LP Rhinitis Fix
LP Rhinitis Fix
I.
KONSEP DASAR
1. Pengertian
Rhinitis adalah peradangan pada lapisan rongga hidung yang bisa
disebabkan karena gejala alergi dan bisa juga disebabkan bukan karena alergi
(Non-Alergi). Sedangkan untuk rhinitis non-alergi bisa disebabkan oleh
alergen tertentu namun bukan karena faktor alergi, meskipun gejalanya sama
seperti gejala rhinitis alergi.
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh
reaksi alergi pada pasien-pasien yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah
tersensitisasi atau terpapar dengan allergen (zat/materi yang menyebabkan
timbulnya alergi) yang sama serta meliputi mekanisme pelepasan mediator
kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen yang serupa (Von
Pirquet, 1986).
Rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala
bersin-bersin, keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar dengan allergen yang mekanisme ini diperantarai oleh
IgE (WHO ARIA tahun 2001).Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan )
pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 ).
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung ( Dorland, 2002).
Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk
menunjukkan setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun
atau musiman. (Dorland,2002 ).
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh
perempuan dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi
mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti:
debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara.
2. Klasifikasi
Berdasarkan sifat berlangsungnya :
Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, pollinosis). Hanya
ada di Negara yang memiliki 4 musim. Alergen penyebabnya
spesifik, yaitu tepung sari dan spora jamur.
Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial)
3. Etiologi
Inhalan : masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu
rumah, virus,serbuk sari, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang
serta jamur
Ingestan : masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu,
telur, coklat, ikan dan udang
Injektan : masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau
sengatan lebah
Kontaktan : masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik atau perhiasan
4. Patofisiologi
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan
tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2
fase yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat
(RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam
setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat
(RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase
hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag
atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC)
akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung.
Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan
bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC
kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan
pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti
interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi
Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5,
dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel
limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi
imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan
diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator)
sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang
menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah
tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan
mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel)
mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah
terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga
dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2),
Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet
Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF
(Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah
yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus
sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin
juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami
hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore.
Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain
histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan
pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion
Molecule 1 (ICAM1).
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik
yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target.
Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan
mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan
penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil,
basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3,
IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF)
dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau
hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator
inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP),
Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan
Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen),
iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok,
bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi
(Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad)
dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga
pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan
infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung.
Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan
serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terusmenerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi
perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan
hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan
masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar
terdiri dari:
Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini
bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak
berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon
sekunder.
Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga
kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya
dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi
selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem
imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.
Respon tersier.
Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh.
Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya
eliminasi Ag oleh tubuh.
Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe,
yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2
atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau
reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis
kerusakan jaringan yang banyak dijumpai di bidang THT adalah tipe 1,
yaitu rinitis alergi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).
5. Manifestasi Klinis
Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
(umumnya bersin lebih dari 6 kali).
Hidung tersumbat
Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan
alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih
keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi
hidung atau infeksi sinus.
Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan
tenggorok.
Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.
Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang
berulang-ulang terutama pada pagi hari, atau bila terdapat kontak dengan
sejumlah debu. Sebenarnya bersin adalah mekanisme normal dari hidung
untuk membersihkan diri dari benda asing, tetapi jika bersin sudah lebih dari
lima kali dalam satu kali serangan maka dapat diduga ini adalah gejala rhinitis
alergi. Gejala lainnya adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak.
Hidung tersumbat, mata gatal dan kadang-kadang disertai dengan keluarnya
air mata.
6. Pemeriksaan Penunjang
In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat.
Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent
test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi
pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis
alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna
adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA
(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi
hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna
sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah
banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5
sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika
7. Penatalaksanaan
Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan
allergen penyebab
Pengobatan, penggunaan obat antihistamin H-1 adalah obat yang
sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi atau
dengan kombinasi dekongestan oral. Obat Kortikosteroid dipilih jika
gejala utama sumbatan hidung akibat repon fase lambat tidak berhasil
diatasi oleh obat lain
Tindakan Operasi (konkotomi) dilakukan jika tidak berhasil dengan
cara diatas
Penggunaan Imunoterapi.
Pemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal
antara lain :
Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang.
Tidak menimbulkan takifilaksis.
Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal.
Meskipun demikian pilihan terapi harus dipertimbangkan dengan
kriteria yang lain.
Kortikosteroid intramuskuler
dan
intranasal
tidak
dianjurkan
generasi
kedua
yaitu
setirizin/levosetirizin
dan
terhadap kongesti hidung. Efeknya akan terlihat setelah 6-12 jam, dan
efek maksimal terlihat setelah beberapa hari.
Kortikosteroid topikal hidung pada anak masih banyak
dipertentangkan karena efek sistemik pemakaian lama dan efek lokal
obat ini. Namun belum ada laporan tentang efek samping setelah
pemberian kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid
topikal hidung dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa dan
dianjurkan sekali sehari pada waktu pagi hari. Obat ini diberikan pada
kasus rinitis alergik dengan keluhan hidung tersumbat yang menonjol.
4) Kortikosteroid oral/IM
Kortikosteroid oral/IM (misalnya deksametason, hidrokortison,
metilprednisolon,
prednisolon,
prednison,
triamsinolon,
dan
Pemberian
memungkinkan,
jangka
pendek
kortikosteroid
mungkin
intranasal
diperlukan.
digunakan
Jika
untuk
samping.
Dekongestan oral
Dekongestan oral seperti efedrin, fenilefrin, dan pseudoefedrin,
merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala
kongesti hidung. Penggunaan obat ini pada pasien dengan penyakit
jantung harus berhati-hati. Efek samping obat ini antara lain hipertensi,
berdebar-debar, gelisah, agitasi, tremor, insomnia, sakit kepala,
dan
xilometazolin)
juga
merupakan
obat
dapat
8. Komplikasi
Polip hidung
Otitis media
Sinusitis paranasal. (Mansjoer, 2001 : 107)
II.
A.
penyakit THT.
Riwayat Keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga sebelumnya yang
hidung.
Adanya nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal
crease) yang melalui setengah bagian bawah hidung akibat
kebiasaan menggosok hidung ke atas dengan tangan.
Mata
Inspeksi :
Adanya pembengkakan konjungtifa palpebral yang disertai
dengan produksi air mata.
Telinga
Dengan otoskopi perhatikan adanya retraksi membran timpani.
Kelainan mobilitas dari membran timpani dapat terjadi pada rinitis
alergi yang disertai dengan disfungsi tuba eustachius dan otitits
media sekunder.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi
b) Defisiensi pengetahuan b/d kurangnya informasi
c) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakitnya.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah di berikan
inflamasi
asuhan
pengkajian
keperawatan
nyeri
Mengetahui
lokasi,
kualitas
dan skala nyeri
yang dirasakan
Mengetahui skala
nyeri
yang
dirasakan ketika
pasien tidak bisa
mengungkapkan
skala nyeri yang
dirasakan
Memberikan rasa
nyaman
kepada
pasien
dalam
menyampaikan
keluhan
yang
dirasakan
Mengurangi rasa
nyeri
tidak
selamanya harus
menggunakan
obat,
teknik
relaksasi
dan
distraksi
bisa
menjadi
cara
untuk mengurangi
Observasi
kriteria
reaksi
sebagai
verbal
dengan
hasil
secara
komperhensif
nyeri
berkurang
Lakukan
non
berikut :
Mampu
Gunakan
mengontrol
teknik
nyeri
Melaporkan
komunikasi
bahwa
terapeutik
nyeri
berkurang
Mampu
Ajarkan teknik
mengenali
non
nyeri
Menyatakan
farmakologi
nyaman
setelah
nyeri
berkurang
Tingkatkan
Istirahat
Kolaborasi
dengan dokter
dalam
nyeri
pemberian obat
analgetik
Defisiensi
Setelah
pengetahuan
asuhan
b/d kurangnya
keperawatan
vital sign
informasi
meningkatkan
Obat
analgetik
dapat
menekan
SSP dan sistem
saraf perifer untuk
mensintesis
prostatglandin
sehingga
nyeri
berkurang
Mengetahui
keadaan
umum
pasien
Mengetahui
sejauh
mana
pengetahuan
pasien
tentang
sakit
yang
dideritanya
Berikan
penilaian
pasien
dengan
kriteria
hasil
tentang tingkat
pengetahuan
pasien
sebagai berikut.
Pasien
Monitor
pengetahuan
dan
menyatakan
tentang
proses penyakit
penyakit,
yang
biasa
kondisi,
muncul
pada
prognosis, dan
penyakit,
program
dengan
pengobatan
Pasien
dan
yang tepat
mampu
melaksanakan
Memberikan
informasi tentang
tanda,
gejala
penyakit
yang
dideritanya
Meningkatkan
pengetahuan
pasien tentang
terapi yang akan
diberikan
Gambarkan
paham tentang
keluarga
spesifik
keluarga
Menghindari
pasien
dari
kelelahan
diberikan
diharapkan
Berikan
informasi
cara
prosedur yang
tentang
dijelaskan
penanganan dan
secara benar
Pasien
dan
terapi
yang
diberikan
keluarga
mampu
menjelaskan
kembali
apa
yang
dijelaskan
oleh
perawat
dan
tim
kesehatan
laiinya
3
Gangguan
rasa Setelah
diberikan
nyaman
berhubungan
dengan
gejala diharapkan
pasien
terkait
merasa
penyakitnya
nyaman
mengontrol
dirasakan
selama prosedur
dan
apa
rasa
ketidaknyamanann
ya
- Status
yang menenangkan
2. Jelaskan
semua
1. Untuk mempertahankan
3. teknik
menggunakan
teknik relaksasi
kenyamanan
meningkat
- Status
lingkungan
yang nyaman
- Pasien
mengatakan
rasa lebih nyaman
- Kualitas tidur dan
istirahat adekuat
untuk
mencari dukungan
5. Dorong
pasien
untuk
dan
distrakasi
yang
diajarkan
kepada
pasien,
dapat
membantu mengurangi
persepsi
terhadap
pasien
nyeri
yang
dideritanya
mengungkapkan
perasaannya
6. Gunakan
relaksasi
4. agar
pasien
merasa
percaya diri
teknik
5. untuk
mengetahui
komunikasi
bagaimana
terapeutik
pasien
6. teknik
perasaan
komunikasi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall.2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis Edisi 9.
Jakarta : EGC
Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doungoes, marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3 : Jakarta. EGC