Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti
halnya semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan
berakhir dengan kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran
kesehatannya kadang-kadang sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat
penyakit. Dalam bidang endokrinologi hampir semua produksi dan pengeluaran hormon
dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat dipengaruhi oleh proses menjadi tua.
Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi
luas dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang menyerupai
penyakit atau perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut.
A.
1.
Definisi
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi
insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah
(hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis
yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif
dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000). Diabetes
mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002). Diabetes
mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang dicirikan dengan
hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009)
2.
Epidemiologi
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang
berusia lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15%
populasi pada panti lansia.
3.
Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas
glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas,
aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan
obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin
resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum
dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun
kemampuan insulin terutama pada post reseptor.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena
mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan
laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes
mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke
dalam dua besar :
a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan
fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi
dengan baik).
b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum
alkohol, dll.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab
terjadinya diabetes mellitus. Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan
keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk
mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil,
dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan
oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah
bagian dari proses penuaan itu sendiri.
4.
Klasifikasi
a.
2)
3)
Onset akut
4)
Biasanya kurus
5)
6)
7)
8)
b.
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
Karakteristik DM tipe II :
1)
2)
3)
Onset lambat
4)
5)
6)
7)
8)
9)
5.
Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia
umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang
ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,
akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi
polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu
pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi
yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka
pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
a.
Katarak
b.
Glaukoma
c.
Retinopati
d.
e.
Pruritus Vulvae
f.
g.
h.
Dermatopati
i.
Neuropati perifer
j.
Neuropati viseral
k.
l.
Amiotropi
Ulkus Neurotropik
m.
Penyakit ginjal
n.
o.
Penyakit koroner
p.
q.
Hipertensi
6.
Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah
suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada
maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di
pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh
aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu
sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin
normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang
sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi
meningkat
7.
Pathway
Terlampir
8.
Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler
serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a.
Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan
sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik
mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien
yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang
mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah,
merupakan permulaan yang sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia dengan
NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan
mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional,
dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
c.
Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara
rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk mengetahui
terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
d.
hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk
mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan untuk
membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
e.
Pendidikan
1)
2)
Latihan
3)
Penggunaan insulin
9.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
b.
c.
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
a.
b.
c.
Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
Prognosis DM usia tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya buruk.
Pasien tua dengan tipe II (DMTTI) yang terawat dengan baik prognosisnya baik. Pada
pasien DM yang jatuh dalam koma hipoglikemia prognosisnya kurang baik.
11. Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang
termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan
hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam
komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia,
dan hipertensi.
a.
Komplikasi akut
1)
Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat
pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat
sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
b.
Komplikasi kronis
1)
Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina.
Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi
pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat mengakibatkan
perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina atau berulang
yang mengakibatkan kebutaan permanen.
2)
Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 70% individu DM. neuropati diabetic yang
4)
Displidemia
Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan
Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.
Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau
hipoglikemik oral.
B.
1.
Pengkajian
a.
Data Subyektif
1)
Identitas
DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60 tahun dan
Keluhan utama
DM pada usila mungkin cukup sukar karena sering tidak khas dan asimtomatik (
karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot ( neuropati perifer )
dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
4)
5)
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja
yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
6)
a)
Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
b)
Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
c)
Integritas Ego
Stress, ansietas
d)
Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
e)
Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
f)
Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan.
g)
Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
h)
Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
i)
Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
b.
Data obyektif
Pemeriksaan fisik pada Lansia
1)
Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan pucat dan
terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit dan menurunnya
sel sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tengah dan kaki menjadi tebal dan
rapuh. Pada orang berusia 60 tahun rambut wajah meningkat, rambut menipis / botak
dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
3)
Sistem Muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan otot
karena menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh.
4)
Sistem pendengaran
Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia ) membran timpani menjadi
Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang penglihatan ( daya adaptasi
10
terhadap kegegelapan lebih lambat, susah melihat gelap ). Hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang karena berkurangnya luas pandangan. Menurunnya daya
membedakan warna hijau atau biru pada skala.
6)
Sistem Pernafasan
Otot otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktivitas sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang melebar biasanya dan jumlah
berkurang. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. Karbon oksida pada arteri
tidak berganti kemampuan batuk berkurang.
7)
Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa
Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar
Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai
11
Diagnosa Keperawatan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
3.
Intervensi Keperawatan
a.
Intervensi :
1)
Tentukan program diet, pola makan, dan bandingkan dengan makanan yang dapat
dihabiskan klien.
12
3)
Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung, mual, muntah
dan pertahankan keadaan puasa sesuai inndikasi.
R/ Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan pada klien sadar dan fungsi
gastrointestinal baik.
5)
R/ Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan berkurang dan sementara tetap
diberikan tetap diberikan insulin, maka terjadi hipoglikemia terjadi tanpa
memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran.
8)
Kolaborasi :
a)
R/ Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat daripada memantau gula
dalam urine.
b)
R/ Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan terapi insulin terkontrol
sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber
kalori. Saat ini, kadaar aseton menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
c)
R/ Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan cepat pula membantu
memindahkan glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui IV karena
absorpsi dari jaringan subkutan sangat lambat.
d)
13
R/ Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah sekitar
250 mg /dl. Dengan metabolism karbohidrat mendekati normal,
perawatan diberikan untuk menghindari hipoglikemia.
e)
Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari gejala seperti
muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan.
Pantau tanda tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik.
Pantau pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang
berbau keton.
14
4)
Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas, adanya
periode apnea dan sianosi.
R/ Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah hal umum terjadi pada proses infeksi,
demam dengan kulit kemerahan, kering merupakan tanda dehidrasi.
6)
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane mukosa.
R/ Memberikan hasil pengkajian terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
9)
15
13) Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan berat
badan, nadi tidak teratur, dan distensi vaskuler.
R/ Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan
cairan dan gagal jantung kronis.
14) Kolaborasi :
a)
(1) Normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dekstrosa.
R/ Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon klien
secara individual.
(2) Albumin, plasma, atau dekstran.
R/ Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan jika mengancam jiwa atau tekanan darah
sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah
dilakukan.
15) Pasang kateter urine.
R/ Memberikan pengukuran yang tepat terhadap pengeluaran urine terutama jika
neuropati otonom menimbulkan retensi atau inkontinensia.
c.
Intervensi :
1)
16
5)
Intervensi :
1)
Bantu mengidentivikasi pola energi dan buat rentang keletihan. Skala 0-10 (0 =
tidak lelah, 10 = sangat kelelahan)
Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/ tanpa diganggu.
17
5)
Pantau nadi , frekuensi nafas, serta tekanan darah sebelum dan seudah melakukan
aktivitas.
R/ Memungkinkan kepercayaan diri/ harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi.
7)
Intervensi :
1)
R/ Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2)
Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya
sendiri.
R/ Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi meddia terbaik dalam
pertumbuhan kuman.
18
4)
R/ Sirkulasi perifer bisa terganggu dan menempatkan pasien pada peningkatan risiko
terjadinya kerusakan pada kulit.
5)
Berikan tisue dan tempat sputum pada tempat yang mudah dijangkau untuk
penampungan sputum atau secret yang lainnya.
Kolaborasi
a)
Intervensi :
1)
R/ Lansia daya ingatnya sudah menurun, sehingga diperlukan orientasi ruangan agar
lansia bisa menyesuaikan diri terhadap ruangan.
4)
19
R/ Lansia sudah mengalami penurunan dalam fisik, sehingga dalam melakukan aktivitas
sehari diperlukan bantuan dari orang lainsesuai dengan yang dapat
ditoleransi
5)
20
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, Jakarta : EGC.
Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba
Medika.
Leecknote, Annete Geisler. 1997. Pengkajian Gerontologi Alih Bahasa Aniek
Maryunani. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica
Ester, Yasmin asih. Jakarta : EGC.
21