Anda di halaman 1dari 35

ENTALPI PELARUTAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK 1

Nama
NIM
Kelompok
Asisten

: Wenny Farida Ulfa


: 141810301046
:6
: Yulia Agustin

LABORATORIUM KIMIA FISIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2016

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu kimia merupakan suatu bidang ilmu pengetahuan yang salah satunya
mempelajari tentang reaksi suatu zat dengan zat lainnya. Suatu larutan kimia
dengan konsentrasi tertentu dapat diperoleh dengan melakukan proses pelarutan.
Pelarutan melibatkan zat terlarut (solute) dan zat pelarut (solvent). Jumlah zat
terlarut lebih sedikit daripada zat pelarut. Pelarut yang paling umum digunakan
adalah akuades. Pelarutan dapat digunakan untuk mengubah wujud suatu zat
serta mendapatkan larutan dengan konsentrasi tertentu. Proses pelarutan suatu zat
dibantu dengan memberikan panas atau meningkatkan temperatur dari pelarut.
Panas yang diberikan atau panas yang dilepaskan dari suatu pelarutan zat dapat
diukur menggunakan perubahan temperatur dan kemudian dapat dihitung
perubahan entalpi pelarutan dari zat tersebut.
Entalpi pelarutan standar menyatakan jumlah kalor yang diperlukan atau
dibebaskan untuk melarutkan 1 mol zat pada keadaan standar (STP). Entalpi
penguraian standar diberi simbol simbol s berasal dari kata solvation yang berarti
pelarutan. Percobaan ini dilakukan pengukuran kelarutan dengan berbagai variasi
suhu. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui pengaruh suhu terhadap kelarutan
suatu zat. Percobaan ini diharapkan praktikan dapat mengetahui lebih dalam
tentang pelarutan zat dan entalpi kelarutannya. Percobaan entalpi pelarutan ini
akan memberikan gambaran mengenai pengaruh temperatur terhadap proses
pelarutan suatu zat. Gambaran tersebut diharapkan menambah pemahaman
tentang pelarutan zat serta meningkatkan ketrampilan dalam melakukan
percobaan mengenai entalpi pelarutan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat dan entalpi
kelarutannya ?

1.3 Tujuan
Mengetahui pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat dan entalpi
kelarutannya.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 MSDS (Material Safety Data Sheet)
2.1.1 Akuades
Akuades merupakan air hasil sulingan dari proses destilasi. Akuades juga
berperan sebagai pelarut universal dan sering digunakan dalam pengenceran
beberapa larutan. Akuades memiliki berat molekul sebesar 18,02 g/mol. Sifat fisik
akuades lainnya diantaranya adalah berwujud cair, tidak berbau, tidak berwarna,
serta tidak berasa. Harga pH dari akuades adalah 7 (netral). Akuades memiliki
titik didih dan tekanan uap berturut turut

100

dan 2,3 kPa. Akuades tidak

berbahaya bila terjadi kontak dengan mata, serta tidak memerlukan penanganan
atau perlakuan khusus dalam penaggulangannya (Anonim, 2016).
2.1.2 Asam Oksalat
Asam oksalat memiliki rumus molekul C2H2O4. Asam oksalat berwujud
kristal putih dan merupakan asam organik yang relative kuat. Asam oksalat
memiliki berat molekul sebesar 90 g/mol. Harga densitas dari asam oksalat
sebesar 1,05 g/mL. Asam oksalat larut dalam air. Asam oksalat tidak memiliki
titik didih dan titik leleh namun asam oksalat dapat larut dalam air dingin, dietil
eter, alkohol, dan gliserol. Potensi kesehatan akut yang ditimbulkan oleh asam
oksalat adalah dapat menyebabkan iritasi pada kasus kontak mata dan kulit, serta
berbahaya pada kasus pencernaan dan pernafasan. Tumpahan yang kontak dengan
air dapat dinetralisir dengan bahan alkali (soda abu, kapur), kemudian diserap
dengan bahan inert (misalnya pasir kering) dan dibuang dalam wadah limbah
kimia. Asam Oksalat yang berbentuk cair ketika mengenai kulit tangan dapat
diatasi dengan segera menyiram dengan banyak air sekitar 15 menit
(Anonim, 2016).

2.1.3 Natrium Hidroksida


Natrium hidroksida memiliki rumus kimia NaOH termasuk dalam
golongan basa kuat. NaOH merupakan elektrolit kuat. Berat moleul NaOH
sebesar 40 g/mol. NaOH umumnya berwujud padat dan memiliki bau. Natrium
hidroksida berwarna putih serta memiliki harga pH sekitar 12 hingga 13. Titik
didih dan titik leleh NaOH berturut turut sebesar

1388

dan

323

NaOH mudah larut dalam air dingin. Potensi kesehatan akut yang ditimbulkan
oleh NaOH adalah berbahaya bagi kasus kontak kulit (korosif, iritan, permeator),
kontak mata (korosif, iritan), kontak pernafasan dan pencernaan. Pertolongan
pertama dalam kasus kontak kulit dan mata adalah dengan membasuh dengan air
yang mengalir, pada kasus pencernaan dengan cara melonggarkan pakaian korban
bila dirasa terlalu ketat, seperi sabuk dan lain sebagainya. Pertolongan pertama
pada kasus pernafasan adalah dengan memindahkan korban pada tempat yang
memiliki banyak udara segar, apabila gejala berlanjut diharapkan menghubungi
petugas medis untuk mendapat pertolongan medis (Anonim, 2016).
2.1.4 Indikator PP
Phenolftalein termasuk dalam indikator buatan. Sifat fisik dan sifat kimia
dari phenolftalein adalah berwujud cair dan tidak berwarna. Titik didih
phenolftalein sebesar

79,58

dan titik lelehnya sebesar

memiliki tekanan uap sebesar 5,7 kPa pada suhu

114,1 , serta

20 . Indikator ini mudah

larut dalam air dingin, air panas, methanol, dietil eter, dan larut dalam aseton.
Potensi kesehatan akut yang ditimbulkana adalah berbahaya dalam kasus kontak
mata dan kulit karena berperan sebagai iritan, serta berbahaya dalam kasus
pencernaan. Pertolongan pertama dalam kasus kontak kulit dan mata adalah
dengan membasuh dengan air yang mengalir, pada kasus pencernaan dengan cara
melonggarkan pakaian korban bila dirasa terlalu ketat, seperi sabuk dan lain
sebagainya (Anonim, 2016).
2.1.5 Natrium Klorida
Natrium klorida memiliki rumus kimia NaCl. Sifat fisik dari sifat kimia
NaCl adalah berwujud padat, berbau, berasa, dan berwarna putih. Titik dih dan

titik leleh NaCl berturut turut adalah

1413

dan 801 . NaCl memiliki

berat molekul sebesar 58,44 g/mol. pH dari NaCl sebesar 7 atau netral. NaCl
dapat larut dalam air dingin, air panas, gliserol, dan ammonia. Garam dapur tidak
berbahaya bila tertelan jika dalam jumlah sedikit. Pertolongan yang harus
dilakukan apabila terkena kulit dan mata yaitu membasuhnya dengan air mengalir
selama kurang lebih 15 menit dan apabila terjadi iritasi yang berkelanjutan segera
dapatkan bantuan dari tim medis (Anonim, 2016).
2.2 Landasan Teori
Entalpi merupakan fungsi keadaan, yang dikatakan dari fungsi keadaan
adalah bahwa entalpi bergantung pada keadaan awal dan akhir, artinya entalpi
tidak bergantung pada jalannya reaksi. Entalpi juga merupakan bagian dari fungsi
termodinamika yang berhubungan dengan energy dalam dan berguna untuk
menjelaskan proses proses pada tekanan tetap. Persamaan matematis

untuk

entalpi dapat ditulis sebagai berikut :


H=U + PV (2.1)

dimana ;
H : entalpi (joule atau kalori)
U : dalam energi dalam (joule atau kalori)
P : tekanan (atm)
V : volume (liter)
Persamaan tersebut diperoleh dari penurunan persamaan hokum pertama
termodinamika pada tekanan tetap, yaitu :
q= U W .......
(2.2)
q= U + P V ....

(2.3)
q=U 2U 1+ P ( V 2V 1 ) .(2.4)
q=( U 2 + PV 2 )( U 1PV 1 ) ...(2.5)
q=H 2H 1 ....
(2.6)

q= H ....

(2.7)
(Syukri, 1999).
Entalpi biasanya dirumuskan dengan variabel H, merupakan suatu besaran
mutlak, namun besaran ini tidak dapat diukur maupun ditentukan. Besaran yang
dapat diukur adalah H atau nilai dari proses perbahannya. Nilai H dapat
digunakan untuk meramalkan suatu proses reaksi. H lebih besar dari 0 proses
berjalan secara endotermis, yaitu sistem menyerap kalor, H = 0 proses berjalan
secara adiabatik, semua kalor diubah menjadi kerja, sedangkan H kurang dari 0
proses berjalan secara eksotermis, yaitu sistem melepaskan kalor. Hubunganhubungan yang melibatkan perubahan entalpi atau H merupakan suatu sifat
ekstensif yaitu perubahan entalpi sebanding dengan jumlah zat yang terlibat dalam
reaksi, jika digandakan dua kali maka jumlah zat yang terlibat dalam reaksi maka
perubahan entalpi reaksi juga menjadi dua kali. H akan berubah tanda bila arah
reaksi berlangsung sebaliknya (Hiskia, 1991).
Entalpi pelarutan standart merupakan perubahan entalpi standart zat
terlarut yang larut dalam pelarut dangan jumlah tertentu.
HCl(s) HCl(aq)
H=-75,14 kJ/mol
HCl(s) H+(aq) + Cl-(aq) H=-75,14 kJ/mol

Gambar 2.1. HCl yang terlarut dalam air


Sumber : Hiskia, 1991

Reaksi di atas mempunyai pengertian bahwa entalpi pelarutan 1,0 mol gas
HCl melarut dengan menghasilkan larutan yang sangat encer. Reaksi tersebut
termasuk dalam reaksi eksoterm, dengan nilai perubahan entalpi sebesar 75,14 kJ

dalam kondisi standart. Entalpi pelarutan HCl sebesar 75,14 kJ merupakan harga
batasnya berlambang aq (Hiskia, 1991).
Panas yang menyertai reaksi kimia pada pelarutan mol zat solute dalam
mol solvent pada tekanan dan temperatur yang sama disebut panas pelarutan .
Panas pelarutan didefinisikan sebagai perubahan entalpi yang terjadi bila dua zat
atau lebih zat murni dalam keadaan standar dicampur pada tekanan dan
temperatur tetap untuk membuat larutan. Hal tersebut disebabkan adanya ikatan
kimia dari atom - atom. Panas pelarutan dibagi menjadi dua yaitu panas pelarutan
integral dan panas pelarutan diferensial. Pada tekanan dan temperatur tetap, panas
pelarutan disebabkan karena pembentukan ikatan kimia baru dari asam- asam
pelarutan, perubahan gaya antara molekul tak sejenis dengan molekul sejenis.
Perubahan energi seringkali terjadi pada panas pelarutan, hal tersebut dikarenakan
adanya perbedaan gaya tarik menarik antar molekul yang sejenis. Gaya tersebut
jauh lebih kecil daripada gaya tarik pada ikatan kimia, sehingga panas pelarutan
biasanya jauh lebih kecil daripada panas reaksi (Alberty, 1983).
Perubahan temperatur akan mengganggu kesetimbangan yang akan
mengakibatkan konsentrasi larutannya berubah. Pengaruh temperatur terhadap
kelarutannya menurut Vant Hoff dapat dinyatakan sebagai berikut:
d ln S H
=
dt
R T2

...

(2.3)
dengan mengintegralkan dari T1 ke T2, maka dihasilkan :
ln

{ }

S2 H
=
{T 11 T 21 }
S1
R

..

(2.4)
ln S=

H
+ Const ..
RT

(2.5)
dimana:
1. S1, S2= kelarutan zat masing-masing pada temperatur T1 dan T2 (g/1000 gram
solven)
2.

H= panas pelarutan (panas pelarutan/g)

3.

R= konstanta gas umum

(Indarti, 2016).
Panas pelarutan mempengaruhi pada besar kecilnya temperatur.
apabila panas pelarutan (H) negatif, daya larut turun dengan naiknya temperatur.
daya larut akan naik dengan naiknya temperatur sehingga panas pelarutan (H)
positif. Tekanan tidak terlalu mempengaruhi terhadap daya larut zat padat dan
cair, tetapi berpengaruh pada daya larut gas (Sukardjo, 1997).

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM


2.1 Alat dan Bahan
2.1.1. Alat
1. Termometer
2. Buret 50 mL
3. Erlenmeyer 250 mL
4. Gelas ukur 250 mL
5. Pipet volume 10 mL
6. Pengaduk gelas
7. Statif
8. Baskom
9. Gelas beaker
10. Pipet tetes
2.1.2 Bahan
1. NaOH 0,5 M
2. Indikator PP
3. Asam oksalat
4. Es batu

5. Garam dapur

2.2.

Skema Kerja
Asam Oksalat
-

ditentukan kelarutan dalam akuades pada temperatur 5C,


10C, 15C, 20C, 25C

dilarutkan hingga jenuh pada 100 mL akuades.

dimasukkan dalam baskom yang telah diberi balok es serta


garam pada temperatur yang dikehendaki. Larutan diaduk
agar temperatur sistem menjadi homogen

diambil 5 ml larutan (kristal asam oksalat yang tidak larut


jangan sampai ikut terbawa. Larutan NaOH dititrasi dengan
0,5 M dengan menggunakan indikator PP. dilakukan duplo.

-dialurkan data kelarutan yang diperoleh terhadap temperatur

untuk menentukan entalpi.


Hasil

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
4.1.1

Pengolahan DataPercobaan Entalpi Pelarutan


Molari
Mass
Mass
tas
Mola
a
Mol
a
Asam
Suhu Asam
Pelar litas
Asam
Solut
Oksalat
(0C) Oksala
ut
Oksal
t
(mol)
(H2O) (m)
at (g)
(g)
(M)
5

10

15

Mol
Solut
(mol)

Mass
a
Larut
an
(g)

1,47

0,927

0,00735

4,044

1,817

7,348

4,971

1,58

0,996

0,0079

4,124

1,916

7,902

5,12

1,78

1,122

0,0089

4,067

2,188

8,898

5,189

1,85

1,166

0,00925

4,845

1,909

9,249

6,011

1,261

0,01

3,329

3,004

10,00

4,59

0
2,12

1,336

0,0106

3,368

3,147

10,59

4,703

Massa
Ratarata
Laruta
n (g)

5,046

5,6

4,647

9
2,5
20

1,576

0,0125

3,513

3,558

12,49

5,089

9
2,59

1,633

0,01295

2,684

4,825

12,59

4,317

4,703

0
3,48
25

2,194

0,0174

2,922

5,955

17,40

5,116

1
3,56

2,244

0,0178

2,968

4,997

14,83

5,212

5,164

4.1.2 Pengolahan Grafik Percobaan Entalpi Pelarutan


a. Pengulangan Pertama
Kelarutan (S)
T (K)
ln S
1/T

(kJ)

(g/mL)
185,72

278

5,222

0,003597

224,354

283

5,413

0,003533

252,14

288

5,529

0,003472

315,15

293

5,753

0,003413

438,748

298

6,084

0,003356

T (K)

ln S

1/T

199,242

278

5,294

0,003597

233,204

283

5,452

0,003533

267,243

288

5,588

0,003472

326,521

293

5,789

0,003413

373,948

298

5,924

0,003356

28,392

b. Pengulangan Kedua
Kelarutan (S)
(g/mL)

(kJ)

22,032

4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini membahas mengenai entalpi pelarutan yang dilakukan
untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat dan
menentukan entalpi kelarutannya. Entalpi pelarutan merupakan panas yang
menyertai reaksi kimia pada pelarutan 1 mol zat terlarut dalam sejumlah pelarut.
Entalpi pelarutan menyatakan perubahan entalpi pada pelarutan 1 mol zat untuk
melarutkan 1 mol zat pada keadaan standar. Entalpi atau panas pelarutan pada
tekanan dan temperatur tetap disebabkan karena pembentukan ikatan kimia baru
dari asam-asam pelarutan, perubahan gaya antar molekul tak sejenis dengan
molekul sejenis. Perubahan energi dapat terjadi pada peristiwa pelarutan karena
adanya perbedaan gaya tarik pada ikatan kimia.
Percobaan pertama dilakukan dengan melarutkan padatan asam oksalat
sedikit demi sedikit dalam 100 mL air hingga larutan menjadi jenuh. Larutan
jenuh tersebut adalah asam oksalat dilarutkan dalam air terus menerus hingga

mencapai titik jenuh, yakni keadaan dimana air sudah tidak dapat melarutkan lagi
padatan asam oksalat. Asam oksalat dapat larut didalam air karena keduanya
antara asam keduanya sama-sama polar maka akan saling melarutkan. Hal
tersebut sesuai literatur dikarenakan suatu senyawa akan larut pada pelarut yang
memiliki sifat yang sama, like dissolve like. Reaksi yang terjadi ketika asam
oksalat larut didalam proses pelarutan asam oksalat yaitu
H2C2O4 (s) H2C2O4 (aq)
Atau bisa juga dituliskan
H2C2O4 (aq)+ H2O (l) H3O+(aq) + HC2O4-(aq)
Reaksi tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep asam basa
bronsted-lowry dimana oksalat akan bertindak sebagai asam bronsted yang
mampu memberikan prton H+ kepada basa (untuk kasus ini H2O) sehingga asam
oksalat akan menghasilkan basa konjugat HC2O4-. Larutan jenuh yang diperoleh
dari pelarutan tersebut didalamnya terjadi kesetimbangan sehingga kecepatan
melarut akan sama dengan kecepatan mengendap sehingga konsentrasi larutan
tersebut konstan.
Proses pelarutan asam oksalat didalam air berlangsung secara endoterm
yaitu membutuhkan kalor sehingga aliran kalor bergerak dari lingkungan menuju
sistem sehingga suhu lingkungan akan menurun. Hal tersebut dapat teramati
fenomenanya bahwa suhu pada lingkungan turun yaitu terasa dinginnya pada
dindinga beaker gelas selam proses pelarutan dilakukan. Intensitas besar kecilnya
massa asam oksalat yang berhasil larut akan mempengaruhi konsentrasi dari
larutan yang terbentuk, apabila massa asam oksalat yang terlarut besar maka
jumlah molnya pun besar. Hubungan antara jumlah mol dengan konsentrasi yaitu
berbanding lurus sehingga semakin besar massa asam oksalat yang dapat larut
maka jumlah mol yang terbentuk semakin banyak sehingga akan menghasilkan
larutan dengan konsentrasi yang tinggi.
Larutan jenuh asam oksalat dalam air yang terbentuk tersebut dimasukkan
dalam balok es yang terdapat dalam sebuah loyang dengan ditambahkan garam
dapur. Gelas beaker yang berisi larutan jenuh dilengkapi pengaduk dan
termometer. Larutan jenuh tersebut kemudian diaduk-aduk secara terus menerus
yang berguna untuk menghomogenkan suhu sehingga data yang diperoleh

nantinya valid. Pengadukkan akan dihentikan ketika suhu yang yang tunjukkan
oleh termometer terhadap larutan tersebut konstan (tidak mengalami perubahan
naik-turunnya suhu). Percobaan pertama dilakukan pada suhu konstan sebesar
5C kemudian diambil 5 mL untuk dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M dan
dilakukan secara duplo. Percobaan ini dilakukan dengan variasi suhu dengan
interval 5C yaitu pada suhu 10C, 15C, 20C dan 25C. Variasi suhu dilakukan
untuk mengetahui pengaruh perbedaan suhu pada kelarutan senyawa asam
oksalat. Indikator yang digunakan pada proses titrasi adalah indikator PP karena
asam oksalat dengan NaOH merupakan jenis titrasi asam lemah dengan basa kuat
yang akan menghasilkan pH pada titik ekivalen pada daerah 8-9 sehingga
indikator yang tepat untuk ini adalah PP karena PP memiliki rentang pada daerah
tersebut (pH 8-9,2).
Titik ekivalen yang terjadi dapat ditandai dengan terjadinya perubahan
warna yang semula tidak bewarna menjadi warna merah muda, namun indikator
yang digunakan dalam percobaan ini mengalami kontaminasi, pasalnya pada saat
proses titrasi dilakukan larutan asam oksalat jenuh yang telah terjadi titik ekivalen
ketika sudah melewati batas titik ekivalen larutan jenuh yang harusnya berwarna
ungu namun warnanya kembali memudar, sehingga volume yang didapatkan pada
saat percobaan adalah volume ketika larutan jenuh yang telah berwarna mulai
memudar yang menandakan titik ekivalen. Warna larutan jenuh yang diperoleh
bukanlah warna merah muda asli, melainkan warna merah muda yang sedikit
memudar.
Reaksi yang terjadi ketika asam oksalat dilarutkan dalam air yaitu reaksi
endotermis. Hal tersebut ditandai dengan gelas beaker yang terasa dingin saat
proses pelarutan. Reaksi endotermis yang terjadi menurut hukum Vant Hoff
semakin tinggi temperatur, maka akan semakin banyak zat terlarut yang larut
dalam air atau akuades. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi suhu, maka
gerakan antar partikel asam oksalat semakin tidak beraturan yang mengakibatkan
tumbukan antar partikel semakin besar dan partikel air mengikat asam oksalat
sehingga asam oksalat semakin mudah larut dalam akuades apabila terjadi
kenaikan suhu.
Kelarutan asam oksalat dalam air pada pengulangan pertama berdasarkan
hasil percobaan dengan variasi suhu, 5 0C, 10 0C, 15 0C, 20 0C, dan 25 0C yaitu

185,272 g/mL; 224,354 g/mL; 252,14 g/mL; 315,15 g/mL; 438,748 g/mL.
Kelarutan asam oksalat dalam air mengalami kenaikan seiring bertambahnya suhu
atau temperatur berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh. Hasil tersebut
menunjukkan kesamaan dengan literatur. Banyaknya zat terlarut dalam suatu
proses pelarutan akan berpengaruh pada konsentrasi larutan tersebut. Semakin
banyak zat terlarut yang larut dalam pelarut, maka konsentrasi larutan akan
semakin tinggi. Sebaliknya jika semakin sedikit zat terlarut yang larut dalam
pelarut, maka konsentrasi larutan akan semakin rendah. Hal tersebut dibuktikan
pada molaritas asam oksalat yang didapatkan saat percobaan pada variasi suhu 5
0

C, 10 0C, 15 0C, 20 0C, dan 25 0C yaitu 1,47 M; 178 M; 2,0 M; 2,5 M; 3,48 M.

Molaritas asam oksalat diperoleh dari perhitungan secara matematis berdasarkan


volume NaOH yang dibutuhkan pada titrasi asam oksalat pada masing-masing
suhu.
Jumlah asam oksalat yang dapat larut bervariasi seiring bertambahnya
temperatur yang digunakan. Asam oksalat semakin banyak yang larut seiring
kenaikan suhu akibat gerakan antar partikel yang semakin tidak beraturan dan
semakin cepat yang mengakibatkan tumbukan antar partikel semakin banyak dan
asam oksalat makin mudah larut dalam air. Berdasarkan hasil percobaan pada
pengulangan pertama banyaknya asam oksalat yang larut dalam air dapat
diperoleh yaitu pada suhu 5 0C massa asam oksalat 0,927 gram; pada suhu 10 0C
1,112 gram; pada suhu 15 0C 1,261 gram; pada suhu 20 0C 1,576 gram; dan pada
suhu 25 0C massanya 2,194 gram. Semakin banyak asam oksalat yang larut dalam
air mengakibatkan volume NaOH yang dibutuhkan menjadi semakin banyak pula.
Hal tersebut dikarenakan semakin banyak kandungan atau jumlah asam oksalat
dalam air yang digunakan saat titrasi seiring bertambahnya suhu sehingga volume
NaOH yang dibutuhkan semakin banyak untuk mencapai titik akhir titrasi yaitu
saat jumlah mol asam oksalat sama dengan jumlah mol NaOH
Berdasarkan hasil kelarutan yang diperoleh pada berbagai harga kelarutan
pada berbagai suhu maka dapat diplotkan antara kelarutan dengan suhu yang
didasarkan pada persamaan Vant Hoff yaitu fungsi kelarutan terhadap suhu

ln S=

H 1
+c . Dari persamaan plot yang diambil yaitu
R T

sumbu y dan 1/ T

ln S

sebagai

sebagai sumbu x sehingga diperoleh kurva sebagai berikut ;

Grafik Panas Pelarutan


6.5
6
ln S

f(x) = - 3415.18x + 17.47


R = 0.96 ln S

5.5

Linear (ln S)

5
4.5
0

1/T

dari grafik tersebut diperoleh persamaan y = -3415x+17.46. sehingga harga slope


m=

H
R

dan

entalpi

pelarutannya

dapat

ditentukan

dengan

cara

m x R= H . Entalpi pelarutan yang diperoleh ini besarnya untuk satu mol

adalah sebesar 28,392 kJ. Harga entalpi yang diperoleh ini sangat sesuai karena
proses pelarutan yang terjadi ini secara endoterm maka harga entalpinya bernilai
positif, selain itu grafik yang dihasilkan menunjukkan kevalidan hasil dibuktikan
dari kelinieran garis.
Kelarutan asam oksalat dalam air pada pengulangan kedua berdasarkan hasil
percobaan dengan variasi suhu, 5 0C, 10 0C, 15 0C, 20 0C, dan 25 0C yaitu 199,242
g/mL; 233,204 g/mL; 267,243 g/mL; 326,521 g/mL; 373,948 g/mL. Kelarutan
asam oksalat dalam air mengalami kenaikan seiring bertambahnya suhu atau
temperatur berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh. Hasil tersebut
menunjukkan kesamaan dengan literatur. Banyaknya zat terlarut dalam suatu
proses pelarutan akan berpengaruh pada konsentrasi larutan tersebut. Semakin
banyak zat terlarut yang larut dalam pelarut, maka konsentrasi larutan akan
semakin tinggi. Sebaliknya jika semakin sedikit zat terlarut yang larut dalam
pelarut, maka konsentrasi larutan akan semakin rendah. Hal tersebut dibuktikan
pada molaritas asam oksalat yang didapatkan saat percobaan pada variasi suhu 5
0

C, 10 0C, 15 0C, 20 0C, dan 25 0C yaitu 1,58 M; 178 M; 1,85 M; 2,59 M; 3,56 M.

Molaritas asam oksalat diperoleh dari perhitungan secara matematis berdasarkan

volume NaOH yang dibutuhkan pada titrasi asam oksalat pada masing-masing
suhu.
Jumlah asam oksalat yang dapat larut bervariasi seiring bertambahnya
temperatur yang digunakan. Asam oksalat semakin banyak yang larut seiring
kenaikan suhu akibat gerakan antar partikel yang semakin tidak beraturan dan
semakin cepat yang mengakibatkan tumbukan antar partikel semakin banyak dan
asam oksalat makin mudah larut dalam air. Berdasarkan hasil percobaan pada
pengulangan pertama banyaknya asam oksalat yang larut dalam air dapat
diperoleh yaitu pada suhu 5 0C massa asam oksalat 0,996 gram; pada suhu 10 0C
1,166 gram; pada suhu 15 0C 1,336 gram; pada suhu 20 0C 1,633 gram; dan pada
suhu 25 0C massanya 2,244 gram. Semakin banyak asam oksalat yang larut dalam
air mengakibatkan volume NaOH yang dibutuhkan menjadi semakin banyak pula.
Hal tersebut dikarenakan semakin banyak kandungan atau jumlah asam oksalat
dalam air yang digunakan saat titrasi seiring bertambahnya suhu sehingga volume
NaOH yang dibutuhkan semakin banyak untuk mencapai titik akhir titrasi yaitu
saat jumlah mol asam oksalat sama dengan jumlah mol NaOH.
Berdasarkan hasil kelarutan yang diperoleh pada berbagai harga kelarutan
pada berbagai suhu maka dapat diplotkan antara kelarutan dengan suhu yang
didasarkan pada persamaan Vant Hoff yaitu fungsi kelarutan terhadap suhu
ln S=

H 1
+c . Dari persamaan plot yang diambil yaitu
R T

sumbu y dan 1/T

ln S

sebagai

sebagai sumbu x sehingga diperoleh kurva sebagai berikut ;

Grafik Panas Pelarutan


6
f(x) = - 2650.84x + 14.82
R = 1

5.5
ln S

ln S

Linear (ln S)
4.5
0

0
1/T

dari grafik tersebut diperoleh persamaan y = -2650x+14,81 sehingga harga slope


m=

H
R

dan

entalpi

pelarutannya

dapat

ditentukan

dengan

cara

m x R= H . Entalpi pelarutan yang diperoleh ini besarnya untuk satu mol


adalah sebesar 22,032 kJ. Harga entalpi yang diperoleh ini sangat sesuai karena
proses pelarutan yang terjadi ini secara endoterm maka harga entalpinya bernilai
positif, selain itu grafik yang dihasilkan menunjukkan kevalidan hasil dibuktikan
dari kelinieran garis.

BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
-

Besar temperatur mempengaruhi kelarutan suatu zat, dengan meningkatnya


suhu kelarutan suatu zat semakin naik sehingga membutuhkan volume untuk

titrasi yang lebih banyak dan diperoleh harga entalpi pada pengulangan
pertama 28,392 kJ dan pada pengulangan kedua 22,032 kJ.
5.2. Saran
-

Praktikan sebaiknya sebelum melakukan praktikum harus mengecek bahan


yang akan digunakan sehingga nantinya tidak akan terjadi kesalahan yang
mempengaruhi percobaan. Praktikkan sebaiknya ketika melakukan titrasi
ketika hampir mencapai titik ekivalen harus berhati-hati agar diperoleh warna
titik ekivalen yang tepat yaitu warna merah muda yang soft (pudar).
Pengambilan 5 mL larutan oksalat pada kondisi yang beda-beda hendaknya
dilakukan pengadukan agar suhunya benar-benar homogen.

DAFTAR PUSTAKA
Alberty, R.A. 1983. Kimia Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of Asam oksalat. [Serial
Online].http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927062
tanggal 19 maret 2016]

[Diakses

Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of Garam Dapur .[Serial Online].
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927164 [Diakses tanggal 19
maret 2016]
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of Indikator PP .[Serial Online].
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927133

[Diakses tanggal

19 maret 2016].
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of NaOH.[Serial Online].
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927164 [Diakses tanggal 19
maret 2016].
Indarti, D, et.all. 2016. Penuntun Praktikum Kimia Fisik I. Jember: FMIPA
Universitas Jember.
Hiskia , A.1991. Wujud Zat dan Kesetimbangan Kimia. Bandung : ITB.
Sukardjo. 1997. Kimia Fisik. Yogyakarta : Rineka Cipta.
Syukri, S. 1999. Termodinamika Kimia. Jakarta : Erlangga.

LAMPIRAN

LAMPIRAN

No.

Suhu (C)

1.

2.

10

3.

20

4.

25

LAMPIRAN

Hasil

1. Molaritas C2H2O4
5 C

pengulangan pertama
C2H2O4

= NaOH

Ma.Va

= Mb.Vb

Ma

Mb .Vb
Va

0,5 M .14,7 mL
5 mL

= 1,47 M
Pengulangan kedua
C2H2O4

= NaOH

Ma.Va

= Mb.Vb

Ma

0,5 M .15,8 mL
5 mL

= 1,58 M
10 C

pengulangan pertama
C2H2O4

= NaOH

Ma.Va

= Mb.Vb

Ma

0,5 M .17,8 mL
5 mL

= 1,78 M
Pengulangan kedua
C2H2O4

= NaOH

Ma.Va

= Mb.Vb

Ma

0,5 M .18,5 mL
5 mL

= 1,85 M
15 C

pengulangan pertama
C2H2O4

= NaOH

Ma.Va

= Mb.Vb

Ma

0,5 M .20 mL
5 mL

=2M

Pengulangan kedua
C2H2O4

= NaOH

Ma.Va

= Mb.Vb

Ma

0,5 M .21,2mL
5 mL

= 2,12 M
20 C

pengulangan pertama
C2H2O4

= NaOH

Ma.Va

= Mb.Vb

Ma

0,5 M .25 mL
5 mL

= 2,5 M
pengulangan kedua
C2H2O4

= NaOH

Ma.Va

= Mb.Vb

Ma

0,5 M .25,9 mL
5 mL

= 2,59 M
25 C

pengulangan pertama
C2H2O4

= NaOH

Ma.Va

= Mb.Vb

Ma

0,5 M .34,8 mL
5 mL

= 3,48 M
pengulangan kedua
C2H2O4

= NaOH

Ma.Va

= Mb.Vb

Ma

0,5 M .35,6 mL
5 mL

= 3,56 M
2. Mol C2H2O4.2H2O
V = 5 mL / 5.10-3 L
5 C

pengulangan pertama
n=MV

= 1,47 M 5.10-3 L
= 0,00735 mol
pengulangan kedua
n=MV
= 1,58 M 5.10-3 L
= 0,0079 mol
10 C

pengulangan pertama
n=MV
= 1,78 M 5.10-3 L
= 0,0089 mol
pengulangan kedua
n=MV
= 1,85 M 5.10-3 L
= 0,00925 mol

15 C

pengulangan pertama
n=MV
= 2 M 5.10-3 L
= 0,01 mol
pengulangan kedua
n=MV
= 2,12 M 5.10-3 L
= 0,0106 mol

20 C

pengulangan pertama
n=MV
= 2,5 M 5.10-3 L
= 0,0125 mol
pengulangan kedua
n=MV
= 2,59 M 5.10-3 L
= 0,01295 mol

25 C

pengulangan pertama
n=MV

= 3,48 M 5.10-3 L
= 0,0174 mol
pengulangan kedua
n=MV
= 3,56 M 5.10-3 L
= 0,0178 mol
3. Massa C2H2O4.2H2O
5 C

pengulangan pertama
n = m/Mr
m = 0,00735 mol 126,07 g/mol
= 0,927 g
pengulangan kedua
n = m/Mr
m = 0,0079 mol 126,07 g/mol
= 0,996 g

10 C

pengulangan pertama
n = m/Mr
m = 0,0089 mol 126,07 g/mol
= 1,122 g
pengulangan kedua
n = m/Mr
m = 0,00925 mol 126,07 g/mol
= 1,166 g

15 C

pengulangan pertama
n = m/Mr
m = 0,01 mol 126,07 g/mol
= 1,261 g
pengulangan kedua
n = m/Mr
m = 0,0106 mol 126,07 g/mol
= 1,336 g

20 C

pengulangan pertama

n = m/Mr
m = 0,0125 mol 126,07 g/mol
= 1,576 g
pengulangan kedua
n = m/Mr
m = 0,01295 mol 126,07 g/mol
= 1,633 g
25 C

pengulangan pertama
n = m/Mr
m = 0,0174 mol 126,07 g/mol
= 2,194 g
pengulangan kedua
n = m/Mr
m = 0,0178 mol 126,07 g/mol
= 2,244 g

4. Massa larutan (massa asam oksalat + akuades)


5 C

pengulangan pertama
massa C2H2O4 = (m C2H2O4 + erlenmeyer) (m erlenmeyer kosong)
= 40,600 g 35,629 g
= 4,971 g
pengulangan kedua
massa C2H2O4 = (m C2H2O4 + erlenmeyer) (m erlenmeyer kosong)
= 39,910 g 34,790 g
= 5,12 g

10 C pengulangan pertama
massa C2H2O4 = (m C2H2O4 + erlenmeyer) (m erlenmeyer kosong)
= 39,897 g 34,798 g
= 5,189 g
pengulangan kedua
massa C2H2O4 = (m C2H2O4 + erlenmeyer) (m erlenmeyer kosong)
= 40,782 g 34,771 g
= 6,011 g

15 C pengulangan pertama
massa C2H2O4 = (m C2H2O4 + erlenmeyer) (m erlenmeyer kosong)
= 39,340 g 34,750 g
= 4,59 g
pengulangan kedua
massa C2H2O4 = (m C2H2O4 + erlenmeyer) (m erlenmeyer kosong)
= 39,570 g 34,866 g
= 4,704 g
20 C pengulangan pertama
massa C2H2O4 = (m C2H2O4 + erlenmeyer) (m erlenmeyer kosong)
= 40,900 g 35,811 g
= 5,089 g
pengulangan kedua
massa C2H2O4 = (m C2H2O4 + erlenmeyer) (m erlenmeyer kosong)
= 40,240 g 35,923 g
= 4,317 g
25 C pengulangan pertama
massa C2H2O4 = (m C2H2O4 + erlenmeyer) (m erlenmeyer kosong)
= 39,982 g 34,866 g
= 5,116 g
pengulangan kedua
massa C2H2O4 = (m C2H2O4 + erlenmeyer) (m erlenmeyer kosong)
= 39,980 g 34,768 g
= 5,212 g
5. Massa pelarut H2O
5 C

pengulangan pertama
m H2O = m larutan m as.oksalat
= 4,971 g 0,927 g
= 4,044 g
pengulangan kedua
m H2O = m larutan m as.oksalat
= 5,12 g 0,996 g

= 4,124 g
10 C

pengulangan pertama
m H2O = m larutan m as.oksalat
= 5,189 g 1,122 g
= 4,067 g
pengulangan kedua
m H2O = m larutan m as.oksalat
= 6,011 g 1,166 g
= 4,845 g

15 C

pengulangan pertama
m H2O = m larutan m as.oksalat
= 4,59 g 1,261 g
= 3,329 g
pengulangan kedua
m H2O = m larutan m as.oksalat
= 4,704 g 1,336 g
= 3,368 g

20 C

pengulangan pertama
m H2O = m larutan m as.oksalat
= 5,089 g 1,576 g
= 3,513 g
pengulangan kedua
m H2O = m larutan m as.oksalat
= 4,317 g 1,633 g
= 2,684 g

25 C

pengulangan pertama
m H2O = m larutan m as.oksalat
= 5,116 g 2,194 g
= 2,922 g
pengulangan kedua
m H2O = m larutan m as.oksalat
= 5,212 g 2,244 g

= 2,968 g
6. Molalitas solut
5 C

pengulangan pertama
m = n 1000/p
= 0,00735 mol 1000/4,044 g
= 1,817
pengulangan kedua
m = n 1000/p
= 0,0079 mol 1000/4,124 g
= 1,916

10 C

pengulangan pertama
m = n 1000/p
= 0,0089 mol 1000/4,067 g
= 2,188
pengulangan kedua
m = n 1000/p
= 0,00925 mol 1000/4,845 g
= 1,909

15 C

pengulangan pertama
m = n 1000/p
= 0,01 mol 1000/3,329 g
= 3,004
pengulangan kedua
m = n 1000/p
= 0,0106 mol 1000/3,368 g
= 3,147

20 C

pengulangan pertama
m = n 1000/p
= 0,0125 mol 1000/3,513 g
= 3,558
pengulangan kedua

m = n 1000/p
= 0,01295 mol 1000/2,684 g
= 4,825
25 C

pengulangan pertama
m = n 1000/p
= 0,0174 mol 1000/2,922 g
= 5,955
pengulangan kedua
m = n 1000/p
= 0,0178 mol 1000/2,968 g
= 4,997

7. Mol solut
5 C

pengulangan pertama
mol solut = molalitas solut m H2O
= 1,817 4,044
= 7,348 mol
Pengulangan kedua
mol solut = molalitas solut m H2O
= 1,916 4,124
= 7,902 mol

10 C

pengulangan pertama
mol solut = molalitas solut m H2O
= 2,188 4,067
= 8,898 mol
Pengulangan kedua
mol solut = molalitas solut m H2O
= 1,909 4,845
= 9,249 mol

15 C

pengulangan pertama
mol solut = molalitas solut m H2O
= 3,004 3,329
= 10,000 mol

Pengulangan kedua
mol solut = molalitas solut m H2O
= 3,147 3,368
= 10,599 mol
20 C

pengulangan pertama
mol solut = molalitas solut m H2O
= 3,558 3,513
= 12,499 mol
Pengulangan kedua
mol solut = molalitas solut m H2O
= 4,825 2,684
= 12,950 mol

25 C

pengulangan pertama
mol solut = molalitas solut m H2O
= 5,955 2,922
= 17,401 mol
Pengulangan kedua
mol solut = molalitas solut m H2O
= 4,997 2,968
= 14,831 mol

8. Kelarutan
5 C

pengulangan pertama
s=
=

mol solut x Mr . oksalat


v oksalat
7,348 x 126,07
5

= 185,272 g/mL
Pengulangan kedua
s=

7,902 126,07
5

= 199,242 g/mL
10 C

pengulangan pertama

s=

8,898 x 126,07
5

= 224,354 g/mL
Pengulangan kedua
s=

9,249 126,07
5

= 233,204g/mL
15 C

pengulangan pertama
s=

10,000 x 126,07
5

= 252,14 g/mL
Pengulangan kedua
s=

10,599 126,07
5

= 267,243 g/mL
20 C

pengulangan pertama
s=

12,499 x 126,07
5

= 315,15 g/mL
Pengulangan kedua
s=

12,950 126,07
5

= 326,521g/mL
25 C

pengulangan pertama
s=

17,401 x 126,07
5

= 438,748 g/mL
Pengulangan kedua
s=

14,831 126,07
5

= 373,948 g/mL
Pengulangan pertama
S (g/mL)
185,272

T (K)
278

ln S
5,222

1/T
0,003597

224,354
252,14
315,15
438,748

283
288
293
298

5,413
5,529
5,753
6,084

0,003533
0,003472
0,003413
0,003356

T (K)
278
283
288
293
298

ln S
5,294
5,452
5,588
5,789
5,924

1/T
0,003597
0,003533
0,003472
0,003413
0,003356

Pengulangan kedua
S (g/mL)
199,242
233,204
267,243
326,521
373,948

9. Entalpi pelarutan
Pengulangan pertama
y = mx + C
y = -3415.x + 17.46
H = - m. R
H = - (-3415). 8,314 J/ mol
= 28392,31 J
= 28,392 kJ

Grafik Panas Pelarutan


6.5
6
ln S

f(x) = - 3415.18x + 17.47


R = 0.96
ln S
Linear (ln S)

5.5
5
4.5
0

0
1/T

Pengulangan kedua
y = mx + C
y = -2650.x + 14.81
H = - m. R
H = - (-2650). 8,314 J/ mol
= 22032,1 J
= 22,032 kJ

Grafik Panas Pelarutan


6
f(x) = - 2650.84x + 14.82
R = 1

5.8
5.6
ln S

ln S

5.4

Linear (ln S)

5.2
5
4.8
0

0
1/T

Anda mungkin juga menyukai