Tugas Gender Dan Hukum Islam
Tugas Gender Dan Hukum Islam
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Para
filosof
kuno
sama
sekali
tidak
menyesali
kondisi-kondisi
tertentu.
Kehidupan
sehari-sehari
yang
apa
pun
yang
ia
inginkan,
kapan
pun
ia
telah
dianggap
sebagai
prinsip
umum.
Sebuah
apakah
perempuan
tetap
harus
hidup
dalam
perbudakan?2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada beberapa pokok masalah yang
akan menjadi fokus dan titik pembahasan pada makalah ini:
1. Bagaimana Perempuan Berkarier diluar Rumahnya?
2. Bagaimana Kewajiban Perempuan Terhadap Keluarganya
3. Kepemimpinan perempuan dalam keluarga?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengeksplorasi Peran Perempuan Sangat Memberi pengaruh besar terhadap
Keluarganya.
2. Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Islam Dan Gender.
BAB II
PEMBAHASAN
dalam
konteks
tertentu
pula.
Misalnya
pada
keluarga
yang
cukup urgen, dan berat jika hanya dibebankan terus menerus pada salah satu di
antara suami dan istri.3
Pembakauan peran suami dan istri secara dikotomis publik-produktif
diperankan oleh suami, sedangkan peran domestik-reproduktif merupakan peran
istri telah mengakar dimasyarakat. Pembakauan peran ini sesungguhnya tidak
menjadi masalah jika istri menghendaki, memutuskan untuk memilih menjadi ibu
rumah tangga
siapa yang memiliki inisiatif pertama. Oleh karena itu hampir di semua budaya,
adat istiadat termasuk aturan agama di seluruh dunia menempatkan laki-laki
sebagai pencari nafkah untuk keluarganya.
Peran reproduktif menjadi bagian hidup perempuan dengan argumentasi
yang mudah dilacak, bahwa perempuan mempunyai fungsi reproduksi biologis
seperti haid, hamil, melahirkan, menyusui, kemudian dicitrakan sebagai makhluk
yang lemah, tergantung, tidak berani tantangan, harus di kontrol. Peran yang
ditempelkan pada perempuan yang dekat dengan stereotype yang diberikan
kepadanya, seperti bercocok tanam, beternak, merawat dan mengasuh anak,
memasak, mencuci, mengatur rumah dan seterusnya.
Pembagian peran ini sesungguhnya tidak menjadi masalah jika kedua
wilayah tersebut mendapat penghargaan yang setara. Namun kenyataan yang
terjadi di masyarakat justru telah membentuk suatu emage bahwa pekerjaan publik
produktif lebih tinggi karena mendapatkan penghasilan (dibayar). Sedangkan
pekerjaan domestik rumah tangga lebih rendah karena tidak menghasilkan uang.
Pembagian tersebut kemudian berlanjut pada laki-laki (Suami) lebih tinggi
derajatnya dari perempuan (istri) karena dialah yang menjadi tulang punggung
kelauarga, pencari nafkah dan pengendalian hak-hak keluaga ditanggungnya.
Perempuan sebagai pengelola buah kerja suami dari sektor publik,
sepintas dia yang memegang uang, tetapi survey di tingkat Dunia, bahwa aset
perempuan hanya 10% sedangakan laki-laki 90%. Artinya, istri pada
dasarnyahanya mengelola nafkah suami bukan memiliki sepenuhnya. Dalam
kondisi seperti ini sering mengalami perasaan asing terhadap keungan keluarga,
bahkan dialteraleneasi karena dirinya juga bagian dari harta benda milik
suaminya.
Hak property yang tidak seimbang inilah istri menjadi termarjinalkan
dalam kehidupan. Jika dia terpaksa cerai dari suaminya maka beban kehidupannya
lebih berat. Karena itulah mengapa kekerasan dalam rumah tangga terus terjadi,
istri tetap bertahan dengan penderitaannya,
fenomena
pemenuhan
kebutuhan
dan
upaya-upaya
untuk
susah payah dapat menghitung angka perempuan yang menjadi stenograf (ahli
tulisan kuno), menteri, insinyur, editor, pejabat dalam observatorium, atau bekerja
pada pelayanan pos dan pegawai telegrap. Banyak juga perempuan yang
menempati posisi di Departemen Pendidikan. Di sekolah-sekolah dasar, 95% dari
mereka adalah stafnya.
Untuk menunjukkan kemajuan perempuan di Amerika, cukup dengan
melihat sensus tahun 1880 yang mengindikasikan bahwa 75% perempuan
memiliki profesi dalam ilmu pengetahuan dan kesenian, 63% dalam bidang
perdagangan dan 62% dalam bidang industri.
Sementara bila kita memperhatikan Inggris, negara yang sangat mirip
dengan Amerika, kita akan menemukan bahwa keterlibatan perempuan dalam ilmu
pengetahuan dan industri kurang signifikansinya. Menurut data statistik yang
berakhir, 1 juta perempuan bekerja pada bidang ilmu pengetahuan dan kesenian,
sementara 3 jutanya berkecumpung dalam bidang perdagangan dan industri.
Perempuan Inggris memiliki hak pilih dalam pemilihan wali kota, dalam
masyarakat yang terpelajar dan organisasi kedermawanan. Perempuan juga
menikmati hak tersebut di sebagian daerah jajahan Inggris di Afrika Selatan,
Kanada dan Australia.6
Pada umumnya, kontradiksi yang banyak terjadi di antara kita dan bangsa
Barat adalah pada pemahaman sifat-sifat manusia, dan pengertian terhadap
individualitas manusia. Dengan demikian, mereka telah memberikan perempuan
hak yang sama, yang mereka telah memberikan perempuan hak yang sama, yang
mereka nikmati dalam kehidupan mereka. Mereka tidak mempersilahkan hak
perempuan pada kebebasan fisik dan mental. Satu-satunya pemaksaan ialah
tingkah laku yang dilarang oleh desensi (kesopanan). Tapi mereka membantu
persoalan tentang kesamaan perempuan dalam lingkup publik. Beberapa orang
merasakan bahwa keterlibatan perempuan dalam kerja publik berada di luar peran
naturalnya, sementara yang lain berpendangan bahwa peran naturalnya ini tidak
menempati seluruh kehidupan perempuan dan telah ditentukan atas kesejajaran
antar seks (jenis kelamin) dalam kehidupan publik
Mengenai kita, masih belum menganggap bahwa perempuan memiliki
status seperti laki-laki. Pikiran kita belum mampu untuk memahami kebenaran
yang nyata tentang humanitas perempuan. Kita telah merampas semua hak
6. Qasim Amin, Sejarah Penindasan Perempuan Menggugat Islam Laki-laki
Menggurat Perempuan Baru , (Yogyakarta:IRCiSoD, 2003), 36-38.
7
menggugat
kebodohan
atau
perbudakan
perempuan
yang
hanya
Kita melihat seperti yang dialami perempuan Mesir saat ini, juga tercakup
penjelasan tentang peranan yang tidak begitu penting dalam keluarga. Namun begitu,
ketidakmampuan perempuan kita saat ini untuk melakukan berbagai responsibilitas
yang dipercayakan pada mereka tidak menjadikannya berputus-asa pada peluang
kemajuan mereka atau memastikan kita untuk menilai bahwa mereka tidak sanggup
untuk mencapai standar yang diharapkan.
Perempuan memiliki responsibilitas yang lebih ekstensif dari yang kita
pikirkan. Mendidik anak-anak adalah salah satu responsibilitas terpenting. Melalui
pertimbangan dan komparasi kita tentang statistika kematian bayi yang ada di london,
kita akan memperoleh beberapa wawasan pada tingkat kebodohan perempuan Mesir.
Kematian bayi Mesir lebih banyak dua kali lipat dari pada di London: Statistika
Public Health Office tahun ini dengan keterangannya menyatakan bahwa tingkat
kematian anak di bawah usia lima tahun di Kairo adalah 145 per 1000 dibandingkan
dengan 68 per 1000 di London.
Jika sehat dan sakit, kehidupan dan kematian, anak-anak kita berkaitan
dengan cara didikan perempuan kita, lalu apakah itu bukan karena lemahnya pikiran
dan kebodohan yang ditimpakan pada mereka dengan menempatkan mereka pada
ketakhayulan seorang pembantu yang menyusui bayi orang lain dan nasehat
perempuan tua yang ditujukan pada anak-anak kita hanya sebagai kesenangan mereka
belaka?
Jumlah anak yang terbunuh oleh kebodohan perempuan setiap tahunnya
melebihi jumlah orang yang mati dalam kekejaman peperangan. Banyak perempuan,
karena kebodohan mereka tentang kesehatan menjadi penyebab penyakit kronik
terhadap anak-anak mereka, dengan memberikan beban yang berat bagi mereka untuk
bisa menggapai kebahagiaan hidupnya kelak. Bila seorang ibu memahami kesehatan
anak, rumah, pakaian, tidur, dan bermain yang mempengaruhi jasmaninya, maka ia
akan melindunginya dari sumber penyakit berdasarkan pengetahuannya tentang
kesehatan. Dan bila seorang ibu bertanggung-jawab atas baik buruknya kesehatan
anaknya, maka ia tidak akan membiarkannnya terjerumus kedalam marabahaya. Akan
tetapi bagaimana ia akan mendapatkan pengetahuan kalau kebodohan senantiasa
menindihnya sehingga ia berpikir bahwa sesuatu yang terjadi pada anaknya tidak
memiliki penyebab yang jelas?
Mendidik anak memiliki keterkaitan yang besar dengan ilmu pengetahuan.
Mayoritas semua ini berkaitan dengan prinsip-prinsip kesehatan, dan pengetahuan
tentang prinsip-prinsip ini menuntut hubungan yang kuat dengan bidang pengetahuan
9
10
Karakter yang buruk ini tidak hanya terjadi pada seorang ibu. Seorang
ayah, karena kebodohan tentang sifat dasar manusia dan kejiwaan anak, menggunakan
pendekatan repulsive dalam membesarkan anak mereka atau dengan cara yang tidak
masuk akal seperti yang dipergunakan oleh perempuan. Menghina dan memaki anak,
sebagai contoh, adalah salah satu tingkah laku yang paling tidak disukai, yang
dilakukan seorang ayah terhadap anak mereka. Makna seperti itu seringkali tidak
dapat dimengerti oleh anak dan seingkali pula di tanggapai kembali dengan
pengulangan ekspresi sikap yang serupa. Seoarng ayah seringkali menganggap
jawaban yang demikian membuat orang tertawa, refleksi kejenakan anak: ayah
tertawa, menganggap kata-kata anaknya adalah pertanda yang baik bagi
kesuksesannya di masa yang akan datang. Seorang ayah juga memerintah anaknya
terhadap suatu hal yang tidak ada gunanya. Dan bila si anak tidak mematuhi, ia akan
menerkamnya seperti binatang liar, memukulnya dengan sembarangan ke setiap
bagian tubuhnya. Hal ini tidak akan terjadi bila ayah tidak merasa bahwa
ketidakpatuhan anaknya sebagai sebuah pelanggaran terhadap otoritasnya atau
penghinaan terhadap kewibawaannnya.
Jika seorang ayah memahami bahwa tingkah lakunya terhadap anaknya
memiliki pengaruh yang kuat padanya, ia tidak akan membiasakannya pada tingkah
laku yang tidak disetujui anak. Jika ia tahu bahwa maksud dari membesarkan anak
bukanlah memaksanya untuk patuh pada segala perintahnya tetapi lebih pada
membiasakannya untuk membangun pengendalian dirinya, ia akan menghindari
perintah, ancaman, atau pukulan terhadap anaknya. Perilaku kasar seperti ini tidak
membantu anak untuk memahami pengendalian diri. Di sinilah dibutuhkan upaya
orang tua untuk menerangkan signifikansi pengendalian diri dan konsekuensi tingkah
laku anak, hingga ia menyadari dengan sendirinya bahwa apa pun yang baik dan
buruk akan menimpanya pada responsibilitas yang ia jalani nantinya.
Membiarkan anak mengalami akibat dari tingkah lakunya adalah salah
satu metode pengajaran terbaik padanya yang bermaksud untuk mengenali
pengendalian dirinya. Campur tangan dalam kehidupan anak seharusnya terjadi hanya
ketika menasehati, membimbing, atau menjelaskan akibat dari tingkah laku yang
dilakukannya. Jika seorang anak melakukan suatu hal yang berlawanan dengan
nasehat yang ia dapatkan, maka ia akan mampu menghadapi konsekuensinya.
Pengawasan yang ketat, bagaimana pun juga, harus ditujukan untuk memastikan
bahwa anak tidak melakukan kerugian pada dirinya, dengan intervensi orang tua bila
11
dibutuhkan. Seorang anak akan belajar, pada akhirnya, untuk menjadi seorang yang
dewasa dan percaya diri, yang akan sanggup menjaga dirinya saat tak ada seorang pun
yang mampu melindungi dan mempertahankannya.
yakin bahwa semua kesalahan yang dapat diketemukan di antara anakanak termasuk berbohong, kemalasan, dan kebodohan disebabkan oleh ketidaktahuan
orang tua yang menjadi dasar dalam mendidik anak-anak mereka, melindungi anak
dari penyakit dan menolongnya dengan menanggulangi gangguan jasmani,
membutuhkan pemahaman yang besar terhadap ilmu pengetahuan, maka ilmu
pengetahuan yang lebih ekstensif dan komperhensif juga dibutuhkan bagi anak untuk
membantu pembangunan moral dan fisiknya.
Mayoritas orang menyakini bahwa jalan yang telah didapatkan anak
tidaklah begitu penting. Tetapi yang benar-benar memahami menyetujui bahwa tidak
ada aktivitas menusia, bagaimana pun besarnya, yang tidak membutuhkan
pengetahuan yang lebih ekstensif, perhatian yang teliti, atau usaha yang keras
daripada yang diperlukan dalam mendidik anak. Pengetahuan yang diharapkan harus
datang dari semua disiplin yang bisa menunjukkan pada pemahaman kita terhadap
pembangunan fisik dan spiritualitas manusia. Kerja keras dan perhatian yang besar,
dengan mempergunakan prinsip ini pada semua tahap perkembangan anak yang mulai
saat dilahirkan hingga menjadi dewasa, membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan
pengamatan yang ketat dan pengawasan yang jarang dikaitkan dalam kewajibankewajiban lain. Tetapi itu tidaklah harus diambil dari semua langkah tersebut.
Yakinlah bahwa setiap ibu sepenuhnya mengetahui ekstensivitas disiplin ini. Tapi
yang dibutuhkan, paling tidak, mereka mengenali prinsip-prinsip umumnya, sehingga
akan menguatkan persiapan mereka untuk membesarkan anak-anak mereka.
C. Kepemimpinan Perempuan(Istri) dalam Keluarganya.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa wanita tidak boleh menjadi pemimpin
publik, yang berhak adalah kaum lelaki. Kaum lelaki adalah pemimpin kaum wanita.
Dalil yang mereka gunakan adalah surat al-Nisa ayat 34:
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
mereka.
Agaknya pendapat mayoritas ini didasarkan pada pendekatan bahasa.
Pertama, mereka menafsirkan kata (qawwamum) dengan pemimpin. Karena itu,
dalam terjemahan al-Quraan Departemen Agama RI, kalimat (Al-Rijalu Qawwamuna
ala al-Nisa) diterjemahkan dengan Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
12
wanita. Kedua, kata ganti (dhamir) (hum) dalam kalimat (badhahum) dipahami
merujuk kepada laki-laki. Sehingga kalimat (b i m a fadhdhalallahu badhahum ala
badhin) dalam ayat itu diartikan dengan oleh karena kelebihan yang diberikan Allah
kepada sebagian mereka (yaitu laki-laki) atas sebagian yang lain (yaitu wanita).
Berdasarkan analisis bahasa, disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
dibebankan kepada kaum lelaki karena kelebihan yang mereka miliki. Menurut alZamakhsyari (w, 538 H) kelebihan ini terletak pada akal, keteguhan hati, kemauan
keras, kekuatan fisik, dan keberanian atau ketangkasan. Oleh karena itu, kenabian,
keulamaan, kepemimpinan besar yang bersifat publik dan jihad hanya diberikan
kepada laki-laki. Senada dengan al-Zamakhsyari (w. 538 H), al-Alusi (w. 1270 H)
mengemukakan dua kelebihan kaum pria yaitu wahbi dan kasabi. Kelebihan pertama
didapat dengan sendirinya berupa pemberian dari Tuhan. Sedangkan kelebihan kedua
digapai dengan jalan usaha. Menurut Fakhr al-Din al-Razi (w. 606 H) kelebihan lakilaki atas perempuan meliputi dua hal, yaitu ilmu pengetahuan (al-ilm) dan
kemampuan fisik (al-qudrah). Akal dan pengetahuan laki-laki, menurutnya, melebihi
akal dan pengetahuan perempuan. Oleh karena itu, untuk pekerjaan-pekerjaan keras,
laki-laki lebih pantas. Dengan redaksi yang berbeda, Muhammad Husain alThabathabai (w. 1981 M) mengungkapkan hal yang senada. Laki-laki, tulisanya,
memiliki kelebihan dibanding dengan perempuan dalam kekuatan intelektual, yang
oleh karena itu laki-laki lebih tahan dan tabah dalam menghadapi tantangan hidup dan
kesusahan. Sementara kehidupan perempuan adalah kehidupan emosional yang
dibangun atas sifat kelembutan dan kehalusan. Al-Alusi (w. 1270 H) menambahkan
bahwa meskipun ayat tidak mengungkapkan secara langsung persoalan kelebihan
laki-laki, itu karenakan kelebihan laki-laki atas perempuan sudah sangat jelas
sehingga tidak memerlukan lagi penjelasan secar rinci.
Berdasarkan pendapat dan interpretasi mayoritas ulama di atas, maka
terjemahan surat al-Nisa ayat 34 tersebut secara lengkap berbunyi: Kaum laki-laki
itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian
mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka .
Menjadikan ayat di atas sebagai dasar pelarangan kepemimpinan wanita
ditolak kaum feminis, karena interpretasi tersebut mengabaikan aspek historis dan
analisis bahasa secara mendalam. Dalam kitab Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul,
karya Imam Jalaluddin al-Suyuthi (w. 911 H) disebutkan bahwa Ibnu Abi Hatim dari
al-Hasan berkata: Seorang wanita datang kepada Nabi. Ia melaporkan karena ditampar
13
oleh suaminya. Nabi berkata: Balas saja. Kemudian turun ayat ini. Akhirnya wanita
ini pulang, sedang ia tidak membalas tamparan suaminya. Masih dalam kita ini, Imam
Ibnu Jarir al-Thabari (w. 310 H) meriwayatkan melalui al-Hasan. Bahwa ada seorang
Anshar memukul istrinya. Lalu istrinya datang kepada Nabi. Ia datang untuk
menuntut balas (qishash) suaminya. Kemudian Nabi Saw. Memanggil mereka untuk
urusan qishash. Lalu turunlah ayat ini. Kedua riwayat di atas menyebutkan bahwa istri
wanita Anshar datang menemui Nabi. Sementara dalam riwayat Ibnu Mardiwih dari
Ali menyebutkan seorang laki-laki Anshar yang datang kepada Nabi dengan istrinya.
Istrinya berkata: Suamiku memukulku hingga melukai wajahku. Suaminya
mejawab: Tidak Nabi. Lalu Nabi Saw. Berkata: Tidak pantas kamu berbuat
begitu. Lalu turunlah ayat ini.
Siapa nama suami-istri tersebut, dan mengapa sang suami menampar muka
istrinya? Ketiga riwayat di atas tidak menyebutkannya. Tetapi dalam buku Asbab
Nuzul al-Quran, karya Ali bin Ahmad al-Wahidi menyebutkannya bahwa ayat alNisa : 34 di atas turun berkenaan dengan kasus istri Saad bin Rabi, seorang
pembesar golongan Anshar. Istrinya bernama Habibah binti Zaid bin Abi Zuhair
diajak untuk berhubungan badan, tetapi menolak. Lalu Saad menamparnya. Atas
perlakuan Saad, istrinya mengadukannya kepada Rasulullah Saw. Kepada Habibah,
Nabi Saw. Memerintahkan agar ia menjauhi suaminya, dan terhadap Saad akan diberi
hukuman qishash atas sikap kesewenangannya. Akan tetapi, begitu Habibah beserta
ayahnya mengayunkan beberapa langkah untuk melaksanakan qishash, tiba-tiba Nabi
Saw. Memanggil keduanya seraya berkata: Jibril datang kepadaku. Allah
menurunkan Firman-Nya, yang artinya: : Kaum laki-laki itu qawwam bagi kaum
wanita. Selanjutnya beliau bersabda: Ia menginginkan sesuatu tetapi Allah
berkehendak lain.
Berdasarkan sabab al-nuzul (sebab turunnya ayat) di atas, maka konteks ayat
tersebut bukan bekenaan dengan kepemimpinan. Sebaliknya, secara kontekstual ayat
tersebut justru berhubungan dengan kasus rumah tangga. Bahkan lebih khusus lagi,
berkaitan dengan kebutuhan biologis suami. Hal ini dipahami dari sebab penamparan
suami atau penolakan istrinya yang menolak berhubungan badan. Oleh karena itu,
pernyataan ayat tersebut bukan bersifat normatif-yuridis, melainkan pernyataan
sosiologis, karena ia turun berkaitan dengan urusan rumah tangga. Dalam bahasa
Said Aqil Siraj, ayat ini adalah ayat ranjang, dan karenanya tidak benar dijadikan
alasan keharaman kepemimpinan publik perempuan dan Kepemimpinan Dalam
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses industrialisasi membuat kondisi wanita lebih buruk lagi.
Industrialisasi memisahkan antara rumah dan publik. Sektor publik
selalu memberi nilai materi, sedangkan pekerjaan rumah tidak.
Akhirnya wanita hanya dianggap sebagai kepala pembantu dalam
rumah tangga. Penguasaan pria terhadap basis material yang lebih
besar yang membuatnya mampu menafkahi keluarganya menjadikan
posisi suami lebih kuat dalam keluarganya dibanding istri serta dan
15
tidak
mencerminkan
prinsip
kesetaraan
Laki-laki
dan
bermusuhan.
Selain
prinsip
tauhid,
keadilan
(al-adalah),
sistem
pertama
menegaskan
bahwa
ayat
memberikan
nafkah,
domestik
yang
mereka
lakukan
harus
dinilai
dan
yang
dilakukan
perempuan,
maka
laki-laki
harus
martabat
kaum
wanita.
Islam
sesungguhnya
tidak
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Qasim, Sejarah Penindasan Perempuan Menggugat Islam Lakilaki, menggurat Perenpuan Baru, Yogyakarta: IRCiSoD, 2003.
Ch, Mufidah, Psikologi Keluarga Islam berwawasan gender, cet ke-1,
Malang: UIN-Malang Press, 2008.
Kau, P, A Sofyan dkk, Fikih Feminis Menghadirkan Teks Tandingan, cet ke1, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
Kau, P, A Sofyan, Fikih Alternatif, cet ke-1, Yogayakarta: Mitra Pustaka,
2013.
18