PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal
Tuhan (Marifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) menuju ke tingkat tinggi,
dan itu bukan hanya mengenal Tuhan saja (marifatullah), melainkan kesatuan
wujud (Wahdatul Wujud). Tasawuf falsafi juga bisa di katakan sebagi tasawuf
yang kaya dengan pemikiran-pemikiran orang filsafat. Lahirnya tasawuf falsafi
ini dimulai dari asal mula pemahaman tasawuf yang bermacam-macam,
sehingga banyak yang mencari tahu untuk mengungkapkan pertama kali ajaran
tasawuf tersebut.
Berkembangnya tasawuf membuat orang-orang sufi menyingkap arti dari
tasawuf falsafi itu seperti halnya Ibnu Al-Arabi, seorang sufi ayng berpendapat
bahwa proses segala sesuatu itu berasal dari yang satu, yaitu kesatuan
eksistensial (Wihdatul Wujud). Dan begitu juaga al-jilli yang mengemukakan
konsep tentang Insan Kamil. Yang diartikan sebagai manusia sempurna.
Adapun perbandingan ataupun perbedaan dari kedua paham tersebut akan
dibahas pada makalah ini dengan rumusan masalah sebagai berikut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan wahdatul wujud?
2. Siapa tokoh yang membawa paham wahdahtul wujud?
3. Apa yang dimaksud dengan insan kamil?
4. Apa ciri-ciri dari insan kamil?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian wahdatul wujud.
2. Untuk mengetahui tokoh yang membawa paham wahdatul wujud.
3. Untuk mengetahui pengertian insan kamil.
4. Untuk mengetahui ciri-ciri insan kamil.
BAB II
PEMBAHASAN
A. WAHDAH AL-WUJUD
1. Pengertian wahdah al-wujud
Wahdat al-wujud
wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan
al-wujud artinya ada. Dengan demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan
wujud. Kata wahdah selanjutnya digunakan untuk arti yang bermacam-macam.
Dikalangan ulama klasik ada yang mengartikan wadah sebagai sesuatu yang
zatnya tidak dapat dibagi-bagi pada bagian yang lebih kecil. Selain itu kata alwahdah digunakan pula oleh para ahli filsafat dan sufistik sebagai suatu
kesatuan antara materi dan roh, substansi (hakikat) dan forma (bentuk), antara
yang nampak (lahir) dan batin, antara alam dan Allah, karena alam dari segi
hakikatnya qadim dan berasal dari Tuhan.
Pengertian wahdatul wujud yang terakhir itulah yang selanjutnya
digunakan para sufi, yaitu paham bahwa antara manusia dan Tuhan pada
hakikatya adalah satu kesatuan wujud. Harun Nasution lebih lanjut
menjelaskan paham ini dengan mengatakan, bahwa dalam paham wahdat alwujud, nasut yang ada dalam hulul diubah menjadi khalq (makhluk) dan lahut
menjadi haqq (Tuhan). Khalq dan haqq adalah dua aspek bagian sesuatu.
Aspek yang sebelah luar disebut khalq dan aspek yang sebelah dalam disebut
haqq. Kata-kata khalq dan haqq ini merupakan padanan kata al-arad
(accident) dan al-jauhar (substance) dan al-zahir (lahir-luar-tampak), dan albathin (dalam, tidak tampak).
Menurut paham ini tiap-tiap yang ada mempunyai dua aspek, yaitu aspek
luar yang disebut al-khalq (makhluk) al-arad (accident-kenyataan luar), zahir
(luar-tampak), dan aspek dalam yang disebut al-haqq (Tuhan), al-jauhar
(substance-hakikat), dan al-bathin (dalam). Selanjutnya paham ini juga
mengambil pendirian bahwa dari kedua aspek tersebut yang sebenarnya ada
dan yang terpenting adalah aspek batin atau al-haqq yang merupakan hakikat,
esensi atau substansi. Sedangkan aspek al-khalq, luar dan yang tampak
merupakan bayangan yang ada karena adanya aspek yang pertama (al-haqq).
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Hadid, 57 : 3).
Dapat dipahami bahwa manusia sebagai makhluk yang butuh dan fakir,
sedangkan Tuhan Maha Kaya. Paham yang demikian sesuai pula dengan
isyarat ayat yang berbunyi :
Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah
Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. (QS. Fathir,
35 :15)
Dalam Al-Quran dan Terjemahnya terbitan Departemen Agama tahun
1984, halaman 90, kata al-awwal pada surat al-Hadid ayat 3 di atas diartikan
yang telah ada sebelum segala sesuatu ada, dan al-akhir ialah yang tetap ada
setelah segala sesuatu musnah. Yang Zahir juga artinya yang nyata adanya
karena banyak bukti-buktinya dan Yang Batin" ialah yang tak dapat
digambarkan hakikat Zat-Nya oleh akal. Namun dalam pandangan sufi bahwa
yang dimaksud dengan yang zahir adalah sifat-sifat Allah yang tampak,
sedangkan yang batin adalah dzat-Nya. Manusia dianggap mempunyai kedua
unsur tersebut karena manusia berasal dari pancaran Tuhan, sehingga antara
manusia dengan Tuhan pada hakikatnya satu wujud.
2. Memahami doktrin wahdat al-wujud
Agar semuanya memahami bahwa segala sesuatu yang mungkin ada (almumkinat-makhluk), tidak memiliki wujud bebas, yakni tidak dapat
tabir
(mukasyafah)
dan
tetapi alam ini berwujud dengan wujud Tuhan. Wujud alam ini adalah
khayal, dengan pengertian bahwa ia tampak sebagai wujud yang berdiri
sendiri, padahal sebenarnya berwujud dengan wujud Tuhan. Oleh karena itu,
dikatakan bahwa wujud Tuhan dan alam adalah satu, bukan dua atau
banyak.
C. PENGERTIAN INSAN KAMIL
Ke dalam dimensi esoterik dikalangan kaum sufi, melahirkan konsep
Insan Kamil. Yang dimaksud dengan Insan Kamil ialah suatu tema yang
berhubungan dengan pandangan mengenai sesuatu yang dianggap mutlak,
Tuhan. Yang Mutlak tersebut dianggap mempunyai sifat-sifat tertentu, yakni
yang baik dan yang sempurna. Sifat sempurna inilah yang patut yang ditiru
manusia. Seseorang yang makin memiripkan diri kepada sifat sempurna dari
Yang Mutlak tersebut, makin sempurnalah dirinya. Dalam pengertian awam,
insan kamil berfungsi sebagai penguasa alam, dan mediator yang mendatang
kansyafa`at.
Berbicara tentang insal kamil tidak bisa melepaskan diri dari Ibn Arabi.
Dan berbicara tentang konsep Ibn Arabi tidak bisa terlepas dari konsep
wahdatul wujudnya. Dalam teorinya ini, Insan Kamil adalah duplikasi Tuhan
(nuskhak al-Haqq). Yaitu Nur Muhammad yang merupakan tempat
penjelmaan (tajalli) asma`, dan dzat Allah yang paling meyeluruh, yang
dipandang sebagai khalifah-Nya di muka bumi.
Manusia Sempurna adalah Sebab dari Alam. Dengan cinta yang mendalam
dari Yang Maha Esa untuk dikenal dan menjadi kenyataan, maka Tuhan
mewahyukan diri-Nya dalam bentuk Dunia Fenomena. Sebagai landasan kaum
sufi, khususnya Ibn Arabi ialah hadist Qudsi yang artinya: Aku adalah
pendaharaan yang tersembunyi, Aku senang untuk diketahui maka Aku
menciptakan makhluk, yang denganya Aku dikenal.
Al-Kamal (kesempurnaan) menurut al-Jili mungkin dimiliki manusia
secara potensial (bilquwwah), dan mungkin pula secara actual (bilfi`li) seperti
yang terdapat dalam diri wali dan Nabi, walaupun intensitasnya berbeda-beda.
Intensitas yang tertinggi, menurut al-Jili terdapat dalam diri Nabi Muhammad.
Muhammad adalah al-quthb (poros, sumbu) dari awalnya hingga akhir, sejak
adanya wujud untuk selama-lamanya (abad al-abidin), dan bahkan Muhammad
dapat menjelma dalam berbagia bentuk, yang hanya diketahui oleh ahl alkasyf.
Disamping al-Jili, Nuruddinar-Raniri juga mempunyai konsep insan kamil
yang intinya tidak jauh berbeda dengan konsep para pendahulunya. Insan kamil
bagi Nuruddin ialah hakikat Muhammad, merupakan hakikat pertama yang
lahir dari proses tajalli satu dzat ke dzat yang lain (Allah dengan Nur
Muhammad). Hakikat itu menghimpun seluruh kenyataan yang ada, karena
seluruh kenyataan alam ini merupakan wadah bagi Asma dan Dzat Allah.
Hanya dia yang sanggup menerima tajalli-Nya, dan dalam qalbunya tersimpan
segalarahasia-Nya dengan segala sifat jamal dan jalal-Nya, yang kemudian
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
D. CIRI-CIRI INSAN KAMIL
1. Berfungsi akalnya secara optimal
Fungsi akal secara optimal dapat dijumpai pada pendapat kaum
Muktazilah. Menurutnya manusia yang akalnya berfungsi secara optimal
dapat mengetahui bahwa segala perbuatan baik seperti adil, jujur, berakhlak
sesuai dengan esensinya dan merasa wajib melakukan semua itu walaupun
tidak diperintahkan oleh wahyu.
2. Berfungsi intuisinya
Intuisi dalam pandangan Ibn Sina disebut jiwa manusia (rasional soul).
Menurutnya jika yang berpengaruh dalam diri manusia adalah jiwa
manusianya, maka orang itu hampir menyerupai malaikat dan mendekati
kesempurnaan.
3. Mampu menciptakan budaya
Sebagai bentuk pengalaman dari berbagai potensi yang terdapat pada
dirinya sebagai insan, manusia yang sempurna adalah manusia yang
mampu mendayagunakan seluruh potensi rohaninya secara optimal.
Menurut Ibn Khaldun manusia adalah makhluk berpikir. Sifat-sifat
semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Lewat kemampuan
berpikirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengertian wahdatul wujud yang digunakan para sufi, yaitu paham bahwa
antara manusia dan Tuhan pada hakikatya adalah satu kesatuan wujud. Ibnu
Arabi adalah tokoh pertama penyusun paham kesatuan wujud dalam tasawuf.
Aliran ini pada dasarnya berdasar pada tonggak-tonggak rasa (dzauq), seperti
halnya terungkap dalam perkataannya, Mahasuci Dzat yang menciptakan
segala sesuatu dan dia adalah segala sesuatu itu sendiri.
Insan Kamil ialah suatu tema yang berhubungan dengan pandangan
mengenai sesuatu yang dianggap mutlak, Tuhan. Yang Mutlak tersebut
dianggap mempunyai sifat-sifat tertentu, yakni yang baik dan yang sempurna.
Sifat sempurna inilah yang patut yang ditiru manusia. Seseorang yang makin
memiripkan diri kepada sifat sempurna dari Yang Mutlak tersebut, makin
sempurnalah dirinya. Ciri-ciri insan kami yaitu berfungsi akalnya secara
optimal, berfungsi intuisinya, mampu menciptakan budaya, menghiasi diri
dengan sifat-sifat ketuhanan, berakhak mulia, dan berjiwa seimbang.
DAFTAR PUSTAKA
Hamka. 1994. Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka
panjimas.
Nata, Abuddin. 2012. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press.
Nata, Abbudin. 2013. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia Edisi Revisi. Jakarta:
RajaGrafindi Persada.
Rifi, A. Bachrun. 2010. Filsafat Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Syukur, M. Amin. 2002. Menggugat Tasawuf Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial
Abad 21. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.