Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
KASUS
Topik :
Tetanus
Tanggal (kasus) :
26 Mei 2016
Presenter :
dr. Hasra Mukhlisan
Tanggal Presentasi :
Mei 2016
Pendamping : dr. Nurweti Emida
Tempat Presentasi :
Ruang Komite Medik RSUD Lubuk Sikaping
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Anak perempuan, usia 4,5 tahun, tidak bisa membuka mulut sejak 2 hari
Deskripsi :
Tujuan :
Bahan
Bahasan :
Cara
Membahas :
Data Pasien :
sebelum masuk Rumah Sakit. Riwayat luka di kaki 1 minggu sebelumnya dan
tidak mendapat anti tetanus. Pasien didiagnosis dengan Tetanus.
Mengenali, melakukan penegakan diagnosis dan pengobatan awal pada Tetanus
Tinjauan Pustaka
Diskusi
Riset
12 kg.
Nama RS : RSUD Lubuk Sikaping
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis : Tetanus.
2.
Telp : -
Kasus
Audit
Pos
Gambaran Klinis :
Tidak bisa membuka mulut sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit.
Satu minggu yang lalu pasien terluka di kelingking kaki kiri terkena cangkul yang biasa
digunakan untuk membersihkan kotoran sapi, dengan ukuran 4 cm. saat ini luka tampak basah dan
sedikit bernanah.
Pasien dibawa ke Puskesmas dan mendapat perawatan / penjahitan luka sebanyak 3 jahitan.
Namun tidak diberi antitetanus,
Dua hari yang lalu pasien demam dan merasa kaku di rahang sehingga tidak bisa membuka
mulut,
Satu hari yang lalu pasien kejang selama 5 menit. Ketika kejang pasien sadar, tangan dan kaki
1
kaku, mata membuka dan menutup, dan mengeluarkan buih dari mulutnya.
3.
Riwayat Pengobatan: pasien sudah mendapat perawatan luka sebelumnya di Puskesmas namun
tidak diberi antitetanus.
4.
Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama,
tidak ada riwayat anggota keluarga yang menderita epilepsy.
6.
Riwayat Kehamilan :
Prenatal : kontrol ke bidan dan puskesmas rutin setiap bulan sekali.
Natal : lahir bayi perempuan, 2900 gram, cukup bulan, di bidan, normal
Postnatal : dinyatakan sehat
7.
Riwayat Imunisasi :
Kesan; imunisasi dasar tidak lengkap.
Daftar Pustaka :
1
Soedarmo SSP, Garna H, Hardinegoro SRS, Satari HI. Tetanus. Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis. Edisi Ke-2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010; hal.322-9.
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Tetanus. Nelson Textbook of Pediatrics. 17 th ed.
Jenson Publisher: Saunders. 2007; p. 951-3.
Todar K.Pathogenic Clostridia, including Botulism and Tetanus. [Cited 2016 May 28].
Available from: http://textbookofbacteriology.net/clostridia.html.
Hinfey
PB.
Tetanus.
[Cited
2016
May
28].
Available
from:
28].
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/229594-overview.
5
Alvarez
N.
Tetanus.
[Cited
2016
May
http://www.emedicinehealth.com/tetanus/article_em.htm.
6
Tolan
Jr.
RW.
Pediatric
Tetanus.
[Cited
2016
May
28].
Available
from:
2
http://emedicine.medscape.com/article/972901-overview.
Pai PN. Tetanus in children: Treatment and prognostic factors.British Homoeopathic Journal.
2005. Vol.54, Issue 3:190-9.
Chalya PL, Mabula JB, Dass RM, Mblenge N, Mshana SE, Glyoma JM. Tetanus. WJES.
2007. Vol. 34, No. 12: 1021-1025.
10 Tim IDAI. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010;
hal. 87-9.
Hasil Pembelajaran :
1. Mampu mengenali kasus Tetanus.
2. Penegakkan diagnosis Tetanus .
3. Mengenal faktor resiko Tetanus .
4. Tatalaksana Tetanus .
5. Edukasi untuk mencegah Tetanus .
Keluhan Utama: Tidak bisa membuka mulut sejak 2 hari sebelum masuk Rumah
Sakit.
Satu minggu yang lalu pasien terluka di kelingking kaki kiri terkena cangkul yang biasa
digunakan untuk membersihkan kotoran sapi, dengan ukuran 4 cm. saat ini luka tampak
basah dan sedikit bernanah.
Dua hari yang lalu pasien demam dan merasa kaku di rahang sehingga tidak bisa
membuka mulut,
Satu hari yang lalu pasien kejang selama 5 menit. Ketika kejang pasien sadar, tangan
dan kaki kaku, mata membuka dan menutup, dan mengeluarkan buih dari mulutnya.
2. Objektif :
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sakit sedang.
Kesadaran
Kooperasi
: Kooperatif.
Keadaan gizi
: Gizi cukup.
Tekanan darah :
Nadi
Suhu
: 36,40C.
Pernapasan
: 30 kali / menit.
Antropometri
BB
: 12 kg.
TB
: 165 cm.
BMI
STATUS INTERNUS
Kepala : Wajah risus sardonikus.
Mata
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor (diameter
3mm/3mm), RC +/+.
Kulit
: kaku.
KGB
Thoraks
a. Paru
Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri dan kanan, retraksi dinding
dada tidak ada
Palpasi
Perkusi
Perkusi
Perkusi
: Timpani.
d. Punggung : kaku
e. Ekstremitas : Akral hangat +/+, edema -/-, tampak vulnus apertum pada digiti
ke-V pedis sinistra yang sudah dijahit 3 buah dengan panjang bekas luka 4
cm dan tampak sedikit basah serta bernanah pada bagian sekitar luka.
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
A. KESADARAN
Kaku kuduk
(-)
b.
Brudzinskiy I
(-)
c.
Brudzinskiy II
(-)
d.
Kernig
(-)
C. SARAF KRANIAL
1. N. I (Olfactorius)
Kanan
baik
Daya pembau
Kiri
baik
Keterangan
normal
2. N.II (Opticus)
Daya penglihatan
Kanan
menurun
Kiri
menurun
Keterangan
menurun
Lapang pandang
luas
luas
normal
Pengenalan warna
baik
baik
normal
3. N.III (Oculomotorius)
Ptosis
Kanan
Kiri
Keterangan
Tidak ada 5Tidak ada Normal
Pupil
Bentuk
Bulat
Bulat
Normal
Ukuran
3 mm
3 mm
Normal
Bebas
Bebas
Normal
Langsung
(+)
(+)
Normal
Tidak langsung
(+)
(+)
Normal
Kanan
Bebas
Kiri
Bebas
Refleks pupil
4. N. IV (Trokhlearis)
Gerak bola mata
Keterangan
Normal
5. N. VI (Abduscens)
Gerak bola mata
Kanan
Bebas
Kiri
Bebas
Keterangan
Normal
Strabismus
Tidak ada
Deviasi
Tidak ada
6. N. V (Trigeminus)
Motorik
Kanan
Baik
Kiri
Baik
Keterangan
normal
Sensibilitas
Baik
Baik
normal
Refleks kornea
(+)
(+)
Normal
7. N. VII (Facialis)
Kanan
(-)
Kiri
(-)
- sudut mulut
simetris
simetris
- mengerutkan
simetris
simetris
- mengangkat alis
simetris
simetris
- lipatan
simetris
simetris
Tic
Keterangan
Motorik:
dahi
nasolabial
- meringis
simetris
- kembungkan pipi
simetris
simetris
baik
baik
Sensoris
simetris
Normal
Tanda chvostek
(-)
(-)
8. N. VIII (Akustikus)
Pendengaran
Kanan
Baik
Kiri
Baik
Keterangan
Normal
9. N. IX (Glossofaringeus)
Arkus farings
Kanan
Simetris
Kiri
simetris
Keterangan
Normal
Daya perasa
baik
baik
Normal
Refleks muntah
tidak
tidak
dilakukan
dilakukan
baik
baik
Normal
Kanan
Simetris
Kiri
simetris
Keterangan
Normal
(-)
(-)
Normal
Motorik
Kanan
Baik
Kiri
baik
Keterangan
normal
Trofi
Eutrofi
Eutrofi
normal
Motorik (lidah)
Kanan
simetris
Kiri
asimetris
Keterangan
lateralisasi ke kiri
Trofi
eutrofi
eutrofi
normal
Tremor
(-)
(-)
normal
Disartri
(-)
(-)
normal
Kedudukan lidah
Simetris
asimetris
lateralisasi ke kiri
Menelan
10. N. X (Vagus)
Arkus farings
Dysfonia
11. N. XI (Assesorius)
D. SISTEM MOTORIK
Kanan
Kiri
Keterangan
555
444
Hemiparesis sinistra
Ekstremitas atas
Kekuatan
Tonus
eutonus
eutrofi
Normal
Trofi
eutrofi
eutrofi
Normal
Gerakan involunter
(-)
(-)
Normal
Kekuatan
555
4+4+4+
Hemiparesis sinistra
Tonus
eutonus
eutrofi
Normal
Trofi
eutrofi
eutrofi
Normal
Gerakan involunter
Badan
(-)
(-)
Normal
Trofi
(-)
(-)
Normal
Ger. Involunter
(-)
(-)
Normal
Ekstremitas bawah
E. SISTEM SENSORIK
Raba
Kanan
Baik
Kiri
baik
Keterangan
Normal
Nyeri
baik
baik
Normal
Suhu
baik
baik
Normal
Propioseptif
baik
baik
Normal
F. REFLEKS
Kanan
Kiri
Keterangan
Biseps
(++)
(++)
Normal
Triseps
(++)
(++)
Normal
KPR
(++)
(++)
Normal
APR
(++)
(++)
Normal
Bulbocavernosus
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Babinski
(-)
(-)
Normal
Chaddoks
(-)
(-)
Normal
Oppenheim
(-)
(-)
Normal
Gordon
(-)
(-)
Normal
Fisiologis
Kremaster
Patologis
Schaeffer
(-)
(-)
Normal
Hoffman Tromer
(-)
(-)
Normal
G. SISTEM OTONOM
Miksi
: Baik
Defekasi
: Baik
Sekresi Keringat
: Baik
LABORATORIUM IGD
Hb
: 11,7 g/dL
: 35,4 %
: Tetanus
Tambahan : Vulnus
4. Plan
1) Umum
IVFD RL 12 jam/kolf
Rawat Luka
Diet MC per NGT 6 x 200 cc
2) Khusus
Klopidogrel 1 x 75 mg
Follow up
27 Mei 2016 (08.00WIB)
S :
- Lemah anggota gerak kiri (+)
- Mual (+) Muntah (-)
- Gatal-gatal kemerahan di kedua tangan
O :
Keadaan Umum : Sedang
Nadi
: 70 kali/menit
Kesadaran
: Compos Mentis
Nafas
: 18 kali/menit
: 200/90 mmHg
Suhu
: 36,5 C
Tekanan Darah
Nervi cranialis : pupil isokor , 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+), gerak bola mata
bebas ke segala arah, plika nasolabialis kanan = kiri, kedudukan lidah asimetris,
lateralisasi ke kiri.
Motorik
: Superior : eutrofi
Inferior : eutrofi
555
Otonom
: Miksi
Defekasi
: baik
: baik
10
Reflek fisiologis : ++ ++
Reflek patologis : - -
++ ++
- -
A : - Cerebral Infarction
4+4+4+
O2 3L/menit
IVFD RL 12 jam/kolf
2) Khusus
Ketokonazol salp 4 x 1
Klopidogrel 1 x 75 mg
11
DISKUSI
Pasien anak perempuan berumur 4,5 tahun datang ke IGD RSUD Lubuk Sikaping
bersama keluarga pada 26 Mei 2016 dengan diagnosa awal Tetanus.
Diagnosa Tetanus ditegakkan berdasarkan anamnesis yaitu Tidak bisa membuka mulut
sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Satu minggu yang lalu pasien terluka di
kelingking kaki kiri terkena cangkul yang biasa digunakan untuk membersihkan kotoran sapi,
dengan ukuran 4 cm. saat ini luka tampak basah dan sedikit bernanah. Pasien dibawa ke
Puskesmas dan mendapat perawatan / penjahitan luka sebanyak 3 jahitan. Namun tidak diberi
antitetanus. Dua hari yang lalu pasien demam dan merasa kaku di rahang sehingga tidak bisa
membuka mulut. Satu hari yang lalu pasien kejang selama 5 menit. Ketika kejang pasien
sadar, tangan dan kaki kaku, mata membuka dan menutup, dan mengeluarkan buih dari
mulutnya. Kaku pada perut dan punggung (+). Pada pemeriksaan generalis didapatkan, TD
210/100 mmHg, nadi 80 x/menit, RR 20 x/menit , suhu 36,5 0C. Iktus teraba 2 jari lateral
LMCS RIC V. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan kekuatan motorik ekstremits kiri atas
444 dan bawah 4+4+4+. Kedudukan lidah asimetris, lateralisasi ke kiri.
Hari rawatan ke-1 pasien mengeluhkan gatal-gatal kemerahan di kedua tangan, dan
ditegakkan diagnosis tambahan tinea korporis. Karena lesi tidak terlalu luas diberikan salap
ketokonazol 4 x 1, terapi lain dilanjutkan. Hari rawatan kedua tekanan darah pasien mulai
stabil. Hari rawatan keempat gatal-gatal kemerahan di kedua tangan mulai berkurang, pasien
diperbolehkan pulang pada hari rawatan ke 5 dengan obat oral dan anjuran untuk rutin control
ke poli neurologi.
DEFINISI
12
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan
spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani, tanpa gangguan kesadaran. Tetanus ini biasanya akut dan
menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin.1
II.
ETIOLOGI
Kuman yang menghasilkan toksin adalah Clostridridium tetani, kuman berbentuk batang
Basil Gram-positif dengan spora pada pada salah satu ujungnya sehingga membentuk
gambaran tongkat penabuh drum atau raket tenis.
Obligat anaerob (berbentuk vegetatif apabila berada dalam lingkungan anaerob) dan dapat
bergerak dengan menggunakan flagella.
Mampu membentuk spora (terminal spore) yang mampu bertahan dalam suhu tinggi
(dalam autoklaf pada suhu 121C selama 1015 menit), kekeringan dan desinfektans
(fenol dan lainnya). Spora dapat menyebar kemana-mana, mencemari lingkungan secara
fisik dan biologik. Spora mampu bertahan dalam keadaan yang tidak menguntungkan
selama bertahun-tahun.
Kuman hidup di tanah, debu, dan di dalam usus binatang, terutama pada tanah di daerah
pertanian/peternakan. Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran
pencernaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam.
Clostridium tetani tidak menghasilkan lipase maupun lesitinase, tidak memecah protein
dan tidak memfermentasi sakarosa dan glukosa juga tidak menghasilkan gas H 2S.
Menghasilkan gelatinase dan indol positif.
13
EPIDEMIOLOGI
Tetanus tersebar di seluruh dunia dengan angka kejadian tergantung pada jumlah populasi
masyarakat yang tidak kebal, tingkat populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat pencemaran
biologi lingkungan peternakan/ pertanian, dan adanya luka pada kulit atau mukosa. Tetanus
pada anak tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah risiko tinggi dengan cakupan
imunisasi DTP yang rendah angka kejadian pada anak laki-laki lebih tinggi, akibat perbedaaan
aktivitas fisiknya.1
Di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian akibat tetanus
masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih sangat kurang, mudah
terjadi kontaminasi, perawatan luka yang kurang diperhatikan, kurangnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus. Oleh karena itu
tetanus masih menjadi masalah kesehatan, terutama penyebab kematian neonatal tersering oleh
karena tetanus neonatorum. Akhir-akhir ini dengan adanya penyebarluasan program imunisasi
di seluruh dunia, maka angka kesakitan dan kematian menurun secara drastis.
Reservoir utama kuman ini adalah yang mengandung kotoran ternak, kuda dan
sebagainya, sehingga risiko penyakit ini di daerah peternakan sangat besar. Spora kuman
Clostridium tetani yang tahan terhadap kekeringan dapat bertebaran di mana-mana; misalnya
dalam debu jalanan, lampu operasi, bubuk antiseptik (dermatol), ataupun pada alat suntik dan
operasi.1
Pada dasarnya tetanus adalah penyakit akibat penyakit pencemaran lingkungan oleh
bahan biologis (spora), sehingga upaya kausal menurunkan attack rate berupa cara mengubah
lingkungan fisik atau biologis. Port dentre tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun
diduga melalui:1,2
1. Luka tusuk (paku, serpihan kaca, injeksi tidak steril, injeksi obat, tindik), patah tulang
14luka bakar yang luas.
komplikasi kecelakaan, gigitan binatang,
2. Luka operasi (benang terkontaminasi), luka yang tak dibersihkan (debridement) dengan
baik (goresan-goresan upacara, sirkumsisi wanita).
3. Otitis media, karies gigi, abses gigi, luka kronik (ulkus kronik), gangrene.
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan punting tali pusat dengan kotoran
binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan dan daun-daunan merupakan penyebab utama
masuknya spora pada punting tali pusat yang menyebabkan terjadinya kasus tetanus
neonatorum.
IV.
PATOGENESIS
Biasanya penyakit ini terjadi setelah luka yang dalam misalnya luka yang disebabkan
tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, karena luka tersebut menimbulkan
keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka laserasi yang kotor, luka bakar dan patah tulang
juga akan mengakibatkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan C. tetani ini.
Walaupun demikian luka-luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga, atau tonsil dan
traktus digestivus serta gigitan serangga dapat pula merupakan port dentr (tempat masuk)
dari C. tetani.
Spora yang masuk ke dalam tubuh dan berada dalam lingkungan anerobik, berubah
menjadi vegetatif dan berbiak cepat sambil menghasilkan toksin. Dalam jaringan yang
anaerobik ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan
oksigen jaringan akibat adanya benda asing, seperti bambu, pecahan kaca dan sebagainya.1,2
Hipotesis mengenai cara absorbsi dan bekerjanya toksin:1,2,4
1. Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa ke
kornu anterior susunan saraf pusat.
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.
Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor
endplate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan menyebar
ke seluruh susunan saraf pusat, lebih banyak dianut daripada lewat pembuluh limfe dan darah.
Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik, terutama serabut motor. Reseptor khusus pada
ganglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus menempel erat dan kemudian melalui proses
perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut ke arah sel secara ekstra aksional dan
menimbulkan perubahan potensial membrane dan gangguan enzim yang menyebabkan kolinesterase tidak aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi
sangat tinggi pada sinaps yang terkena.
15
Toksin menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus otot, sehingga
tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin meningkat akan timbul
kejang, terutama pada otot yang besar.
Tempat kerja utama toksin adalah pada sinaps inhibisi dari susunan saraf pusat, yaitu
dengan jalan mencegah pelepasan neurotransmitter inhibisi seperti glisin, Gamma Amino
Butyric Acid (GABA), dopamine, dan noradrenalin. GABA adalah neuroinhibitor yang paling
utama pada susunan saraf pusat, yang berfungsi mencegah pelepasan impuls saraf yang eksesif.
Toksin tetanus tidak mencegah sintesis atau penyimpanan glisin maupun GABA, namun secara
spesifik menghambat pelepasan kedua neurotransmitter tersebut di daerah sinaps dangan cara
mempengaruhi sensitifitas terhadap kalsium dan proses eksositosis.4
Efek terhadap inhibisi presinap menimbulkan keadaan terjadinya letupan listrik yang
terus-menerus yang disebut sebagai Generator of pathological enhance excitation.Keadaan ini
menimbulkan aliran impuls dengan frekuensi tinggi dari SSP ke perifer, sehingga terjadi
kekakuan otot dan kejang. Semakin banyak saraf inhibisi yang terkena makin berat kejang yang
terjadi. Stimulus seperti suara, emosi, raba, dan cahaya dapat menjadi pencetus kejang karena
motorneuron di daerah medula spinalis berhubungan dengan jaringan saraf lain seperti
retikulospinalis. Kadang kala ditemukan saat bebas kejang (interval), hal ini mungkin karena
tidak semua saraf inhibisi dipengaruhi toksin, ada beberapa yang resisten terhadap toksin.4
Dampak Toksin
1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan oleh karena
eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan koordinasi
impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.
2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada cerebral
gangliosides diduga menyebabkan kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus.
3. Dampak pada saraf autonom, terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan
gaya keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block
atau takikardia.
V.
MANIFESTASI KLINIS
Variasi masa inkubasi sangat lebar, biasanya berkisar anatara 5-14 hari. Makin lama masa
inkubasi, gejala yang timbul makin ringan. Derajat berat penyakit selain berdasarkan gejala
klinis yang tampak juga dapat diramalkan dari lama masa inkubasi atau lama period of onset.
Kekakuan dimulai pada otot setempat atau trismus, kemudian menjalar ke seluruh tubuh,
tanpa disertai gangguan kesadaran. Kekakuan tetanus sangat khas, yaitu fleksi kedua lengan
16
dan ekstensi pada kedua kaki, fleksi pada kedua kaki, tubuh kaku melengkung bagai busur.
Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering merupakan gejala
dini.1,2,4-7
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah
terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan:1
Trismus
Adalah kekakuan otot maseter sehingga sukar membuka mulut. Pada neonates
kekakuan ini menyebabkan mulut mencucu seperti mulut ikan sehingga bayi tidak
dapat menetek. Secara klinis untuk menilai kemajuan kesembuhan, lebar bukaan mulut
diukur setiap hari.
Risus sardonikus
Akibat spasme otot muka, sehingga tampak dahi mengkerut, alis tertarik ke atas, mata
agak tertutup, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
Opistotonus
Adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti otot punggung, otot leher (kaku
kuduk), otot badan, dan trunk muscles. Kekakuan yang sangat berat dapat
menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.
Spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi
dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan
intramusculus karena kontraksi yang kuat.
Kejang umum
Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi
setelah dirangsang (karena toksin terdapat di kornu anterior), misalnya dicubit,
digerakkan dengan kasar, atau terkena sinar yang kuat. Lambat laun masa istirahat
kejang semakin pendek sehingga anak jatuh dalam status konvulsivus.
17
Pengaruh toksin terhadap saraf autonom menyebabkan gangguan irama jantung atau
kelainan pembuluh darah, suhu tubuh yang tinggi (febris) atau keringat banyak.
Gambar 2. Opistotonus
Ada 4 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:
1. Localized tetanus
Pada tetanus lokal dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah
tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fiksator). Hal ini merupakan tanda
dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam
beberapa bulan tanpa progres dan biasanya menghilang secara bertahap.
Tetanus lokal ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam
bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisa juga lokal tetanus ini
dijumpai sebagai prodromal dari tetanus klasik atau dijumpai secara terpisah. Hal ini
terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.
2. Chepalic Tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi
berkisar 1-2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India),
luka pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga
hidung. Tetanus sefalik dicirikan oleh lumpuhnya saraf kranial VII yang paling sering
terlibat. Tetanus Ophthalmoplegic ialah tetanus yang berkembang setelah menembus
luka mata dan luka dalam dengan kelumpuhan dari saraf kranial III dan adanya ptosis.
Selain itu bisa juga kelumpuhan dari N. IV, IX, X, XI, dapat sendiri-sendiri maupun
kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan.
Tetanus sefalik dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya
prognosisnya buruk.
3. Generalized tetanus
18
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang
tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam.
Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai (50 %), bersamaan dengan
kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan.
Gejala lain berupa risus sardonicus (Sardonic grin), opistotonus, dan kejang dinding
perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan
saluran nafas, sianosis, dan asfiksia.
Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi dapat mencapai 40o C. Bila
dijumpai hipertermi atau hipotermi, tekanan darah tidak stabil, dan dijumpai
takikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan
gejala klinis.
Klasifikasi tetanus umum berdasarkan derajat panyakit menurut modifikasi
dari klasifikasi Abletts dapat dibagi menjadi 4 diantaranya, yaitu(8):
Kekakuan jelas
Takipneu
Disfagia ringan
19
Takipne, takikardia
Disfagia berat
4. Tetanus neonatorum
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat,
umumnya karena teknik pemotongan tali pusat yang aseptik dan ibu yang tidak
mendapat imunisasi yang adekuat. Gejala yang sering timbul adalah ketidakmampuan
untuk menetek, kelemahan, irritable diikuti oleh kekakuan dan spasme. Posisi tubuh
klasik: trismus, opistotonus yang berat dengan lordosis lumbal. Bayi mempertahankan
ekstremitas atas fleksi pada siku dengan tangan mendekap dada, pergelangan tangan
fleksi, jari mengepal, ekstremitas bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada
pergelangan dan fleksi jari-jari kaki. Kematian biasanya disebabkan henti nafas,
hipoksia, pneumonia, kolaps sirkulasi, dan kegagalan jantung paru.
VI.
DIAGNOSIS
Biasanya tidak sukar. Anamnesis terdapat luka dan ketegangan otot yang khas terutama
pada rahang sangat membantu. Anamnesis yang teliti dan terarah selain membantu menjelaskan
20
gejala klinis yang kita hadapi juga mempunyai arti diagnostik dan prognostik.
Anamnesis yang dapat membantu diagnosis antara lain:1
Apakah dijumpai luka tusuk, luka kecelakaan/patah tulang terbuka, luka dengan nanah
atau gigitan binatang
Apakah pernah keluar nanah dari telinga
Apakah menderita gigi berlobang
Apakah sudah pernah mendapat imunisasi DT atau TT, kapan imunisasi yang terakhir
Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau spasme lokal) dengan
kejang yang pertama (period of onset)
Hasil pemeriksaan laboratorium tidak khas. Temuan laboratorium:1
- Leukosit normal atau leukositosis ringan
- Glukosa dan kalsium darah normal
- Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat
- Enzim otot serum, SGOT, serum aldolase mungkin meningkat
- EKG dan EEG biasanya normal
- Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari luka dapat
membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang gram positif berbentuk
tongkat penabuh drum seringnya tidak ditemukan.
- Kreatinin fosfokinase dapat meningkat karena aktivitas kejang (> 3U/ml)
Phillips Score untuk Menilai Grade Tetanus
Masa inkubasi
5
< 48 jam
2 5 hari
6 10 hari
11 14 hari
> 14 hari
internal / umbilikal
ekstremitas proksimal
ekstremitas distal
tidak diketahui
Imunisasi
10
tidak ada
< 10 tahun
proteksi lengkap
VII.
Ringan
<9
Sedang
9 16
Berat
> 16
DIAGNOSIS BANDING4
22
PENYAKIT
INFEKSI
GAMBARAN DIFFERENTIAL
Meningoencephalitis
Polio
Rabies
Lesi oropharyngeal
Peritonitis
KELAINAN METABOLIK
Tetani
Keracunan strihnin
Relaksasi phenothiazine
PENYAKIT CNS
Stastus epilepticus
Sensorium depressi
Hysteria
KELAINAN
MUSKULOSKLETAL
Trauma
VIII.
Hanya lokal
KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi pada:4,5
-
Sistem muskuloskeletal
23
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot. Pada
tulang dapat terjadi fraktur columna vertebralis akibat kejang yang terus menerus
terutama pada anak dan orang dewasa, beberapa peneliti melaporkan dapat terjadi
miositis ossifikans sirkumskripta.
-
Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan
mengganggu pusat pengatur suhu.
Penyebab kematian pada tetanus ialah akibat komplikasi berupa bronkopneumonia,
PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada tetanus terdiri dari penatalaksanaan umum yang terdiri dari kebutuhan
cairan dan nutrisi, menjaga kelancaran jalan nafas, oksigenasi, mengatasi kejang, perawatan
luka atau portd entre lain. Sedangkan penatalaksanaan khusus terdiri dari pemberian antibiotik
dan serum anti tetanus.1
Penatalaksanaan umum
-
Penderita perlu dirawat dirumah sakit, diletakkan pada ruang yang tenang pada unit
makanan dan obat-obatan dengan perhatian khusus pada kemungkinan terjadinya aspirasi.
Menjaga saluran nafas tetap bebas, kalau berat perlu trakeostomi
Memberikan tambahan oksigen dengan sungkup
Mengurangi spasme dan mengatasi kejang
Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang sering digunakan.Obat ini
mempunyai aktivitas sebagai penenang, anti kejang, dan pelemas otot yang kuat tanpa
menekan pusat kortikal. Dosis diazepam yang
24 direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB
dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis atau dosis yang direkomendasikan untuk usia
< 2 tahun adalah 8 mg/kgBB/hari diberikan oral dalam dosis 2-3 mg/3 jam. Kejang harus
segera dihentikan dengan pemberian diazepam 5 mg per rektal untuk BB < 10 kg dan 10
mg untuk BB > 10 kg, atau dosis diazepam intravena untuk anak 0,3 mg/kgBB/kali.
Setelah kejang berhenti, pemberian diazepam dilanjutkan dengan dosis rumatan sesuai
dengan klinis pasien. Alternatif lain untuk bayi diberikan dosis inisial 0,1-0,2
mg/kgBB/hari untuk menghilangkan spasme akut, diikuti infuse kontinu 15-40
mg/kgBB/hari. Setelah 5-7 hari dosis diazepam diturunkan bertahap 5-10 mg/hari dan
dapat diberikan melalui OGT. Tanda klinis membaik bila tidak dijumpai kejang spontan,
badan masih kaku, kesadaran membaik, tidak dijumpai gangguan nafas. Bila dosis
diazepam maksimal telah tercapai namun anak masih kejang atau mengalami spasme
laringm sebaiknya dipertimbangkan untuk dirawat di ruang perawatan intensif sehingga
otot dapat dilumpuhkan dan mendapat bantuan pernafasan mekanik. Apabila dengan
terapi antikonvulsan dengan dosis rumatan telah memberikan respon klinis yang
diharapkan, dosis dipertahankan 3-5 hari. Selanjutnya pengurangan dosis secara bertahap
(sekitar 20 % dari dosis setiap 2 hari)
Penatalaksanaan khusus
Antibiotik
Antibiotik ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk
toksin yang dihasilkannya. Antibiotik lini pertama yang diberikan adalah metronidazole
IV/oral dengan dosis awal secara loading dose 15 mg/kgBB dalam 1 jam dilanjutkan 30
mg/kgBB/hari selama 1 jam perinfus setiap 6 jam selama 7-10 hari. Lini kedua dapat
diberikan penisilin prokain 50.000-100.000/kgBB/hari selama 7-10 hari, jika terdapat
hipersensitif terhadap penisilin dapat diberikan tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari (untuk anak
Tetanus toksoid
25
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan dengan pemberian
antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian
dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap
tetanus selesai. Berikut ini petunjuk pencegahan terhadap tetanus pada keadaan luka:
1. Mencegah terjadinya luka
2. Perawatan luka yang adekuat
3. Pemberian anti tetanus (ATS) dalam beberapa jam setelah luka yaitu untuk
memberikan kekebalan pasif, sehingga dapat dicegah terjadinya tetanus gejalanya ringan.
Umumnya diberikan 1.500 U intramuskulus dengan didahului oleh uji kulit dan mata.
Profilaksis dengan pemberian ATS hanya efektif pada luka baru (kurang dari 6 jam) dan
harus segera dilanjutkan dengan imunisasi aktif.
4. Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum pernah mendapat imunisasi aktif
pada minggu-minggu berikutnya setelah pemberian ATS, kemudian diulangi lagi dengan
jarak waktu 1 bulan 2 kali berturut-turut.
5. Pemberian penisilin prokain selama 2-3 hari setelah mendapat luka berat (dosis 50.000
U/kgBB/hari).
6. Imunisasi aktif. Toksoid tetanus diberikan agar anak membentuk kekebalan secara
aktif. Sebagai vaksinasi dasar diberikan bersama vaksinasi terhadap pertusis dan difteria,
dimulai pada umur 3 bulan. Vaksinasi ulangan (booster) diberikan 1 tahun kemudian dan
pada usia 5 tahun serta selanjutnya setiap 5 tahun diberikan hanya bersama toksoid
difteria (tanpa vaksin pertusis).
Bila terjadi luka berat pada seseorang anak yang telah mendapat imunisasi atau toksoid
tetanus 4 tahun yang lalu, maka kepadanya wajib diberikan pencegahan dengan suntikan
sekaligus antioksin dan toksoid pada kedua ekstremitas (berlainan tempat suntikan).
Imunisasi DPT (Diphteri Pertussis Tetanus)10
Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang
dari 7 tahun. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada
otot lengan atau paha. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak
berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang
dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia
prasekolah (5-6 tahun).
26
DPT merupakan salah satu jenis vaksin combo. Terdapat 2 jenis vaksin DPT, yaitu DTwP
dan DTaP. DTwP adalah vaksin yang mengandung seluruh sel kuman pertusis, sedangkan
DTap mengandung komponen spesifik toksin dari kuman pertusis. Keuntungan DTaP adalah
angka kejadian komplikasi yang kecil dibandingkan DTwP. Kerugiannya DTaP lebih mahal.
DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di
tempat penyuntikan (42,9 % kasus) selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi
karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin.Pada kurang dari 1% penyuntikan, DPT
menyebabkan komplikasi berikut:
Kejang demam terjadi sebanyak 0,06 %. Risiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya
pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya.
X.
(kurang dari 7 hari), usia yang sangat muda (neonatus), period of onset yang pendek (jarak
antara trismus dan timbulnya kejang kurang dari 48 jam), frekuensi kejang yang tinggi,
pengobatan terlambat, adanya komplikasi terutama spasme otot pernapasan dan obstruksi jalan
napas, semua ini prognosisnya buruk.1,8,9
Mortalitas tetanus masih tinggi, di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta
didapatkan angka 80 % untuk tetanus neonatorum dan 30 % untuk tetanus anak.1
27