Anda di halaman 1dari 17

Abstrak

Dalam studi ini karakteristik start-up PEMFC diinvestigasi dengan dry


gas (sebagai reaktan) dari temperature rendah (temperature kamar)
Evaluasi terhadap flow arrangement menghasilkan bahwa baik co-flow
atau counter flow arrangement sukses bekerja, namun counter flow
arrangement menunjukan performa yang lebih baik.
Membrane crossover menyokong membrane hydration dan fase awal
(pertama) dari dry strat-up
Dry restart-up pada temperature lebih tinggi gagal baik pada counter
flow atau co-flow arrangement
Dry restart-up pada temperature 45 berhasil dengan tetap menjaga
low flow rate tanpa purge setelah shutdown guna tetap menjaga
hidrasi membrane. Ditemukan pula bahwa penigkatan performa cell
khususnya pada counter flow arrangement
Restart-up in short time after shutdown should be possible

Introduction
-

Konduktivitas proton membrane merupakan factor krusial yang


menentukan performa cell dan bergantung pada level hidrasi
membrane
[6] meskipun external humidifier tidak digunakan, air yang dihasilkan
dari reaksi fuelcell cukup untuk menghidrasi gas reaktan hingga
temperature 60
Dalam self-humidified PEMFC, FC disuplai dengan udara tanpa
humidifikasi.
Karena udara tidak selalu terhumidifikasi dengan cukup, [6-11] telah
melakukan research operasi PEMFC dengan dry gas dan mengevaluasi
efek dari Temperatur opresi, flow rate, dan flow arrangement. Hasilnya
adalah PEMFC dapat beroperasi secara stabil tanpa instalasi external
humidifiers ( pada steady satate operasi)
[14] melakukan studi tentang waktu start-up pada high temperature
PEMFC
[15] melakukan studi tentang start-up dari subzero temperature (cold
start-up)
[16,17] melakukan studi pada perlakuan untuk before shutdown pada
subzero environment
[27-29] melakukan studi tentang dynamic characteristic start-up
PEMFC pada temperature normal
[27] melakukan investigasi beberapa proses start-up dan shutdown
dan mengusulkan proses yang sesuai untuk menghindari pembentukan
batas hydrogen/air
[28] melakukan studi mengenai karakteristik start-up PEMFC dengan
humidified H2 and air pada T 353

Dehidrasi membrane adalah factor pembatas dalam start-up self


humidified pemfc pada temperature normal
Dengan external humidifier, start-up pada temperature tinggi dapat
berhasil karena gas reactant telah terhumidifikasi
Dalam self-humidified PEMFC start-up dari temperature normal akan
sulit karena dry gas akan disuplai secara langsung ke dehydrated
membrane
[29] evaluasi pada experimen start-up dengan dry gas pada
temperatur normal
[30] study mengenai dynamic behavior of PEMFC performance dengan
dry air and H2 pad T40 melalui conditioning dengan humidified gas
terlebih dahulu.

Experimental Apparatus
-

Stack dengan satu cell terdiri dari end plates (bersifat insulator listrik),
bipolar plates with flow channels (usually as graphite), gaskets( can be
PTFE type), GDLs, and MEA
Equipment of the system
a. an electric loader (PLZ 664WA, Kikusui Electronics, Japan), for
electrochemical measurement
b. online quadrupole mass spectrometer (HPR-20 QIC, Hiden
Analytical, UK)
c. a dew point hygrometer (Finedew, Yamatake, Japan)
d. mass flow controllers (HI-TEC MFC, Bronkhorst, Netherlands)
e. Bubble-type humidifiers
f. T-type thermocouples
g. pressure transmitters(PA-21SR, Keller, Switzerland)
All the experiments were automatically controlled by Labview program

Reactant Flow Arrangement


- The channel depth, channel width, and land-width of flow fields were
0.9 mm, 1 mm, and1 mm, respectively.
- Terdapat dua arah flow arrangement yang diaplikasikan pada studi ini,
yaitu co-flow dan counter flow arrangement
- Co-flow atau counter flow arrangement didasarkan pada arah
dialirkanya reactant gas, dari atas ke bawah atau bawah ke atas
- Co-flow arrangement, ports 1, 2, 3, and 4 were used as the anode inlet,
anode outlet, cathode inlet, and cathode outlet, respectively
- Conuter flow arrangement, port 1 was the anode outlet and port 2 was
the anode inlet, whereas the flow direction of air at the cathode side
remained the same as the co-flow arrangement.

Experimental procedure for Activation


- Sebuah stack (pada kasus ini dengan single cell) diaktivasi selama 10
jam setalah tiap proses assembly
- Proses aktivasi dilakukan pada kondisi tekanan atmosfer, full
humidified air and H2, dan temperature operasi 65 dalam constan
voltage mode
- Untuk menjamin bahwa assembly sukses, current voltage polarization
curve dihitung pada kondisi yang sama setelah proses aktivasi
- Setelahnya percobaan dapat dilakukan
Experimental Procedure for Dry Start-Up

Purge dilakukan dalam keadaan OCV tanpa beban external dengan


tujuan mengeluarkan liquid water yang tersisa dan mengdehidrasi
membrane. Pada proses ini gas flow rate dijaga konstan denan nia
yang ekivalen dengan SR 2/1.5 untuk udara/H2 pada current density
1A/cm2.
Idling merupakan proses simulasi dari keadaan setelah Shutdown,
dimana tidak reaktan yang disuplai. Pada keadaan ini system dijaga
dalam keadaan OCV.
Start-up merupakan proses yang mensimulasan proses restart-up pada
PEMFC setelah shutdown yang diusulkan memiliki 2 substep. Pada
substep pertama, untuk memberikan cukup waktu pada gas reaktan
berdifusi, diterapkan OCV selama 1 menit, kemudian beban external
0.4V dikenakan dengan electric loader dan dynamic behavior perfrma
dry-strat-up diukur.
[31] menyatakan bahwa potentiostatic mode pada start-up lebih
superior daripada start-up dengan galvanostatic mode pada saat
membrane kering
Cari pengertian potentiostatic mode dan galvanostatic mode

Water Storage Process


- Selama sub-sep pertama, OCV diterpakan selama 1 menit untuk gas
difusi yang cukup. Kemudian beban external 0.4V dikenakan pada
PEMFC selama 1-5 menit. Karena membrane menyerap air yang
diproduksi oleh reaksi FC, maka hidrasi dan konduktivitas membrane
dapat dipulihkan setelah proses start-up, dimana pada saat yang sama
kelebihan liquid water dalam cell dipindahkan oleh reaktan gas.
Bagaimanapun, level flowrate dari gas reaktan yang terlalu tinggi akan
berakibat pada water removal yang terlalu besar oleh reaktan gas
sehingga berakibat dehidrasi pada membrane. Sebagai tambahan,
meningkatnya temperature akan menjadikan evaporasi menjadi lebih
cepat dengan konsekuensi membrane akan lebih mengalami dehidrasi
daripada terhidrasi. Untuk itu, setelah sub-step perama proses startup, low flow rate tetap dijaga untuk mencegah pemindahan liquid
water produced, sehingga liquid water produced dapat terakumulasi
dengan baik pada membrane. Proses ini disebut WSP. Pada WSP gas
flow rate dijaga untuk current 1.2 A pada SR 1/1.2 untuk udara/H2.
Dengan flow rate ini 1.2A dan 0.4 V didapat tanpa memandang flow
arrangement dan T operasi.
Result and Discussion
3.1. The effect of reactant flow arrangement and starting cell temperature

Dengan asusmsi bahwa water yang terbentuk dalam uap, heat yang
dihasilkan oleh FC

Karena sebagian dari heat yang dilepas diserap oleh FC, maka T FC
naik setelah start-up
Dalam kasus ini, Voltage dijaga konstan sehingga besar heat yang
dilepas hanya proprsional terhadap current (tanpa memperhatikan
effisiensi)
Current yang lebih besar mengindikasikan bahwa lebih banyak gas
yang bereaksi, water yang diproduksi, dan heat yang dilepas,
karenanya setelah start-up pada T 25 konduktivitas membrane
meningkat dan mengakselarasi reaksi FC, pada saat yang bersamaan T
FC akan semakin naik sehingga mengkatkan water saturation pressure.
Sebagai konsekuensi, jika FC overheated maka membrane akan
mengalami dehidrasi. Untuk alasan ini, T FC akan konvergen pada nilai
tertentu. Dengan co-flow arrangement, T berubah dari 25 ke 33
dengan current density 0 ke 0.47 A/cm2. Sementara itu pada counter
flow arrangement, T berubah dari 25 ke 48 dengan current density
berubah dari o ke 1.04 A/cm2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
counter flow arrangement menguntukan dalam kemampuan
penyimpanan air dibandingkan dengan co-flow arrangement seperti
dilaporkan dalam [6]

FC dalam kondisi OCV selama 420 S, kemudian dikenakan beban


external 0.4V dengan gas flow rate 299/94 Ml/min untuk udara/H2.
Pada start-up 25, dapat dilihat bahwa pemulihan performa pada
counter flow arrangement jauh lebih baik dari pada co-flow
arrangement yang mengindikasikan bahwa konduktivitas proton jauh
lebih mudah terpulihkan pada counter flow daripada co-flow
arrangement
Pada start-up 45, start-up gagal baik pada counter flow atau co-flow
meskipun pada counter flow T naik dari 45 ke 48 lalu konstan
sepanjang operasi. Hasil ini mengimplikasikan bahwa level hidrasi
membrane tidak cukup pada dry start-up setelah purging.

3.2. Membrane hydration due to hydrogen crossover and its reaction

Konduktivitas membrane pada temperature operasi T diberikan dengan


persamaan

Karena konduktivitas membarane berhubungan langsung dengan


water content, jika membrane dengan sepenuhnya, maka dry start-up
akan gagal. Dry start-up pada T 25 menunjukan bahwa membrane
tidak terdehidrasi dengan sepenuhnya setelah proses purge dan fase
pertama start-up

3.2.1. The effects of hydrogen crossover

Pada experiment ini, gas flow rate dan T cell dijaga konstan
Seperti diperlihatkan pada gambar, OCV naik kemudian turun hingga
pada akhirnya menggerucut pada suatu nilai tertentu.
Gas crossover mereduksi OCV cell

Dengan mempertimbangkan water behavior dan level hidrasi


membrane selama proses purge, pada awalnya kelebihan water
dieliminasi yang menyebabkan membrane terdehidrasi. Fleksibilitas
membrane, yang berpengaruh signifikan pada gas crossover,
bergantung pada level hidrasi membrane. Makin fleksibel membrane
maka gas crossover makin tinggi. Sehingga kenaikan OCV diawal
dikaitkan dengan level hidrasi yang rendah. Ketebalan membrane juga
bergantung pada level hidrasi, makin rendah level hidrasi maka
membrane akan semakin menyusut yang pada gilirannya
meningkatkan gas crossover. Sehingga hal yang demikian dikaitkan
dengan menurunnya OCV pada cell. Pada akhirnya akan terjadi
kesetimbangan antara level hidrasi dan gas crossover yang dikaitkan
dengan mengerucutnya nilai OCV pada angka tertentu.

Dari gambar diatas, dapat disimpulkan bahwa membrane tidak


terdehidrasi keseluruhan ketika disuplai dengan dry gas. Selain itu,
ditemukan bahwa berat membrane dipulihkan setelah heat treatment
saat udara dan H2 disuplai yang mengimplikasikan bahwa O2 dan H2
bereaksi dalam OCV dan membentuk water meskipun anode dan
cathode terpisah, namun terjadi gas crossover yang memungkinkan
hal tersebut. Dengan kata lain, level hidrasi membrane dapat dibantu
dengan gas crossover sehingga memungkinkan dry start-up

3.2.2. Water production rate

Untuk mengevaluasi laju water production akibat reaksi langsung H2


dan 02 pada katoda, dilakukan pengukuran konsentrasi pada sisi
katoda dengan mass spectrometer.

Laju total H2 crossover pada membrane diperoleh dengan mengukur


konsentrasi H2 pada outlet katoda dengan kondisi disuplai N2 dan H2
pada katoda dan anoda
Laju H2 crossover yang tersisa setelah reaksi langsung dengan 02
diperoleh dengan mengukur konsentrasi H2 pada outlet katoda saat
katoda dan anoda disuplai dengan udara dan H2 secara berurutan
Dari kedua parameter terukur diatas, dapat diketahuinilai konsentrasi
H2 pada udara segar (sebelum bereaksi)
Laju komsumsi H2 dan produki water dapat ditentukan dengan
persamaan berikut

Dimana VCA adalah flow rate gas yang disuplai ke katoda(Ml/min), X


merupakan konsentrasi H2 diukur di outlet katoda(ppm), P merupakan
tekanan operasi(atm), T merupakan temperature operasi(K), MH2O berat
molekul water(g/mol), R konstanta gas ideal (atm L / mol K)

Dari gambar diketahui bahwa, water production rate meningkat


dengan meningkatnya T, sedangkan efek dari flow rate dan flow
arrangement pada water production rate akibat direct reaction gas
crossover dapat diabaikan. Bagaimanapun, meningkatnya T
bebarengan dengan meningkatnya water saturation pressure dan gas
diffusivity sehingga efek meningkatnya water production rate tidak
berpengaruh pada kelembapan relative gas atau malah menjadi lebih
kering denga meningkatnya T operasi seperti digambarkan dalam
gambar 8.b
Dari gambar 8.5, diketahui bahwa meningkatnya T justru malah
membawa pada level RH pada katoda outlet yang lebih rendah,
meningkatnya flow rate (tidak memiliki efek signifikan pada water

production rate) akan menambah efek kering sehingga mengarahkan


pada start-up failure pada dry star-up pada T relative tinggi
Water production rate pada WSP 100x lebih besar daripada water
production rate hasil direct reaction gas crossover

3.3. Dry start-up with WSP

Dari hasil experiment yang telah dilakukan, didapatkan bahwa metode


WSP lebih bisa diandalkan dalam menghumidifikasi gas dan
menghidrasi membrane daripada gas crossover

Dengan membandingkan gambar 9 diatas dengan gambar 4 (tanpa


WSP) ditemukan bahwa pemulihan performa cell sangat cepat dan
performa awal cell setelah WSP meningkat dengan signifikan khusunya
dalam kasus co-flow arrangement.
Ditemukan pula bahwa hanya terdapat sedikit perbedaan performa
antara co-flow dan counter flow arrangement yang mengimplikasikan
bahwa flow arrangement meiliki efek kecil pada dry start-up dengan
WSP pada T 25
Ditemukan pula bahwa peningkatan performa dengan ditambahnya
durasi WSP semakin menurun. Sebagai tambahan, WSP memilhara
performa cell dalam keadaan rendah, sehingga harus ada titik
optimalisasi antara durasi WSP dan peningkatan performa yang
diharapkan

Dari gambar 10, ditemukan bahwa WSP dapat membantu dry start-up
pada T 45 sukses, namun pada co-flow arrangement setelah start-up
berlangsung terjadi performa drop yang dikaitkan dengan
konduktivitas proton membrane yang turun signifikan dengan
pemindahan water dari membrane sebagai hasil WSP secara
berangsur-angsur
Selain itu, ditemukan pula bahwa flow arrangement memiliki efek yang
signifikan pada dry start-up pada T 45, terbukti dengan start-up sukses
dan peningkatan performa pada counter flow disbanding co-flow
arrangement

3.4. Dew point analysis with different flow arrangements

Untuk mengevaluasi kemampuan water management berdasar pada


flow arrangement, dilakukan dew point analysis

Dew point analysis dilakukan dengan memelihara WSP selama 3 jam


Hasil dew point analysis dapat dipisah menjadi 3 bagian. Pada bagian 1
dan 2, dew point terukur mirip dengan Tcell mengimplikasikan bahwa
cathode exhaust gas jenuh dengan kelebihan air dapat diserap oleh

membrane. Sebagai tambahan, pada bagian 2 terjadi fluktuasi


performa yang dikaitkan dengan membrane yang telah terhidrasi
secara penuh dan kelebihan water terakumulasi dalam flow channel
dan berdifusi ke anode sehingga flooding mulai terjadi. Pada bagian 3,
ditemukan bahwa dew point jauh melebihi Tcell sehingga kelebihan
liquid water dikeluarkan melalui cathode outlet dan terjadi fluktuasi
performa.
Durasi bagian satu dari counter flow lebih pendek dari co-flow
arrangement, yang mengindikasikan bahwa pada counter flow
membrane terhidrasi dengan lebih cepat yang dikaitkan dengan difusi
dari cathode outlet ke anode inlet dan difusi water akibat electro
osmotic drag dari anode outlet ke cathode inlet
Difusi water juga menjelaskan durasi lebih panjang bagian 2 dan durasi
lebih pendek bagian 3 pada counter flow arrangement
Disimpulkan bahwa counterflow arrangement dapat menyimpan water
lbih baik daripada co-flow arrangement pada kondisi yang sama

Anda mungkin juga menyukai