Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH:
YESSIE ROHAN
NIM. 125070218113036
KELOMPOK 4
deselerasi)
Trauma Sekunder :terjadi akibat trauma saraf (melaluiakson) yang meluas,
Menurut Tarwoto (2007) penyebab cedera kepala dibedakan menjadi dua berdasarkan
bentuk traumanya :
1. Trauma tumpul pada kepala
Merupakan bentuk trauma yang terjadi akibat hantaman/pukulan benda tumpul,
terjatuh, terbentur maupun kecelakaan.
2. Trauma tembus pada kepala
Merupakan bentuk trauma yang terjadi pada kepala akibat suatu benda yang
melubangi kepala. Misalkan trauma akibat tembakan peluru maupun tusukan dari
benda tajam.
Pada dasarnya menurut Tarwoto, trauma tembus maupun tumpul dapat ditentukan
dengan ada atau tidaknya penetrasi pada selaput dura.
Kebanyakan cedera kepala merupakan akibat dari kontak bentur atau guncangan
lanjut. Cedera kontak bentur terjadi bila kepala membentur atau menabrak sesuatu objek
yang sebaliknya. Sedangkan cedera guncangan lanjut merupakan akibat peristiwa
guncangan kepada yang hebat, baik yang disebabkan oleh pukulan maupun yang bukan
karena pukulan (Satyanegara, 1998).
Selain itu penyebab yang paling umum adanya peningkatan TIK pada pasien
cedera kepala adalah edema serebri. Puncak pembengkakan yaitu 72 jam setelah
cedera. Pada saat otak yang rusak membengkak atau terjadi penumpukan darah yang
cepat, terjadi peningkatan TIK karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar.
Akibat cedera dan peningkatan TIK, tekanan disebarkan pada jaringan otak dan struktur
internal otak yang kaku.
III. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
a. Berdasarkan mekanisme cedera kepala
- Cedera tumpul
Cedera tumpul dapat terjadi
Kecepatan tinggi berhubungan dengan kecelakaan mobil, motor
Kecepatan rendah biasanya disebabkan jatuh dari ketinggian atau dipukul
-
4
3
2
1
6
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
2.
Tidak ada kontusio cerebral, tidak ada fraktur tengkorak, maupun hematoma.
Kehilangan kesadaran dan amnesia retrograde lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam
3.
c. Berdasarkan morfologi
Secara morfologi cedera kepala dibagi atas:
- Fraktur cranium pada atap atau dasar tengkorak:
Fraktur klavikula: bisa berbentuk garis/bintang, depresi atau nondepresi, tertutup
atau terbuka
Fraktur dasar tengkorak: dengan atau tanpa kebocoran cerebrospinal fliud (CSF),
-
3. Hematoma epidural
Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak. Perdarahan ini
terjadi karena terjadi akibat robeknya salah satu cabang arteria meningea media,
robeknya sinus venosus durameter atau robeknya arteria diploica. Robekan ini
sering terjadi akibat adanya fraktur tulang tengkorak. Gejala yang dapat dijumpai
adalah adanya suatu lucid interval (masa sadar setelah pingsan sehingga kesadaran
menurun lagi), tensi yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah
tinggi, nadi yang semakin bertambah lambat, hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil.
4. Hematoma subdural
Perdarahan terjadi di antara durameter dan arakhnoidea. Perdarahan dapat
terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di
permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya
arakhnoid. Gejala yang dapat tampak adalah penderita mengeluh tentang sakit
kepala yang semakin bertambah keras, ada gangguan psikis, kesadaran penderita
semakin menurun, terdapat kelainan neurologis seperti hemiparesis, epilepsy, dan
edema papil.
Klasifikasi hematoma subdural berdasarkan saat timbulnya gejala klinis :22
5. Hematoma intraserebral
Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di dalam
jaringan otak, sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio berat.
Gejala-gejala yang ditemukan adalah :
Hemiplegi
Papilledema serta gejala-gejala lain dari tekanan intrakranium yang meningkat.
Arteriografi karotius dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri
perikalosa ke sisi kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri serebri
media yang tidak normal.
6. Fraktura basis kranii
Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat menimbulkan
fraktur pada dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk rumah sakit dengan
kesadaran yang menurun, bahkan tidak jarang dalam keadaan koma yang dapat
berlangsung beberapa hari. Dapat tampak amnesia retrigad dan amnesia
pascatraumatik.
Gejala tergantung letak frakturnya :
o
bermotor
yang
ceroboh
tidak
menggunakan
sabuk
pengaman,
Perilaku pengemudi
Faktor risiko yang mempengaruhi tingkat keparahan cedera akibat kecelakaan lalu
lintas sepeda motor yang
mengemudi dengan kecepatan tinggi sebesar 50%, tidak memakai helm dengan
benar sebesar 35%, mengkonsumsi alkohol saat mengemudi sebesar 15%.
Lawan tabrakan
Bentuk lawan tabrakan yang berisiko tinggi terhadap tingkat keparahan cedera
berupa kendaraan lain seperti sepeda ontel, sepeda motor, kendaraan roda 4 atau
lebih lainnya dan benda statis seperti tumpukan tanah, pohon, benda diam selain
kendaraan. Berat ringannya cedera kepala tergantung pada besar dan kekuatan
benturan (kecepatan lawan tabrakan), arah tabrakan, tempat benturan dan keadaan
kepala pada saat mendapat benturan.
(Slamet Wahyudi, 2012)
VI.
MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smellzer (1998), manifestasi cedera kepala adalah sebagai berikut :
a) Gegar serebral (komutio serebri)
Bentuk ringan, disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran, pingsan mungkin hanya beberapa detik/ menit.
Gejala lain : sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, pusing, peka, amnesia,
retrogrod.
b) Memar otak (konfusio serebri)
Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejala bervariasi bergantung lokasi
dan derajat.
1)
2)
3)
4)
Herniasi.
5)
c.
Hematoma epidural
2)
d.
Hematoma subdural
2)
Peningkatan TIK
3)
4)
Disfasia
e.
Hematoma intrakranial
1)
2)
3)
Gerakan aselerasi
Fraktur dasar tengkorak : hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat
dibawah Konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda battle), otoreaserebrospinal
(cairan cerebrospinal keluar dari telinga, minoreaserebrospinal (les keluar dari
hidung).
Penurunan kesadaran
Peningkatan TIK
Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut:
1. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:
a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid)
b. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)
c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan;
a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.
b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
c. Mual atau dan muntah.
d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
e. Perubahan keperibadian diri.
f. Letargik.
Hipoksia
Penurunan PaO2 menyebabkan vasodilatasi serebral kurang dari 60 mmHg
c.
tekanan
ini
karena
batuk,
PEEP(positive
end
respiratory
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Laboratorium
CBC ( Hb, CT, BT, leukosit ).
Fotorontgen kepala/ lateral kanan dan kiri: untuk mengetahui adanya fraktur tulang
tengkorak.
Fotorontgen cervical untuk mengetahui adanya fraktur tulang leher.
CT Scan otak untuk mengtahui adanya perdarahan pada otak.
EEG merekam aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh.
Cerebral Angiography menunjukkan anomaly sirkulasi cerebral
MRI (magnetic resonance imaging) Sama dengan CT Scan dengan/tanpa kontras.
Menggunakan medan magnet kuat dan frekuensi radio dan bila bercampur frekuensi
radio yang dilepaskan oleh jaringan tubuh akan menghasilkan citra MRI yang
berguna dalam mendiagnosis tumor, infark dan kelainan pada pembuluh darah.
dari garis
tengah (karena perdarahan, edema) adanya fragmen tulang
BAEK (brain audition Euked Tomografi) menentukan fungsi korteks dan batang otak.
PET (positron Emmision Tomografi) menunjukkan perubahan aktivitas metabolism
batang otak.
Fungsi lumbal,CSS dapat menduga kemungkinan adanya perubahan subarakhnoid.
GDA (gas darah arteri) mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang
penurunan kesadaran.
Kadar antikonsulvan darah dapat dilakukian untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif untuk mengatasi kejang.
VIII.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada cedera kulit kepala, suntikan pokain melalui subkutan membuat luka mudah
dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan
meminimalkan masuknya infeksi sebelum ditutup.
Pedoman resusitasi cairan dan penilaian awal :
1. Menilai jalan nafas
Bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan : lepaskan gigi palsu,
pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang collar
servikal. Pasang guedel/mayo apabila dapat ditolelir. Jika cedera orofacial
mengganggu jalan nafas, maka pasien harus di intubasi.
2. Menilai pernafasan
Pasang infus dengan larutan normal salin (Nacl 0,9%) atau RL cairan isotonis
lebih efektif
edema cerebri
Lakukan CT Scan pasien dengan CKR, CKS, CKB harus dievaluasi adanya :
1. Hematoma Epidural
2. Darah dalam sub arachnoid dan intaventrikel
3. Kontusio dan perdarahan jaringan otak
4. Edema cerebri
5.Pergeseran garis tengah
6. Fraktur Kranium
8. Pada pasien yang koma (skir GCS <8) atau pasien dengan tanda-tanda herniasi
lakukan :
jam pertama pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran
dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (23hari) tidak
kesadran menurun, gejala laterasi (pupil anisolor, reflek patologis positif), Jika
cerebral dan cedera organ. Foto kepala dan bila perlu bagian tubuh
dicurigai
hematoma
intrakranial.
Observasi
kelainan
cerebral
dan
sistemik.
Hipokapnia,
tindakan
Blood (sirkulasi darah) : mencakup pengukuran TTV, pemeriksaan laboratorium
intrakranial.
Bone (tulang) : ada/tidaknya fraktur
(sumber : Satyanegara, dkk. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Ed.IV.Jakarta :
Gramedia Pustaka)
Penatalaksanaan lain :
-
jika terdapat luka pada kulit kepala, diusahakan ditutup dan kontrol perdarahan.
luka pada kulit kepala tanpa fraktur, segera dianastesi lokal dan dijahit.
pada depresi tengkorak, dilakukan pembedahan untuk menata kembali fragmen
tulang.
pembedahan :
o kraniotomy : membuka tengkorak untuk mengangkat bekuan darah/tumor
o kraniaektomy : mengangkat bagian tulang tengkorak
o kranioplasty : memperbaiki tulang tengkorak dengan logam, lempeng plastik
o trepanasi : evakuasi terhadap perdarahan yang timbul dan menghentikan
perdarahan.
konservatif : bedrest total, pemberian obat-obatan, observasi TTV dan GCS.
Semua terapi diarahkan untuk mempertahankan homeostasis otak dan mencegah
kerusakan otak sekunder. Tindakan ini mencakup stabilisasi kardiovaskuler dan
fungsi pernafasan untuk mempertahankan perfusi serebral yang adekuat.
IX.
KOMPLIKASI
a) Edema subdural dan herniasi otak
b) Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai limfosis,
menyebabkan penghentian sekresi hormon antideuretik.
c) Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu
pertama) atau lanjut.
d) Infeksi sistemik (pneumonia, infeksi saluran kemih, septikemia).
e) Kebocoran cairan serebrospinal. hal ini dapat terjadi mulai saat cedera, tapi jika
hubungan antara rongga subaraknoid dan telingan tengah atau sinus paranasal
akibat fraktur basis hanya kecil dan tertutup jaringan otak, maka hal ini tidak akan
terjadi dan pasien mungkin mengalami meningitis di kemudian hari. selain terapi
injeksi, komplikasi ini membutuhkan reparasi bedah untuk robekan dura. eksplorasi
bedah juga diperlukan jika terjadi kebocoran cairan serebrospinal persisten.
f)
Epilepsi pascatrauma. terutama terjadi pada pasien yang mengalami kejang awal,
amnesia pasca trauma yang lama (lebih dari 24 jam), fraktur depresi kranium, atau
hematoma intrakranial.
Kelainan
hematologis
:anemia,
trombositopenia,
hiperagregasi
trombosit,
Anosmia : tidakdapatmenciumbau-bauan
k) Afasia : kebutaan
l)
Abnormalitasgerakmata
m) Pneumonia
n) Sepsis
o) Agitasi pasca cidera kepala terjadi >1/3 pasien pada stadium awal dalam bentuk
delirum, agresi, akatisia, disinhibis.
p) Sindrom Post Kontusio
Sindrom tersebut terdiri dari :
a).Somatik : Nyeri kepala,gangguan tidur, vertigo/dizzines,mual, mudah lelah, sensitif
terhadap suara dan cahaya.
b).Kognitif : perhatian, konsentrasi, memori
c).Afektif : iritabel, cemas, depresi, emosi labil.
q) Pasien dapat mengalami gangguan baik secara fisik (disfassia, hemiparesis, palsi
saraf karnial) maupun mental (gamgguan kognitif, perubahan kepribadian) yang
dikarenakan adanya gejala sisa cedera kepala berat.
r) Hematoma subdural kronik terjadi pada cedera kepala ringan
s) Meningkatnya tekanan intrakarnial (TIK), perdarahan, dan kejang
REFERENSI
1. Satyanegara, dkk. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Ed.IV.Jakarta : Gramedia
Pustaka
2. Wahyudi, Slamet. 2012. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Tingkat Keparahan
Cedera Kepala (Studi Kasus Korban Kecelakaan Lalu Lintas Pengendara Sepeda Motor
di RSUD Karanganyar. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph. Diakses pada 7
November 2012.
3. PPNI Klaten. 2009. Cedera Kepala. http://www.ppni-klaten.com/index.php?option=com_
content&view=article&id=68:cedera-kepala&catid=38:ppni-ak-category&Itemid=66.
Diakses pada 7 November 2012.
4. Smetzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart.
Alih bahasa, Agung Waluyo.. [et al.]; editor edisi bahas Indonesia, Monica Ester. Ed.8.
Jakarta : EGC.
5. Wilkinson, Judith M. 2012.Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis Nanda,
Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Alih bahasa, Esty Wahyuningsih; editor bahasa
Indonesia, Dwi Windarti. Ed.9. Jakarta : EGC.
6. Iskandar. 2004.CederaKepala. Jakarta Barat: PT. BhuanaIlmuPopuler.
PATOFISIOLOGI