"Mengapa tak secara langsung?", begitulah kalimat tanya yang dilontarkan dengan gaya bercanda oleh seorang perempuan yang memilih disapa sebagai ade ketimbang ibu. Kalimat itu terucap ketika kami sedang bercakap dengannya secara langsung melalui telopon genggam, pada waktu malam hari. Waktu itu kami usai mengadakan diskusi kecil-kecilan dan ingin pulang, lalu kami memutuskan untuk berkumpul di salah satu kos kawan kami yang letaknya lumayan jauh dari lokasi kami berdiskusi, tak ada kendaraan yang dapat memuat kami semua akhirnya kami memutuskan untuk berjalan kaki bersama-sama. Sepanjang perjalanan kami berdiskusi dan bernyanyi, ada yang dalam ruang diskusi serius, ruang diskusi santai, ruang keheningan, dan juga ruang disco -yang musiknya tidak jelas bergenre apa. Lalu di beberapa persimpangan kamipun berpisan dengan kawan-kawan kami lainnya yang tidak se-visi dengan kami kami berhenti sejenak untuk cerita dan lalu setelah itu memberikan salam perpisahan, dan kamipun mulai melanjutkan perjalanan kami. Di tengah-tengah perjalanan kami mendapati hujan turun lumayan deras namun hanya sebentar- lalu kemudian kami berteduh di bawah bangunan toko pinggir jalan. Sambil menunggu hujan reda salah satu dari kami mengeluarkan telepon genggamnya dan menghubungi seorang perempuan. Dari pembicaraan mereka terdengar mereka berdua saling melepas rindu, memahami hal itu kami yang lainnya tak berani menggangu ruang private atau ruang pribadi itu. Kami yang lainnya menanti hujan dengan diskusi tidak terarah ditemani beberapa batang rokok. Sekitar 30 menit hujannya mulai reda dan kamipun dapat melanjutkan perjalanan kami hingga tiba di tempat tujuan kami, kos opung namanya. Setelah sampai di kos kami langsung menuju kamar kawan kami. Kami mencari tempat duduk yang nyaman diatara serakan bendabenda tidak jelas, maklum pemilik kosnya seorang laki-laki sehingga bisa ditebak kondisi kamarnya, mengerikan. Setelah kami duduk dengan nyaman, kawan kami -yang sama- mencoba menghubungi seorang perempuan yang berbeda dari sebelumnya- yang lebih memilih disebut ade ketimbang ibu itu
dengan tujuan menanyakan posisi atau keadaanya. Kami yang lain
diberikan kesempatan untuk berbicara dengannya saling berkenalan, tukar-tukaran kontak(fb), titip-titipan salam, dan saling bercanda hingga akhirnya sang ade melontarkan pertanyaan diatas itu. Entahlah apakah maksud atau makna dari pertanyaan tersebut tersebut, meski situasinya pertanyaan itu disampaikan dengan candaan namun jika pikirkan lebih dalam pertanyaan itu bisa ditafsirkan sebagai bentuk sindiran atau juga ungkapan kesesalan sang ade. Makna daripada pertanyaan tersebut yang kemudian bertujuan menyindir itu diarahkan pada sekumpulan abang-abang(kami) yang beberapa waktu lalu mengadiri acara besar dan bertemu dengan ade. Abang-abang dikesalinya karena bersikap tidak berani, atau mungkin pengecut. Pengecut dalam hal tidak mampu menyampaikan isi hatinya atau sekedar menyapa hai pada orang yang memiliki senyum termanis diantara senyuman manis yang ada, atau mungkin pengecut dalam hal tidak mampu memberi sanjungan berupa terimakasih ade telah cantik hari ini. Ya, harus diakui bahwa abang-abang hanyalah pengecut yang sejatinya tak mampu mengkomunikasikan isi hati, kekaguman abang-abang itu secara langsung kepada ade. Harus diakui abangabang canggung untuk mengungkapkan bahwa abang-abang terpukau atas kehadiran ade waktu itu. Diantara perempuan yang ada saat itu hanya adelah yang berhasil menarik perhatian abangabang, hati abang-abang digetar, hingga abang-abang waktu itu hanya terpaku untuk terus menatap keindahan yang dikaruniakan Sang Ilahi atas ade, tanpa mampu mengucap keluar satu katapun kepada ade tentang kekaguman itu. Hanya lewat hati sajalah sanjungan itu terungkap. Kalimat itu "mengapa tak secara langsung?" pun menunjukan makna lainnya yakni sebuah penyesalan yang datangnya dari si pungucap, ade. Penyesalan itu barangkali dirasakan karena adanya kenyamanan pada saat proses komunikasi melalui perantara itu, telepon genggam. Sehingga ade barangkali berpikiran bahwa ada hal menarik dari komunikasi tak langsung itu dan akan lebih menarik jika komunikasi itu terjadi jika adanya perjumpaan secara langsung, bertatap muka. Di titik inilah rasa sesal itu muncul dan melahirkan pertanyaan itu.
Makna penyesalan pun mengungkap rasa hati yang risau dan
kacau akibat jauhnya kenyataan daripada harapan. Maksudnya disini, ada harapan untuk juga mendengar lewat telinganya itu secara langsung syair-syair pujian dari abang-abang bisa disetarakan dengan pujangga kelas kakap. Artinya, ade barangkali juga memiliki pengalaman serupa dengan abang-abang, namun tak tersampaikan. Mawar tak akan merasa dirinya indah, ketika tak ada satupun manusia yang hadir dan mengagguminya. Mungkin begitulah logikanya. Namun terlepas dari kemungkinan yang dipikirkan sebagai alasan daripada konsekuensi isi hati yang tak tersampaikan itu ada beberapa fakta bahwasanya abang-abang yang mengakui dirinya sebagai pengecut itu tak mampu mengkomunikasikan isi hati mereka secara langsung dikarenakan dua hal. Yang pertama adalah kekaguman yang sangat dan kedua adalah tak adanya ruang. Hal pertama yaitu kekaguman yang sangat, adalah bentuk daripada rasa menganggumi abang terhadap ade. Diantara perempuan yang ada ade menunjukan suatu kharisma tertentu, sinar mata yang begitu bercahaya, membuat abang tak mampu bergerak, hanya diam, terpanah dan terus memandang sembari menggaguminya. "begitu indahnya karya Sang Ilahi ini. bisik hati abang-abang waktu itu. ingin sekali isi hati itu disampaikan namun lagi-lagi abang-abang hanya terpaku melihat ade dengan sejuta kekaguman dan sejuta kata pujian yang tak tersampaikan itu. Hal kedua yakni tak adanya ruang. Tak adanya ruang yang dimaksud adalah bahwa dalam keadaan dan perjumpaan seperti itu komunikasi yang nantinya dibangun tak bisa terjadi di dalam ruang public, melainkan ruang private, artinya bahwa ruang tersebut menjadikan abang dan ade adalah bagian daripada milik publik, oleh karena itu pembicaraan antar pribadi, atau komunikasi dari hati ke hati adalah sesuatu yang tak mungkin dihadirkan di ruang publik, sadar ataupun tidak dalam perjumpaan pertama kenyataan ini telah menjadi semacam hukum alam, yang berjalan secara alamiah pula. Oleh, karena itu ade memang benar pertanyaan itu "mengapa tidak secara langsung?", abang-abang membenarkannya sebab apa yang ade rasakan juga abang-abang rasakan. Namun tak perlu disesali apalagi sampai di tangisi. Jika essensi daripada perjumpaan secara langsung itu adalah agar bisa saling
memahami, memahami satu sama lain atau memahami hati,
maka kita perlu menyerahkannya pada Sang Ilahi, Dialah pemilik hati dan cinta, kepada-Nya kita berdoa agar daripada-Nya kita dimampukan untuk memahami hati satu sama lain. Selain itu juga abang-abang hanya ingin berpesan bahwa, ade jangan berkecil hati masih ada ruang yang sama dengan tempat yang berbeda yakni di ibu kota negara, oleh karena itu kita berkesempatan untuk berjumpa dan saling berkomunikasi secara langsung. Salam juga untuk mawar-mawar indah yang tumbuh di tanah yang subur, katakanlah bahwa abang-abang mengaggumi keindahannya namun tetap menjaga jarak, sebab durinya yang tajam bisa saja melukai hati.
Note : Tulisan ini bersumber daripada pengalamn pribadi, semua muatannya bersifat spekulasi penulis.