BAB I
PENDAHULUAN
telah
ikatan-ikatan
keagamaan
dan
membuat
mereka
dapat
persatuan dan kesatuan bangsa serta meningkatkan amal untuk bersamasama membangun masyarakat sejahtera lahir dan batin.
1.2 Data Real Tentang Gunung Bromo
Gambar 1.1 Gunung Bromo dilihat dari Pos PGA di Desa Ngadisari
(Sumber : PVMBG, Kementerian ESDM)
Sukapura
Kabupaten
Probolinggo
Propinsi
Jawa
Timur
(www.vsi.esdm.go.id). Ketinggian Gunung Bromo ini dari muka air laut 2.329
meter di atas permukaan laut dan dari dasar kaldera adalah 200 m
(ketinggian dasar kaldera 2.100 meter di atas permukaan laut dan dikenal
sebagai daerah lautan pasir, dengan tipe gunungapi adalah kerucut sinder
dalam kaldera (www.vsi.esdm.go.id).
Dari sumber yang lain (Rendra, Nugraha: 2012) mengatakan bahwa
Gunung Bromo ini mempunyai ketinggian 2.392 meter di atas permukaan
2
laut, Gunung Bromo juga mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah
800 meter (utara-selatan) dan 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah
bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.
Bentuk tubuh Gunung ini bertautan antara lembah dan ngarai dengan
lakdera atau lautan pasir seluas 10 km 2. Gunung Bromo berada dalam empat
wilayah yakni kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten
Malang dengan masyarakatnya di sebut Masyarakat Suku Tengger. Mereka
hidup di lereng dan lembah Gunung Bromo ini sangat memegang adat
istiadat nenek moyang mereka dan menjadikan kepercayaan serta aturan
tersendiri dalam bersosial dan bermasyarakat.
besar)
c. KRB I (Kawasan Rawan Bencana I)
Kawasan yang berpotensi terlanda banjir lahar dan tidak menutup
kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava.
Selama letusan membesar, kawasan ini berpotensi tertimpa material
Kecamatan
Sukapura
KRB II
Sumber
Sukapura
Sumber
KRB I
Sukapura
Desa
Ngadisari
Sariwani
Ngadirejo
Ngadas
Ledokpmbo
Wonokerto
Jetak
Wonotoro
Ngadisari
Ngadirejo
Sariwani
Ledokombo
Wonokerso
Ngepung
Sapikerep
Sariwani
4
Kawasan Rawan
Bencana (KRB)
Kecamatan
Kuripan
Wonomerto
Desa
Sukapura
Wringinanom
Menyono
Jrebeng
Patalan
a.
b.
c.
d.
No
Desa
Kecamatan
Sukapura
1.
Ngadisari
2.
Sariwani
3.
Sapikerep
4.
Wonokerto
5.
Ngadirejo
6.
Ngadas
7.
Jetak
8.
Wonotoro
Kecamatan
Sumber
9.
Ledokomb
o
10.
Wonokerso
Jumlah
Pendudu
k (jiwa)
Luas
Wilaya
h
(km2)
Kepadata
n
Penduduk
(jiwa/km2)
Kela
s
Klasifikasi
Kerentana
n
1605
1543
3004
1371
1549
678
766
7,75
6,30
15,27
3,77
8,54
9,05
1,62
4,61
200
250
184
343
175
75
369
160
1
1
1
1
1
1
1
1
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
2634
21,30
124
Rendah
2511
9,37
268
Rendah
1.
Ngadisari
507
2.
Sariwarni
458
3.
Kedasih
427
4.
Pakel
434
5.
Ngepung
581
6.
Sukapura
1172
7.
Sapikerep
960
8.
Wonokerto
457
9.
Ngadirejo
532
10.
Ngadas
237
11.
Jetak
201
12.
Wonotoro
239
Sumber: BPS Kabupaten Probolinggo
751
804
771
783
874
902
861
854
1032
1058
1919
1939
1324
1467
658
661
737
762
323
328
297
307
354
350
(2015, telah diolah
kembali)
Karang.
Sedangkan
daerah
pegunungan
berpotensi
untuk
Persentase
Petani
46,2%
Buruh Tani
37,0%
Nelayan
0,80%
Petani Tambak
2,0%
Berdagang / Pengusaha
6,5%
Buruh Industri/Bangunan/Pertambangan
2,7%
PNS / ABRI
2,2%
Pengrajin
0,4%
Pensiun
0,6%
Lain lain
1,6%
(Sumber: Profil Kab. Probolinggo)
rumput,
mencangkul,
menanam,
mencari
kayu
bakar
dan
menyediakan
biaya-biaya
upacara
adat
yang
sering
dilaksanakan dan memerlukan biaya yang cukup besar, seperti Hari Raya
Kasado, Unan-Unan, Selamatan Pernikahan, Sunatan dan Kematian
(digilib.uinsby.ac.id) Salah satu contohnya adalah dalam memperingati
pernikahan bagi mereka yang mampu dapat menyembelih lembu sampai
empat
ekor.
Kemapanan
ekonomi
penduduknya
juga
terlihat
dari
pegunungan yang curam, namun secara bertahap telah ikut menikmati hasil
kemajuan teknologi modern dala batas-batas tertentu.
Mayoritas penduduknya beragama Islam 95.4%, Kristen/Protestan 1,46%,
Katolik
1,45%,
Budha
0.08%,
serta
1,5%
beragama Hindu
tersebar
di
kecamatan Sumber dan Sukapura. Hal menarik yang jarang terjadi di daerah
sarana komunikasi antara orang Tengger dengan Hyang widi Wasa dan
roh-roh halus yang menjaga Tengger.
b. Upacara Karo. Perayaan Karo atau hari raya Karo pada bulan ke-2
kalender Tengger (bulan Karo) sangat mirip dengan perayaan Lebaran
yang dirayakan umat Islam. Perayaan yang berlangsung selama satu
sampai dua minggu ini dilakukan orang Tengger dengan saling
berkunjung, baik ke rumah sanak saudara maupun tetangga, untuk
memberikan ucapan selamat Karo dan bermaaf-maafan.
Upacara Karo ini diyakini sebagai hasil kesepakatan Kanjeng Nabi dan
Ajisaka untuk mengenang gugurnya dua abdi bernama Setya atau Alif dan
Satuhu atau Hana
c. Upacara Unan-Unan. Upacara ini diselenggarakan sekali dalam sewindu
(5 tahun) dengan maksud untuk membersihkan desa dari gangguan
makhluk halus dan menyucikan para arwah yang belum sempurna agar
dapat kembali ke alam asal yang sempurna. Dalam upacara ini orang
Tengger menyembelih kerbau sebagai kurban
d. Upacara Entas-Entas. Upacara ini dimaksudkan untuk menyucikan roh
orang yang telah meninggal dunia pada hari ke-1000 agar masuk surga.
Upacara ini memerlukan biaya sangat mahal karena harus menyembelih
kerbau dengan sebagian di makan dan sebagian lainnya dikurbankan
e. Upacara Pujan Muben. Upacara ini diselenggarakan pada bulan ke-9
sesudah bulan purnama, dirayakan oleh semua masyarakat Tengger
sambil memukul ketipung mulai dari batas desa bagian timur menggeliling
empat penjuru desa di akhiri dengan makan bersama di rumah dukun.
Makanan yang dihidangkan berasal dari sumbangan wagra desa dan
maksud upacara ini adalah untuk membersihkan desa dari gangguan dan
bencana
f. Upacara Kelahiran. Terdapat rangkaian dari enam macam upacara yang
berkait, yaitu mulai dari bayi masih berada dalam kandungan telah
berumur tujuh bulan, diadakan upacara nyayut atau sesayut, upacara
sekul brokohan (setelah lahir dengan selamat), upacara cuplak puser
(puput pusat), selamatan jenang abang dan jenang putih (pemberian
nama), upacara kekerik (setelah bayi berumur 40 hari), upacara among12
Bromo diturunkan dari level III / Siaga menjadi level II / Waspada. Dengan
diturunkannya status aktivitas erupsi, maka penduduk dan wisatawan
diizinkan beraktivitas di luar radius 1 km dari kawah aktif.
Dampak dialami selama erupsi Gunung Bromo ini adalah (Rencana
Kontijensi Gunung Bromo 2014 dalam BPBD Kabupaten Probolinggo, 2015):
a. Terhadap Sarana dan Prasarana
No
.
1.
Sarana dan
Prasarana
Jaringan jalan
dan jembatan
Sumber dan
2.
jaringan air
bersih
3.
4.
5.
Listrik
Rumah
penduduk
Jaringan irigasi
Kerusakan
Tertutup abu vulkanik
Tingkat
Kerusakan
Ringan
Sedang
Sedang
Sedang
vulkanik
Tertutup material vulkanik
Sedang
Kegiatan
Kerusakan
Tingkat
Kerusakan
Kegiatan wisata
Tinggi
3.
Jasa akomodasi
akomodasi dikarenakan
pariwisata
Pertanian
Sedang
Tinggi
14
perkebunan dan
peternakan
BAB II
KONSEP COMMUNITY DEVELOPMENT DAN LOCAL WISDOM
2.1
community
development
atau
yang
dikenal
dengan
secara
individu
maupun
dalam
kelompok
masyarakat
merupakan
suatu
proses
yang
c. Pembangunan
masyarakat
memfokuskan
kegiatannya
melalui
permasalahan
dan
memenuhi
kebutuhan
dilakukan
kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M.
Echols dan Hassan Syadily, lokal berarti setempat, sedangkan wisdom
(kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom
(kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat
(local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam
dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal atau sering disebut
local wisdom dapat juga dipahami sebagai usaha manusia dengan
17
BAB III
PENERAPAN PENGELOLAAN KEARIFAN LOKAL KERUKUNAN UMAT
BERAGAMA BERBASIS PENGEMBANGAN KOMUNITAS
PADA MASYARAKAT GUNUNG BROMO
hidup
masyarakat
desa
Gunung
Bromo
sangat
komunitas
masyarakat
lebih
menekankan
pada
yang
turut
mengembangkan
komunitas
dalam
pengelolaan
kearifan
lokal
berbasis
masyarakat adalah:
1. Berikan kesempatan agar masyarakat sendiri yang menentukan masalah
keagamaan maupun masalah kemasyarakatan, baik yang dihadapi
secara individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
2. Berikan kesempatan agar masyarakat sendiri yang membuat analisis
kemudian menyusun perencanaan penanggulangan masalah
3. Berikan kesempatan agar masyarakat sendiri yang mengorganisir diri
untuk melaksanakan usaha perbaikan
21
tentang
Pedoman
Umum
Desa/Kelurahan
Tangguh
Bencana
Tangguh
Bencana
bagi
aparatur
pelaksana
dan
pemangku
komunitas
masyarakatnya
sudah
mampu
melakukan
memiliki satu atau dua kesamaan tujuan, lokalitas atau kebutuhan bersama,
misalnya tinggal di lingkungan yang sama-sama terpapar pada risiko bahaya
yang serupa, atau sama-sama telah terkena bencana, yang pada akhirnya
mempunyai kekhawatiran dan harapan yang sama tentang risiko bencana.
Melalui kerukunan umat beragama yang tercipta, masyarakat terlibat
aktif dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau, mengevaluasi
dan mengurangi risiko-risiko bencana yang ada di wilayah mereka, terutama
dengan memanfaatkan sumberdaya lokal demi menjamin keberlanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER BUKU
Bambang Rudito & Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan, Bandung: Rekayasa Sains, 2007, Hlm. 234
BPBD Probolinggo, Power Point Paparan Kesiapsiagaan Menghadapi Erupsi
Gunung Bromo Tahun 2015
Gary Craig and Marjorie Mayo, (ed.) , Community Empowerment A Reader in
Participation and Development, London & New Jersy: Zed Books Ltd.
1995 dalam Mayus Helviyanti Harefa, Evaluasi Program......., FISIP UI,
2010
Mangatas Tampubolon, Jurnal, Pendidikan dan pola pemberdayaan
masyarakat dan pemberdayaan pada masyarakat dalam pembangunan
sesuai tuntuntutan otonomi daerah, 2005
http://digilib.uinsby.ac.id/1934/8/Bab%204.pdf
24