Anda di halaman 1dari 4

Abang dan Ade; Sebuah Tanya?

Oleh, Elyan Mesakh Kowi


"Mengapa tak secara langsung?", begitulah kalimat tanya yang
dilontarkan dengan gaya bercanda oleh seorang perempuan yang
memilih disapa sebagai ade ketimbang ibu. Kalimat itu terucap
ketika kami sedang bercakap dengannya secara langsung melalui
telopon genggam, pada waktu malam hari.
Waktu itu kami usai mengadakan diskusi kecil-kecilan dan ingin
pulang, lalu kami memutuskan untuk berkumpul di salah satu kos
kawan kami yang letaknya lumayan jauh dari lokasi kami
berdiskusi, tak ada kendaraan yang dapat memuat kami semua
akhirnya kami memutuskan untuk berjalan kaki bersama-sama.
Sepanjang perjalanan kami berdiskusi dan bernyanyi, ada yang
dalam ruang diskusi serius, ruang diskusi santai, ruang
keheningan, dan juga ruang disco -yang musiknya tidak jelas
bergenre apa. Lalu di beberapa persimpangan kamipun berpisan
dengan kawan-kawan kami lainnya yang tidak se-visi dengan kami
kami berhenti sejenak untuk cerita dan lalu setelah itu
memberikan salam perpisahan, dan kamipun mulai melanjutkan
perjalanan kami.
Di tengah-tengah perjalanan kami mendapati hujan turun
lumayan deras namun hanya sebentar- lalu kemudian kami
berteduh di bawah bangunan toko pinggir jalan. Sambil menunggu
hujan reda salah satu dari kami
mengeluarkan telepon
genggamnya dan menghubungi seorang perempuan. Dari
pembicaraan mereka terdengar mereka berdua saling melepas
rindu, memahami hal itu kami yang lainnya tak berani menggangu
ruang private atau ruang pribadi itu. Kami yang lainnya menanti
hujan dengan diskusi tidak terarah ditemani beberapa batang
rokok. Sekitar 30 menit hujannya mulai reda dan kamipun dapat
melanjutkan perjalanan kami hingga tiba di tempat tujuan kami,
kos opung namanya.
Setelah sampai di kos kami langsung menuju kamar kawan kami.
Kami mencari tempat duduk yang nyaman diatara serakan bendabenda tidak jelas, maklum pemilik kosnya seorang laki-laki
sehingga bisa ditebak kondisi kamarnya, mengerikan. Setelah
kami duduk dengan nyaman, kawan kami -yang sama- mencoba
menghubungi
seorang
perempuan
yang
berbeda
dari
sebelumnya- yang lebih memilih disebut ade ketimbang ibu itu

dengan tujuan menanyakan posisi atau keadaanya. Kami yang lain


diberikan kesempatan untuk berbicara dengannya saling
berkenalan, tukar-tukaran kontak(fb), titip-titipan salam, dan
saling bercanda hingga akhirnya sang ade melontarkan
pertanyaan diatas itu.
Entahlah apakah maksud atau makna dari pertanyaan tersebut
tersebut, meski situasinya pertanyaan itu disampaikan dengan
candaan namun jika pikirkan lebih dalam pertanyaan itu bisa
ditafsirkan sebagai bentuk sindiran atau juga ungkapan kesesalan
sang ade.
Makna daripada pertanyaan tersebut yang kemudian bertujuan
menyindir itu diarahkan pada sekumpulan abang-abang(kami)
yang beberapa waktu lalu mengadiri acara besar dan bertemu
dengan ade. Abang-abang dikesalinya karena bersikap tidak
berani, atau mungkin pengecut. Pengecut dalam hal tidak mampu
menyampaikan isi hatinya atau sekedar menyapa hai pada
orang yang memiliki senyum termanis diantara senyuman manis
yang ada, atau mungkin pengecut dalam hal tidak mampu
memberi sanjungan berupa terimakasih ade telah cantik hari ini.
Ya, harus diakui bahwa abang-abang hanyalah pengecut yang
sejatinya tak mampu mengkomunikasikan isi hati, kekaguman
abang-abang itu secara langsung kepada ade. Harus diakui abangabang canggung untuk mengungkapkan bahwa abang-abang
terpukau atas kehadiran ade waktu itu. Diantara perempuan yang
ada saat itu hanya adelah yang berhasil menarik perhatian abangabang, hati abang-abang digetar, hingga abang-abang waktu itu
hanya terpaku untuk terus menatap keindahan yang dikaruniakan
Sang Ilahi atas ade, tanpa mampu mengucap keluar satu katapun
kepada ade tentang kekaguman itu. Hanya lewat hati sajalah
sanjungan itu terungkap.
Kalimat itu "mengapa tak secara langsung?" pun menunjukan
makna lainnya yakni sebuah penyesalan yang datangnya dari si
pungucap, ade. Penyesalan itu barangkali dirasakan karena
adanya kenyamanan pada saat proses komunikasi melalui
perantara itu, telepon genggam. Sehingga ade barangkali
berpikiran bahwa ada hal menarik dari komunikasi tak langsung
itu dan akan lebih menarik jika komunikasi itu terjadi jika adanya
perjumpaan secara langsung, bertatap muka. Di titik inilah rasa
sesal itu muncul dan melahirkan pertanyaan itu.

Makna penyesalan pun mengungkap rasa hati yang risau dan


kacau akibat jauhnya kenyataan daripada harapan. Maksudnya
disini, ada harapan untuk juga mendengar lewat telinganya itu
secara langsung syair-syair pujian dari abang-abang bisa
disetarakan dengan pujangga kelas kakap. Artinya, ade barangkali
juga memiliki pengalaman serupa dengan abang-abang, namun
tak tersampaikan. Mawar tak akan merasa dirinya indah, ketika
tak ada satupun manusia yang hadir dan mengagguminya.
Mungkin begitulah logikanya.
Namun terlepas dari kemungkinan yang dipikirkan sebagai alasan
daripada konsekuensi isi hati yang tak tersampaikan itu ada
beberapa fakta bahwasanya abang-abang yang mengakui dirinya
sebagai pengecut itu tak mampu mengkomunikasikan isi hati
mereka secara langsung dikarenakan dua hal. Yang pertama
adalah kekaguman yang sangat dan kedua adalah tak adanya
ruang.
Hal pertama yaitu kekaguman yang sangat, adalah bentuk
daripada rasa menganggumi abang terhadap ade. Diantara
perempuan yang ada ade menunjukan suatu kharisma tertentu,
sinar mata yang begitu bercahaya, membuat abang tak mampu
bergerak, hanya diam, terpanah dan terus memandang sembari
menggaguminya. "begitu indahnya karya Sang Ilahi ini. bisik hati
abang-abang waktu itu. ingin sekali isi hati itu disampaikan namun
lagi-lagi abang-abang hanya terpaku melihat ade dengan sejuta
kekaguman dan sejuta kata pujian yang tak tersampaikan itu.
Hal kedua yakni tak adanya ruang. Tak adanya ruang yang
dimaksud adalah bahwa dalam keadaan dan perjumpaan seperti
itu komunikasi yang nantinya dibangun tak bisa terjadi di dalam
ruang public, melainkan ruang private, artinya bahwa ruang
tersebut menjadikan abang dan ade adalah bagian daripada milik
publik, oleh karena itu pembicaraan antar pribadi, atau
komunikasi dari hati ke hati adalah sesuatu yang tak mungkin
dihadirkan di ruang publik, sadar ataupun tidak dalam perjumpaan
pertama kenyataan ini telah menjadi semacam hukum alam, yang
berjalan secara alamiah pula.
Oleh, karena itu ade memang benar pertanyaan itu "mengapa
tidak secara langsung?", abang-abang membenarkannya sebab
apa yang ade rasakan juga abang-abang rasakan. Namun tak
perlu disesali apalagi sampai di tangisi. Jika essensi daripada
perjumpaan secara langsung itu adalah agar bisa saling

memahami, memahami satu sama lain atau memahami hati,


maka kita perlu menyerahkannya pada Sang Ilahi, Dialah pemilik
hati dan cinta, kepada-Nya kita berdoa agar daripada-Nya kita
dimampukan untuk memahami hati satu sama lain.
Selain itu juga abang-abang hanya ingin berpesan bahwa, ade
jangan berkecil hati masih ada ruang yang sama dengan tempat
yang berbeda yakni di ibu kota negara, oleh karena itu kita
berkesempatan untuk berjumpa dan saling berkomunikasi secara
langsung. Salam juga untuk mawar-mawar indah yang tumbuh di
tanah yang subur, katakanlah bahwa abang-abang mengaggumi
keindahannya namun tetap menjaga jarak, sebab durinya yang
tajam bisa saja melukai hati.

Note :
Tulisan ini bersumber daripada pengalamn pribadi, semua muatannya
bersifat spekulasi penulis.

Anda mungkin juga menyukai