalah sosialisasi bagi
yang pasien umum. Disaat mendaftar ke BPJS kadang kurang
sosialisasi dari BPJS. Akhirnya terjadi kendala. Ini bagaimana,
mau periksa dimana dan sebagainya. Terus lagi ketika ada
peraturan baru. Informasi tentang peraturan baru ini biasanya
kurang bisa tercover kembali. Dengan artian BPJS ini kan masih
dalam proses berkembang, masih banyak perubahan-perubahan.
Nah ketika muncul peraturan baru, kan peserta harus tahu semua
kan, nah kesulitannya melakukan sosialisasi kepada semua
peserta itu. (Wawancara dengan Aris Haryoko, AmKg. 14
April 2015)
Kendala lain yang ditemui saat melakukan sosialisasi adalah tingkat
pendidikan di masyarakat di daerah pinggir. Hal ini akan mempengaruhi
tingkat pemahaman mereka terhadap program Jaminan Kesehatan Nasional.
Masyarakat di daerah pinggir tidak mengetahui secara detail informasi
mengenai program Jaminan Kesehatan Nasional. Informasi yang bisa diterima

mereka adalah sebatas kartu peserta BPJS Kesehatan ini bisa digunakan untuk
periksa di Puskesmas. Untuk prosedur selanjutnya tinggal menunggu arahan
dari puskesmas tersebut. Ditambah lagi informasi-informasi baru mengenai
program Jaminan Kesehatan Nasional kurang bisa tercover kembali.
Sosialisasi dilakukan agar masyarakat tertarik terhadap program
Jaminan Kesehatan Nasional. Selain memberikan informasi secara terperinci
mengenai Jaminan Kesehatan Nasional, BPJS Kesehatan juga memberikan
pendidikan mengenai pentingnya asuransi sosial. Seperti yang disampaikan
oleh Slamet Widodo berikut;
Untuk menambah minat masyarakat kita sampaikan juga ke
arah manfaat. Berapa pun biaya yang peserta keluarkan untuk
program ini, kalo dibanding kan manfaatnya jauh lebih besar
manfaatnya. Misal gini, cuci darah itu kan paling gsekali cuci 1
jutaan ya. Padahal cuci darah itu sebulan paling ga 10 kali, kan
sudah 10an juta. Kalo dia bayar iurannya cuma berapa? Paling
kelas 3 Cuma 25.500. kalo kelas 1 60rban. Itu dibandingkan
manfaat dan iurannya kan banyak manfaatnya. Kalau kepada
yang sehat saya menekankan bahwa iuran mereka akan
membantu orang lain untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
karena ini prinsipnya asuransi sosial. Jadi itu yang sehat
membantu yang sakit, yang muda membantu yang tua. Jadi
ikhlas. (Wawancara dengan Slamet Widodo, Kepala Promosi
BPJS Kesehatan Kantor Cabang Boyolali pada tanggal 18 Mei
2015.)
Dalam penyebaran informasi atau sosialiasi tentang program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) ada empat unsur di dalamnya, yaitu: inovasi,
saluran komunikasi, jangka waktu, dan anggota sistem sosial.

1. Inovasi
Inovasi adalah suatu ide, karya atau objek yang dianggap baru oleh
seseorang.4 Dalam peneliltian ini, inovasi yang dimaksud adalah Program
Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.
Program ini dikatakan sebagai inovasi karena terdapat perubahan sistem
dan mekanisme penyelenggaraan dari asuransi kesehatan sosial yang
pernah dimiliki oleh pemerintah dan termasuk dalam program yang sudah
ditetapkan dan disahkan dalam Undang-Undang No.40 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan bahwa
jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS).
Hal yang melatarbelakangi dibuatnya program Jaminan Kesehatan
Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yaitu berawal dari
cita-cita Negara Indonesia untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya secara
adil dan makmur, seperti yang disampaikan oleh Slamet Widodo berikut;
itu kan ada di UUD 1945. Bahwa menciptakan masyarakat
Indonesia yang adil makmur itu. Disitukan yang namanya adil
makmur sejahtera kan ibaratnya seperti kotak yang besar.
Disitu didalamnya ada kemakmuran dalam ekonomi, industry,
papan, sandang, pangan dan lainya kan, nah kesehatan masuk
didalamnya. Jadi apa itu dari situ dari cita-cita luhur baru bisa
terealisasi melalui UU no.40 tahun 2004. Itu pun setelah 10
tahun baru bisa jalan tahun 2014. (Wawancara dengan Slamet
Widodo, Kepala Promosi BPJS Kesehatan Kantor Cabang
Boyolali pada tanggal 18 Mei 2015.)

Ibid. hlm.11.

Selain itu skema-skema yang pernah dibentuk pemerintah untuk


memberikan jaminan sosial di bidang kesehatan diantaranya melalui PT.
ASKES (Persero), PT. Jamsostek (Persero), Jamkesmas, dan Jamkesda
masih terfragmentasi dan terbagi-bagi. Sehingga biaya kesehatan dan mutu
pelayanan menjadi sulit terkendali.5 Hal ini didukung oleh pendapat
narasumber:
Dalam artian selama ini yang tercover asuransi adalah
PNS, terus yang swata ya yang punya uang, terus yang bekerja
lewat jamsostek. Pemerintah mengharap ada cost-sharing yang
berimbang. Akhirnya pemerintah mengakuisisi semua
perusahaan asuransi yang diwakili oleh PT. ASKES. akhirnya
terbentuklah BPJS. (Wawancara dengan Aris Haryoko,
AmKg. 14 April 2015)
Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan dr. Ratri S. Lina dalam
kutipan wawancara berikut:
Mekanisme asuransi sosial yang dijalankan oleh pemerintah
sebrlumnya ternyata masih belum bisa memberikan jaminan
sosial kepada seluruh rakyat dan pelaksanaannya pun terpisahpisah, badan penyelenggaranya banyak, ada Jamsostek, Askes,
Asabri dll ya. Nah diberlakukan nya Jaminan Kesehatan
Nasional ini untuk memperbaiki mekanisme asuransi sosial yang
pernah ada, harapannya seluruh rakyat Indonesia bisa
mempunyai Jaminan Sosial. (Wawancara dengan dr. Ratri S.
Lina. 21 April 2015
Untuk mengatasi permasalahan pada skema-skema jaminan sosial
yang pernah dijalankan, maka pada tahun 2004 dikeluarkan Undangundang No. 40 tentan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU No. 40
tahun 2004 mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh
penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalu suatu
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
5

Tim Penyusun Bahan Sosialisasi dan Advokasi JKN, Op.Cit. hlm. 9-10.

BPJS Kesehatan itu selaku badan publik yang


menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional
sesuai UU No. 40 tahun 2004 dan UU No.24 tahun 2011.
Disitu kan ada dua, satu BPJS Kesehatan dan satu lagi BPJS
Ketenagakerjaan. Nah BPJS Kesehatan itu programnya hanya
satu yaitu Jaminan Kesehatan. Jadi secara umum JKN adalah
suatu program yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan gitu.
(Wawancara dengan Slamet Widodo, Kepala Promosi BPJS
Kesehatan Kantor Cabang Boyolali pada tanggal 18 Mei
2015.)
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan bahwa
Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan
yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Secara operasional,
pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan
Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang
Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013
tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan
Kesehatan Nasional).
Setelah mengetahui informasi tentang inovasi dalam hal ini adalah
Jaminan Kesehatan Nasional, belum tentu seseorang akan langsung
menerimanya. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat pemahaman dan
pandangan seseorang tersebut terhadap Jaminan Kesehatan Nasional.
Awal itu kepesertaan se Kantor Cabang dibawah 50% , kalo
sekarang kan sudah menigkat jadi sekitar 57%. Dari penduduk
Boyolali itu itu sekitar 1 juta orang. Perkembangan saat ini
jumlah cakupan kepesertaan sampai saat ini terus meningkat.
(Wawancara dengan Slamet Widodo, Kepala Promosi BPJS
Kesehatan Kantor Cabang Boyolali pada tanggal 18 Mei
2015.)

Dari kutipan wawancara di atas kita ketahui bahwa belum semua


masyarakat di Kabupaten Boyolali terdaftar sebagai peserta program
Jaminan Kesehatan Nasional. Hingga kini proses adopsi program Jaminan
Kesehatan masih terus berlangsung hingga tercapai cakupan semesta pada
tahun 2019 dimana semua masyarakat memiliki asuransi kesehatan dalam
hal ini Jaminan Kesehatan Nasional.
Seperti yang telah dikemukakan di bagian awal bahwa inovasi
adalah ide, karya, gagasan yang baru. Ketika inovasi diperkenalkan kepada
masyarakat atau calon adopter, maka ada dua kemungkinan yang akan
terjadi yaitu inovasi akan diterima atau ditolak. Dalam proses adopsi suatu
inovasi, masyarakat memiliki pertimbangan-pertimbangan apakah inovasi
tersebut akan di adopsi atau tidak. Pertimbangan ini berdasarkan sifat yang
dimiliki sebuah inovasi, yaitu :

a. Relative Advantages
Relative Advantages adalah sejauh mana inovasi dianggap
lebih baik dari ide yang lain yang menggantikannya. Tingkat
keuntungan relatif tersebut dapat diukur dari segi ekonomis tetapi
faktor prestasi sosial, kenyamanan, dan kepuasan juga merupakan
unsur penting. Semakin besar keuntungan relative dari suatu inovasi,
maka inovasi akan diadopsi semakin cepat.6
Program Jaminan Kesehatan Nasional sebagai skema
asuransi sosial kesehatan milik pemerintah mudah didapatkan dan
6

Rogers.Op.Cit. hlm.16-17.

tidak memerlukan persyaratan yang sulit seperti halnya pada


asuransi kesehatan swasta. Saat mendaftarkan diri sebagai peserta,
seseorang tidak perlu melakukan medical check-up dan tidak ada
pre-existing condition, cukup mengisi formulir dan mengisi data diri.
Seperti yang disampaikan dr. Ratri berikut;
. bedanya lagi dengan asuransi swasta itu, kalau di
BPJS Kesehatan tidak ada yang namanya pre-existing
condition. Maksudnya dengan riwayat kesehatan
bagaimanapun seorang bisa mendaftar sebagai peserata
BPJS Kesehatan dan keanggotaannya langsung aktif.
Jika di asuransi swasta bila memiliki riwayat penyakit
biasanya ada semacam tenggang waktu setelah
mendaftar sampai asuransinya bisa dipakai.
(Wawancara dengan dr. Ratri S. Lina, 21 April 2015)
Di dalam

asuransi

kesehatan

swasta

jika

seseorang

mempunyai penyakit bawaan, penyakit tersebut tidak ditangung oleh


asuransi kesehatan. itu sebabnya diperlukan medical check-up agar
diketahui apakah seseorang mempunyai penyakit bawaan atau tidak.
BPJS Kesehatan tidak mengenal pre-existing condition, sehingga
semua penyakit ditanggung. Dan mendaftar sebagai peserta BPJS
Kesehatan tidak memerlukan medical check-up.
Program Jaminan Kesehatan Nasional oleh BPJS memiliki
beberapa keuntungan yang didapat oleh masyarakat yang terdaftar
sebagai peserta. Salah satunya dapat dirasaan oleh Ngatijan, dia
mendapatkan keringanan biaya saat anaknya sakit dan dirawat di
Rumah Sakit. Seperti yang diungkap dalam wawancara berikut:

Bintar itu sakit dulu di RS posisinya belum punya


asuransi.ditanya sama perawatnya sudah pakai BPJS
belum?, teruskan belum waktu itu ditawari untuk
mendaftar BPJS, baru nanti mengurus administrasi
rumah sakit. Setelah itu saya langsung ke BPJS
mendaftar jadi peserta. Akhirnya waktu bayar ternyata
gratis. (Hasil wawancara dengan Ngatijan, 29
November 2015)
Hal tersebut didukung oleh pendapat Maryati dalam kutipan
wawancara berikut;
yang jelas ya membantu meringankan biaya
perawatan kesehatan kalau sakit. Apalagi sekarang kan
apa-apa mahal, jadi pake asuransi kesehatan biar
dibantu bayarnya. (Hasil wawancara dengan Maryati,
25 November 2015)
Manfaat utama Jaminan Kesehatan Nasional yang dirasakan
bagi adopter adalah keringanan biaya perawatan kesehatan karena
telah dijamin oleh asuransi kesehatan. Selain itu, dengan sistem
Gotong royong dalam hal pembayaran premi, memungkinkan untuk
masyarakat yang tidak mampu untuk merasakan fasilitas kesehatan
yang sama seperti masyarakat dari golongan kepesertaan yang lain.
Seperti yang dikatakan Sri Indarwati berikut;
Sistem yang gotong royong itu kan baik, jadi subsidi
silang dari yang mampu ke yang tidak mampu. Kalu
dulu waktu asuransi kesehatan yang sebelumnya kan
sendiri-sendiri. (Hasil wawancara dengan Sri
Indarwati, 22 November 2015)
Hal itu juga didukung oleh pendapat Putri dan Ngatijan
dalam kuitpan wawancara berikut;
Iurannya gotong royong, jadi yang mampu membantu
yang kurang mampu. (Hasil wawancara dengan Putri,
23 November 2015)

ini seperti gotong royong, saling bantu. Meskipun


tidak sakit saya tetap bayar premi per bulan itu kan
uangnya dialokasikan
untuk kepentingan umum
terutama bidang kesehatan. (Hasil wawancara dengan
Ngatijan, 29 November 2015)
Manfaat lain dirasakan oleh Sri Indarwati. Program Jaminan
Kesehatan Nasional sangat mudah didapatkan dengan syarat yang
tidak sulit. Selain itu, premi bulanan BPJS Kesehatan juga bisa
disesuaikan dengan kemampuan ekonomi peserta BPJS Kesehatan.
seperti yang disampaikan dalam kutipan wawancara berikut ini;
mendaftar BPJS Kesehatan ini syaratnya sangat
mudah dibandingkan dengan asuransi swasta mas.
Tinggal membawa identitas diri, kalau swasta harus tes
kesehatan, kalau punya penyaki bawaan kadang tidak
ditanggung. Selain itu kalau BPJS Kesehatan besar
preminya kita bisa milih. Sesuai kemampuan masingmasing. Misal pilih kelas I atau kelas II itu kan
preminya beda-beda. (Hasil wawancara dengan Sri
Indarwati, 22 November 2015)
Program Jaminan Kesehatan Nasional yang memberikan
jaminan kesehatan kepada seluruh penduduk Indonesia untuk
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan telah dirasakan oleh
masyarakat. Hal ini akan mempercepat terjadinya adopsi inovasi.
Karena semakin masyarat merasakan manfaat, semakin cepat adopsi
terjadi.
b. Compatibilty
Tanggapan

masyarakat

mengenai

program

Jaminan

Kesehatan Nasional akan mempengaruhi cepat atau lambatnya

adopsi terhadap inovasi dalam hal ini yaitu Jaminan Kesehatan


Nasional. Dari hasil wawancara oleh narasumber dapat dikatakan
bahwa Jaminan Kesehatan Nasional menjadi program yang sesuai
serta menjawab kebutuhan bagi adopter. Kebutuhan tersebut berupa
asuransi kesehatan yang bisa membantu masyarakat dalam
meringankan biaya perawatan kesehatan serta mencakup semua
lapisan masyarakat.
.Maksud program ini kan bagus. Agar semua
masyarakat memiliki asuransi sosial. Sehingga kalau
mau periksa-periksa tidak usah mikir biaya lagi.
Kebutuhan kesehatannya akan tercukupi. (Hasil
wawancara dengan Arif, 16 November 2015)
Selain itu, program Jaminan Kesehatan Nasional dianggap
sebagai suatu kebutuhan bagi adopter seperti yang disampaikan
Krismanto pada kutipan wawancara berikut;
Lagian ini kan juga untuk kebutuhan saya sendiri. ya
semoga program ini bisa berjalan seperti yang
diharapkan. (Hasil wawancara dengan Krismanto, 20
November 2015)
Dari hasil wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa
Jaminan Kesehatan Nasional adalah asuransi kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan bagi adopter. Jaminan Kesehatan Nasional
dengan sistem gotong royong membantu masyarakat yang kurang
mampu untuk dapat menikmati manfaat asuransi kesehatan yang
diselenggarakan oleh BPJS tersebut. Selain itu dengan program
Jaminan Kesehatan Nasional ini, sangat meringankan adopter dalam
hal pembiayaan perawatan kesehatan.

c. Complexity
Penerimaan suatu inovasi bagi adopter tidak berlangsung
mulus begitu saja. Inovasi merupakan hal baru yang diperkenalkan
kepada calon adopter, dengan maksud agar calon adopter yaitu
masyarakat mau mencoba dan menerimanya. Apabila inovasi sulit
untuk dipahami terutama oleh masyarakat awam, kemungkinan besar
inovasi tersebut akan diadopsi lebih lama atau bahkan ditolak.
Sebaliknya apabila inovasi mudah dipahami dan mudah untuk
dilaksanakan kemungkinan adopsi akan berlangsung lebih cepat dan
akhirnya diterima.
Mengenai karakteristik kerumitan ini, bisa dikatakan bahwa
tingkat kerumitan berbanding lurus dengan banyaknya adopter.
Semakin sulit suatu inovasi tersebut, maka semakin sedikit atau
semakin lama pula masyarakat untuk mengadopsi.
Pertamanya bingung mas. La ini bedanya apa dengan
asuransi yang sebelumnya, awalnya kan begitu. Wong
Cuma tau dari iklan to. (Hasil wawancara dengan
Ngatijan, 29 November 2015)
Dari wawancara di atas diketahui bahwa kesulitan dalam
penerimaan program Jaminan Kesehatan Nasional adalah kurang
detailnya informasi yang didapat oleh narasumber. Hal ini didukung
dengan wawancara dengan Aris Haryoko, AmKg yang menyebutkan
bahwa kadang masyarakat mendapat sosialisasi yang kurang jelas
dan detail dari BPJS.

. . . kemudian adalah sosialisasi bagi yang pasien


umum. Yang dimaksud umum ini yang mendaftar
secara mandiri. Disaat mendaftar ke BPJS kadanag
kurang sosialisasi dari BPJS. Akhirnya terjadi kendala.
Ini bagaimana, mau periksa dimana, dan sebagainya.
Jadi ketika ada yang periksa ditempat saya kan jadi
tahu, oh ternyata pasien ini belum tahu BPJS Kesehatan
seperti apa, jadi saya harus menyampaikan informasi
yang belum diketahui pasien mengenai BPJS
Kesehatan tersebut. . . (Wawancara dengan Aris
Haryoko, AmKg. 14 April 2015)
Selain itu kerumitan lain dalam adopsi program Jaminan
Kesehatan Nasional adalah persepsi masyarakat terhadap asuransi
kesehatan yang kurang positif. Hal ini tentu akan mempengaruhi
proses adopsi sebab persepsi negatif awal masyarakat terhadap
asuransi kesehatan harus diluruskan terlebih dahulu sebelum
memberikan informasi mengenai program Jaminan Kesehatan
Nasional.
. ya biasa saja.wong sakit ya tinggal bayar. Dulu tu
saya sering di datangi agen asuransi itu lo mas. Tapi
saya ga percaya mas. Pokoknya curiga gitu perasaan
itu. (Wawancara dengan Hanusa, 21 November 2015)
Pendapat lain datang dari Aris Haryoko, AmKg, yang
menyatakan bahwa kerumitan dari program Jaminan Kesehatan
Nasional ini adalah kurangnya pengetahuan masyarakat. Seperti
dalam kutipan berikut:
Ada beberapa kendala yang terjadi ya.yang pertama
tentang pengetahuan masyarakat berkaitan dengan
program BPJS Kesehatan. Terutama yang di daerah
pinggir. Mereka tidak tahu kartu ini cara makainya
bagaimana. Karena dari sosial pendidikan memang
daerah pinggir dimana hanya lulusan SD kadang tidak

sekolah, dia tidak tahu kartu ini mau dbawa kemana,


cara makainya gimana. Pokoknya tahunya bawa kartu,
bisa dipakai di Puskesmas. (Wawancara dengan Aris
Haryoko, AmKg. 14 April 2015)
Dari beberapa kutipan wawancara di atas, dapat diketahui
bahwa kerumitan dari adopsi program Jaminan Kesehatan Nasional
tidak hanya dari aspek Jaminan Kesehatan Nasioanal sendiri seperti
prosedurnya, informasinya, dan sebagaiya. Namun kerumitan dalam
adopsi ini juga menyangkut dari aspek audiens.
Kesulitan dan hambatan yang dialami adopter tersebut dapat
diatasi salah satunya dengan sosialisasi. Hal ini terbukti setelah
mendapatkan sosialisasi mengenai program Jaminan Kesehatan
Nasional, adopter mulai paham dan menganggap program JKN
tidaklah rumit. Hal tersebut dapat diketahui melalui beberapa kutipan
wawancara berikut;
Bagus mas, kita jadi paham benar informasinya. Tidak
simpang siur seperti sebelumnya. Enak gitu
sosialisasinya ya santai. Jadi kita juga enak gitu yang
mendengarkan (Hasil wawancara dengan Ngatijan, 29
November 2015)
Orangnya nyantai sambil bercanda. Informasi tentang
BPJS juga jelas. Gampang gitu dipahami, tidak pake
istilah-istilah yang sulit. (Hasil wawancara dengan
Krismanto, 20 November 2015)
Dari uraian di atas diketahui bahwa masalah kerumitan
mengenai informasi dan pelaksanaan program Jaminan Kesehatan
Nasional telah dapat diatasi. Sehingga tidak menghambat proses
adopsi program Jaminan Kesehatan Nasional tersebut.

d. Triabilty
Karakteristik

inovasi

berikutnya

adalah

kemungkinan

diujicoba. Suatu inovasi yang dapat diujicobakan dalam setting


sesungguhnya, umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar cepat
diadopsi,

suatu

inovasi

sebaiknya

mampu

menunjukkan

keunggulannya.
Asuransi sosial berupa Jaminan Kesehatan Nasional adalah
hasil pengamatan dan study banding pemerintah ke berbagai Negara
yang telah berhasil menerapkan asuransi sosial dalam rangka
memelihara dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Dengan
menggunakan mekanisme asuransi sosial cita-cita untuk memberikan
jaminan kesehatan kepada seluruh rakyat Indonesia diharapkan bisa
segera terpenuhi.
Selama ini cakupan beberapa skema jaminan kesehatan yang
ada (ASKES, Jamsostek, Jamkesmas, dan jaminan kesehatan
lainnya) baru mencakup sebanyak 57,24% dari penduduk Indonesia.
Sebanyak 42,76% sisanya masih belum mempunyai jaminan
kesehatan. Seperti yang dapat dilihat dalam data berikut; 7

http://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/932

Bagan 3.1
Profil Jaminan Kesehatan Sosial Tahun 2014
42,7% Tanpa Jaminan
Kesehatan Sosial
28,41% Jamkesmas
7,28% JPK
PNS/veteran/pensiun
8,81% Jamsostek
5,83% Jamkes lainnya
6,91% Jamkesda

Sumber: Data BPS tentang Jaminan Kesehatan Sosial tahun 2014

Salah satu bukti yang bisa ditunjukan terhadap keunggulan


asuransi kesehatan sosial yang sifat kepesertaannya wajib seperti
yang dilaksanakan BPJS Kesehatan ini yaitu cakupan universal
coverage bisa dicapai dengan waktu yang lebih singkat. Artinya
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia akan bisa terpenuhi dengan
cakupan semesta asuransi kesehatan. Sistem asuransi sosial dengan
mekanisme seperti itu telah diterapkan diberbagai negara dan telah
berhasil memberikan jaminan asuransi kesehatan kepada seluruh
rakyat. Seperti asuransi sosial kesehatan yang diterapkan di Korea
Selatan.
Dalam Naskah Akademik SJSN dijelaskan Korea Selatan
memulai jaminan sosialnya dengan mengembangkan asuransi
kesehatan wajib di tahun 1976 setelah selama 13 tahun gagal

mengembangkan asuransi kesehatan sukarela. Asuransi kesehatan


wajib dimulai dari pemberi kerja yang memiliki jumlah pekerja
banyak terus diturunkan. Pada tahun 1989 seluruh penduduk sudah
memiliki asuransi kesehatan yang diselenggarakan oleh lebih dari
300 lembaga nirlaba. Kini seluruh badan penyelenggara dijadikan
satu badan penyelenggara yaitu National Health Insurance
Corporation

(NHIC)

suatu

lembaga

semi-pemerintah

yang

independen dengan cakupan praktis seluruh penduduk.8


Mekanisme Jaminan Kesehatan Nasional yang diberlakukan
sekarang juga telah dilakukan ujicoba dalam skala terbatas untuk
mengetahui apakah sistem JKN telah sesuai atau masih butuh
perbaikan.

Ujicoba terhadap mekanisme Jaminan Kesehatan

Nasional dilakukan sebelum program tersebut secara resmi


diberlakukan secara nasional tanggal 1 Januari 2014.
Ujicoba dilakukan dibeberapa provinsi sesuai dengan SK
Menkes

Nomor

142/MENKES/SK/III/2013

tentang

Ujicoba

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional di Daerah Provinsi


Aceh, Provonsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan di Provinsi Jawa
Barat. Dari hasil ujicoba tersebut akan diketahui apakah mekanisme
Jaminan Kesehatan Nasional yang akan diberlakukan tersebut sudah
matang. 9

Tim SJSN. Naskah Akademik SJSN (Jakarta: 2004). hlm 25-26.

Ali Ghufron Mukti. Perkembangan Terakhir SJSN dan Peran Layanan Primer (Disampaikan
pada kuliah perdana S2 IKM dan Farmasi UGM, Jogjakarta, 6 September 2013), hlm. 36.

Ujicoba yang dilakukan di DKI Jakarta meliputi; ujicoba


INA CBG diberlakukan untuk program KJS. Sejak tanggal 1 April
2013 UPT Jamkesda telah bekerja sama dengan pihak PT. Askes
sebagai calon BPJS untuk melakukan ujicoba. Faskes lanjutan yang
tergabung dalam KJS sebanyak 95 Rumah Sakit Pemerintah dan
Swasta. kemudian dilakukan pelatihan petugas verifikasi bagi SDM
PT.

Askes

dan

telah

dilakukan

penatihan

INA-CBG

dan

Administrasi klaim kepada petugas RS. Evaluasi awal terhadap


ujicoba tersebut telah dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2013 oleh
Kemkes, Dinkes DKI, UPT jamkesda, dan PT. Askes.
Sedangkan ujicoba di Aceh meliputi persiapan seluruh PPK
dasar dan lanjutan di provinsi untuk menyelenggarakan JKN.
Integrasi data kepesertaan jaminan kesehatan juga telah dilakukan.
Kemudian pemberlakuan INA-CBGs di seluruh JKA Aceh (ranap
kelas 3), sedangkan untuk INA-CBGs ranap kelas 1 dan kelas 2
dalam persiapan implementasi. Selain itu juga diadakan pelatihan
Petuga verifikasi INA-CBGs dan administrasi untuk petugas RS
untuk tarif kelas 1 dan kelas 2.
Ujicoba di Provinsi Jawa Barat secara spesifik mengujicoba
sistem rujukan. Hal tersebut merupakan kelanjutan ujicoba yang
sudah dimulai sejak tahun 2012 di 4 kabupaten/kota (Kab Bandung,
Kota Bandung, Kota Cimahi, Kab Sumedang) dan di tahun 2013
ditambah Kabupaten Bandung Barat. Ujicoba juga dilakuakan

terhadap standar pelayanan dasar untuk 144 diagnosa. Dari hasil


ujicoba di tiga provinsi tersebut lalu dievaluasi hingga terwujud
mekanisme Jaminan Kesehatan Nasional sebagaiman diterapkan
secara nasional pada tanggal 1 Januari 2014.
e. Observability
Observability adalah sejauh mana hasil suatu inovasi dapat
terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil
sebuah

inovasi,

semakin

besar

kemungkinan

untuk

mengadopsinya.10
Manfaat

program

Jaminan

Kesehatan

Nasional

telah

dirasakan secara langsung oleh adopter. Dengan menjadi peserta


BPJS Kesehatan mereka bisa mendapatkan memanfaatkan Jaminan
Kesehatan Nasional untuk meringankan biaya perawatan dan
pemeliharaan kesehatan. Seperti yang disampaikan oleh Ngatijan
berikut;
Bintar itu sakit dulu di RS posisinya belum punya
asuransi.ditanya sama perawatnya sudah pakai BPJS
belum?, teruskan belum waktu itu ditawari untuk
mendaftar BPJS, baru nanti mengurus administrasi
rumah sakit. Setelah itu saya langsung ke BPJS
mendaftar jadi peserta. Akhirnya waktu bayar ternyata
gratis. (Hasil wawancara dengan Ngatijan, 29
November 2015)
Hal tersebut juga didukung oleh pengalaman Maryati saat
memanfaatkan layanan Jaminan Kesehatan Nasional. seperti yang
dikatakannya dalam wawancara berikut;
10

Rogers.Op. Cit. hlm. 17.

iya pas kemarin suami saya vertigonya kumat. Dirawat


seminggu di rumah sakit. Saya pakai asuransi BPJS
Kesehatan jadi gratis. (Hasil wawancara dengan
Maryati, 25 November 2015)
Waktu sakit kemarin di rawat di rumah sakit pakai
asuransi BPJS ini gratis jadinya. (Hasil wawancara
dengan Arif, 16 November 2015)
Selain pengalaman pribadi, pengamatan terhadap inovasi juga
bisa dilakukan dengan bertanya dan mendengar kesaksian dari
peserta BPJS Kesehatan yang pernah menggunakan asuransi JKN
untuk perawatan kesehatan. Seperti yang dikatakan Hanusa sebagai
berikut;
Teman saya rawat inap seminggu di rumah sakit,
pakai bpjs kesehatan tidak bayar sama sekali katanya.
(Hasil wawancara dengan Hanusa, 21 November 2015)
Sebuah inovasi yang hasilnya bisa diamati langsung maka
kemungkinan inovasi tersebut diadopsi akan lebih besar. Namun
apabila inovasi tersebut tidak jelas hasilnya dan susah untuk diamati,
maka calon adopter akan berpikir-pikir dahulu untuk menerima
inovasi yang dikenalkan kepadanya.

2. Saluran Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan untuk mencapai tujuan komunikasi.
Sedangkan saluran komunikasi adalah sarana atau perantara yang
dipergunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada
komunikan.

Saluran

komunikasi

sering

disebut

dengan

media

komunikasi.11 Menurut Effendy, Saluran komunikasi adalah alat atau


media yang dapat dimanfaatkan oleh individu-individu dan atau kelompok
atau organisasi yang berkomunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan
mereka.12
Secara konseptual, ada tiga macam saluran komunikasi yaitu
saluran antar pribadi, media massa dan forum media yang dimaksudkan
untuk menggabungkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh saluran
antar pribadi dan media massa.13 Berdasar penelitian yang telah dilakukan,
proses difusi inovasi program Jaminan Kesehatan Nasional menggunakan
beberapa macam saluran, yaitu saluran antar pribadi, saluran kelompok,
dan saluran media massa.
a. Saluran antarpribadi
Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orangorang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langung, baik secara verbal
maupun nonverbal.14 Saluran antarpribadi adalah saluran atau
media yang memungkinkan komunikator dan komunikan dapat
berkomunikasi secara langsung, baik dengan tatap muka atau
menggunakan alat.

11
12

Ibid. hlm. 5.

Effendy. Op.Cit, hlm. 184.


13
Totok Mardikanto, Komunikasi Pembangunan. (Surakarta, 2010). hlm 127.
14
Mulyana. Op.Cit. hlm. 81.

Sosialisasi melalui saluran antarpribadi dilakukan BPJS


Kehatan dengan layanan call center hotline service, email dan
penyuluhan serta pelatihan.
i. Sosialisasi
Penyuluhan dengan saluran antarpribadi dilakukan
pada saat masyarakat mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS
Kesehatan di kantor BPJS Kesehatan. Saat melakukan
pendaftaran maka pendaftar akan mendapat penyuluhan
mengenai Jaminan Kesehatan Nasional secara langsung oleh
pegawai BPJS Kesehatan saat itu juga.
Untuk peserta mandiri kita juga mememberikan
informasi lagi berkaitan dengan prosedur pelayanan
BPJS Kesehatan ketika mereka melakukan
pendaftaran ke kantor BPJS Kesehatan. Sehingga
setelah mendaftar mereka akan benar-benar tahu
bagiamana cara atau prosedur menggunakan layanan
Jaminan Kesehatan Nasional (Wawancara dengan
Slamet Widodo, Kepala Promosi BPJS Kesehatan
Kantor Cabang Boyolali pada tanggal 18 Mei 2015.)
ii. Telepon dan Email
Sosialisasi juga menggunakan media berupa telepon
dan email agar informasi mengenai Jaminan Kesehatan
Nasional cepat diterima. Bapak Aris Haryoko, AmKg
menjelaskan bahwa sosialisasi mengenai informasi-informasi
baru berkaitan dengan program Jaminan Kesehatan Nasional
disampaikan melalui email dan telepon.
... Karena transformasi BPJS untuk menjadi
sempurna ini masih banyak perubahan. Aturanaturan berubah. Nah perubahan-perubahan ini lah
yang saya sebagai petugas kesehatan tidak boleh

kelewatan. Selama ini perubahan-perubahan seperti


itu biasanya diinformasikan kepada saya via email
atau telepon. (Wawancara dengan Aris Haryoko,
AmKg. 14 April 2015)
BPJS Kesehatan juga menyiapkan layanan call center
hotline sevice yang memungkinkan masyarakat bertanya
langsung kepada BPJS Kesehatan berkaitan dengan program
Jaminan Kesehatan Nasional.
Mengenai informasi yang belum tersampaikan
ada layanan 24 jam di 1000500400. Kalo di call
center hotline servis juga ada. Kantor BPJS
Kesehatan tiap kabupaten kota juga ada. Masyarakat
yang belum jelas bisa memanfaatkan fasilitas
tersebut. (Wawancara dengan Slamet Widodo,
Kepala Promosi BPJS Kesehatan Kantor Cabang
Boyolali pada tanggal 18 Mei 2015.)
b. Saluran Kelompok
Komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi
yang dilakukan kelompok kecil (small group communication),
jadi bersifat tatap-muka. Umpan balik dari seorang peserta dalam
komunikasi kelompok masih bisa diidentifikasi dan ditanggapi
langsung oleh peserta lainnya.15
i. Sosialisasi
Komunikasi kelompok yang terjadi dalam kegiatan
sosialisasi program Jaminan Kesehatan Nasional adalah
dengan mengadakan penyuluhan yang dikelompokan sesuai

15

Ibid. hlm. 82.

status dan kelas sosial. Seperti yang disampaikan narasumber


berikut ini;
kita buat penyuluhan kepada seluruh kepala dinas,
kemudian seluruh kepala puskesmas, tokoh agama,
tokoh masyarakat, masyarakt umum, termasuk juga
yang mengundang BPJS Kesehatan untuk
melakukan penyuluhan, termasuk perusahaan.
(Wawancara dengan Slamet Widodo, Kepala
Promosi BPJS Kesehatan Kantor Cabang Boyolali
pada tanggal 18 Mei 2015.)
ii. Grup Chating
BPJS Kesehatan juga membuat jaringan komunikasi
untuk

mempermudah

penyebaran

informasi.

dengan

memanfaatkan internet, BPJS Kesehatan membuat grup


chating dan grup messaging. Jaringan komunikasi ini dibuat
menjadi grup-grup yang dikelompokan sesuai jobdisk. Dengan
adanya grup tersebut akan memudahkan BPJS Kesehatan
untuk memberitahukan informasi-informasi yang berkaitan
dengan jobdisk maupun informasi-informasi terbaru seputar
program

Jaminan

Kesehatan

Nasional.

Seperti

yang

disampaikan narasumber berikut;


BPJS Kesehatan membuat grup komunikasi. Ada
Grup Kepala Puskesmas, grup bagian penerimaan
ada, sampai ke pemegang atau peserta BPJS
Kesehatan sendiri ada sebenarnya. Grup ini kan kita
memanfaatkan
adanya
internet,
sehingga
mempermudah terjadinya sosialisasi. (Wawancara
dengan Aris Haryoko, AmKg. 14 April 2015)

Komunikasi

kelompok

yang

diterapkan

BPJS

Kesehatan efektif digunakan untuk melakukan sosialisasi,


terutama untuk memberi informasi perkembangan, perubahan
dan informasi terbaru yang berkaitan dengan program Jaminan
Kesehatan Nasional. Dengan grup yang dibentuk BPJS
Kesehatan, distribusi informasi akan lebih cepat menyebar.
Sehingga masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan
cepat menerima dan menanggapi informasinya. Selain itu,
inovasi BPJS Kesehatan membentuk grup komunikasi ini
menjadi inspirasi pekerja kesehatan untuk melakukan hal yang
sama. Seperti yang dikatakan Aris Hayoko berikut;

Saya dan teman-teman juga membuat grup agar


lebih mudah berkomunikasi berkaitan dengan
informasi dari BPJS. Saya sebagai operator
lapangan, membuat grup ini bukan grup legal gitu,
ya kaya inovasi kita sendiri itu, mungkin dari
petugas a, b, c, d dari FKTP A-Z kita buat sendiri.
Paling tidak ketika si a dapat sosialisasi lalu dishare
di grup kan jadi tahu semua. Jadi nanti kan masingmasing petugas bisa segera menyampaikan kalau
ada informasi baru. Dari petugas yang lain nanti,
informasi akan dilanjutkan kepada kerabat atau
keluarga dan sebagainya. Harapannya informasinya
lebih cepat menyebar. (Wawancara dengan Aris
Haryoko, AmKg. 14 April 2015)
Grup komunikasi yang dibuat oleh pekerja kesehatan ini
bersifat tidak resmi dan horizontal. Grup komunikasi yang
dibuat pekerja kesehatan ini digunakan sebagai sarana diskusi

dan penyebaran informasi lebih lanjut mengenai informasi dari


grup komunikasi yang dibuat oleh BPJS Kesehatan.
iii. Pelatihan TOT
BPJS Kesehatan juga mengadakan pelatihan kepada
masyarakat yang dianggap mampu menjadi tangan kanan BPJS
Kesehatan untuk membantu melakukan sosialisasi di daerah
sekitar ia tinggal. Seperti yang disampaikan narasumber
sebagai berikut:
Kita juga mengadakan program TOT training of
trainer. Itu ditahun 2014 itu setiap kecamatan kita
ambil 2 orang untuk TOT itu yang buka pak Bupati,
jadi paling ga di suatu wilayah tersebut tahu lah
program bpjs ini. (Wawancara dengan Slamet
Widodo, Kepala Promosi BPJS Kesehatan Kantor
Cabang Boyolali pada tanggal 18 Mei 2015.)
c. Media massa
Komunikasi Massa adalah komunikasi yang menggunakan
media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik
(radio,televisi).16 BPJS Kesehatan menggunakan media massa
untuk menyampaikan informasi-informasi berkaitan dengan
program Jaminan Kesehatan Nasonal. Media yang digunakan
adalah radio, leaflet, poster, spanduk, biloline, baliho.
i. Radio
Untuk menunjang proses sosialisasi BPJS Kesehatan
menggunakan media Radio lokal di Boyolali.

16

Ibid. hlm. 83.

Kalau media di Boyolali kita menggunakan radio,


kita pasang iklan-iklan di radio. Dan kita kan
disupport pemerintah pusat lewat iklan di televisi
skala nasional. Na khusus Boyolali karena tidak
ada televisi local ya kita menggunakan radio.
(Wawancara dengan Slamet Widodo, Kepala
Promosi BPJS Kesehatan Kantor Cabang Boyolali
pada tanggal 18 Mei 2015.)
ii. Leaflet
Selain menggunakan radio, BPJS Kesehatan juga
menggunakan leaflet sebagai sarana sosialisasi. Leaflat
merupakan

selebaran

kecil

berisi

informasi-informasi

mengenai Jamninan Kesehatan Nasional. Dengan adanya


leaflet ini memungkinkan masyarakat bisa membaca lebih
detail mengenai Jaminan Kesehatan Nasional. Desain leaflet
yang kecil ini juga memungkinkan untuk dibawa kemana saja
dan dibaca dimana saja.
Terus juga ada leaflet, leaflet ini kita berikan di
meja setiap kantor pelayanan BPJS Kesehatan, kita
kasih di tempat praktek dokter keluarga,
puskesmas, semua FKTP kita kasih jadi nanti
masyarakat bisa mengambil itu dengan mudah.
(Wawancara dengan Slamet Widodo, Kepala
Promosi BPJS Kesehatan Kantor Cabang Boyolali
pada tanggal 18 Mei 2015.)
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, leaflet yang
dibuat oleh BPJS Kesehatan juga berisi tips-tips kesehatan yang
sangat bermanfaat untuk dimengerti oleh masyarakat. Leaflet
didesain sedemikian rupa hingga menarik untuk dibaca. Dengan
halaman pertama leaflet tersebut adalah tips kesehatan. Ada

banyak tips kesehatan yang disampaikan BPJS Kesehatan di


setiap leaflet. Sehingga dimungkinkan masyarakt mengambil
lebih dari satu leaflet karena setiap leaflet ada edisi tips kesehatan
yang berbeda.
iii. Media Luar Ruang
Media lain untuk promosi diruang public adalah media luar
ruang yaitu biloline, poster, baliho dan spanduk yang dipasang di
tempat-tempat umum.
Ada juga biloline, poster, backdrop, baliho,
spanduk itu kita pasang di tempat umum. Contoh
spanduknya itu ada di depan (baca: di depan kantor
BPJS Boyolali). (Wawancara dengan Slamet
Widodo, Kepala Promosi BPJS Kesehatan Kantor
Cabang Boyolali pada tanggal 18 Mei 2015.)

3. Jangka Waktu
Penyebaran sosialisasi membutuhkan waktu yang cukup lama,
penyebaran sosialiasi juga membutuhkan beberapa tahapan proses yaitu
dari seseorang mulai mengetahui sampai menerima dan melaksanakan
inovasi. Proses sosialisasi mengenai program Jaminan Kesehatan Nasional
sendiri telah dilakukan sejak tahun 2013, hingga sampai peneliti
mengadakan penelitian ini sosialisasi pun masih dilakukan.
Sosialisasi mengenai Jaminan Kesehatan Nasional ini
pertama kali tahun 2013, waktu itu ada roadmap nya untuk
sosialisasi. (Wawancara dengan Slamet Widodo, Kepala
Promosi BPJS Kesehatan Kantor Cabang Boyolali pada
tanggal 18 Mei 2015.)

Pernyataan tersebut didukung oleh Aris Haryoko, AmKg seperti


yang disampaikan dalam kutipan wawancara berikut;
...sosialisasi sudah dari tahun 2013. Dari tahun 2013 itu
memang sudah digembor-gemborkan mengenai BPJS.
Setelah itu rutin, dalam arti ada sosialisasi, pelatihan juga
ada,...(Wawancara dengan Aris Haryoko, AmKg. 14 April
2015)
Indikator yang digunakan oleh peneliti untuk menetukan jangka
waktu dalam program Jaminan Kesehatan Nasional adalah pada tahap
decision. Innovations decision process adalah proses mental dimana orang
berlalu dari pengetahuan pertama mengenai suatu inovasi ke pembentukan
sikap terhadap inovasi, ke keputusan menerima atau menolak ke
pelaksanaan ide baru dan kepeneguhan keputusan itu.17 Jangka waktu
dalam tahap decision ini yaitu lama waktu yang dibutuhkan seseorang
untuk melaksanakan program Jaminan Kesehatan Nasional yang ditandai
dengan terdaftarnya seseorang tersebut menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Oleh karena itu, ukuran jangka waktu tiap adopter memiliki perbedaan.

17

Effendy, Filsafat Komunikasi. hlm. 285.

Tabel. 3.2
Jangka Waktu Adopsi Inovasi.
No.

Nama

Tanggal mendaftar
BPJS Kesehatan

Jangka waktu
adopsi

1.

Slamet Widodo

1 Januari 2014

1 hari

2.

Aris Haryoko, AmKg

1 Januari 2014

1 hari

3.

dr. Ratri S. Lina

1 Januari 2014

1 hari

4.

Ngatijan

29 September 2014

271 hari

5.

Maryati

27 Oktober 2014

299 hari

6.

Sri Indarwati

20 April 2014

110 hari

7.

Hanusa Sanabakti

25 Februai 2015

420 hari

8.

Putri Gesang

17 November 2014

320 hari

9.

Arif Setyawan

19 Desember 2014

352 hari

10.

Krismanto

18 Juni 2014

169 hari

Rate of adoption=

194 hari

Dari data di atas dapat dilihat bahwa jangka waktu adopter untuk
mengadopsi inovasi memiliki perbedaan. Hal tersebut dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang terdapat dalam tahapan proses adopsi inovasi. Jangka
waktu di atas dihitung sejak program Jaminan Kesehatan Nasional
diselenggarakan yaitu pada tanggal 1 Januari 2014, sehingga dapat
diketahui bahwa rate of adoption dalam penelitian ini yaitu 194 hari.
Dalam proses adopsi terhadap inovasi, calon adopter tidak begitu
saja mengadopsinya. Setiap calon adopter memiliki pertimbangan sebelum
memutuskan

untuk

mengadopsi

ataupun

tidak.

Pertimbangan-

pertimbangan ini dipengaruhi oleh faktor pendukung dan penghambat.


Seperti dalam uraian berikut:

a. Faktor Pendukung
Calon adopter akan lebih cepat mengadopsi inovasi
karena melihat adanya manfaat yang diperoleh. Program Jaminan
Kesehatan Nasional adalah program yang memberikan manfaat
berupa pelayanan kesehatan yang komprehensif, sesuai dengan
kebutuhan

medik

yang

diperlukan

untuk

memelihara,

memulihkan dan meningkatkan kesehatan peserta dan anggota


keluarganya.
Seperti dalam beberapa kutipan wawancara beberapa
narasumber berikut ini:
Bintar itu sakit dulu di RS posisinya belum punya
asuransi.ditanya sama perawatnya sudah pakai
BPJS belum?, teruskan belum waktu itu ditawari
untuk mendaftar BPJS, baru nanti mengurus
administrasi rumah sakit. Setelah itu saya langsung
ke BPJS mendaftar jadi peserta. Akhirnya waktu
bayar ternyata gratis (Hasil wawancara dengan
Ngatijan, 29 November 2015)
Salah satu manfaat dari program Jaminan Kesehatan
Nasional yang dirasakan oleh masyarakat adalah keringanan biaya
perawatan kesehatan. dengan mengikuti asuransi kesehatan
berupa program Jaminan Kesehatan Nasional. Masyarakat tidak
perlu mengkhawatirkan masalah biaya untuk perawatan dan
pemeliharaan kesehatan. Karena biaya tersebut akan ditanggung
Jaminan Kesehatan Nasional.
Jaminan Kesehatan Nasional memberikan jaminan
kesehatan kepada seluruh masyarakat dengan sistem asuransi

sosial. Jaminan kesehatan ini bersifat menyeluruh dan tidak lagi


terfragmentasi seperti jaminan kesehatan yang sebelumnya pernah
diselenggarakan oleh pemerintah. Jaminan Kesehatan Nasional
dijalankan berdasarkan prinsip kegotong-royongan. Dengan
demikian terjadi suatu sistem subsidi silang. Peserta yang mampu
membantu yang kurang mampu, peserta yang berisiko rendah
membantu yang berisiko tinggi, peserta yang sehat membantu
yang sakit, dan yang muda membantu yang tua.
Asuransi dari pemerintah. Program asuransi
sebagai
penyatuan
asuransi-asuransi
yang
sebelumnya. Iurannya gotong royong, jadi yang
mampu membantu yang kurang mampu. (Hasil
wawancara dengan Putri, 23 November 2015)
ini seperti gotong royong, saling bantu.
Meskipun tidak sakit saya tetap bayar premi per
bulan itu kan uangnya dialokasikan
untuk
kepentingan umum terutama bidang kesehatan.
(Hasil wawancara dengan Ngatijan, 29 November
2015)
Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional yang bersifat
wajib dapat mendidik masyarakat untuk merencakan masa depan.
Karena masih banyak penduduk yang belum mampu melihat
risiko masa depan dan ketidak-disiplinan menabung untuk masa
depan. Karena sifat kepesertaan yang wajib, pengelolaan dana
jaminan sosial dilakukan sebesar-besarnya untuk meningkatkan
perlindungan sosial ekonomi bagi peserta.

b. Faktor Penghambat
Jangka waktu sesorang untuk menerima suatu inovasi
dalam hal ini adalah Jaminan Kesehatan Nasional dipengaruhi
oleh beberapa hal. Inovasi akan lebih lama di adopsi oleh
masyarakat apabila terdapat banyak faktor penghambat. Dalam
proses adopsi program Jaminan Kesehatan Nasional, ada
beberapa penghambat yang berpotensi membuat adopsi terhadap
program tersebut menjadi lebih lama.
Beberapa faktor penghambat yang ditemukan oleh
peneliti mengenai proses adopsi program Jaminan Kesehatan
Nasional yaitu; sikap masyarakat yang belum percaya pada
institusi asuransi.
...pertama ya biasa saja.wong sakit ya tinggal bayar.
Dulu tu saya sering di datangi agen asuransi itu lo
mas. Tapi saya ga percaya mas. Pokoknya curiga
gitu perasaan itu. (Wawancara dengan Hanusa, 21
November 2015)

Kemudian pengetahuan masyarakat yang minim tentang


asuransi, baik produk, sistem dan manfaatnya juga menjadikan
proses adopsi terhadap Jaminan Kesehatan Nasional menjadi
lebih lama.
Ada beberapa kendala yang terjadi ya.yang pertama
tentang pengetahuan masyarakat berkaitan dengan
program BPJS Kesehatan. Terutama yang di daerah
pinggir. Mereka tidak tahu kartu ini cara makainya
bagaimana. Karena dari sosial pendidikan memang
daerah pinggir dimana hanya lulusan SD kadang
tidak sekolah, dia tidak tahu kartu ini mau dbawa
kemana, cara makainya gimana. Pokoknya tahunya

bawa kartu, bisa dipakai di Puskesmas.(Wawancara


dengan Aris Haryoko, AmKg. 14 April 2015)
Pengetahuan yang tidak menyeluruh mengenai program
Jaminan Kesehatan Nasional bisa membuat kesalahpahaman
dalam pelaksanaan program tersebut. Kesalahpahaman ini
kemudian bisa berujung pada ketidakpuasan masyarakat terhadap
program

Jaminan

Kesehatan

Nasional.

Berawal

dari

ketidakpuasan tersebut, informasi negatif tentang pelaksanaan


program Jaminan Kesehatan Nasional akan tersebar dan
memengaruhi keyakinan calon adopter kepada Jaminan kesehatan
Nasional.
Slamet Widodo juga mengatakan bahwa tidak hanya
pekerja kesehatan saja yang harus mengerti dan memahami
program Jaminan Kesehatan Nasional. seperti yang dikatakan
beliau dalam kutipan wawancara berikut;
... pengetahuan terkait JKN ini harus diketahui dan
dipahami oleh seluruh masyarakat. Tidak hanya di
pemangku kepentingan, seperti kita orang BPJS,
orang dinas, orang rumah sakit yang harus paham
program ini. Apabila masyarakat semua paham,
mereka akan mengeluh pun keluhannya akan pas
begitu. (Wawancara dengan Slamet Widodo,
Kepala Promosi BPJS Kesehatan Kantor Cabang
Boyolali pada tanggal 18 Mei 2015.)
Kurangnya pendidikan asuransi terhadap masyarakat.
Kesadaran masyarakat tentang pentingnya asuransi membuat
BPJS Kesehatan bekerja keras untuk menumbuhkan hal tersebut.
Karena kesadaran masyarakat mengenai pentingnya asuransi

akan mempengaruhi minat terhadap program Jaminan Kesehatan


Nasional.

4. Anggota Sistem Sosial


Anggota sistem sosial merupakan bagian dari empat unsur dalam
penyebaran difusi inovasi. Dalam penelitian ini, anggota sisem sosial
dapat digolongkan sesuai dengan kecepatan penerimaannya. Peneliti
meneliti 10 narasumber dan informan yang dianggap dapat mewakili
kekayaan informasi yang didapatkan berkaitan dengan program Jaminan
Kesehatan Nasional.
Setelah wawancara dilakukan, informan dapat dikelompokkan ke
dalam golongan pengadopsi sesuai dengan tingkat keinovatifannya sebagai
berikut:
Tabel. 3.3
Kategori Adopter.
No.
1.

Kelompok
-

Slamet Widodo (Kepala Unit Pemasaran BPJS


Kesehatan Cabang Boyolali)

Early adopter

Dr. Ratri S. Lina (Dokter Keluarga)


Aris Haryoko,Amkg (Dokter Gigi Keluarga)

Early Majority

Ngatijan (Petani)
Sri Indarwati (Pedagang)
Arif Setyawan (Wirausaha)
Krismanto (Peternak Puyuh)
Maryati (Pengusaha)
Putri Gesang (Wirausaha)

Late Majority

Hanusa Sanabakti (Wirausaha)

Inovator
2.

3.

4.

Informan

a. Inovator
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat
1 narasumber yang dapat digolongkan ke dalam kategori inovator,
yaitu Slamet Widodo sebagai Kepala Unit Pemasaran BPJS
Kesehatan Cabang Boyolali, dirinya memegang peran utama dalam
persebaran informasi mengenai program Jaminan Kesehatan
Nasional. Dia memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai
Jaminan Kesehatan Nasional sehingga berkompeten memberikan
sosialisasi kepada masyarakat.
.. dari cita-cita luhur baru bisa terealisasi melalui
UU no.40 tahun 2004. Itu pun setelah 10 tahun baru
bisa jalan tahun 2014. Sehingga di tahun ini ya tahun
2014 ini ga ada lagi orang sakit jadi miskin. Kalo
sebelumnya orang sakit harus ngitung dulu, punya
sawah apa punya rumah apa mobil dijual untuk
berobat. Kalo sekarang engga, artinya ada
mekanismenya, artinya masyarakat yang sudah
tergabung dalam BPJS ini biaya pengobatannya sudah
ditanggung sesuai dengan prosedur dan hak kelasnya.
Jadi itu awalnya dari cita-cita bangsa. Na ini anti akan
terus sesuai dengan roadmapnya sampai tahun 2019
dengan tercapainya cakupan universal coverage untuk
seluruh masyarakat Indonesia. Sekranag tahun 2014
itu fokus pada untuk kepesertaannya PNS, TNI,
POLRI. Kemudian tahun 2015 untuk usaha besar,
kecil menengah, BUMN, BUMD. 2016 itu usaha kecil
dan usaha mikro, itu sudah diatur dalam perpres. Lalu
dalam universal coverage maksimal tahun 2019.
(Wawancara dengan Slamet Widodo, Kepala Promosi
BPJS Kesehatan Kantor Cabang Boyolali pada
tanggal 18 Mei 2015.)
Sebagai seorang innovator dia berupaya memberikan
sosialisasi dan mengajak masyarakat untuk mengadopsi inovasi
yang dikenalkannya yaitu program Jaminan Kesehatan Nasional.

Dia mengatakan sebelum ada Jaminan Kesehatan Nasional yang


diselenggarakan oleh BPJS ada mekanisme asuransi kesehatan
yaitu ASKES. Perbedaan antara Jaminan Kesehatan Nasional dan
ASKES beliau jelaskan dalam kutipan wawancara berikut :
. perbedaan nya yang pasti kalo askes itu jumlah
peserta nya itu sekitar 17juta itu skala nasional.
Kemudian Askes dibawah BUMN, kalo BPJS kan
bentuknya badan public yang itu dibawah presiden
dan kepesertaannya itu seluruh masyarakat Indonesia
termasuk dan juga masyarakat asing yang tinggal dan
berdomisili minimal 6 bulan itu wajib memiliki bpjs
kesehatan. kalo Askes tu kan untuk PNS, pensiunan
TNI, POLRI. Kalo Askes kan kepesertaannya sedikit.
Sekarang pesertanya kan seluruh Indonesia. Itu
perbedaannya. (Wawancara dengan Slamet Widodo,
Kepala Promosi BPJS Kesehatan Kantor Cabang
Boyolali pada tanggal 18 Mei 2015.)
Dalam penelitian ini, terdapat 1 orang inovator yang lebih
dahulu menerima dan pertama kali memperkenalkan program
Jaminan Kesehatan Nasional kepada masyarakat. Sesuai dengan
hasil penelitian, inovator dalam program Jaminan Kesehatan
Nasional merupakan seseorang yang berkompeten di bidang
Asuransi Sosial Kesehatan dan mempunyai pengetahuan yang luas
di bidang kesehatan.
b. Early Adopter
Setelah dilakukan penelitian, ditemukan 2 orang yang
termasuk golongan early adopter, yaitu Dr. Ratri S. Lina (Dokter
Keluarga) dan Aris Haryoko,Amkg (Dokter Gigi). Dalam proses
difusi inovasi, orang-orang yang termasuk dalam golongan early

adopter juga memiliki peran melakukan sosialisasi kepada


masyarakat meskipun dalam skala kecil.
Dalam

pelaksanaan

sosialisasi

Jaminan

Kesehatan

Nasional, golongan early adopter memiliki cara sendiri untuk


melakukan sosialisasi. Seperti yang dilakukan Aris Haryoko,Amkg
yang melakukan sosialisasi dengan mengobrol kepada pasien saat
melakukan perawatan di tempatnya.
. ya ketika ada pasien periksa ditempat saya
begitu, kadang ada bincang juga dengan pasien
tentang BPJS Kesehatan. Kadang itu ada informasi
yang belum dimengerti pasien saya mengenai BPJS
Kesehatan, nah jadi pas perawatan di tempat saya itu
juga sosialisasi saya lakukan. Harapannya setelah
pasien mendapat informasi dari saya, informasi
tersebut lalu dilanjutkan ke yang lain minimal
keluarga dan kerabat gitu. (Wawancara dengan Aris
Haryoko, AmKg. 14 April 2015)
Hal tersebut juga dilakukan oleh Dr. Ratri S. Lina. Beliau
juga melakukan sosialisasi saat ada pasien yang melakukan
perawatan ditempatnya dengan mengajak pasien mengobrol
mengenai Jaminan Kesehatan Nasional.
Saya mensosialisasikan JKN secara personal. Ketika
ada pasien yang periksa, saya ajak ngobrol. Sudah
tahu kah tentang JKN dan memberikann informasiinformasi yang mungkin belum diketahui. Jadi pasien
yang belum tahu sama sekali ya saya kasih tau
jelasnya dan bagi yang sudah tahu saya cek apakah
informasi yang diterima itu sudah benar.
(Wawancara dengan Dr. Ratri S. Lina, 21 April 2015)

Sebelum

melakukan

sosialisasi

langsung

kepada

masyarakat, terlebih dulu BPJS Kesehatan melakukan sosialisasi

kepada pekerja kesehatan. Sebelum pelaksanaan program Jaminan


Kesehatan Nasional dimulai, pekerja kesehatan harus siap dan
paham mengenai sitem dan prosedur BPJS Kesehatan. Dengan
begitu program Jaminan Kesehatan Nasional akan berjalan lancar.
Selain itu dengan sosialisasi kepada pekerja kesehatan terlebih
dahulu, diharapkan sosialisasi kepada masyarakat akan semakin
cepat dengan bantuan pekerja kesehatan yang juga melakukan
sosialisasi.
Bekerjasama dengan banyak stageholder ya. Dengan
rumah sakit dengan dokter keluarga, Puskesmas kan
jelas, itu hubungannya sebagai provider pemberi
pelayanan kesehatan. Selain itu harapannya bisa
melanjutkan sosialisasi ke masyarakat. Paling tidak
dimulai dari keluarganya. Apalagi kalau dokter
keluarga kan pasti punya pasien banyak nah itu juga
bisa disosialisasi dsb. (Wawancara dengan Slamet
Widodo, Kepala Promosi BPJS Kesehatan Kantor
Cabang Boyolali pada tanggal 18 Mei 2015.)
Golongan early adapter biasanya dicari oleh pembawa
inovasi untuk dijadikan teman dalam menyebarkan inovasinya
kepada masyarakat, karena golongan early adapter merupakan
pintu gerbang yang menyaring

masuknya ide-ide baru ke

masyarakat. Dengan bantuan sosialisasi dari pekerja kesehatan


dalam penelitian ini yaitu dokter keluarga, penyebaran informasi
mengenai program Jaminan Kesehatan Nasional akan semakin
cepat

c. Early Majority
Setelah melakukan penelitian, dari 10 orang informan
terdapat 6 orang yang dapat dimasukkan ke dalam golongan early
majority. Informan yang masuk golongan early majority yaitu Sri
Indarwati, Arif Setyawan, Putri Gesang, Ngatijan, Maryati, dan
Krismanto.
Setiap orang yang termasuk dalam golongan early majority
memiliki pertimbangan yang berbeda-beda dalam mengadopsi
inovasi berupa Jaminan Kesehatan Nasional. Hal tersebut terjadi
karena ada faktor yang mempengaruhi. Salah satu faktor yang
mempengaruhi yaitu manfaat yang ada di dalam progam Jaminan
Kesehatan Nasional. Seperti yang disampaikan Sri Indarwati
berikut :
ya intinya sama dengan asuransi kesehatan ya.
Terutama dimasalah pembiayaan ketika kita sakit dan
membutuhkan perawatan di rumah sakit. Program
BPJS Kesehatan bisa meringankan biaya tersebut.
(Hasil wawancara dengan Krismanto, 20 November
2015)
Pernyataan Krismanto didukung oleh Sri Indarwati dan
Maryati dalam kutipan wawancara beikut ini:
Manfaatnya jelas ya, meringankan untuk pembiayaan
perawatan kesehatan. Jadi kalau sewaktu-waktu sakit
ya tinggal priksa aja, tidak usah terlalu memikirkan
biaya karena nanti di cover asuransi. (Hasil
wawancara dengan Sri Indarwati, 22 November 2015)

yang jelas ya membantu meringankan biaya


perawatan kesehatan kalau sakit. Apalagi sekarang
kan apa-apa mahal, jadi pake asuransi kesehatan biar
dibantu bayarnya. (Hasil wawancara dengan
Maryati, 25 November 2015)
Selain karena pengaruh manfaat dan keunggulan dari
program

Jaminan

Kesehatan

Nasional,

faktor

lain

yang

mempengaruhi golongan early majority untuk mengadopsi inovasi


yaitu sifat Jaminan Kesehatan Nasional yang diwajibkan oleh
pemerintah. Program Jaminan Kesehatan Nasional ini bersifat
wajib untuk diikuti oleh seluruh masyarakat agar mekanisme
asuransi sosial yang telah dirancang bisa optimal dilakukan. Seperti
yang dikatakan Putri dalam wawancara berikut :
setuju. Namanya nasib, tiba-tiba sakit juga tidak tahu.
Ya kalau biaya perawatan sedikit mah tidak papa.
Kalau kebetulan butuh dana banyak dengan asuransi
jadi bisa terbantu. Lagi pula ini program wajib dari
pemerintah mas. (Hasil wawancara dengan Putri, 23
November 2015)
Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Arif Setyawan
san Sri Indarwati berikut :
JKN yg dari BPJS Kesehatan ini kepesertaannya
wajib ya, jadi seluruh rakyat indonesia wajib
mengikuti. (Hasil wawancara dengan Sri Indarwati,
22 November 2015)
Iya tertarik no mas, lagian ini juga kan program
wajib. Sebagai warga Negara yang baik ya kita harus
dukung no mas. Hehe (Hasil Wawancara dengan
Arif Setyawan, 16 November 2015)
Golongan early majority memiliki kecenderungan untuk
mencari informasi berkaitan dengan inovasi dan mempunyai

kemampuan

sebagai

penghubung

yang

bisa

diharapkan

pengaruhnya. Seperti yang terjadi pada Ngatijan, menyadari


kekurangannya

mengenai

pengetahuan

terhadap

Jaminan

Kesehatan Nasional, beliau berinisiatif mengundang pihak BPJS


Kesehatan untuk melakukan sosialisasi di daerahnya.
mending mengundang BPJS saja. Menurut yang usul
itu katanya BPJS mau dipanggil untuk sosialisasi.
Yasudah saya ke kantor BPJS terusan.setelah itu,
sebulan kemudian akhirnya ada agenda BPJS mau
kesini. Terus bapak-bapak dikumpulkan. Ya sudah
disitu ada sosialisasi dan ngobrol-ngobrol tentang
BPJS. (Hasil wawancara dengan Ngatijan, 29
November 2015)
Golongan early majority mempunyai kesadaran terhadap
pentingnya asuransi kesehatan. Sehingga mudah untuk diberikan
pemahaman dan sosialisasi mengenai Jaminan Kehatan Nasional.
Dengan

kesadaran

dan

pemahamannya

mengenai

asuransi

kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional, golongan early majority


diharapkan mempunyai pengaruh terhadap masyarakat lain
disekitarnya agar juga mau menerima inovasi berupa program
Jaminan Kesehatan Nasional.
d. Late Majority
Dalam penelitian ini ditemukan seorang informan yang
dapat dimasuk ke dalam golongan late majority, yaitu Hanusa
Sanabakti. Faktor yang menjadi penghambat Hanusa untuk

mengadopsi

Jaminan

Kesehatan

Nasional

adalah

persepsi

negatifnya terhadap asuransi kesehatan.


.biasa saja.wong sakit ya tinggal bayar. Dulu tu
saya sering di datangi agen asuransi itu lo mas. Tapi
saya ga percaya mas. Pokoknya curiga gitu perasaan
itu. (Wawancara dengan Hanusa, Wirausahawan, 21
November 2015)
Sentiment negatif Hanusa terhadap asuransi kesehatan
membuat ia ragu untuk mengikuti program Jaminan Kesehatan
Nasional. Namun akhirnya Hanusa mulai sadar akan pentingnya
asuransi kesehatan setelah mengetahui langsung manfaat dari
asuransi kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional. Seperti yang ia
sampaikan dalam kutipan wawancara beikut ini:
waaabapak saya sakit mas. Sakit jantung. Walah
habis banyak e, berapa belas juta gitu. Tahu gitu saya
daftar BPJS dulu-dulu. Soalnya ya jaran sakit mas sini
tu, kalau sakit paling pusing masuk angina. Dikerokin
uda sembuh. Jadi ya ada asuransi biasa saja.
Meleknya pas bapak saya sakit itu. (Wawancara
dengan Hanusa, Wirausahawan, 21 November 2015)
Hal ini membuktikan bahwa dengan mengetahui manfaat
yang diberikan oleh suatu inovasi maka seseorang akan lebih cepat
menerima dan mengadopsinya. Hal tersebut sangat penting
mengingat salah satu karakter inovasi yaitu relative advantage
harus terpenuhi. Sebab dengan begitu masyarakat akan mau
menerima inovasi karena ada keuntungan yang akan didapat setelah
mengadopsi inovasi tersebut.

B. Proses Adopsi Program Jaminan Kesehatan Nasional


Dalam penelitian ini, adopsi yang dimaksud adalah penerimaan
masyarakat di wilayah Kabupaten Boyolali terhadap program Jaminan
Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Dari
hasil penelitian di lapangan ternyata proses adopsi program Jaminan
Kesehatan Nasional terus berjalan sejak sosialisasi dilakukan kepada
masyarakat. Ketika program Jaminan Kesehatan Nasional mulai
dilaksanakan, belum semua masyarakat langsung melaksanakan program
tersebut.
Secara bertahap BPJS Kesehatan terus melakukan sosialisasi
hingga tercapai Visi Cakupan Semesta 2019 yaitu bahwa seluruh
penduduk Indonesia, baik yang mampu dan tidak mampu, memiliki
Jaminan Kesehatan Nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan

dan

perlindungan

dalam

memenuhi

kebutuhan

dasar

kesehatannya.
Proses adopsi memliki beberapa tahapan. Tahapan-tahapan dalam
adopsi Program Jaminan Kesehatan Nasional adalah sebagai berikut:
1. Knowledge (Tahap Pengetahuan)
Adopter mulai sadar tentang keberadaan inovasi yang ditawarkan
oleh inovator. Kesadaran tersebut tentunya berkaitan dengan pengetahuan
mengenai inovasi serta manfaat yang akan diterima oleh adopter melalui
program Jaminan Kesehatan Nasional. Tahap knowledge atau tahap
pengetahuan ini ditandai dengan kesadaran adopter terhadap keberadaan

inovasi berupa Jaminan Kesehatan Nasional. Kesadaran adopter dalam


penelitian ini dapat diketahui dari kutipan wawancara di bawah ini;
Asuransi dari pemerintah. Program asuransi sebagai
penyatuan asuransi-asuransi yang sebelumnya. Iurannya
gotong royong, jadi yang mampu membantu yang kurang
mampu. (Hasil wawancara dengan Putri, 23 November
2015)
ini asuransi sifatnya gotong royong. Saling membantu.
Yang sehat bantu yang sakit. Yang kaya bantu yang miskin.
Asuransi inisifatnya juga wajib. Jadi masyarakat semua harus
ikut. (Hasil wawancara dengan Ngatijan, 29 November
2015)
..asuransi kesehatan. dari pemerintah dalam hal ini BPJS
Kesehatan. Dan program ini wajib untuk semua orang.
(Hasil wawancara dengan Hanusa, 21 November 2015)
Jaminan kesehatan nasional itu asuransi kesehatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah yang pelaksanaannya
dilakukan oleh BPJS Kesehatan. (Hasil wawancara dengan
Sri Indarwati, 22 November 2015)
programnya BPJS Kesehatan
Kesehatan Nasional. Itu program
baru dari pemerintah yang wajib
Indonesia. (Hasil wawancara
November 2015)

itu namanya Jaminan


jaminan kesehatan yang
untuk semua masyarakat
dengan Krismanto, 20

Di tahap pengetahuan, sumber informasi mengenai program


Jaminan Kesehatan Nasional melalui beragam saluran komunikasi akan
memberikan informasi sekaligus rangsangan kepada seseorang selama
proses difusi inovasi. Sehingga calon adopter akan terangsang untuk
mencari informasi lebih lanjut mengenai manfaat, prosedur program, dan
pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional.
Masyarakat dalam hal ini adopter juga telah sadar akan manfaat
yang ada dalam program yang ditawarkan oleh innovator yaitu program

Jaminan Kesehatan Nasional. Masyarakat menyadari bahwa program


Jaminan Kesehatan Nasional memiliki manfaat yang sangat penting dalam
hal pemenuhan kebutuhan kesehatan. Salah satu informan, Ngatijan
mengatakan bahwa:
Dengan begini nanti semua warga Indonesia akhirnya
punya asuransi kesehatan sendiri. jadi nanti kalau sakit tidak
usah mikir biaya. (Hasil wawancara dengan Ngatijan, 29
November 2015)
Dari kutipan wawancara di atas dapat diketahui bahwa adopter
telah sadar dan mengerti mengenai manfaat program Jaminan Kesehatan
Nasional sebagai asuransi kesehatan sosial. Dengan asuransi kesehatan
sosial, adopter akan dibantu dalam pembiayaan perawatan kesehatan oleh
BPJS Kesehatan sesuasi dengan prosedur program Jaminan Kesehatan
Nasional. Pernyataan Ngatijan di atas sama seperti yang disampaikan
Maryati dan Krismanto dalam kutipan wawancara berikut;
yang jelas ya membantu meringankan biaya perawatan
kesehatan kalau sakit. Apalagi sekarang kan apa-apa mahal,
jadi pake asuransi kesehatan biar dibantu bayarnya. (Hasil
wawancara dengan Maryati, 25 November 2015)
membantu pembiayaan. Terutama dimasalah pembiayaan
ketika kita sakit dan membutuhkan perawatan di rumah
sakit. Program BPJS Kesehatan bisa meringankan biaya
tersebut (Hasil wawancara dengan Krismanto, 20
November 2015)
Selain itu, kesadaran adopter mengenai pentingnya asuransi
kesehatan juga muncul ketika ia mengalami kejadian dimana ia harus
mengeluarkan biaya yang banyak untuk perawatan kesehatan. Setelah

mengeluarkan biaya yang banyak, akhirnya ia sadar bahwa asuransi


kesehatan itu sangat penting. Seperti dalam kutipan wawancara berikut ini.
bapak saya sakit mas. Sakit jantung. Walah habis banyak
e, berapa belas juta gitu. Tahu gitu saya daftar BPJS duludulu.. (Wawancara dengan Hanusa, 21 November 2015)
Hal ini didukung oleh Aris Haryoko, AmKg dalam kutipan
wawancara berikut ini:
Masalah dari pasien umum itu biasanya mendaftar saat
keadaan sakit. Jadi saat meraka sakit dan perlu penangan
lanjut misalnya harus operasi amandel, harus cuci darah dan
sebagainya. Mereka baru beranggapan aku butuh BPJS...
(Wawancara dengan Aris Haryoko, AmKg. 14 April 2015)
Dengan demikian, dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
adopter telah melewati tahap pengetahuan ditandai dengan kesadaran
tentang keberadaan program JKN, manfaat, dan pentingnya asuransi
kesehatan.
2. Persuasion (Tahap Persuasi)
Tahap persuasi ini ditandai dengan tumbuhnya minat yang
seringkali ditandai oleh keinginannya untuk bertanya atau untuk
mengetahui lebih banyak atau jauh tentang segala sesuatu yang berkaitan
dengan inovasi yang ditawarkan oleh fasilitator. 18 Pada tahap ini individu
sudah berkenalan dengan inovasi mulai tergugah dan tertarik untuk
memperoleh informasi lebih banyak tentang inovasi tersebut.
Slamet Widodo mengatakan bahwa ketertarikan masyarakat
terhadap program Jaminan Kesehatan Nasional didahului dengan

18

Totok Mardikanto. Komunikasi Pembangunan (Surakarta, 2010). Hlm.138.

mengenal BPJS Kesehatan sebagai badan pelaksananya. Untuk menarik


perhatian masyarakat terhadap program Jaminan Kesehatan Nasional,
BPJS Kesehatan mengadakan kegiatan-kegiatan yang juga menunjang
promosi Jaminan Kesehatan Nasional.
Ya yang penting pertama kan masyarakat itu kenal dulu
dengan BPJS Kesehatan. Jadi ya kita promosikan, kita bikin
kan kegiatan-kegiatan dalam rangka sosialisasi. Misal donor
danar, senam masal, jalan sehat dan lain-lainya agar
masyarakat mengenal dan mulai tertarik terhadap program
Jaminan Kesehatan Nasional. (Wawancara dengan Slamet
Widodo, Kepala Promosi BPJS Kesehatan Kantor Cabang
Boyolali pada tanggal 18 Mei 2015.)
Selain itu BPJS Kesehatan membuat leaflet yang berisi informasi
mengenai Jaminan Kesehatan Nasional yang dilengkapi dengan tips-tips
kesehatan yang bermacam-macam. Hal tersebut akan menarik perhatian
masyarakat untuk mengambil dan membaca leaflet tersebut.
Terus kita juga membuat leaflet juga. Di leaflet itu kita kasih
tips-tips kesehatan yang bermacam-macam dan juga
informasi mengenai Jaminan Kesehatan Nasional.
(Wawancara dengan Slamet Widodo, Kepala Promosi BPJS
Kesehatan Kantor Cabang Boyolali pada tanggal 18 Mei
2015.)
Usaha BPJS Kesehatan mengenalkan program Jaminan Kesehatan
Nasional mulai membuahkan hasil. Masyarakat mulai proaktif mencari
tahu informasi mengenai program Jaminan Kesehatan Nasional. Setelah
melewati tahap pengetahuan, adopter dalam penelitian ini mulai memasuki
tahap persuasi ditandai dengan ketertarikannya untuk mencari informasi
lebih lanjut mengenai program Jaminan Kesehatan Nasional.
ya ngobrol dengan tetangga-tetangga mas. Sini tu kalau sore
ibu-ibu pada ngumpul-ngumpul jagongan. Ya kadang juga

ngomongin BPJS, ya namanya ibu-ibu. Dari situ iastilahnya


tukar informasi mas saja, lalu saya diberi brosur dari BPJS itu
saya baca-baca. (Hasil wawancara dengan Maryati, 25
November 2015)
.Terus saya tanya ke saudara saya yang kebetulan dokter.
Na itu saya dikasi tau BPJS itu ternyata seperti ini dan
sebagainya mas. Yang disampaikan suami saya kurang lebih
sama seperti yang diomongin sodara saya. (Hasil wawancara
dengan Putri, 23 November 2015)
Dari kutipan wawancara di atas dapat diketahui bahwa beberapa
adopter berusaha mencari informasi lebih lanjut mengenai program JKN.
Untuk mengurangi ketidakpastian atau memantapkan diri terhadap
pemahaman tentang program JKN adopter mencari inforamsi dengan
bertanya kepada orang yang dianggap lebih mampu. Sri Indarwati dan
Putri yang termasuk dalam golongan early majority bertanya kepada
pekerja kesehatan yang termasuk dalam golongan early adopter.
Hampir sama seperti yang dilakukan oleh Ngatijan. Karena di
tempatnya tinggal banyak informasi mengenai BPJS Kesehatan, namun ia
merasa bahwa informasi-informasi itu kurang terpercaya. Sebab informasi
yang beredar hanya berupa isu yang tidak tahu kebenarannya. Untuk
mengatasi ketidakpastian itu, Ngatijan mengundang pihak BPJS Kesehatan
selaku inovator untuk melakukan sosialisasi di kampungnya agar
warganya paham betul informasi mengenai BPJS Kesehatan.
...daripada mung ruwet wae mending mengundang BPJS
saja. Menurut yang usul itu katanya BPJS mau dipanggil
untuk sosialisasi. Yasudah saya ke kantor BPJS
terusan.setelah itu, sebulan kemudian akhirnya ada agenda
BPJS mau kesini. Terus bapak-bapak dikumpulkan. Ya sudah
disitu ada sosialisasi dan ngobrol-ngobrol tentang BPJS.
(Hasil wawancara dengan Ngatijan, 29 November 2015)

Kepedulian dan inisiatif dari Ngatijan tersebut berhasil mengurangi


ketidakpastian informasi berkaitan dengan program Jaminan Kesehatan
Nasional yang beredar di kampungnya. Sehingga membuat proses difusi
dan adopsi inovasi di kampungnya berjalan baik. Hal ini dapat diketahui
dari kutipan wawancara berikut;
.Dulu dari BPJS Kesehatan datang kesini diundang sama
pak RT. Jadi pas rapat bapak-bapak itu pada ngobrolin BPJS
Kesehatan, na kebetulan kan pada tahunya ya sedikit-sedikit,
simpang siur ndak jelas gitu. Na dari pak RT ada usulan
mengundang BPJS Kesehatan untuk sosialisasi. Ya terus
pertemuan berikutnya ada sosialisasi dari BPJS
itu.Bagus, saya jadi tahu kan sebenarnya
program nya itu bagaimana. (Hasil wawancara dengan Arif,
16 November 2015)
.waktu kumpulan bapak-bapak ada dari BPJS
Kesehatan sosialisasi disini... Iya enak mas, santai.
Orangnya nyantai sambil bercanda. Informasi tentang BPJS
juga jelas. Gampang gitu dipahami, tidak pake istilah-istilah
yang sulit. (Hasil wawancara dengan Krismanto, 20
November 2015)
Setelah mendapat penyuluhan dari BPJS Kesehatan, informasi
yang didapat oleh salah satu orang yang mengikuti penyuluhan kemudian
diceritakan kepada istrinya. Hal ini terjadi pada informan Putri Gesang
yang suaminya mengikuti penyuluhan BPJS Kesehatan di saat rapat
bapak-bapak. Hal tersebut diketahui dari kutipan wawancara berikut;
..Kalau suami saya pernah cerita dapat sosialisasi dari
BPJS Kesehatan waktu kumpulan bapak-bapak. Suami saya
cerita kepada saya BPJS itu begini-begini. Terus saya cek,
coba tanya ke sodara saya yang kebetulan dokter. Na itu saya
dikasi tau BPJS itu ternyata seperti ini dan sebagainya mas.
Yang disampaikan suami saya kurang lebih sama seperti
yang diomongin sodara saya. (Hasil wawancara dengan
Putri Gesang, 23 November 2015)

Dari kutipan di atas diketahui bahwa setelah mendapat informasi


mengenai BPJS Kesehatan dari suaminya, Putri mengalami ketidakpastian
atau keraguan terhadap informasi tersebut. Kemudian untuk mengurangi
ketidakpastian itu, Putri mencari informasi sendiri kepada saudaranya yang
kebetulan dokter. Setelah menerima informasi dari saudaranya tersebut,
Putri akhirnya tahu dan yakin bahwa informasi yang disampaikan
suaminya adalah benar.
Informasi mengenai Jaminan Kesehatan Nasional juga telah
banyak tersebar di dunia maya. Hal ini dimanfaatkan oleh Hanusa untuk
mencari informasi dan memahami Jaminan Kesehatan Nasional melalui
internet.
...browsing saya mas. Pasti kan banyak informasinya di
internet. (Wawancara dengan Hanusa, 21 November 2015)
Selain Hanusa, adopter lain juga memanfaatkan internet untuk
mengetahui BPJS Kesehatan dari berbagai sudut pandang untuk
meyakinkan dirinya terhadap inovasi program Jaminan Kesehatan
Nasional.
Saya cari-cari lagi informasi di internet, banyak sekali
ulasan mengenai Jaminan Kesehatan Nasional di internet.
Saya jadi tahu kan dari sudut pandang berbagai pihak
Jaminan Kesehatan Nasional itu bagaimana. (Hasil
wawancara dengan Arif Setyawan, 16 November 2015)
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa masyarakat juga mencari
informasi dengan saling bertanya satu dengan yang lainnya. Sehingga
informasi mengenai Jaminan Kesehatan Nasional cepat tesebar. Seperti
yang disampaikan adopter dalam kutipan wawancara berikut;

yaa, kebetulan di tempat saya itu ramai ngomongin BPJS


Kesehatan. jadi ya ikut nimbrung disitu. Tetangga kan ada
yang perawat rumah sakit jadi informasinya itu terpercaya.
Istilahnya tahu seluk beluknya gitu lah mas. (Hasil
wawancara dengan Krismanto, 20 November 2015)
paling ya ngobrol dengan tetangga-tetangga mas. Sini tu
kalau sore ibu-ibu pada ngumpul-ngumpul jagongan. Ya
kadang juga ngomongin BPJS, ya namanya ibu-ibu. Dari situ
iastilahnya tukar informasi mas. (Hasil wawancara Maryati,
25 November 2015)
Keaktifan adopter untuk mencari informasi sangat membantu
proses adopsi inovasi. Semakin aktif adopter menggali informasi, semakin
baik pula proses adopsi inovasi yang terjadi padanya. Selain itu di tahap
persuasi ini, kebiasaan masyarakat setempat yang sering berkumpul dan
beriteraksi dengan tetangganya membuat informasi mengenai program
JKN segera tersebar. Dengan mengobrol maka akan terjadi umpan balik
yang beragam yang akan merangsang adopter untuk memuaskan dirinya
terhadap pengetahuan akan program JKN.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa adopter dalam penelitian
ini telah melewati tahap persuasi dengan baik. Keberhasilan ini ditandai
dengan kemauan adopter untuk mencari informasi mengenai program
Jaminan Kesehatan Nasional.

3. Decision (Tahap Pengambilan Keputusan)


Pada tahap ini individu mulai mengadakan penilaian terhadap
inovasi untuk mengetahui apakah inovasi ini cocok bagi situasi dirinya
saat ini maupun di masa mendatang. Penilaian terhadap baik atau buruk
atau manfaat inovasi yang telah diketahui informasinya secara lebih

lengkap. Pada penilaian ini masyarakat penerima manfaat tidak hanya


melakukan penilaian terhadap aspek teknisnya saja, tetapi juga aspek
ekonomi maupun aspek sosial budaya, bahkan seringkali juga ditinjau dari
aspek politis atau kesesuaiannya dengan kebijakan pembangunan nasional
dan regional. 19 Tahap pengambilan keputusan terjadi ketika individu atau
calon adopter terlibat dalam proses yang menyebabkan pilihan untuk
mengadopsi atau menolak inovasi.
Salah satu cara menilai inovasi tersebut adalah dengan melihat
orang lain yang telah menggunakan layanan Jaminan Kesehatan Nasional.
Seperti yang dikatakan oleh Hanusa dalam wawancara berikut ini;
...Setuju mas. Teman saya rawat inap seminggu di rumah
sakit, pakai bpjs kesehatan tidak bayar sama sekali katanya.
(Wawancara dengan Hanusa, 21 November 2015)
Selain itu dengan mengetahui manfaat dari program JKN, adopter
dapat menilai apakah inovasi ini baik atau tidak untuknya. Melihat
kembali pada tahap pengetahuan telah diketahui bahwa manfaat dari
program tersebut telah dimengerti oleh adopter.
Penilaian baik atau buruk program Jaminan Kesehatan Nasional
juga berdasarkan aspek kesesuasian dengan pembangunan nasional.
Adopter mengerti bahwa tingkat pemahaman masyarakat tentang
pentingnya asuransi kesehatan masih rendah. Sehingga pemerintah
meluncurkan skema baru asuransi sosial dalam program Jaminan

19

Ibid.

Kesehatan Nasional yang bersifat wajib untuk seluruh masyarakat


Indonesia.
Penilaian adopter dalam penelitian ini terhadap program Jaminan
Kesehatan Nasional dapat dilihat dari beberapa kutipan wawancara
berikut;
setuju. Namanya nasib, tiba-tiba sakit juga tidak tahu. Ya
kalau biaya perawatan sedikit mah tidak papa. Kalau
kebetulan butuh dana banyak dengan asuransi jadi bisa
terbantu. Lagi pula ini program wajib dari pemerintah mas.
(Hasil wawancara dengan Putri, 23 November 2015)
. secara keseluruhan setuju saya mas. Sistem yang gotong
royong itu kan baik, jadi subsidi silang dari yang mampu ke
yang tidak mampu. Selain itu dengan BPJS Kesehatan yang
sekarang ini kan sebenarnya mendidik masyarakat tentang
pentingnya asuransi kesehatan bagi mereka. (Hasil
wawancara dengan Sri Indarwati, 22 November 2015)
.Keseluruhan saya setuju. Maksud program ini kan bagus.
Agar semua masyarakat memiliki asuransi sosial. Sehingga
kalau mau periksa-periksa tidak usah mikir biaya lagi.
Kebutuhan kesehatannya akan tercukupi... (Hasil
wawancara dengan Arif, 16 November 2015)
Kemudian setelah melalui berbagai pertimbangan, adopter dalam
penelitian ini menerima inovasi dengan mendaftarkan diri sebagai peserta
BPJS Kesehatan. Keputusan untuk mendaftarkan diri sebagai peserta
tersebut berarti adopter dalam penelitian ini telah berhasil melalui tahap
pengambilan keputusan. Hal ini diketahui dari beberapa kutipan
wawancara berikut;
Saya mendaftar mas. Bulan November 2014 mas,
tanggal 17 kalau tidak salah (Hasil wawancara dengan Putri,
23 November 2015)

.Dari rumah sakit disarankan untuk segera membuat bpjs.


Jadi saya langsung cari syarat pendaftarannya terus langsung
daftar. (Hasil wawancra dengan Ngatijan, 29 November
2015)
Iya daftar mas. Saya baru sadar asuransi sangat penting ya
waktu bapak sakit kemarin itu.. Februari 2015, tanggal
berapa ya, lupa saya. Tanggal 20an mas. Oh tanggal 25 mas!
iya dong.. Saya ke BPJS Kesehatan registrasi itu tanggal
20an April 2014 (Hasil wawancara dengan Sri Indarwati, 22
November 2015)
iya mas.. Tanggal 27 Oktober 2014 mas saya ndaftar.
(Hasil wawancara dengan Maryati, 25 November 2015)
Dalam penelitian ini, peneliti menemukan fakta bahwa adopter
menilai baik dan buruk dari program Jaminan Kesehatan Nasional
berdasarkan manfaat dan aspek kesesuaian dengan pembangunan nasional.
Selain itu jangka waktu yang diperlukan masing-masing adopter untuk
mengadopsi inovasi berbeda-beda.

4. Implementation
Di tahap implementation seorang menggunakan inovasi untuk
mempelajari lebih jauh mengenai inovasi dan lebih meyakinkan
penilaiannya. Seorang adopter akan semakin aktif mencari informasiinformasi yang mungkin belum diketahuinya. Apakah inovasi tersebut
benar-benar cocok bagi dirinya. Hasil tahap implementation ini yang akan
menentukan apakah yang bersangkutan akan melanjutkan untuk menerima
atau menolak inovasi tersebut, meskipun yang bersangkutan telah
memutuskan untuk menerima inovasi di tahap decision sebelumnya.

Di dalam tahap ini, adopter telah menggunakan asuransi Jaminan


Kesehatan Nasional untuk membantu pembiayaan perawatan kesehatan.
Dengan begitu adopter telah mampu merasakan dengan pasti manfaat
sekaligus tahu bagaimana pelaksanaan program Jaminan Kesehatan
Nasional. Pengalaman menggunakan pelayanan BPJS Kesehatan tersebut
akan menjadi pertimbangan apakah adopter akan terus melanjutkan
menggunakan

inovasi

berupa

program

JKN

atau

berhenti

menggunakannya.
Beberapa tanggapan dari adopter setelah menggunakan layanan
BPJS Kesehatan untuk membantu biaya perawatan kesehatan dapat dilihat
pada kutipan wawancara berikut;
.. Sangat membantu saya untuk priksa anak saya waktu
sakit. Habisnya kan banyak sekali, tapi jadi cuma bayar
sedikit. (Hasil wawancara dengan Ngatijan, 29 November
2015)
Pernah, waktu itu saya sakit batuk-batuk terus, dirawat di
RSUD Pandan Arang itu. Ternyata paru-paru saya ada
cairannya. Dirawat 4 hari disana, habis 2 juta berapa gitu.
Tapi pake BPJS jadi gratis. (Hasil wawancara dengan Putri,
23 November 2015)
Ya bagus mas. Waktu anak saya sakit, saya periksakan ke
dokter pribadi. Nah kan sekarang anak saya yg ketiga sudah
ditanggung BPJS Kesehatan. Jadi dari dokter pribadi kemarin
diperiksa ternyata infeksi pencernaan, langsung dirujuk untuk
inap di Rumah Sakit. Prosesnya ga lama dan gratis. (Hasil
wawancara dengan Sri Indarwati, 22 November 2015)
Sudah, untung sudah daftar BPJS, bulan Oktober saya kena
infeksi pencernaan dirawat di rumah sakit 6 hari bagus,
wong saya dirawat 6 hari itu aja gratis mas, alkhamdulillah
tidak keluar biaya. (Hasil wawancara dengan Krismanto, 20
November 2015)

iya pas kemarin suami saya vertigonya kumat. Dirawat


seminggu di rumah sakit. Saya pakai asuransi BPJS
Kesehatan jadi gratis. (Hasil wawancara dengan Maryati, 25
November 2015)
Dari beberapa kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa
manfaat dari program Jaminan Kesehatan Nasional menguntungkan
adopter. Asuransi Jaminan Kesehatan Nasional membantu adopter dalam
pembiayaan perawatan kesehatan di Rumah Sakit. Hal tersebut memberi
nilai positif terhadap inovasi Jaminan Kesehatan Nasional di mata adopter.
Adopter dalam penelitian ini telah memanfaatkan program Jaminan
Kesehatan Nasional untuk membantu perawatan kesehatan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa adopter dalam penelitian ini telah melalui tahap
implementasi, dimana seorang adopter menggunakan inovasi untuk
mempelajari lebih jauh mengenai inovasi dan lebih meyakinkan
penilaiannya.
5. Confirmation (Tahap Pemantapan)
Tahap pemantapan terjadi dimana adopter mengadopsi atau
menerima dengan penuh keyakinan berdasarkan penilaian dan uji coba
yang telah dilakukan atau diamatinya sendiri.

20

Pada tahap ini individu

sudah memutuskan akan terus menerima inovasi yang sudah dicobanya


dan tidak menutup kemungkinan seorang adopter akan memutuskan untuk
tidak memakai inovasi tersebut.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, setelah memutuskan untuk
menggunakan program Jaminan Kesehatan Nasional, adopter merasa puas
20

Ibid.

dengan pelayanan dan manfaat yang diperoleh. Seperti yang disampaikan


oleh Maryati bahwa ia merasa puas dan tidak perlu menggunakan asuransi
kesehatan swasta sebagai pelengkap.
Puas mas. Wong ya gampang kok pakainya Wah sudah
pakai BPJS Kesehatan saja lah mas (Hasil wawancara
dengan Maryati, 25 November 2015)
Pernyataan tersebut juga didukung oleh Krismanto;
Bagus, wong saya dirawat 6 hari itu aja gratis mas,
alkhamdulillah tidak keluar biaya ya puas mas Sudah
BPJS aja. Nanti kalau tambah-tambah lagi kebanyakan
potongan bulanannya donk hehehe. (Hasil wawancara
dengan Krismanto, 20 November 2015)
Adopter dalam penelitian ini telah mantap untuk melanjutkan
adopsi inovasi program Jaminan Kesehatan Nasional setelah merasakan
manfaat dan mengetahui pelaksanaan program tersebut yang dianggap
tidak sulit. Hal ini dapat diketahui dari beberapa kutipan wawancara
dengan adopter sebagai berikut;
ya lanjut terus mas. Sangat membantu. Lagian kan ini
asuransi kesehatan dari pemerintah. Cukup pakai asuransi
kesehatan BPJS saja. Sudah bagus. (Hasil wawancara
dengan Hanusa, 21 November 2015)
bagus mas, ya puas dong mas, gratis....... Wah tidak usah
mas, nanti bayar sini bayar sana. Pake BPJS Kesehatan saja
cukup. (Hasil wawancara dengan Putri, 23 November 2015)
Sampai saat ini saya puas dengan asuransi kesehatan yang
disediakan oleh pemerintah. Cukup menggunakan BPJS
Kesehatan saja untuk masalah asuransi kesehatan. (Hasil
wawancara dengan Sri Indarwati, 22 November 2015)
Sementara mungkin cukup Jaminan Kesehatan Nasional

aja. (Hasil wawancara dengan Arif, 16 November 2015)

Ya puas mas ..... sudah BPJS aja. Nanti kalau tambahtambah lagi kebanyakan potongan bulanannya donk hehe.
(Hasil wawancara dengan Krismanto, 20 November 2015)
Bagus. Administrasinya ya tidak ribet. Biaya rumah sakitnya
jadi gratis...... Puas mas. Wong ya gampang kok pakainya......
sudah pakai BPJS Kesehatan saja lah mas. (Hasil
wawancara dengan Maryati, 25 November 2015)
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa adopter telah melewati
tahap pemantapan. Adopter telah memutuskan untuk terus melanjutkan
program Jaminan Kesehatan Nasional. masing-masing adopter memiliki
alasan-alasan

tersendiri

sebagai

pertimbangan

untuk

melanjutkan

mengikuti program Jaminan Kesehatan Nasional. Namun secara umum,


alasan adopter untuk terus mengikuti program Jaminan Kesehatan
Nasional adalah karena manfaat program tersebut yang membantu
pembiayaan perawatan kesehatan untuk mereka.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa
adopter telah mengadopsi program Jaminan Kesehatan Nasional sesuai
dengan tahap-tahap adopsi inovasi yang disampaikan oleh Rogers. Adopter
dalam penelitian ini telah mendapat informasi mengenai program Jaminan
Kesehatan Nasional dengan cara yang berbeda-beda.

Anda mungkin juga menyukai