PENYAJIAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. A
Usia : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Kp. Parungseah RT 004/006
Tanggal Masuk : 22 Agustus 2016
Tanggal Pemeriksaan : 26 Agustus 2016
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan dengan metode autoanamnesis dan alloanamnesis pada anak pasi
en
serta mendapatkan data primer melalui data rekam medis Rumah Sakit R. Syamsudin
SH,
Sukabumi.
KELUHAN UTAMA
Pasien dirujuk dari RS Secapa untuk melakukan operasi.
KELUHAN TAMBAHAN
BAB berdarah sejak 1.5 tahun SMRS.
BAB tidak terkontrol sejak 1 tahun SMRS.
Nyeri perut dan nyeri pada anus saat BAB sejak 2 bulan SMRS.
Satu tahun SMRS, pasien masih mengalami gejala BAB berdarah, namun saat ini BAB
menjadi tidak terkontrol. BAB keluar terus menerus sehingga pasien harus memakai
popok/kain.
BAB berwarna merah kecoklatan, konsistensi cair, terkadang disertai lendir. Pasi
en juga
mengalami penurunan nafsu makan, mual, namun tidak muntah. Pasien mengira penyak
it
tersebut hanya wasir, sehingga pasien tidakberobat.
Dua bulan SMRS, gejala yang dialami pasien semakin buruk dan pasien merasa nyeri
perut dan nyeri anus setiap kali pasien BAB. Pasien segera berobat ke RS Secapa,
dan pasien
didiagnosis tumor rectum. Pasien disarankan untuk menjalani operasi tetapi pasie
n menolak. Dua
minggu SMRS, nyeri perut yang dialami pasien semakin hebat, sehingga pasien memu
tuskan
untuk berobat ke RSUD Syamsudin SH. Sejak gejala pertama kali muncul hingga saat
ini pasien
mengalami penurunan berat badan 10 kg.
RIWAYAT KEBIASAAN
. Pasien memiliki riwayat merokok sejak 40 tahun yang lalu. Pasien dapat menghab
iskan
2 bungkus/hari. Pasien berhenti merokok sejak 2 bulan yang lalu.
. Riwayat minum alkohol disangkal.
. Pasien tidak suka mengonsumi buah dan sayur.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
.
.
.
.
.
.
Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat
PEMERIKSAAN FISIK
.
.
.
.
. Pemeriksaan Neurologis
A. Kesadaran: Compos mentis
B. Rangsang meningeal:
Kaku kuduk (-), Tes kernig (-), Brudzinski 1 dan 2 (-)
C. Refleks
Refleks fisiologis: biceps ++/++, triceps ++/++,
patella ++/++, achilles ++/++
Refleks patologis: babinski -/-, chaddock -/-, schaeffer -/-, gordon -/D. Saraf kranialis
o N I : normosmia
o N II & III : pupil isokor 3 mm/3mm, refleks cahaya langsung +/+,
mengunyah baik
o
o
o
o
o
N
N
N
N
N
E. Motorik:
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 22 Agustus 2016 pk. 11.02
Jenis
Hasil
Normal
Satuan
Hemoglobin
6,3
13
17
g/dl
Leukosit
6.700
4.000
10.000
/l
Hematokrit
20
40
54
%
Eritrosit
2,5
4,4
6,6
juta/ l
MCV
80
80
100
fL
MCH
25
26
34
Pg
MCHC
32
32
36
g/dL
Trombosit
655.000
150.000
450.000
/l
Gula Darah Sewaktu
79
<140
mg/dl
BT
1
1
menit
CT
7
5
15
menit
Ureum
14
19
43
mg/dl
Kreatinin
1,26
0,66
1,25
mg/dl
Natrium
135
137
150
mmol/dl
Kalium
4,6
3,5
5,5
mmol/dl
Kalsium
7,4
8
10,4
mg/dl
Klorida
103
94
108
mmol/dl
17
g/dl
Leukosit
10.600
4.000
10.000
/l
Hematokrit
25
40
54
%
Eritrosit
3,2
4,4
6,6
juta/ l
MCV
80
80
fL
MCH
100
26
26
34
Pg
MCHC
33
32
36
g/dL
Trombosit
439.000
150.000
/l
450.000
17
g/dl
Leukosit
16.600
4.000
10.000
/l
Hematokrit
30
40
54
%
Eritrosit
3,8
4,4
6,6
juta/ l
MCV
80
80
100
fL
MCH
26
26
Pg
MCHC
34
33
32
36
g/dL
Trombosit
446.000
150.000
450.000
/l
Gula Darah Sewaktu
102
<140
mg/dl
17
g/dl
Leukosit
15.800
4.000
10.000
/l
Hematokrit
31
40
%
54
Eritrosit
3,8
4,4
6,6
juta/ l
MCV
81
80
100
fL
MCH
28
26
34
Pg
MCHC
34
32
36
g/dL
Trombosit
357.000
150.000
450.000
/l
Gula Darah Sewaktu
77
<140
mg/dl
DIAGNOSIS
. Laki-laki, usia 65 tahun, dengan:
- Post MILES dan kolostomi atas indikasi Ca rectum 1/3 distal POD-3
- Malnutrisi
TATALAKSANA
Pro-op MILES dan kolostomi
Instruksi Post-Op
.
.
.
.
.
PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
Adenokarsinoma pada kolon dan rectum merupakan kanker tersering pada traktus
gastrointestinal, juga kasus kanker baru tersering ke 3 di Amerika Serikat, sela
in itu juga menjadi
penyebab kematian oleh kanker ke 3 pada pria (setelah kanker prostat dan kanker
paru-paru) dan
wanita (setelah kanker payudara dan kanker paru-paru). Pada tahun 2015, diperkir
akan telah
terdiagnosa 106.100 kasus baru kanker kolon dan 40.870 kasus baru kanker rectum.
Sebagian
besar terdiagnosa pada laki-laki. Risiko kanker kolorektal di Amerika Serikat se
kitar 5,51 %
pada laki-laki (1 dari 18 laki-laki) dan 5,10% pada perempuan (1 dari 20 perempu
an). Risiko
meningkat seiring bertambahnya usia, 90% kasus baru terdiagnosa pada pasien beru
sia di atas 50
tahun. Walaupun demikian, terdapat peningkatan 5-year survival rate untuk kanker
kolon dan
rectum, dimana 5-year survival rate untuk kanker kolon menurun dari tahun 1975-1
977 (52%),
1984-1986 (59%), dan 1996-2004 (65%), sedangkan 5-year survival rate untuk kanke
r rectum
menurun dari tahun 1975-1977 (49%), 1984-1986 (57%), dan 1996-2004 (67%).1,2
Kanker kolorektal terjadi secara pola herediter, sporadic, dan familial. Kanker
kolorektal
yang herediter memiliki karakteristik pasien dengan riwayat keluarga, onset pada
usia muda, dan
memiliki tumor spesifik lainnya, seperti Familial Adenomatous Polyposis (FAP) da
n Hereditary
Non-Polyposis Colorectal Cancer (HNPCC). Kanker kolorektal sporadic memiliki kar
akteristik
pasien tanpa riwayat keluarga, biasanya onset pada usia lanjut (60-80 tahun), da
n lesi kanker /
tumor hanya pada kolorektal. Kanker kolorektal familial memiliki konsep dimana t
erjadi
peningkatan risiko kanker kolorektal pada pasien dengan riwayat keluarga kanker
kolorektal,
seperti kasus pertama pada keluarga dengan onset usia muda (< 50 tahun), hubunga
n kekerabatan
yang dekat (first degree relative), dan banyaknya anggota keluarga dengan kanker
kolorektal.2
tahun. Kanker dapat terjadi pada 8-30% pasien setelah IBD terjadi selama lebih d
ari
25 tahun. Gejala seperti diare berdarah, keram abdomen, dan gejala obstruksi dap
at
menjadi tanda terbentuknya tumor, walaupun gejala tersebut sama dengan gejala
IBD yang eksaserbasi.
. Faktor lainnya seperti pasien dengan ureterosigmoidostomy, akromegali, dan
adanya terapi radiasi pelvis.
Beberapa jalur genetik yang mendasari proses pembentukan kanker kolorektal : 1,2
1. Instabilitas kromosom (80% kasus)
Instabilitas kromosom merupakan proses yang dihasilkan dari akumulasi inaktivasi
tumor
suppressor genes dan aktivasi proto-oncogenes. Perkembangan tumor melalui jalur
ini
diakibatkan mutasi dari gen Adenomatous Polyposis Coli (APC), p53, gen K-ras,
kehilangan allel 18q, dan aneuploidy. Gen APC merupakan tumor suppressor gene.
Mutasi kedua allel akan menyebabkan pembentukan polip. Inaktivasi gen APC saja t
idak
cukup untuk menyebabkan karsinoma. Selanjutnya, terjadi aktivasi gen K-ras (prot
ooncogenes). Mutasi satu allel gen K-ras dapat menyebabkan gangguan siklus sel ak
ibat
aktivasi G-protein secara permanen. Hal ini berujung pada proliferasi tidak terk
ontrol.
Selain itu, pada regio kromosom 18q terdapat 2 tumor suppressor genes, DCC dan
SMAD4. Delesi pada kromosom 18q dapat menyebabkan hilangnya salah satu atau kedu
a
tumor suppressor genes.
2. Instabilitas mikrosatelit (20% kasus)
Instabilitas mikrosatelit diakibatkan adanya kesalahan dalam repair DNA selama
replikasi DNA. Beberapa gen sudah teridentifikasi dalam perannya untuk mengenali
dan
memperbaiki kesalahan dalam replikasi DNA, mencakup MSH2, MLH1, PMS1, PMS2,
MSH6/GTBP. Akumulasi kesalahan dalam replikasi DNA menyebabkan proses
karsinogenesis. Tumor yang diakibatkan melalui jalur instabilitas mikrosatelit b
iasanya
menyebabkan kanker kolon kanan dan memiliki DNA diploid, memiliki prognosis yang
lebih baik dibandingkan tumor yang disebabkan oleh jalur instabilitas kromosom
(biasanya pada kolon distal, prognosis lebih buruk).
3. Metilasi gen
Pada sel normal, proses metilasi penting dalam regulasi ekspresi gen. Pada kanke
r,
metilasi terjadi secara menyimpang (hiper / hipometilasi), biasanya pada regio p
romoter,
sehingga menyebabkan aktivasi / inaktivasi gen secara abnormal. Proses ini biasa
nya
berkaitan dengan serrated polyps.
Gambar 2. Adenokarsinoma yang berbentuk anular dan konstriktif pada kolon kiri,
membentuk gambaran apple-core / napkin-ring .
Kanker yang berlokasi di rectosigmoid dapat bermanifestasi hematochezia, tenesmu
s,
nyeri pada saat defekasi, dan ukuran feses yang kecil-kecil. Anemia jarang ditem
ukan. Pasien
C:\Users\USER\Downloads\photo 1 (4).PNG
akan datang ke dokter dengan dugaan awal terjadinya hemorrhoid akibat terjadinya
hematochezia. Lesi lebih mudah dideteksi dengan melakukan pemeriksaan rectum dan
proctosigmoidoscopy. 2,3
D:\COAS\Bedah\images (5).jpg
D:\COAS\Bedah\images (4).jpg
Gambar 3. Pemeriksaan Barium Enema
3. Endoskopi
A. Kolonoskopi
Kolonoskopi merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosis karsinoma kolon.
Kolonoskopi dapat memberikan gambaran seluruh kolon secara menyeluruh untuk
mendekteksi adanya polip (< 1 cm) atau kanker, memfasilitasi dilakukannya biopsi
untuk
mengkonfirmasi diagnosis, polipektomi, kontrol perdarahan, dan dilatasi striktur
.
Kolonoskopi dilakukan setelah kanker dideteksi dengan pemeriksaan barium enema,
dengan tujuan untuk melakukan biopsi serta mendeteksi sekaligus mengangkat polip
Kecil yang mungkin terlewat pada pemeriksaan kontras.1,2 Kekurangan dari kolonos
kopi
adalah dibutuhkan bowel preparation, membutuhkan sedasi karena tidak nyaman, mah
al,
dan membutuhkan ahli yang terlatih.1
Gambar 4. Kolonoskopi
C:\Users\USER\Downloads\photo 3 (5).PNG
B. Flexible/ rigid proctoscopy
Pemeriksaan ini dilakukan pada kanker rektum untuk menilai ukuran, lokasi, morfo
logi,
histologi, dan fiksaasi dari tumor.
C. Sigmoidoskopi dan anuskopi
4. Endorectal ultrasonography
Endorectal ultrasonography biasanya digunakan pada kanker rektum untuk memperkir
akan
stadium kanker (ultrasound stadium) saat preoperatif.
karsinoma rektal T3
2.6 Staging
2.7 Tatalaksana
Karsinoma kolon
Tujuan terapi karsinoma kolon adalah untuk mengangkat tumor primer beserta denga
n
suplai limfovaskularnya (lifadenektomi regional), dan mengembalikan kontinuitas
saluran cerna
melalui anastomosis 1,2. Organ sekitar atau jaringan, seperti omentum, yang terl
ah terinvasi juga
harus direseksi secara en bloc bersama dengan tumor. Bila seluruh tumor tidak da
pat diangkat,
maka prosedur paliatif dapat dipertimbangkan. Berikut adalah tatalaksana karsino
ma kolon
sesuai dengan staging: 1
C:\Users\USER\Downloads\photo 1 (3).PNG
. Stadium 0 (Tis, N0, M0)
Polip dengan karsinoma in situ (high-grade dysplasia) tidak memiliki risiko meta
stasis ke
nodus limfe, namun memiliki risiko tinggi ditemukannya karsinoma invasif diantar
a polip
tersebut. Maka dari itu, polip sebaiknya di eksisi dan tepi patologis bebas dari
displasia.
Sebagian besar pedunculated polyp dan sessile polyp dapat dieksisi melalui endos
kopi.
Setelah dilakukan eksisi, pasien sebaiknya melakukan kolonoskopi untuk memastika
n tidak
terjadi rekurensi dan tidak terbentuk karsinoma invasif.
C:\Users\USER\Downloads\photo 2 (4).PNG
Hemikolektomi sinistra merupakan prosedur pilihan untuk tumor pada kolon desende
ns.
Pada prosedur ini dilakukan resesksi dari fleksura splenika hingga rectosigmoid
junction. 2
Tumor pada kolon kiri seringkali menyebabkan obstruksi total, dimana pada keadaa
n ini
anastomosis primer cenderung dihindari karena risiko terjadinya kebocoran pada
anastomosis tersebut. Maka dari itu, pasien ini sebaiknya di terapi dengan resek
si segmen
kolon dimana terdapat kanker yang menyumbat, lalu distal sigmoid/rektum dijahit,
dan
dilakukan kolostomi ( Hartmann s operation).
Sigmoidektomi dilakukan bila tumor terdapat pada kolon sigmoid.
Abdominal kolektomi (subtotal colectomy/ total colectomy) merupakan prosedur
pengangkatan seluruh kolon dari ileum hingga rektum. Prosedut ini dapat dilakuka
n apabila
terdapat kanker yang mengobstruksi pada kolon sigmoid. Segmen kolon yang mengand
ung
tumor dan seluruh kolon proksimal dari tumor akan direseksi, lalu dilanjutkan de
ngan
pembentukan anastomosis antara ileum dan kolon sigmoid distal/rektum (subtotal
colectomy dan ileosigmoid/ileorectal anatomosis). 2
C:\Users\USER\Downloads\photo 2 (5).PNG
tahap. Semua pasien ini membutuhkan kemoterapi adjuvan. Lokasi tersering kedua u
ntuk
metastasis adalah paru, terjadi pada 20% pasien dengan karsinoma kolorektal. Nam
un
hanya sedikit dari pasien ini yang dapat dilakukan reseksi.
Selebihnya, pasien dengan karsinoma kolon stadium IV tidak dapat disembuhkan den
gan
terapi pembedahan, maka dari itu, terapi akan terfokus pada terapi paliatif. Beb
erapa
metode paliatif yang dapat dilakukan adalah stenting usus dan stoma/bypass untuk
mengatasi obstruksi, angiographic embolization untuk mengontrol perdarahan, dan
external beam radiation. 1
Intestinal Stoma
Stoma adalah artificial opening dari saluran intestinal atau saluran kemih ke di
nding abdomen.
1. Kolostomi
Kolostomi adalah anastomosis antara kolon dan kulit dinding abdomen. Kolostomi d
ata
bersifat sementara atau permanen, tergantung dari penyakit dan kondisi mengapa
kolostomi tersebut dibuat.
End Descending Colostomy. Secara umum, lokasi kolostomi lebih baik dilakukan pad
a
kolon descendens dibandingkan dengan sigmoid. Indikasi tersering dilakukannya en
d
descending colostomy adalah reseksi abdominoperineal pada kanker rektum. Pada te
knik
ini kolon dilepaskan dari dinding abdomen posterior dan fascia pre renal sehingg
a kolon
terletak di anterior usus halus. Kemudian close-end dari kolon desenden dibawa m
elalui
aperture dinding abdomen yang telah dibuat sebelumnya, lalu dinding kolon di
aproksimasi dengan kulit menggunakan jahitan interrupted absorbable sutures. 2
C:\Users\USER\Downloads\photo 3 (4).PNG
C:\Users\USER\Downloads\photo 3 (4).PNG
C:\Users\USER\Downloads\photo 4 (3).PNG
Loop Colostomy. Kolostomi loop yang umum dilakukan adalah transverse loop
colostomy. 2
2. Ileostomi
Ileostomi merupakan penggabungan ileum dengan kulit dinding abdomen. Seperti
kolostomi, ileostomi dapat dilakukan dengan end stoma atau loop. Ileostomi loop
sementara dapat digunakan untuk proteksi anastomosis distal seperti coloanal
anastomosis pada pasien kanker rektum yang menjalani kemoterapi preoperatif. Ile
ostomi
end diperlukan jika kolon dan rektum harus diangkat dan sfingter anus tidak dapa
t
dipreservasi. Indikasi tersering dari end ileostomy permanen adalah Chron s diseas
e
dengan keterlibatan anorektum yang berat. 2
C:\Users\USER\Downloads\photo 5 (3).PNG
C:\Users\USER\Downloads\photo 5 (3).PNG
Gambar 12. Ileostomi
C:\Users\USER\Downloads\photo 5 (2).PNG
Karsinoma rektum
Eksisi lokal juga dapat dilakukan sebagai terapi paliatif pada pasien stadium la
njut
dengan penyakit komorbid, dimana operasi yang ekstensif dapat menyebabkan pening
katan
morbiditas dan mortalitas. Tujuan dari eksisi lokal adalah eksisi seluruh karsin
oma dengan
tepi bebas massa tumor. Eksisi lokal bukan terapi yang adekuat untuk karsinoma r
ektal T2,
sehingga dibutuhkan terapi tambahan seperti radioterapi adjuvant plus kemoterapi
atau eksisi
radikal (reseksi abdominoperineal atau reseksi anterior rendah). 2
3. Fulgerasi
Fulgerasi merupakan teknik yang menggunakan alat elektrokauter untuk mengeradika
si
tumor. Arus listrik akan menyebabkan terbentuknya full-thickness eschar pada are
a tumor.
Prosedur ini hanya dapat digunakan pada lesi dibawah peritoneal reflection. Pada
teknik ini
tidak dapat dilakukan pemeriksaan histopatologik.
Prosedur ini digunakan pada penderita yang beresiko tinggi untuk menjalani
pembedahan dan harapan hidup yang terbatas. Komplikasi yang dapat timbul antara
lain
adalah demam dan perdarahan yang masih dapat terjadi hingga 10 hari setelah oper
asi.
C:\Users\USER\Downloads\photo 4 (2).PNG
C:\Users\USER\Downloads\photo 3 (3).PNG
Gambar 14. Anastomosis kolon desendens dan rektum, teknik J pouch
2.8 Follow-Up
Pasien karsinoma kolorektal yang telah diterapi akan tetap berisiko terjadinya r
ekurensi
(lokal atau sistemik) atau metastasis. Secara teoritis, metastasis kanker dapat
dicegah dengan
kolonoskopi surveillance untuk mendeteksi dan mengangkat polip sebelum polip ter
sebut
berkembang menjadi karsinoma invasif. Kolonoskopi dilakukan dalam waktu 12 bulan
setelah
diagnosis ditegakkan. Bila hasil normal, maka kolonoskopi diulang setiap 3 hingg
a 5 tahun.
Rekurensi pada umumnya terjadi dalam jangka waktu 2 tahun setelah diagnosis, mak
a
surveillance harus fokus pada periode ini. Pasien yang telah menjalan reseksi lo
kal tumor rektum
sebaiknya melakukan pemeriksaan endoskopik setiap 3
6 bulan selama 3 tahun, kemu
dian
setiap 6 bulan selama 2 tahun. Surveillance yang lebih intensif ditujukan untuk
pasien dengan
risiko tinggi sindrom HNPCC atau kanker T3,N+.1
2.9 Prognosis
Prognosis karsinoma kolon bergantung pada ada tidaknya metastasis jauh, yakni
bergantung pada klasifikasi penyebaran tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Pa
da tumor yang
terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka kelangsungan hidup lima tahun
adalah 80%,
yang menembus dinding tanpa penyebaran 75%, dengan penyebaran kelenjar 32%, dan
dengan
metastasis jauh 1%. Bila disertai diferensiasi sel tumor buruk, prognosisnya aka
n sangat buruk.4
C:\Users\USER\Downloads\photo 2 (6).PNG
Tabel 2. Angka kelangsungan hidup 5 tahun berdasarkan staging TNM
Tabel 3. Rekurensi lokal dan survival menurut American Joint Committee on Cancer
Staging
2.10 Screening
Tabel 4. Keuntungan dan kerugian modalitas screening untuk individu asimptomatik
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi F.C et all, ed. Schwartz s Principles of Surgery. 10th edition. New
York: McGrawHill. 2015: 241-246.
2. McGrath MH, Pomerantz JH. Plastic Surgery. Sabiston Textbook of Surgery. Twen
tieth
edition. Canada: Elsevier. 2016.
3. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al., ed
itors.
Harrison s principles of internal medicine. 19th ed. New York: McGraw Hill; 2014.
4. De Jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005