Anda di halaman 1dari 21

DIAS NURLIANA PUTRA

KELAS 3A ABSEN 10
D3 AKUNTANSI ALIH PROGRAM

TUGAS MAKRO EKONOMI


PRO KONTRA PENERAPAN REZIM KURS CURRENCY BOARD
SYSTEM (CBS) PADA KRISIS MONETER 1998

I.

LATAR BELAKANG

A. SEJARAH
Krisis ekonomi atau yang sering disebut dengan nama krisis moneter
merupakan suatu peristiwa atau kondisi menurunya ekonomi suatu negara
yang

disebabkan

oleh

hancurnya

suatu

sistem

pemerintahan

yang

berdampak besar terhadap suatu negara. Semua Negara pasti pernah


mengalami yang namanya krisis dalam perekonomian negaranya. Karena
krisis merupakan kejadian yang simultan dan memiliki efek yang akan
menyebar keberbagai Negara. Banyak yang menyebutkan bahwa Krisis
moneter

merupakan

hasil

dari

ekonomi

kapitalis

yang

sepenuhnya

bergantung pada sistem pasar yang ada. Akibatnya pasar tidak terkendali dan
mengakibatkan terjadinya krisis. Krisis ekonomi dunia pernah terjadi pada
tahun 1930 silam atau yang lebih dikenal dengan The Great Depression yang
saat itu ekonomi masih dikuasai kapitalis dimana semua kegiatan
perekonomian diserahkan langsung kepada mekanisme pasar. Kemudian
setelah kejadian tahun 1930 tersebut ekonomi berusaha diperbaiki dengan
tidak sepenuhnya memakai sistem kapitalis murni dalam perekonomian suatu
Negara.
Sebagian besar negara-negara di dunia pernah mengalami krisis
ekonomi, bahkan AS juga pernah mengalaminya. Indonesia pun tidak dapat
mengelak dari permasalah tersebut, dimana Indonesia dilanda oleh suatu
krisis ekonomi yang diawali dari krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS
pada pertengahan tahun 1997. Kecenderungan melemahnya rupiah semakin
menjadi ketika terjadi penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei
1998

dan

aksi

penjarahan

pada

tanggal

14

Mei

1998.

Sejak berdirirnya orde baru tahun 1966-1998, terjadi krisis rupiah pada
pertengahan tahun 1997 yang berkembang menjadi suatu krisis ekonomi
yang besar. Krisis pada tahun ini jauh lebih parah dan kompleks dibandingkan
dengan krisis-krisis sebelumnya yang pernah dialami oleh Indonesia. Hal ini
terbukti dengan mundurnya Soeharto sebagai presiden, kerusuhan Mei 1998,
hancurnya sektor perbankan dan indikator-indikator lainnya, baik ekonomi,
sosial, maupun politik. Faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab suatu
krisis moneter yang berubah menjadi krisis ekonomi yang besar, yakni

terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lebih dari 200% dan
berlangsung dalam jangka waktu yang panjang.
Akibat krisis moneter yang melanda Indonesia, akhirnya Presiden
Soeharto dipaksa mundur dari jabatannya pada tahun 1998, yang kemudian
digantikan posisinya oleh Presiden B.J Habibie yang pada saat itu menjabat
sebagai Wakil Presiden Indonesia. Walaupun tidak banyak yang dapat beliau
lakukan dengan masa kepemerintahan yang hanya selama satu tahun,
namun melalui kepemerintahannya, Indonesia sedikit demi sedikit mengalami
perbaikan dari segala aspek, baik itu politik, ekonomi dan sistem
pemerintahan. Sehingga masa ini di kenal sebagai Era Reformasi.
B. Faktor-Faktor Penyebab Krisis Ekonomi
Ada asap pasti ada api. Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa
sesuatu yang terjadi, itu pasti ada penyebabnya. Begitu pula dengan
adanya krisis yang terjadi, pasti ada faktor-faktor yang menyebabkan krisis
itu terjadi. Analisis dari faktor-faktor ini diperlukan, karena untuk menangani
krisis tersebut tergantung dari ketepatan diagnosa. Ada beberapa pendapat
mengenai faktor-faktor tersebut, antara lain :
a. Ada sekelompok peneliti, yakni Tambunan (1998), Roubini (1998), Kaminsky
dan Reinhart (1996), dan Krugman (1979), yang berpendapat bahwa
penyebab utama suatu krisis ekonomi adalah karena rapuhnya fundamental
ekonomi domestik dari Negara yang bersangkutan, seperti defisit transaksi
berjalan yang besar dan terus menerus dan utang luar negeri jangka
pendek yang sudah melewati batas normal.
b. Anwar Nasution (1998:28) melihat besarnya defisit neraca berjalan dan
utang luar negeri ditambah lemahnya sistim perbankan nasional sebagai
akar terjadinya krisis finansial.
c. Ada kelompok peneliti lain,yakni Eichengreen dan Wyplosz (1993),
Martinez-Peria (1998), dan Obstfeld (1986),yang berpendapat bahwa krisis
ekonomi terjadi karena hancurnya sistem penentuan kurs tetap di Negaranegara yang fundamental ekonomi atau pasarnya baik.
d. Bank Dunia melihat adanya empat sebab utama yang bersama-sama
membuat krisis menuju kea rah kebangkrutan (World Bank,1998,pp. 1.71.11). Empat sebab itu antara lain, akumulasi utang swasta luar negeri yang
cepat dari tahun 1992-1997,kelemahan pada sistim perbankan, masalah

governance,termasuk kemampuan pemerintah dalam menangani dan


mengatasi krisis, dan yang terakhir adalah ketidakpastian politik dalam
menghadapi Pemilu yang lalu dan pertanyaan mengenai kesehatan
Presiden Soeharto pada waktu itu.
e. Lepi T.Tarmidi berpendapat bahwa penyebab utama dari terjadinya krisis
adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sangat tajam.
Selain itu, ada beberapa faktor lainnya menurut kejadiannya, antara lain :
f. Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang
memadai, yang memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir
keluar-masuk secara bebas.
g. Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993)
hingga 5,8% (1991) antara tahun 1998 hingga 1996, yang berada dibawah
fakta nilai tukar, menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat
overvalued.
h. Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka
pendek dan menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang
berat karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh
tempo beserta bunganya, ditambah sistim perbankan nasional yang lemah.
i. Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing yang dikenal hedge
fundstidak mungkin dapat dibendung dengan melepas cadangan devisa
yang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena prakek margin trading, yang
memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah besar.
j. Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar
dengan pita batas intervensi.
k. Defisit neraca berjalan yang semakin membesar (IMF Research Department
Staff: 10; IDE), yang disebabkan karena laju peningkatan impor barang dan
jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya pembayaran bunga pinjaman.
l. Penanaman modal asing portfolio yang pada awalnya membeli saham
besar-besaran yang diiming-imingi keuntungan yang besar yang ditunjang
oleh perkembangan moneter yang relatif stabil, kemudian mulai menarik
dananya keluar dalam jumlah besar.
m. IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran bantuan
yang dijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir

kesepakatan dengan baik. Dan Negara-negara sahabat yang menjanjikan


akan membantu, juga menunda bantuannya menunggu signal dari IMF.
n. Spekulan domestik juga meminjam dana dari sistim perbankan untuk
bermain.
o. Terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan masyarakat
luas menyerbu membeli dollar AS, agar nilai kekayaan tidak merosot dan
malah bias menarik keuntungan dan merosotnya nilai tukar rupiah.
p. Terdapatnya keterkaitan erat dengan Yen Jepang, yang nilainya melemah
terhadap dollar AS.

C. Perubahan Nilai Tukar Mata Uang Beberapa Negara Asia : 30/6/97-8/5/98

Negara
Thailand
Malaysia
Indonesia
Filipina
Hongkong
Korea
Selatan
Taiwan
Singapura

12/3197

Perubahan
(%)
6/30-12/31

5/898

Perubahan
(%)
1/1-5/898

4,05
39,53
0,04
3,79
12,90

2,08
25,70
0,02
2,51
12,90

-48,7
-35,0
-44,0
-33,9
0,0

2,59
26,25
0,01
2,54
12,90

24,7
2,1
-53,0
1,3
0,0

Perubahan
Kumulatif
(%)
6/30975/898
-36
-33,6
-73,8
-33,0
0,0

0,11

0,06

-47,7

0,07

21,9

-36,2

3,60
69,93

3,06
59,44

-14,8
-15,0

3,10
61,80

1,2
4,0

-13,8
-11,6

US$/100
Uang lokal
6/3097

Sumber :Goldstein (1998)

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Rupiah

II.

POLEMIK SISTEM DEWAN MATA UANG / CURRENCY BOARD


SYSTEM (CBS)
Currency Board System (CBS) adalah suatu badan yang dibentuk

untuk mengatur system nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang
lainnya. Sistem ini berbasis pada jumlah cadangan devisa yang dimiliki oleh
suatu Negara. Misalnya Indonesia akan menerapkan sistem ini, maka hal-hak
yang perlu diperhatikan adalah:
a. Berapakah jumlah cadangan devisa yang dimiliki oleh Indonesia dalam dolar
Amerika pada waktu akan diterapkannya system ini. Misalnya Indonesia
memilikicadangan devis sebesar US$ 20 milyar
b. Patokan kurs rupiah terhadap dolar Amerika yang akan ditetapkan. Misalnya
kurs yang dinginkan adalah Rp 5.000/USD
c. Jumlah uang kartal yang diperbolehkan untuk beredar adalah sebesar jumlah
cadangan devisa dikalikan dengan kurs yang ditetapkan. Artinya jika terjadi
perubahan cadangan devisa setiap hari, maka konsekuensinya jumlah uang
kartal yang beredar juga akan berubah setiap hari, sebesar jumlah cadangan
devisa dikalikandengan kursnya
d. Jika ada permintaaan dolar di masyarakat, maka maksimum yang bias
dipertukarkan adalah sebesar jumlah uang kartal yang beredar.

A. Presiden RI vs. IMF, di tengah Krisis Ekonomi Indonesia.


Sejak dicetuskannya ide mengenai akan diterapkannya Currency Board
System atau Sistim Dewan Mata uang, banyak fihak didalam maupun luar negri
terpaksa harus bereaksi dan mengambil sikap. Tidak saja para pakar ekonomi
dalam dan luar negri tapi juga para pimpinan negara2 industri termasuk
pimpinan Negara-negara G7 yang baru selesai dengan pertemuan tahunannya
di London akhir Pebr yang lalu. Tulisan ini mencoba untuk menggambarkan
latar belakang diperkenalkannya CBS di indonesia, polemik yang berkisar
tentang CBS serta implikasi politik dari pertarungan antara Presiden RI vs. IMF
dimana CBS merupakan modusnya.

B. Pengantar.
"Badai Pasti Berlalu!" demikian janji Presiden Suharto dalam pidato
pengajuan RAPBN 1998/1999 didepan anggota DPR pada tanggal 6 Januari
1998 ketika keadaan ekonomi semakin memburuk, banyak terjadi PHK, banyak
aksi2 protes dan huru hara diberbagai tempat. RAPBN tersebut ternyata sangat
tidak realistis karena berdasar pada asumsi2 sbb: harga dolar AS Rp 5000,(ketika itu kurs dolar AS sudah mencapai Rp 9000,-), pertumbuhan ekonomi
sebesar 4 persen (padahal semakin hari semakin banyak perusahaan yang
terlilit hutang dan bahkan semakin banyak perusahaan yang gulung tikar),
pemasukan pajak yang meningkat (padahal dalam keadaan resesi dimana
sudah banyak perusahaan yang bangkrut dan banyak terjadi PHK, maka
dengan sendirinya pemasukan pajak untuk kas negara pasti menurun), harga
ekspor minyak dunia dolar AS 17,- (padahal ada perkiraan bahwa harga minyak
bumi dipasaran dunia akan turun, mengingat keputusan OPEC akhir 1997 yang
lalu untuk menaikan volume eksport mereka), yang lebih penting lagi adalah
bahwa nilai RAPBN itu "seimbang" pada jumlah Rp 133,- triliun,- padahal IMF
menginginkan RAPBN dengan surplus 1% dari GNP.
Perkembangan ini ternyata menyulut badai, dimana kurs dolar AS naik
menembus angka Rp 11.000,- sehingga malah memperdalam krisis ekonomi
Indonesia yang hampir separuh proses produksinya tergantung dari import
barang, jasa dan modal asing. Memburuknya resesi ekonomi di Indonesia
ternyata memperlambat tumbuhnya ekonomi negara2 industri termasuk negara
adikuasa AS. IMF merupakan badan moneter internasional yang membawa
kepentingan negara adikuasa merasa terprovokasi dan menjadi berang dengan
RAPBN tsb. Beberapa hari kemudian para pemimpin negara industri membujuk
Presiden RI untuk tunduk pada ketentuan IMF. 15 Januari 1998 Presiden RI
menandatangani 50 butir ketentuan IMF dan berjanji untuk merevisi RAPBN
(padahal hanya DPR yang berhak menerima, menolak atau merevisi RAPBN
untuk menjadi APBN yang akan resmi berlaku mulai 1 April 1998). Tidak sampai

seminggu kemudian yaitu pada 21 Januari 1998 kembali pasar devisa


terprovokasi dengan berita bahwa B.J. Habibie (yang dikenal sebagai
penghisap devisa negara dengan proyek2 besarnya) akan menjadi Wapres;
akibatnya kurs dolar AS mencapai rekord tertinggi Rp 16.000,-. IMF
(baca:negara2 industri) kembali berang dan kawatir terhadap komitmen
Presiden RI untuk melaksanakan reform ekonomi. Sementara itu ekonomi terus
memburuk dan huru hara anti golongan minoritas yang sampai memakan
banyak korban jiwa. Pertengahan Pebruari yang lalu terpetik berita bahwa
pemerintah RI berniat untuk menerapkan Sistim Dewan Matauang atau CBS
(Currency Board System) yaitu pembentukan institusi moneter baru yang
mengambil alih fungsi BI dalam menentukan stabilitas nilai intrinsik Rp
(mengontrol inflasi) dan nilai ekstrinsiknya (kurs tetap Rp thdp dolar AS).
Penerapan CBS jelas2 melanggar ketentuan no.20 s/d 22 letter of Intent IMF
15 Januari 1998 (pemberian otonomi terhadap BI yang akan dibantu IMF dalam
menentukan

kebijaksanaan

moneter).

IMF

kembali

terprovokasi

dan

mengancam untuk mencabut bantuan keuangan yang rencananya akan


dicairkan pada 15 Maret 1998.

C. Pro & Kontra penerapan CBS.

Pro CBS
Menurut Prof. Steve Hanke (pakar ekonomi dari John Hopkin University,
pendisain CBS utk Indonesia), krisis di Indonesia disebabkan oleh tingginya
harga dolar AS; oleh karena itu kurs dolar AS harus turun dan tidak boleh ada
fluktuasi kurs lagi. Argentina, Bulgaria dan Estonia dapat memulihkan krisis
ekonomi setelah CBS diterapkan. Menurutnya, CBS akan membelenggu BI
yang selama ini tidak mampu secara optimal mengelola sistim perbankan
sehingga pemberian kredit tidak terkendalikan.

Pada hakekatnya CBS akan mematok kurs Rupiah thdp dolar AS pada
nilai kurs tertentu sehingga tidak ada lagi fluktuasi nilai kurs. Jumlah uang
beredar M2 (jumlah uang kertas, uang logam, rekening koran dan deposito
jangka pendek) saat ini sebesar Rp. 340 triliun,-. Berdasarkan statistik moneter,
menurut mereka yang pro CBS, berpendapat bahwa maksimal hanya sekitar
30% M2 akan ditukarkan ke dolar AS jika kurs dolar turun sampai Rp. 5000,-.
Andai kata 30% dari M2 ditukar kedalam dolar AS saat CBS dilansir, maka
dolar AS yang dibutuhkan paling tidak $AS 20,4 milyard,-. Menurut pengakuan
pemerintah, saat ini BI menyimpan cadangan sebesar 21 milyard dolar AS; jadi
penerapan CBS sangat relistis. Jika CBS dapat bertahan sampai sedikitnya 6
bulan, maka kepercayaan thdp Rupiah akan lambat laun kembali pulih, investor
luar negri maupun dalam negri akan kembali menjalankan produksinya
sehingga lapangan pekerjaan akan terbuka kembali. Pendukung CBS a.l: Peter
Gontha (CEO Bimantara Group), Dr. Marie Pangestu (pakar ekonomi CSIS), Dr.
Rizal Ramli (CEO Econit) dan Dr. Kwik Kian Gie (penulis tetap bidang ekonomi
di harian Kompas). Dengan demikian Presiden RI benar bahwa "badai pasti
berlalu!" Jika benar demikian maka pemerintahan orde baru akan kembali
memperoleh banyak dukungan politik baik oleh pihak luar maupun dalam negri
sehingga reform politik akan semakin sulit dilakukan.

Nyoman Moena (Pengamat Perbankan)


CBS merupakan system yang dapat menjamin kepastian usaha karena nilai
dolar tidak akan berfluktuasi. Namun untuk menerapkan CBS perlu realistis.
Yang dimaksud realistis adalah harga dolar yang dipatok merupakan harga
yang adil antara eksportir dan importer. Selain itu, system CBS ini juga
mensyartkan lingkungan pemerintahan yang bersih dan tidak korup untuk
membuat CBS dapat bekerja. Tempo interaktif 12 Februari 1998

Pande Radja Silalahi (Pengamat Ekonomi- CSIS)

Jika

menerapkan

CBS,

maka

pemerintah

harus dapat

memperbaiki

kelemahan-kelemahan yang terdapat di sistem ini. Antara lain penentuan kurs,


cadangan devisa dan informasi kepada masyarakat. Jika CBS diterapkan, kita
hanya berharap IMF akan mengerti karena kalau IMF mengatakan negative
masyarakat kita akan terpengaruh. Isu utama dari CBS adalah pada level
berapa, nilai rupiah akan di peg ke dolar Tempo interaktif 12 Februari 1998

Peter Gontha (Komisaris PT Bimantara/Bank Andromeda)


CBS merupakan satu-satunya alternatif jangka pendek dalam krisis sekarang
ini. Dengan CBS, masalah nilai tukar akan terselesaikan dan dalam jangka
panjang akan membawa dampak yang bagus untuk perkonomian. Tempo
interkatif 20 Februari 1998

Nilai Rupiah terhadap Dolar tetap, stabilitas nilai tukar (kurs) dapat permanen
dipertahankan (Berliner Zeitung, 20.02.1998; Tempo Interaktif Edisi 50/02,
14.02.1998)

Tetapnya nilai Rupiah memberikan kepastian untuk menjalankan roda ekonomi


(Hamzah Has, Ketua Fraksi PP-DPR, Suara Pembangunan 26.02.1998)

Menyelamatkan

perusahaan-perusahaan

di

Indonesia

diterpa

badai

kebangkrutan, karena itu perlu nilai Rupiah 5.000,00 s/d 6.000,00 per Dolarnya
(Reuter, 24.02.1998)

Perlu dibentuk Dewan Mata Uang (Warta Ekonomi, 23 Februari 1998, Suara
Pembaharuan, 26.02.1998)

Pembentukan Dewan Mata Uang menyempurnakan indahnya irama gaung


yang dicanangkan oleh Mbak Tutut: Getar (Gerakan Cinta Rupiah) dan Genta
(Gerakan Cinta Tanah Air) (Siar 24 Februari 1998)

2. Kontra CBS
Konsep CBS mendapat serangan keras terutama dari IMF, WB, para
mentri keuangan G7, menkeu negara industri partner dagang Indonesia dan
pakar ekonomi Indonesia a.l yaitu Prof. Emil Salim, Dr. Sri Mulyani (direktur
LPEM-FEUI), Faisal Basri MA (staf pengajar pada pasca sarjana FEUI) dan
Frans Seda (mantan mentri keuangan kabinet pembangunan). Menurut para
ahli, ekonomi Indonesia masih sangat tergantung pada import sehingga current
account selalu dalam keadaan defisit yang semakin membesar (menurut pidato
Presiden dalam SU MPR tanggal 1 Maret 1998 defisit current account
mencapai 8,1 milyard dolar AS!), dan lagi hutang LN sudah jauh melampaui
$AS 100 milyard. Oleh sebab itu cadangan devisa akan selalu terkuras (yang
menyebabkan kecenderungan naiknya karga dolar AS di pasaran devisa
Indonesia) sehingga mendorong para spekulan untuk memborong dolar AS.
Dalam resesi seperti sekarang, arus modal asing dalam bentuk dolar AS
menurun drastis sehingga banyak yang meragukan apakah cadangan dolar AS
pemerintah RI (notabene BI) cukup tersedia untuk keperluan2 impor,
pembayaran hutang LN baik swasta maupun negara, tujuan2 spekulasi dan
pelarian modal. Kalaupun ada, patut dipertanyakan tingkat likwiditas cadangan
tsb (apakah semuanya dalam bentuk $AS? Bagaimana dengan cadangan mata
uang kuat lainnya seperti Poundsterling, DM atauYen?). Selain itu apakah
bentuk cadangan itu berupa kredit (stand by loan) dari fihak LN atau kredit tunai
yang sudah dicairkan (disbursed loan).
Kekhawatiran lain (jika ada kepastian bahwa CBS akan dijalankan)
adalah diborongnya rupiah pada kurs dolar Rp 8000,- atau Rp 9000,- oleh para

spekulan yang saat ini memegang dolar AS untuk nanti ditukarkan ke dolar AS
pada kurs CBS $AS 1,- = Rp 5000,-. Sementara itu rupiah akan terkuras dari
sistim perbankan nasional yang mengakibatkan meroketnya suku bunga.
Tingginya suku bunga akan menahan kegiatan investasi sehingga resesi
ekonomi semakin memburuk. Memburuknya ekonomi karena rendahnya
investasi akan mempersulit ekspor (apalagi struktur ekspor non migas
Indonesia yang tergantung pada impor barang modal, bahan baku penolong
dan kapital asing) sehingga dengan sendirinya pemasukan devisa akan
berkurang (saat ini harga minyak dunia sedang turun drastis, apalagi nanti jika
Irak diizinkan menaikan quota ekspor minyaknya).
Dengan direbutnya fungsi BI oleh CBS maka bagaimana penyaluran
kredit berskala mini untuk pengusaha kecil, petani kecil dan nelayan kecil yang
selama ini ditangani BI? Pendek kata, dilihat dari kwalitas cadangan devisa dan
struktur

ekonomi

Indonesia,

maka

eksistensi

CBS

sangat

diragukan

kelanggengngannya dan bahkan dapat memperdalam krisis.

Sri Mulyani (Pengamat Ekonomi UI)


Kepastian kurs yang dijamin oleh CBS memang penting. Namun yang perlu
dipertanyakan apakah CBS dapat menjamin bahwa kestabilan kurs akan
sustainable? Agenda

perekonomian

Indonesia

tidak

hanya

sedangkal

mengendalikan kurs. Indonesia adalah Negara dengan struktur ekonominya


60% tradisional atau pertanian. CBS tidak dapat diharapkan menjadi
komplemen yang bagus dalam struktur perekonomian yang masih seperti itu.
Karena, CBS itu pintu dengan benda mati. Ia tidak melakukan fungsi apa-apa.
Kita membutuhkan sesuatu yang lebih canggih dari CBS D&R 7 Maret 1998

Thomas Suyatno (Sekjen Perhimpunan Bank-Bank Swasta Nasional)


CBS tidak mungkin diterapkan sekarang. Pergantian sistem moneter, dari
bank sentar sekarang ke CBS harus memperhatikan kondisinya. Perlu ada

kajian yang mendalam untuk melihat kondisi prasyarat dari CBS. Syarat utama
CBS adalah kecukupan cadangan devisa untuk menjamin kestabilan kurs dan
pemerintah tidak boleh menijeksi dana lagi ke sistem perbankan, Kita jangan
terpaku kepada CBS atau bukan CBS. Tetapi lihatlah secara makro.
Bagaimana mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah
Tempo interkatif 20 Februari 1998

Sri Adiningsih (Pengamat ekonomi UGM)


CBS akan menjadi ajang permainan spekulan apabila pra kondisi CBS belum
tercipta di Indonesia. Pra kondisi tersebut seperti kepercayaan masyarakat
kepada pemerintah nilai rupiah dan sistem lainnya. CBS hanya cocok
diterapkan jangka panjang dan didukung oleh sistem yang sehat. Karena kalau
tidak ada pra kondisi tersebut, maka sistem tersebut akan ambruk dengan
sendirinya Tempo interaktif 20 Februari 1998

Riyanto Sastroadmojo (Pengamat Perbankan)


Penerapan CBS di Indonesia memiliki dampak dan resiko yang cukup berat
bagi dunia perbankan Indonesia. Prasyarat kondisi penerapan CBS belum
sepenuhnya terpenuhi di Indonesia. Sektor perbankan yang belum sehat,
Inflasi yang masih tinggi, suku bunga yang tinggi, serta nilai hutang swasta
yang sangat besar. Tempo interaktif 20 Februari 1998

Miranda Goeltom (Direktur BI Bidang Moneter)


Pemerintah harus berpikir matang sebelum menerapkan sistem CBS. Dengan
kondisi perekonomian seperti sekarang, CBS tidak akan bisa memecahkan
masalah-masalah yang ada. Alasan utama yang menyebabkan saya kwatir
terhadap CBS adalah sector perbankan yang masih lemah. Masih banyak hal

yang harus dilakukan oleh pemerintah sebelum menerapkan CBS. Tempo


interaktif 20 Februari 1998

Ada keharusan memiliki cadangan devisa yang tangguh, sebab peredaran


mata uang tergantung padanya. Sampai akhir tahun1997, Indonesia punya
cadangan devisa sebesar 18,2 milyar Dolar AS. Cuma, ia dinilai rapuh.
Perhitungannya: Dengan peredaran mata uang sebesar 46 triliun Rupiah dan
penetapan kurs 5.000 Rupiah per Dolarnya, maka cadangan devisa yang
tersisa tinggal 18,2 milyar Dolar minus 46.000.000.000/5.000 alias 9 milyar
Dolar saza. Mana tahaaaan....? (Berliner Zeitung, 20.02.1998

Tak mencerminkan harga Rupiah yang sebenarnya, semuanya serba tersamar


(Suara Pembaharuan, 26.02.1998)

Yang diuntungkan ada lah keluarga Cendana (Sidney Morning Herald,


13.02.1998) Mencegah keinginan negara-negara maju untuk mengambil alih
perusahaan-perusahaan Indonesia dengan harga murah (Ekki Sjahruddin,
Komisi VIII DPR, Media 24.02.1998)

Menyelamkan para pemilik bank yang terlilit utang (termasuk keluarga


Cendana), agar tak diterpa badai kebangkrutan, sebab syarat penerapan CBS
ada

lah

pelunasan

utang-piutang

bank-

bank

tersebut.

Dananya?

Memanfaatkan pinjaman dari IMF. (Peter Gontha, Komunitas Informasi


Taerbuka, 21-27 Februari 98)

Bank Indonesia tak berfungsi lagi alias BI silahkan dibubarkan sazaa, seperti BI
membubarkan bank-bank milik Cendana (Warta Ekonomi, 23 Februari 1998)

Anu ya..., kok cara-caranya mirip Komunis to. Pas Orde Lama Lama
mengalami krisis, eee ada Dewan Jenderal, sebagai pelengkap Gestapu. (Siar
24 Februari 1998)

Melawan IMF, Bank Dunia dan menolak G-7 alias Gestapu (Gerakan
Sekongkolan Tujuh Aliansi Penguasa Uang). Dana 43 Milyar Dolar AS nggak
turun.

(Media

Indonesia

24.02.1998,

Berliner

Zeitung

17.02.1998,Handelsblatt 24.02.1998)

Harta karun karungan keluarga Cendana yang asetnya bertotal jendralkan 30


Milyar Dolar AS bisa tetap aman dan sejahtera, gemah ripah loh jinawi, rakyat
payah asal menjiwai (The New York Times, 16.01.1998)

D. Implikasi Politik dari issue CBS.


Provokasi terhadap IMF dimulai pada akhir November 1997 ketika
Bambang Tri (mantan pemilik bank Adromeda yang sejak 1 Nov. 1997 dicabut
izin operasinya oleh Menkeu berdasar paket reform hasil persetujuan dengan
IMF) kembali memperoleh izin pembukaan Bank yang didapatkannya dari Bank
Alpha. Pada bulan Desember 1997 kembali terpetik berita bahwa Bimantara
Group mendapatkan order untuk menjalankan proyek kilang minyak Situbondo
yang sebelumnya ditunda karena proyek tsb memerlukan banyak devisa.
Pada tanggal 30 Desember 1997 pihak pengadilan menunda penutupan
Bank Jakarta milik Probosutedjo yang hampir berarti bahwa Bank Jakarta tidak
jadi dicabut izinnya. Monopoli kertas oleh PT. Apex (milik Muhammad Bob
Hasan) yang sedianya dihentikan ternyata terus berjalan sehingga harga kertas
melonjak drastis (Indonesia salah satu produsen bahan pembuat kertas pulp

terbesar didunia, tapi harga kertas dalam negri sangat mahal sehingga banyak
perusahaan koran/penerbit buku yang terpaksa gulung tikar). IPTN, yaitu
proyek BJ.Habibie yang tidak simpatik bagi pasar devisa juga dinyatakan terus
berjalan. Monopol cengkeh BPPC yang dikehendaki oleh IMF untuk dihentikan
ternyata terus beroperasi.
Provokasi yang paling frontal adalah signal akan diterapkannya CBS di
Indonesia sekalipun IMF, WB dan segenap pimpinan negara2 industri
menentangnya secara keras. Polemik CBS mendominasi topik media massa
manapun yang meliput Indonesia. Belum lama sebelum itu, yaitu sepanjang
bulan Desember 1997 tema pokok media massa adalah keadaan kesehatan
dan kesenjaan usia Presiden Suharto. Kurs dolar naik ketika itu akibat pasar
merasa ragu apakah Presiden RI dalam waktu dekat masih mampu
menjalankan kewajibannya sebagai Presiden RI.
Selain itu suksesi di Indonesia masih belum ada kejelasan. 15 Januari
1998 untuk pertama kali Presiden langsung berdialog dengan para wartawan di
kediamannya (sebelumnya hanya terjadi di pesawat udara) dan sekaligus
membantah issue ttg memburuknya keadaan kesehatannya. Dikokohkannya
BJ.Habibie sebagai kandidat wapres, diangkatnya Jend Wiranto (mantan
ajudan Presiden 1988-1993) sebagai Pangab, diangkatnya Sugiono sebagai
KASAD

(mantan

komandan

Pasukan

Pengawal

Presiden)

serta

diperkenalkannya CBS ternyata mengubah agenda media massa.


Presiden Suharto sejak Januari 1998 secara ofensif menstabilisir
posisinya sebagai institusi terkuat di Indonesia sementara IMF, WB dan pihak
oposisi berada dalam posisi defensif (banyak aktivis yang nasionalis dan
beberapa dari kalangan Islam bersikap antipati thdp bantuan bersyarat IMF!!);
sementara itu negara adikuasa AS (juga IMF atau WB) belum menemukan
mitra politik alternatif yang tepat di Indonesia. Akibat manuver politik itu adalah
melonjaknya kurs dolar yang berarti memburuknya resesi (yang secara negatif
mempengaruhi

ekonomi

negara2

industri)

dan

meningkatnya

kesengsaraan/ketidak puasan dalam masyarakat. Tragisnya ketidak puasan


yang terus meningkat tidak terorganisir; selain itu dikalangan oposisi tidak ada
koordinasi dan kekuatan politik yang memadai untuk mengadakan reform.

Organisasi yang efektif dan efisien merupakan kunci dalam politik (Korea
Utara, Myanmar atau Vietnam sejak lama dilanda kemiskinan tapi reform politik
tidak kunjung tiba karena militer dan birokrasi disana lebih terorganisir dari
masyarakat madaninya). Presiden pada pidato SU 1 Maret 1998 memberikan
indikasi bahwa di satu pihak program paket IMF gagal mengatasi krisis, dilain
pihak persiapan CBS belum meyakinkan. Oleh karena itu menurutnya
diperlukan jalan tengah (IMF plus) untuk keluar dari krisis. Utusan pribadi
Presiden AS Walter Mondale mencoba menekankan dilaksanakannya paket
IMF dia juga mengatakan bahwa misinya tidak untuk menghimbau Presiden RI
untuk "lengser ke prabon"!. Yang jelas, masyarakat kecil yang merupakan
majoritas penduduk Indonesia secara umum keadaanya semakin memburuk;
Presiden RI sampai kini berhasil menggunakan krisis ekonomi untuk
menstabilisir posisinya, dimana CBS merupakan salah satu modusnya.

III.

PRO KONTRA SISTEM KURS YANG BERBEDA

Pendapat utama tentang kurs mengambang adalah bahwa kurs


mengambang membolehkan kebijakan moneter digunakan untuk tujuan lain.
Dengan kurs tetap, kebijakan moneter mengarah pada tujuan tunggal, yaitu
mempertahankan kurs pada tingkat yang telah diumumkannya. Tetapi kurs
adalah satu-satunya variable makroekonomi yang bisa dipengaruhi kebijakan
moneter. Sistem kurs mengambang membuat para pembuat kebijakan moneter
bebas mengejar tujuan-tujuan lain, seperti menstabilkan kesempatan kerja atau
harga.
Para penasihat kurs tetap berpendapat bahwa ketidakpastian kurs
membuat perdagangan internasional lebih sulit. Setelah dunia membatalkan
sistem kurs tetap Bretton-Woods pada awal tahun 1970-an, baik kurs riil
maupun nominal menjadi (dan terus) semakin berubah-ubah daripada yang
masyarakat harapkan. Sebagian ekonom menyebut pasang surut (volatility) ini
sebagai spekulasi irasional dan mendestabilisasi oleh investor internasional.
Eksekutif bisnis sering mengklaim bahwa perubahan ini berbahaya karena
akan meningkatkan ketidakpastian yang berhubungan dengan transaksi bisnis
internasional. Akan tetapi, selain perubahan kurs ini, jumlah perdagangan dunia
juga terus meningkat dengan kurs mengambang.
Para penganjur kurs tetap kadangkala berpendapat bahwa komitmen
pada kurs tetap adalah salah satu cara untuk mendisiplinkan otoritas moneter
negara dan mencegah petumbuhan jumlah uang beredar yang berlebihan.
Tetapi banyak aturan kebijakan lain yang harus dipegang teguh bank sentral.
Memberlakukan kurs tetap memiliki kelebihan, yaitu lebih mudah diterapkan
daripada aturan kebijakan lain ini, karena jumlah uang beredar disesuaikan
secara otomatis, tetapi kebijakan ini bisa menyebabkan perubahan yang lebih
besar, dalam pendapatan dan kesempatan kerja.
Kurs tetap dan kurs mengambang masing-masing memiliki keunggulan.
Kurs mengambang membuat para pembuat kebijakan moneter bebas mengejar
tujuan-tujuan selain stabilitas kurs. Kurs tetap menurunkan sebagian dari
ketidakpastian dalam transaksi bisnis internasional. Ketika memutuskan rezim
kurs apa yang akan digunakan, pembuat kebijakan dibatasi oleh kenyataan
bahwa mustahil bagi suatu Negara untuk menetapkan sekaligus aliran modal
bebas, kurs tetap dan kebijakan moneter independen.

Akhirnya,

pilihan

antara

kurs

mengambang

dan

tetap

tidaklah

sesederhana seperti yang kita lihat pertama kali. Selama periode kurs tetap,
negara-negara bisa mengubah nilai mata uang mereka jika dapat mengatasi
konflik tingkat bunga yang ada dengan tujuan-tujuan lain. Selama periode kurs
mengambang, negara-negara sering menggunakan target formal atau targer
informal untuk kurs ketika memutuskan apakah perlu memperbanyak atau
mengurangi jumlah uang beredar. Kita jarang menemukan kurs yang seutuhnya
tetap atau seutuhnya mengambang. Apalagi di bawah kedua sistem, stabilitas
kurs biasanya adalah salah satu diantara banyak tujuan bank sentral.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.oocities.org/apii-berlin/cbs1_7.html
http://sondi325.blogspot.co.id/2008/05/imf-dan-cbs.html
https://ginayuputri.wordpress.com/2015/04/30/kilas-balik-krisis-ekonomi-19971998/
https://id.wikipedia.org/wiki/Rupiah

Anda mungkin juga menyukai