Study Quran
Study Quran
Mengenai masal mereka yang berkenaan dengan air (mai), Allah menyerupakan mereka
dengan keadaan orang ditimpa hujan lebat yang disertai gelap gulita, guruh dan kilat, sehingga
terkoyaklah kekuatan orang itu dan ia meletakkan jari jemari untuk menyumbat telinga serta
memejamkan mata karena takut petir menimpanya. Ini mengingat bahwa quran dengan segala
peringatan, perintah, larangan dan khitabnya. Bagi mereka tidak ubahnya dengan petir yang
turun sambar-menyambar.
2. Allah menyebut pula dua macam masal, mai dan naari, dalam surat ar-Rad, bagi
yang hak dan yang batil :
Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di
lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang
mengambang. Dan dari apa (logam) yang melebur dalam api untuk membuat
perhiasan atau alat-alat, ada (pila) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah
Allah membuat perumpamaan, masal, (bagi) yang benar dan yang batil. Adapun
buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; adapun yang
memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap dibumi. Demikianlah Allah
membuat perumpamaan-perumpamaan, (ar-Rad [13]:17)
Wahyu yang diturunkan Allah dari langit untuk kehidupan hati diserupakan dengan air
hujan yang diturunkan-Nya untuk kehidupan bumi dengan tumbuh-tumbuhan, dan hati
diserupakan dengan lembah. Arus air yang mengalir di lembah, mambawa buih dan sampah.
Begitu pula hidayah dan ilmu bila mengalir dihati akan berpengaruh terhadap nafsu syahwat,
dengan menghilangkannya. Inilah masal mai dalam firman-Nya, Dia telah menurunkan air
(hujan) dari langit Demikianlah Allah membuat masal bagi yang haq dan yang bathil.
Mengenai masal naari, dikemukakan dalam firman-Nya, Dan dari apa (logam) yang
melebur dalam api logam, baik emas, perak, tembaga maupun besi, ketika dituangkan
kedalam api, maka api akan menghilangkan kotoran, karat yang melekat padanya, dan
memisahkannya dari substansi yang dapat dimanfaatkan, sehingga hilanglah karat itu dengan siasia. Begitu pula, syahwat akan dilemparkan dan dibuang dengan sia-sia oleh hati orang mukmin
sebagaimana arus air menghanyutkan sampah atau api melemparkan karat logam.
b) Amsal kaaminah, yaitu yang didalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafaz tamsil
(pemisalan) tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam kepadatan
redaksinya, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa
dengannya. Untuk masal ini mereka mengajukan sejumlah contoh, diantaranya :
A. Ayat-ayat yang senada dengan perkataan: khairul umuuril washthu (sebaik-baik
urusan adalah pertengaannya), yaitu
a). firman Allah mengenai sapi betina :
sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan diantara itu (al baqarah
[2]:68),
b). firman-Nya tentang nafkah :
dan mereka yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan
dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) ditengah-tengah antara yang
demikian. (al-Furqan [25]:67),
c). firman-Nya tentang shalat :
dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah
merendahkannya, dan carilah jalan tengah diantara kedua itu. (al-Isra [17] :110)
B. Ayat yang senada dengan perkataan : laysal khairu kalmuaaniyah (kabar itu tidak
sama dengan menyaksikan sendiri/kenyataan). Misalnya firman Allah tentang
Ibrahim:
Allah berfirman: apakah kamu belum percaya? Ibrahim menjawab: saya telah
percaya, akan tetapi agar bertambah tetap hati saya, (al baqarah [2]:260)
C. Ayat yang senada dengan perkataan: kamaa tadiinu tudaan (sebagaiman kamu telah
menghutangkan , maka kamu akan dibayar). Misalnya:
barangsiapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan
kejahatan itu. (an nisa[4]:123)
D. Ayat yang senada dengan perkataan: laa yuldaghul mukminu min juhrin marratayni
(orang mukmin tidak akan masuk dua kali ke dalam lubang yang sama). Misalnya,
Yakub berkata: bagaimana aku mempercayakannya (bunyamin) kepadamu, kecuali
seperti aku telah mempercayakan saudaranya (yusuf) kepadamu dahulu. (yusuf[12]:
64)
c) Amsal mursalah, yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadz tasybih
secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai masal.
Berikut ini contoh-contohnya:
1. sekarang ini jelaslah kebenaran itu. (yusuf [12]:51)
2. tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain dari Allah
3. bukankah subuh itu sudah dekat.
4. untuk tiap-tiap berita (yang dibawa oleh Rasul-Rasul) ada (waktu) terjadinya.
5. dan rencana jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya
sendiri.
6. boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu.
7. amatlah lemah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disemabah.
8. untuk kemengan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja!
Dalam referensi lain dikatakan bahwa perumpamaan bebas (amsal mursalah) atau yang
sering kita sebut sebagai peribahasa, yaitu kalimat-kalimat hikmah yang bebas namun memiliki
siratan perumpamaan seperti kalimat berikut:
1) siapa yang berbuat kejelakan maka ia akan dibalas dengan setimpal. (kandungan
peribahasa QS. An-Nisa:123)
2) bukankah kebaikan akan terbalas dengan kebaikan (?) (kandungan peribahasa QS. ArRahman:60)
3) semua akan berjalan sesuai peredarannya. (kandungan peribahasa QS. Al-Isra:48)
Catatan : pembahasan lain yang menjadi bahan kajian ini adalah, sisi manfaat dari peribahasaperibahasa yang dikutip dari Al-Quran ini.
Para ulama berbeda pendapat tentang ayat-ayat yan mereka namakan amsal mursalah ini,
apa atau bagaimana hukum mempergunakannya sebagai masal?
Sebagian ahli ilmu memandang hal demikian sebagai telah keluar dari adab al quran.
Berkata ar-Razi ketika menafsirkan ayat, untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku.
(al-kafirun [109]:6): sudah menjadi tradisi orang, menjadikan ayat ini sebagai masal (untuk
membela, membenarkan perbuatannya peny) ketika ia meninggalkan agama, padahal hal
demikian tidak dibenarkan. Sebab Allah menurunkan Quran bukan untuk dijadikan masal, tetapi
untuk direnungkan dan kemudian diamalkan isi kandungannya.
Golongan lain berpendapat, tak ada halangan bila seseorang mempergunakan quran
sebagai masal dalam keadaan sungguh-sungguh. Misalnya, ia sangat merasa sedih dan berduka
karena tertimpa bencana, sedangkan sebab tersingkapnya bencana itu telah terputus dari
manusia, lalu ia mengatakan, tidak ada yang menyingkapnya selain Allah. (an-Najm[53]:58).
Atau ia diajak bicara oleh penganut ajaran sesat yang berusaha membujuknya agar mengikuti
ajarannya itu, maka ia menjawab: untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku. (alkafirun [109]:6). Tetapi berdosa besarlah seseorang yang dengan sengaja berpura-pura pandai
lalu ia menggunakan quran sebagal masal, sampai-sampai ia terlihat bagai sedang bersenada
gurau.