KELAS 3A ABSEN 10
D3 AKUNTANSI ALIH PROGRAM
I.
LATAR BELAKANG
A. SEJARAH
Krisis ekonomi atau yang sering disebut dengan nama krisis moneter
merupakan suatu peristiwa atau kondisi menurunya ekonomi suatu negara
yang
disebabkan
oleh
hancurnya
suatu
sistem
pemerintahan
yang
merupakan
hasil
dari
ekonomi
kapitalis
yang
sepenuhnya
bergantung pada sistem pasar yang ada. Akibatnya pasar tidak terkendali dan
mengakibatkan terjadinya krisis. Krisis ekonomi dunia pernah terjadi pada
tahun 1930 silam atau yang lebih dikenal dengan The Great Depression yang
saat itu ekonomi masih dikuasai kapitalis dimana semua kegiatan
perekonomian diserahkan langsung kepada mekanisme pasar. Kemudian
setelah kejadian tahun 1930 tersebut ekonomi berusaha diperbaiki dengan
tidak sepenuhnya memakai sistem kapitalis murni dalam perekonomian suatu
Negara.
Sebagian besar negara-negara di dunia pernah mengalami krisis
ekonomi, bahkan AS juga pernah mengalaminya. Indonesia pun tidak dapat
mengelak dari permasalah tersebut, dimana Indonesia dilanda oleh suatu
krisis ekonomi yang diawali dari krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS
pada pertengahan tahun 1997. Kecenderungan melemahnya rupiah semakin
menjadi ketika terjadi penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei
1998
dan
aksi
penjarahan
pada
tanggal
14
Mei
1998.
Sejak berdirirnya orde baru tahun 1966-1998, terjadi krisis rupiah pada
pertengahan tahun 1997 yang berkembang menjadi suatu krisis ekonomi
yang besar. Krisis pada tahun ini jauh lebih parah dan kompleks dibandingkan
dengan krisis-krisis sebelumnya yang pernah dialami oleh Indonesia. Hal ini
terbukti dengan mundurnya Soeharto sebagai presiden, kerusuhan Mei 1998,
hancurnya sektor perbankan dan indikator-indikator lainnya, baik ekonomi,
sosial, maupun politik. Faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab suatu
krisis moneter yang berubah menjadi krisis ekonomi yang besar, yakni
terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lebih dari 200% dan
berlangsung dalam jangka waktu yang panjang.
Akibat krisis moneter yang melanda Indonesia, akhirnya Presiden
Soeharto dipaksa mundur dari jabatannya pada tahun 1998, yang kemudian
digantikan posisinya oleh Presiden B.J Habibie yang pada saat itu menjabat
sebagai Wakil Presiden Indonesia. Walaupun tidak banyak yang dapat beliau
lakukan dengan masa kepemerintahan yang hanya selama satu tahun,
namun melalui kepemerintahannya, Indonesia sedikit demi sedikit mengalami
perbaikan dari segala aspek, baik itu politik, ekonomi dan sistem
pemerintahan. Sehingga masa ini di kenal sebagai Era Reformasi.
B. Faktor-Faktor Penyebab Krisis Ekonomi
Ada asap pasti ada api. Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa
sesuatu yang terjadi, itu pasti ada penyebabnya. Begitu pula dengan
adanya krisis yang terjadi, pasti ada faktor-faktor yang menyebabkan krisis
itu terjadi. Analisis dari faktor-faktor ini diperlukan, karena untuk menangani
krisis tersebut tergantung dari ketepatan diagnosa. Ada beberapa pendapat
mengenai faktor-faktor tersebut, antara lain :
a. Ada sekelompok peneliti, yakni Tambunan (1998), Roubini (1998), Kaminsky
dan Reinhart (1996), dan Krugman (1979), yang berpendapat bahwa
penyebab utama suatu krisis ekonomi adalah karena rapuhnya fundamental
ekonomi domestik dari Negara yang bersangkutan, seperti defisit transaksi
berjalan yang besar dan terus menerus dan utang luar negeri jangka
pendek yang sudah melewati batas normal.
b. Anwar Nasution (1998:28) melihat besarnya defisit neraca berjalan dan
utang luar negeri ditambah lemahnya sistim perbankan nasional sebagai
akar terjadinya krisis finansial.
c. Ada kelompok peneliti lain,yakni Eichengreen dan Wyplosz (1993),
Martinez-Peria (1998), dan Obstfeld (1986),yang berpendapat bahwa krisis
ekonomi terjadi karena hancurnya sistem penentuan kurs tetap di Negaranegara yang fundamental ekonomi atau pasarnya baik.
d. Bank Dunia melihat adanya empat sebab utama yang bersama-sama
membuat krisis menuju kea rah kebangkrutan (World Bank,1998,pp. 1.71.11). Empat sebab itu antara lain, akumulasi utang swasta luar negeri yang
cepat dari tahun 1992-1997,kelemahan pada sistim perbankan, masalah
Negara
Thailand
Malaysia
Indonesia
Filipina
Hongkong
Korea
Selatan
Taiwan
Singapura
12/3197
Perubahan
(%)
6/30-12/31
5/898
Perubahan
(%)
1/1-5/898
4,05
39,53
0,04
3,79
12,90
2,08
25,70
0,02
2,51
12,90
-48,7
-35,0
-44,0
-33,9
0,0
2,59
26,25
0,01
2,54
12,90
24,7
2,1
-53,0
1,3
0,0
Perubahan
Kumulatif
(%)
6/30975/898
-36
-33,6
-73,8
-33,0
0,0
0,11
0,06
-47,7
0,07
21,9
-36,2
3,60
69,93
3,06
59,44
-14,8
-15,0
3,10
61,80
1,2
4,0
-13,8
-11,6
US$/100
Uang lokal
6/3097
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Rupiah
II.
untuk mengatur system nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang
lainnya. Sistem ini berbasis pada jumlah cadangan devisa yang dimiliki oleh
suatu Negara. Misalnya Indonesia akan menerapkan sistem ini, maka hal-hak
yang perlu diperhatikan adalah:
a. Berapakah jumlah cadangan devisa yang dimiliki oleh Indonesia dalam dolar
Amerika pada waktu akan diterapkannya system ini. Misalnya Indonesia
memilikicadangan devis sebesar US$ 20 milyar
b. Patokan kurs rupiah terhadap dolar Amerika yang akan ditetapkan. Misalnya
kurs yang dinginkan adalah Rp 5.000/USD
c. Jumlah uang kartal yang diperbolehkan untuk beredar adalah sebesar jumlah
cadangan devisa dikalikan dengan kurs yang ditetapkan. Artinya jika terjadi
perubahan cadangan devisa setiap hari, maka konsekuensinya jumlah uang
kartal yang beredar juga akan berubah setiap hari, sebesar jumlah cadangan
devisa dikalikandengan kursnya
d. Jika ada permintaaan dolar di masyarakat, maka maksimum yang bias
dipertukarkan adalah sebesar jumlah uang kartal yang beredar.
B. Pengantar.
"Badai Pasti Berlalu!" demikian janji Presiden Suharto dalam pidato
pengajuan RAPBN 1998/1999 didepan anggota DPR pada tanggal 6 Januari
1998 ketika keadaan ekonomi semakin memburuk, banyak terjadi PHK, banyak
aksi2 protes dan huru hara diberbagai tempat. RAPBN tersebut ternyata sangat
tidak realistis karena berdasar pada asumsi2 sbb: harga dolar AS Rp 5000,(ketika itu kurs dolar AS sudah mencapai Rp 9000,-), pertumbuhan ekonomi
sebesar 4 persen (padahal semakin hari semakin banyak perusahaan yang
terlilit hutang dan bahkan semakin banyak perusahaan yang gulung tikar),
pemasukan pajak yang meningkat (padahal dalam keadaan resesi dimana
sudah banyak perusahaan yang bangkrut dan banyak terjadi PHK, maka
dengan sendirinya pemasukan pajak untuk kas negara pasti menurun), harga
ekspor minyak dunia dolar AS 17,- (padahal ada perkiraan bahwa harga minyak
bumi dipasaran dunia akan turun, mengingat keputusan OPEC akhir 1997 yang
lalu untuk menaikan volume eksport mereka), yang lebih penting lagi adalah
bahwa nilai RAPBN itu "seimbang" pada jumlah Rp 133,- triliun,- padahal IMF
menginginkan RAPBN dengan surplus 1% dari GNP.
Perkembangan ini ternyata menyulut badai, dimana kurs dolar AS naik
menembus angka Rp 11.000,- sehingga malah memperdalam krisis ekonomi
Indonesia yang hampir separuh proses produksinya tergantung dari import
barang, jasa dan modal asing. Memburuknya resesi ekonomi di Indonesia
ternyata memperlambat tumbuhnya ekonomi negara2 industri termasuk negara
adikuasa AS. IMF merupakan badan moneter internasional yang membawa
kepentingan negara adikuasa merasa terprovokasi dan menjadi berang dengan
RAPBN tsb. Beberapa hari kemudian para pemimpin negara industri membujuk
Presiden RI untuk tunduk pada ketentuan IMF. 15 Januari 1998 Presiden RI
menandatangani 50 butir ketentuan IMF dan berjanji untuk merevisi RAPBN
(padahal hanya DPR yang berhak menerima, menolak atau merevisi RAPBN
untuk menjadi APBN yang akan resmi berlaku mulai 1 April 1998). Tidak sampai
kebijaksanaan
moneter).
IMF
kembali
terprovokasi
dan
Pro CBS
Menurut Prof. Steve Hanke (pakar ekonomi dari John Hopkin University,
pendisain CBS utk Indonesia), krisis di Indonesia disebabkan oleh tingginya
harga dolar AS; oleh karena itu kurs dolar AS harus turun dan tidak boleh ada
fluktuasi kurs lagi. Argentina, Bulgaria dan Estonia dapat memulihkan krisis
ekonomi setelah CBS diterapkan. Menurutnya, CBS akan membelenggu BI
yang selama ini tidak mampu secara optimal mengelola sistim perbankan
sehingga pemberian kredit tidak terkendalikan.
Pada hakekatnya CBS akan mematok kurs Rupiah thdp dolar AS pada
nilai kurs tertentu sehingga tidak ada lagi fluktuasi nilai kurs. Jumlah uang
beredar M2 (jumlah uang kertas, uang logam, rekening koran dan deposito
jangka pendek) saat ini sebesar Rp. 340 triliun,-. Berdasarkan statistik moneter,
menurut mereka yang pro CBS, berpendapat bahwa maksimal hanya sekitar
30% M2 akan ditukarkan ke dolar AS jika kurs dolar turun sampai Rp. 5000,-.
Andai kata 30% dari M2 ditukar kedalam dolar AS saat CBS dilansir, maka
dolar AS yang dibutuhkan paling tidak $AS 20,4 milyard,-. Menurut pengakuan
pemerintah, saat ini BI menyimpan cadangan sebesar 21 milyard dolar AS; jadi
penerapan CBS sangat relistis. Jika CBS dapat bertahan sampai sedikitnya 6
bulan, maka kepercayaan thdp Rupiah akan lambat laun kembali pulih, investor
luar negri maupun dalam negri akan kembali menjalankan produksinya
sehingga lapangan pekerjaan akan terbuka kembali. Pendukung CBS a.l: Peter
Gontha (CEO Bimantara Group), Dr. Marie Pangestu (pakar ekonomi CSIS), Dr.
Rizal Ramli (CEO Econit) dan Dr. Kwik Kian Gie (penulis tetap bidang ekonomi
di harian Kompas). Dengan demikian Presiden RI benar bahwa "badai pasti
berlalu!" Jika benar demikian maka pemerintahan orde baru akan kembali
memperoleh banyak dukungan politik baik oleh pihak luar maupun dalam negri
sehingga reform politik akan semakin sulit dilakukan.
Jika
menerapkan
CBS,
maka
pemerintah
harus dapat
memperbaiki
Nilai Rupiah terhadap Dolar tetap, stabilitas nilai tukar (kurs) dapat permanen
dipertahankan (Berliner Zeitung, 20.02.1998; Tempo Interaktif Edisi 50/02,
14.02.1998)
Menyelamatkan
perusahaan-perusahaan
di
Indonesia
diterpa
badai
kebangkrutan, karena itu perlu nilai Rupiah 5.000,00 s/d 6.000,00 per Dolarnya
(Reuter, 24.02.1998)
Perlu dibentuk Dewan Mata Uang (Warta Ekonomi, 23 Februari 1998, Suara
Pembaharuan, 26.02.1998)
2. Kontra CBS
Konsep CBS mendapat serangan keras terutama dari IMF, WB, para
mentri keuangan G7, menkeu negara industri partner dagang Indonesia dan
pakar ekonomi Indonesia a.l yaitu Prof. Emil Salim, Dr. Sri Mulyani (direktur
LPEM-FEUI), Faisal Basri MA (staf pengajar pada pasca sarjana FEUI) dan
Frans Seda (mantan mentri keuangan kabinet pembangunan). Menurut para
ahli, ekonomi Indonesia masih sangat tergantung pada import sehingga current
account selalu dalam keadaan defisit yang semakin membesar (menurut pidato
Presiden dalam SU MPR tanggal 1 Maret 1998 defisit current account
mencapai 8,1 milyard dolar AS!), dan lagi hutang LN sudah jauh melampaui
$AS 100 milyard. Oleh sebab itu cadangan devisa akan selalu terkuras (yang
menyebabkan kecenderungan naiknya karga dolar AS di pasaran devisa
Indonesia) sehingga mendorong para spekulan untuk memborong dolar AS.
Dalam resesi seperti sekarang, arus modal asing dalam bentuk dolar AS
menurun drastis sehingga banyak yang meragukan apakah cadangan dolar AS
pemerintah RI (notabene BI) cukup tersedia untuk keperluan2 impor,
pembayaran hutang LN baik swasta maupun negara, tujuan2 spekulasi dan
pelarian modal. Kalaupun ada, patut dipertanyakan tingkat likwiditas cadangan
tsb (apakah semuanya dalam bentuk $AS? Bagaimana dengan cadangan mata
uang kuat lainnya seperti Poundsterling, DM atauYen?). Selain itu apakah
bentuk cadangan itu berupa kredit (stand by loan) dari fihak LN atau kredit tunai
yang sudah dicairkan (disbursed loan).
Kekhawatiran lain (jika ada kepastian bahwa CBS akan dijalankan)
adalah diborongnya rupiah pada kurs dolar Rp 8000,- atau Rp 9000,- oleh para
spekulan yang saat ini memegang dolar AS untuk nanti ditukarkan ke dolar AS
pada kurs CBS $AS 1,- = Rp 5000,-. Sementara itu rupiah akan terkuras dari
sistim perbankan nasional yang mengakibatkan meroketnya suku bunga.
Tingginya suku bunga akan menahan kegiatan investasi sehingga resesi
ekonomi semakin memburuk. Memburuknya ekonomi karena rendahnya
investasi akan mempersulit ekspor (apalagi struktur ekspor non migas
Indonesia yang tergantung pada impor barang modal, bahan baku penolong
dan kapital asing) sehingga dengan sendirinya pemasukan devisa akan
berkurang (saat ini harga minyak dunia sedang turun drastis, apalagi nanti jika
Irak diizinkan menaikan quota ekspor minyaknya).
Dengan direbutnya fungsi BI oleh CBS maka bagaimana penyaluran
kredit berskala mini untuk pengusaha kecil, petani kecil dan nelayan kecil yang
selama ini ditangani BI? Pendek kata, dilihat dari kwalitas cadangan devisa dan
struktur
ekonomi
Indonesia,
maka
eksistensi
CBS
sangat
diragukan
perekonomian
Indonesia
tidak
hanya
sedangkal
kajian yang mendalam untuk melihat kondisi prasyarat dari CBS. Syarat utama
CBS adalah kecukupan cadangan devisa untuk menjamin kestabilan kurs dan
pemerintah tidak boleh menijeksi dana lagi ke sistem perbankan, Kita jangan
terpaku kepada CBS atau bukan CBS. Tetapi lihatlah secara makro.
Bagaimana mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah
Tempo interkatif 20 Februari 1998
lah
pelunasan
utang-piutang
bank-
bank
tersebut.
Dananya?
Bank Indonesia tak berfungsi lagi alias BI silahkan dibubarkan sazaa, seperti BI
membubarkan bank-bank milik Cendana (Warta Ekonomi, 23 Februari 1998)
Anu ya..., kok cara-caranya mirip Komunis to. Pas Orde Lama Lama
mengalami krisis, eee ada Dewan Jenderal, sebagai pelengkap Gestapu. (Siar
24 Februari 1998)
Melawan IMF, Bank Dunia dan menolak G-7 alias Gestapu (Gerakan
Sekongkolan Tujuh Aliansi Penguasa Uang). Dana 43 Milyar Dolar AS nggak
turun.
(Media
Indonesia
24.02.1998,
Berliner
Zeitung
17.02.1998,Handelsblatt 24.02.1998)
terbesar didunia, tapi harga kertas dalam negri sangat mahal sehingga banyak
perusahaan koran/penerbit buku yang terpaksa gulung tikar). IPTN, yaitu
proyek BJ.Habibie yang tidak simpatik bagi pasar devisa juga dinyatakan terus
berjalan. Monopol cengkeh BPPC yang dikehendaki oleh IMF untuk dihentikan
ternyata terus beroperasi.
Provokasi yang paling frontal adalah signal akan diterapkannya CBS di
Indonesia sekalipun IMF, WB dan segenap pimpinan negara2 industri
menentangnya secara keras. Polemik CBS mendominasi topik media massa
manapun yang meliput Indonesia. Belum lama sebelum itu, yaitu sepanjang
bulan Desember 1997 tema pokok media massa adalah keadaan kesehatan
dan kesenjaan usia Presiden Suharto. Kurs dolar naik ketika itu akibat pasar
merasa ragu apakah Presiden RI dalam waktu dekat masih mampu
menjalankan kewajibannya sebagai Presiden RI.
Selain itu suksesi di Indonesia masih belum ada kejelasan. 15 Januari
1998 untuk pertama kali Presiden langsung berdialog dengan para wartawan di
kediamannya (sebelumnya hanya terjadi di pesawat udara) dan sekaligus
membantah issue ttg memburuknya keadaan kesehatannya. Dikokohkannya
BJ.Habibie sebagai kandidat wapres, diangkatnya Jend Wiranto (mantan
ajudan Presiden 1988-1993) sebagai Pangab, diangkatnya Sugiono sebagai
KASAD
(mantan
komandan
Pasukan
Pengawal
Presiden)
serta
ekonomi
negara2
industri)
dan
meningkatnya
Organisasi yang efektif dan efisien merupakan kunci dalam politik (Korea
Utara, Myanmar atau Vietnam sejak lama dilanda kemiskinan tapi reform politik
tidak kunjung tiba karena militer dan birokrasi disana lebih terorganisir dari
masyarakat madaninya). Presiden pada pidato SU 1 Maret 1998 memberikan
indikasi bahwa di satu pihak program paket IMF gagal mengatasi krisis, dilain
pihak persiapan CBS belum meyakinkan. Oleh karena itu menurutnya
diperlukan jalan tengah (IMF plus) untuk keluar dari krisis. Utusan pribadi
Presiden AS Walter Mondale mencoba menekankan dilaksanakannya paket
IMF dia juga mengatakan bahwa misinya tidak untuk menghimbau Presiden RI
untuk "lengser ke prabon"!. Yang jelas, masyarakat kecil yang merupakan
majoritas penduduk Indonesia secara umum keadaanya semakin memburuk;
Presiden RI sampai kini berhasil menggunakan krisis ekonomi untuk
menstabilisir posisinya, dimana CBS merupakan salah satu modusnya.
III.
Akhirnya,
pilihan
antara
kurs
mengambang
dan
tetap
tidaklah
sesederhana seperti yang kita lihat pertama kali. Selama periode kurs tetap,
negara-negara bisa mengubah nilai mata uang mereka jika dapat mengatasi
konflik tingkat bunga yang ada dengan tujuan-tujuan lain. Selama periode kurs
mengambang, negara-negara sering menggunakan target formal atau targer
informal untuk kurs ketika memutuskan apakah perlu memperbanyak atau
mengurangi jumlah uang beredar. Kita jarang menemukan kurs yang seutuhnya
tetap atau seutuhnya mengambang. Apalagi di bawah kedua sistem, stabilitas
kurs biasanya adalah salah satu diantara banyak tujuan bank sentral.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.oocities.org/apii-berlin/cbs1_7.html
http://sondi325.blogspot.co.id/2008/05/imf-dan-cbs.html
https://ginayuputri.wordpress.com/2015/04/30/kilas-balik-krisis-ekonomi-19971998/
https://id.wikipedia.org/wiki/Rupiah