Anda di halaman 1dari 8

Kearifan Lokal dalam Pengembangan Materi Sejarah di Sekolah

Oleh: Zainuddin, S.S.


A. Pengantar
Perkembangan pendidikan pada berbagai jenjang telah mendorong kesadaran akan
pentingnya apa yang sering disebut dengan kearifan lokal. Hal ini seiring dengan
munculnya kekhawatiran bahwa generasi muda telah demikian jauh melupakan sejarah
daerahnya, akar budaya, adat istiadat, tradisi, serta berbagai kearifan yang dimiliki leluhur
mereka. Salah satu bidang yang mengkhawatirkan sejumlah kalangan, baik dari kalangan
pemerintah, pendidik/ ilmuan, hingga tokoh-tokoh masyarakat adalah bidang pendidikan.
Kekhawatiran dalam bidang pendidikan terletak pada terpinggirkannya banyak hal yang
bersifat lokal; yang realitasnya siswa hidup dan bergumul dengan kehidupan itu atau
setidaknya siswa dilahirkan di daerah itu. Namun, ironisnya siswa tersebut kurang atau
bahkan tidak mengetahui sejarah tentang daerahnya. Penyebabnya tentu tidak hanya dari
pembelajaran yang memang sering mengambil contoh daerah lain yang kebetulan termuat
di buku-buku pelajaran, tetapi juga ketertarikan untuk mengetahui hal tersebut terkalahkan
oleh godaan dunia maya yang menyediakan informasi lebih menarik dan dapat diperoleh
dengan cara instan.
Oase.kompas.com (22-07-2010) memuat berita tentang pahlawan-pahlawan lokal
terancam terlupakan oleh generasi muda akibat minimnya pengajaran sejarah tentang
pahlawan lokal dalam memperjuangkan maupun mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Kepala Pusat Studi Ilmu Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial (Pusis) Universitas Negeri Medan
(Unimed) Ichwan Azhari di Medan, mengatakan, minimnya pembelajaran sejarah dan
budaya lokal akan mengakibatkan anak-anak di daerah tidak mengetahui siapa saja
pahlawan dari daerahnya. "Mereka tidak mengenal pahlawan lokal. Mereka hanya
mengetahui pahlawan-pahlawan nasional saja, padahal daerah juga begitu kaya akan
sejarahnya". Guna meminimalisir kekhawatiran di atas, mungkinkah sejarah lokal menjadi
bagian (dijadikan) penting dalam pembelajaran di sekolah?
Tulisan ini tidak bermaksud untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaan
terdahulu, akan tetapi lebih diarahkan untuk melihat pentingnya penelitian sejarah lokal
dalam kaitannya dengan pengembangan materi sejarah di sekolah. Targetnya sesuai dengan
apa yang disampaikan sejarawan, Kuntowijoyo (2003) yang menegaskan bahwa kita
seharusnya tetap menjadi sejarawan di tempat masing-masing. Bahkan mereka yang
bekerja di pengalengan ikan, pertukangan sepatu, perusahaan batik, pabrik biskuit, dan
dunia usaha lain tetap dapat menjadi sejarawan. Sejarawan adalah penulis sejarah. Titik..
Mungkin target tersebut sangat berlebihan, akan tetapi perlu direspon adanya keprihatinan
pada kenyataan semakin memudarnya kesadaran dan penghargaan masyarakat Indonesia
terhadap nilai-nilai sejarah, baik pada tingkat nasional, maupun pada tingkat lokal (sejarah
komunitasnya sendiri).
Kebijakan penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
memberikan peluang masuknya muatan lokal, sampai saat ini belum diikuti oleh
tersedianya materi-materi pembelajaran muatan lokal yang dimaksud. Akibatnya, lembaga
pendidikan dari berbagai tingkatan belum bisa memaksimalkan kebijakan dan peluang
tersebut untuk memberdayakan masyarakat dan potensi sosial kultural daerah setempat.

Selain itu, dalam kaitannya dengan kesadaran historis, ada kecenderungan yang kuat dalam
masyarakat Indonesia untuk mudah melupakan sejarah komunitasnya sendiri dan
menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak penting. Hal itu juga terkait erat dengan tidak
adanya budaya dokumentasi dalam kehidupan masyarakat, sehingga akhirnya dalam
jangka panjang mereka kehilangan kontak dengan masa lalunya sendiri. Singgih Tri
Sulistiyono (2009) menyebutnya sebagai masyarakat yang sudah mengidap amnesia
historis, sehingga aspek kelampauan dari persoalan kekinian sering dilupakan.
B. Penulisan Sejarah Lokal
Sejarah lokal sebagai salah satu unit sejarah sesungguhnya telah mendapat tempat
yang luas dalam perkembangan penulisan sejarah di Indonesia. Hal ini tentunya bila kita
berangkat dari definisi istilah sejarah lokal yang dikenalkan oleh Taufik Abdullah (2005)
yaitu sejarah dari suatu tempat, suatu locality, yang batasannya ditentukan perjanjian
yang diajukan penulis sejarah. Batasan geografisnya dapat suatu tempat tinggal suku
bangsa yang mungkin mencakup beberapa daerah dan juga dapat pula suatu kota, atau
malahan suatu desa. Dengan demikian sejarah lokal dengan sederhana dapat dirumuskan
sebagai kisah dikelampauan dari kelompok yang berada pada daerah geografis yang
terbatas.
Pertanyaan-pertanyaan pokok yang menjadi dasar pilihan dalam studi dan
penulisan sejarah lokal oleh H.P.R. Finberg (2005) disebutkan asal-usul, pertumbuhan,
kemunduran dan kejatuhan dari kelompok masyarakat lokal. Hal yang terpenting dari
rumusan tersebut ialah bahwa problem-problem pokok harus bertolak dari realitas lokal,
dengan kata lain seleksi peristiwa ditentukan oleh tingkat pentingnya dalam
perkembangan daerah yang dikaji itu, bukan dari kenyataan yang berada di luarnya.
Dalam konteks sejarah tentang Indonesia, maka perbedaan lokal dan nasional tidaklah
terletak pada tingkat abstraksi dan generalisasi, tetapi pada orientasi. Jika sejarah nasional
menuntut problematik yang menuju integrasi dari berbagai lokalitas, maka sejarah lokal
tidak memerlukan ini. Masalah lokal adalah masalah lokal dan segala soal yang
menyangkut berkisar pada dirinya. Karena itu pertanyaan pokoknya lebih sederhana
Apakah hal-hal ini, proses dan kecenderungan struktural, dapat menjelaskan
perkembangan dari masyarakat di daerah ini?, di lokalitas ini?
Dalam perumusan sasaran pokok sejarah lokal, seringkali berkaitan dengan sejarah
sosial. Dengan demikian sejarah lokal harus mempertimbangkan dan memperhitungkan
dengan baik ikatan struktural, yaitu jaringan peranan-peranan sosial yang saling
bergantungan, terhadap aktor sejarah. Pada konteks ini Sartono Kartodirdjo (1992)
menekankan bahwa sejarah lokal baru memperoleh relief kalau ada pendekatan struktural.
Pendekatan strukturallah yang mampu menempatkan peristiwa unik ke dalam kerangka
konseptual sehingga dapat dibuat generalisasi.
Pendapat lain lahir dari Magdalia Alfian (2008), menurutnya dalam mengkaji
sejarah lokal, perlu memberi perhatian pada orang-orang awam yang tidak menonjol, diam
dan mencoba merekontruksi tentang kehidupan mereka. Peninggalan yang terdapat di
daerah menurutnya merupakan sumber informasi sejarah yang sering diabaikan.
"Mengetahui sejarah lokal penting. Sebab melalui sejarah lokal, akan memberikan identitas
diri bagi masyarakatnya, bisa mengungkap dari mana mereka berasal dan bisa
mengambarkan ciri-ciri dari masyarakat tersebut,"
Berbagai kepentingan yang berkaitan dengan penulisan sejarah lokal juga muncul
pada forum Sosialisasi Draf Penulisan Sejarah Lokal di Solo, 21-24 September 2005,

Taufik Abdullah menyatakan bahwa selama 60 tahun lebih telah terjadi kebutaan terhadap
realitas lokal. Tanpa pengetahuan tentang sejarah lokal, pemerintah pusat tidak akan
menyadari realitas dan terpaku kepada nasionalisme puitik yang indah didengar tetapi
berbahaya jika dianggap sebagai sebuah realitas sosial. Ini berdampak terjadinya
penyeragaman. Selain itu, penulisan sejarah lokal merupakan salah satu cara untuk
mendapatkan pengetahuan dan memperoleh kearifan yang telah hilang, kata Ketua
Masyarakat Sejarawan Indonesia itu. Lebih jauh, dalam draf Pedoman Penulisan Sejarah
Lokal yang disusun Asisten Deputi Urusan Sejarah Nasional, Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata, disebutkan bahwa penulisan sejarah lokal dapat menjadi alat untuk memahami
dinamika masyarakat lokal dan keterkaitannya dengan lokalitas lain. Di samping itu,
sejarah lokal bisa digunakan untuk menelusuri asal-usul perkembangan, gejolak keresahan
serta perwujudan budaya lokal serta memahami sumber daya tahan tradisi lokal.
Ada beberapa hal pentingnya mempelajari sejarah lokal antara lain:
1. Untuk menilai kembali generalisasi-generalisasi yang sering terdapat dalam sejarah
nasional (periodisasi,dualisme ekonomi,dll.)
2. Meningkatkan wawasan/ pengetahuan kesejarahan dari masing-masing kelompok
yang akhirnya akan memperluas pandangan tentang dunia Indonesia.
3. Membantu sejarawan profesional membuat analisis-analisis kritis.
4. Menjadi sumber/ bahan/ data sejarah untuk kepentingan no.1 dan para peneliti lainnya.
C. Pengembangan Materi Sejarah
Berbeda dari studi sejarah lokal yang lebih ditekankan pada pencapaian
pengetahuan tentang peristiwa sejarah yang dijadikan sasaran studi yakni sejarah dari suatu
lokalitas tertentu. Untuk itu pengajaran sejarah lokal di sekolah-sekolah hendaknya
dipandang sebagai salah satu alternatif yang mungkin dapat dipilih dan diterapkan dengan
membawa siswa pada apa yang sering disebut Living History, yaitu sejarah dari lingkungan
sekitar dirinya. Hal ini tentunya harus dimulai dari bagaimana pengembangan materi
sejarah pada kurikulum sekolah.
Sudah menjadi hal umum bahwa materi sejarah, hanya memuat sejarah tokoh, etnis,
wilayah, pada waktu tertentu. Sehingga lazim dijumpai daerah/ peristiwa yang terjadi
ditempat siswa dan guru itu sendiri sangat sedikit atau bahkan tidak termuat dalam bukubuku sejarah yang ada di sekolahnya. Hal ini bukan berarti bahwa semua sejarah lokal di
Indonesia harus dimasukkan dalam buku pelajaran sejarah, akan tetapi melalui
pembelajaran sejarah berbasis sejarah lokal siswa diajak mendekatkan diri pada situasi riil
dari lingkungan terdekatnya. Berikutnya membawa siswa secara langsung mengenal serta
mengayati lingkungan masyarakat, di mana mereka adalah merupakan bagian dari
padanya. Tidak salah bila dikatakan bahwa pengajaran sejarah lokal mampu menerobos
batas antara dunia sekolah dengan dunia nyata di luar sekolah. Dari pengajaran sejarah
lokal siswa akan mendapatkan banyak contoh-contoh dan pengalaman-pengalaman dari
berbagai tingkat perkembangan lingkungan masyarakatnya, termasuk situasi masa kininya.
Mereka juga akan lebih terdorong mengembangkan keterampilan-keterampilan khusus
seperti perihal observasi, teknik bertanya atau melakukan wawancara, menyeleksi sumber,
mencari fakta, dan lain-lain. Selama ini yang nyaring terdengar adalah pelajaran sejarah
membosankan, penuh hafalan fakta-fakta, sehingga tidak menarik. Di samping adanya
anggapan yang menyebutkan bahwa melalui pengajaran sejarah siswa dipaksa untuk
mengungkapkan masa lalu. Padahal dengan belajar sejarah dapat diambil nilai-nilai
kehidupan yang menuntun orang untuk menjalani kehidupan masa kini dan masa datang
menjadi lebih baik.

Berdasar pada hal tersebut, maka hal yang sangat mungkin dilakukan oleh guru
sebagai pemangku kepentingan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan
kurikulum pelajaran sejarah. Hal itu terbuka lebar untuk dilakukan sebab saat ini
penyusunan dan penetapan kurikulum dilakukan oleh sekolah. Tantangannya adalah guru
harus memiliki wawasan yang luas tentang sejarah lokal dimana mereka bertugas. Selain
itu, masalah waktu dalam proses pembelajaran juga banyak menjadi kendala bagi guru
untuk bereksplorasi dalam pembelajarannya.
Terdapat beberapa kemungkinan untuk mengembangkan dan atau memasukkan
muatan sejarah lokal dalam pengembangan kurikulum sekolah antara lain:
1. Sekolah diberi ruang dan waktu untuk membelajarkan muatan lokal satu setiap
semester atau dua mata pelajaran dalam satu tahun. Hal ini tentunya merupakan
peluang untuk memasukkan pelajaran sejarah lokal pada kurikulum sekolah. Cara ini
menuntut guru untuk memiliki referensi sejarah lokal yang cukup memadai, sebab
dengan status sebagai mata pelajaran muatan lokal, pelajaran sejarah lokal harus
disusun sendiri komponen-komponen pengembangan kurikulum pelajaran tersebut.
Misalnya standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, materi pokok,
cara belajar peserta didik, dan asesmen. Dalam hal ini memang dibutuhkan
kompetensi tersendiri bagi guru untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum
sejarah tersebut.
2. S. Hamid Hasan (2008) menegaskan bahwa kurikulum pendidikan sejarah harus
memiliki materi kurikulum (pokok bahasan) yang menggambarkan kehidupan
kebangsaan di masa lalu. Kesalahan dalam pemilihan materi dapak berdampak negatif
terhadap pengembangan memori kolektif bangsa. Peristiwa-peristiwa sejarah yang
terjadi di berbagai daerah harus mendapat tempat dalam kurikulum. Dalam konteks ini
terbuka ruang-ruang untuk mengintegrasikan sejarah lokal dalam pengembangan
kurikulum pendidikan sejarah. Disinilah sesungguhnya muncul permasalahan sebab
banyak hasil studi sejarah lokal yang dilakukan oleh lembaga pendidikan tinggi tidak
terpublikasikan dengan baik, sehingga sangat sedikit guru (pengembang kurikulum)
yang dapat mengaksesnya dan menjadikannya bahan pembelajaran.
3. Memperhatikan kedua hal tersebut di atas, mungkin keduanya akan lebih ringan dan
mudah untuk dilakukan bila terjalin kerjasama antar berbagai pihak, utamanya
pemerintah (dalam hal ini pemerintah otonomi tingkat II), lembaga pendidikan tinggi,
dan sekolah. Apa yang dilakukan Universitas Negeri Medan (Unimed) yang
mengusulkan dan telah disetujui oleh DPRD Kota Medan agar pelajaran sejarah
muatan lokal diberikan di tingkat SD, SMP, dan SMA dapat menjadi contoh yang
bagus bagi daerah lain. Lebih jauh Unimed juga telah membantu penyusunan modul
pembelajaran sejarah dan telah siap diterbitkan untuk digunakan di sekolah-sekolah.
Upaya tersebut di atas akan dapat berhasil bila jauh sebelumnya ada usaha yang
serius untuk meningkatkan kemampuan guru selaku perencana dan pelaksana
pembelajaran sejarah di sekolah. Apa yang dilakukan Dinas Kebudayan dan Pariwisata
Sulawesi Tengah dengan mengadakan Pelatihan Metodologi Sejarah dan penerbitan bukubuku sejarah lokal Sulawesi Tengah patut diberi apresiasi. Kegiatan tersebut tentunya akan
mendorong penulisan sejarah lokal yang lebih luas dan dengan demikian akan mendorong
pula pemangku kepentingan bidang pendidikan untuk memberikan ruang integrasi sejarah
lokal dalam kurikulum pendidikan sejarah.
D. Penutup

Penelitian sejarah lokal harus terus digalakkan bila daerah ini tidak ingin
kehilangan generasi muda yang memiliki potensi besar untuk melangkah maju
membangun bangsa. Membangun bangsa dalam hal ini tidak perlu selalu harus
meninggalkan daerah, sebab sesungguhnya membangun daerah adalah membangun bangsa
itu sendiri. Maju tidaknya suatu bangsa sangat ditentukan oleh majunya daerah-daerah
yang ada di dalam wilayah bangsa tersebut. Demikian juga dengan sejarah lokal,
kemajuan penelitian sejarah lokal akan semakin memperkaya sejarah nasional.
Hasil-hasil penelitian sejarah lokal hanya akan bermanfaat bila digunakan oleh
lebih banyak anggota masyarakat, khususnya lembaga-lembaga pendidikan pada seluruh
jenjang dan lembaga-lembaga pemerintah penentu kebijakan. Oleh karena itu, tidak ada
kata terlambat untuk memulai suatu kebaikan. Penelitian sejarah lokal dan pengembangan
pembelajaran sejarah berbasis lokal adalah dua hal yang tidak dapat ditunda-tunda lagi.

Zainuddin, S.S.
Guru IPS pada SMP Negeri 1 Palu
Ketua MGMP IPS SMP/ MTs Kota Palu

DAFTAR PUSTAKA
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah Edisi Kedua (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003)
M. Nursam, dkk (Editor), Sejarah Yang Memihak, Mengenang Sartono Kartodirdjo,
(Yogyakarta: Ombak bekerjasama dengan Rumah Budaya TeMBI, 2008)
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1992)
Singgih Tri Sulistiyono, Penulisan Sejarah Lokal Di Era Otonomi Daerah: Metode,
Masalah, Dan Strategi, Makalah, disampaikan pada Seminar Nasional
Peningkatan Kompetensi Penelitian untuk Pengajaran Sejarah di Era
Sertifikasi dan Otonomi Daerah yang diselenggarakan oleh Masyarakat
Sejarawan Indonesia Komisariat Kabupaten Kudus bekerja sama dengan
Program Studi Magister Ilmu Sejarah Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro dan Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Tengah
(Kudus, 20 Maret 2009)
Taufik Abdullah (Editor), Sejarah Lokal di Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, Cetakan Kelima 2005)
http://kompas.com
http://duniasastra.proboards.com/index.cgi?action=display&board=diskusi&thread=204
http://kendariekspres.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=614&Itemid=39
http://oase.kompas.com/read/2010/07/22/02450115/Pahlawan.Lokal.Terancam.Dilupakan3,
http://sejarah.fib.ugm.ac.id/artdetail.php?id=10

BIODATA PENULIS
I. Data Diri
A. Nama lengkap

: Zainuddin, S.S.

B. Tempat/ Tanggal Lahir : Kuli-kuli, 16 Nopember 1974


C. Alamat

: BTN Petobo Blok A.1 No. 5 Palu


Hp. 081354371433
E-mail: nurhifeb@yahoo.com, zain1611@gmail.com

II. Pendidikan
1. Sekolah Dasar Negeri 32 Kaliang, tamat tahun 1987
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri Cempa Pinrang, tamat Tahun 1990
3. Sekolah Menengah Atas Negeri Pekkabata Pinrang, tamat Tahun 1993
4. Kuliah Jurusan Sejarah Fakultas Sastra di Universitas Hasanuddin Makassar, tamat
Tahun 2000
5. Kuliah Akta IV di Universitas Negeri Makassar, tamat Tahun 2002
III. Pengalaman Kerja
1. Asisten Peneliti pada Pusat Kajian Indonesia Timur (Puskit) Universitas Hasanuddin
Tahun 2000-2002
2. Asisten Peneliti pada Pusat Studi Sejarah (PuSSej) Universitas Tadulako Tahun 2005sekarang
3. Pengajar tetap pada SMP Negeri 17 Palu tahun 2005 2011
4. Pengajar tetap pada SMP Negeri 1 Palu tahun 2011 sekarang
IV. Organisasi
1. Ketua Himpunan Mahasiswa Sejarah dan Arkeologi Univ. Hasanuddin
Tahun 1996

2. Ketua Himpunan Mahasiswa Sejarah Univ. Hasanuddin Tahun 1997


3. Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) Fakultas Sastra Univ.
Hasanuddin Tahun 1998-1999

4. Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) IPS SMP/ MTs Kota Palu
Tahun 2008 sekarang

Anda mungkin juga menyukai