Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh:
Niken Asih Laras Ati
150070300011132
Kelompok 2
ABSES PERIANAL
1. Definisi
Abses
adalah
infeksi
bakteri
setempat
yang
ditandai
dengan
2. Etiologi
Menurut ahli penyakit infeksi, penyebab abses antara lain :
a)
Infeksi Mikrobial
Merupakan penyebab paling sering terjadinya
menyebabkan
kematian
sel
dengan
cara
abses.
multiplikasi.
Virus
Bakteri
c)
jaringan rusak.
Agen Fisik
Melalui trauma fisik, ultra violet, atau radiasi, terbakar, atau dinding
d)
berlebih (frostbite).
Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan oksidan, asam, basa, akan merusak jaringan dengan cara
memprovokasi terjadinya proses radang, selain itu agen infeksi dapat
melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung
e)
menyebabkan radang
Nekrosis jaringan
Aliran darah yang
kurang
akan
menyebabkan
hipoksia
dan
anus
dan
rectum,
dimanasebagian besar timbul dari obstruksi kripta anal. Infeksi dan stasis
dari kelenjar dansekresi kelenjar menghasilkan supurasi dan pembentukan
abses dalam kelenjar anal. Biasanya, abses terbentuk awalawal dalam
ruang intersfingterik dan kemudian keruang potensial yang
Umumnya
bakteri
seperti
stafilokokus
danEscherichia
berdekatan.
coli
adalah
kelenjar
menjadipenyebab
didaerahtersebut
tersumbat.
adalahEscherichia
coli
Bakteri
dan
spesies
yang
biasanya
Enterococcus.
penurunan
daya
tubuh
misalnya
penderita
diabetes
eksternal
sehingga
menjadi
abses
ischiorektal.
Meskipun
ke
otot
sehinggamenyebabkan
longitudinal
sebuah
abses
lalu
ruang
supralevator.
supralevator
Setelah
abses
trombosit,
koagulopati
yang
PT/PTT
mungkin
diasosiasikan
toksin/status syok.
e. Glukosa serum,
hiperglikemi
memanjang
dengan
iskemia
menunjukkan
menunjukan
hati/sirkulasi
glukogenesis
dan
dalam metabolism.
BUN/Kr
:Peningkatan
kadar
diasosiasikan
dengan
evaluasi pasien
dengan
CT
scan,
memerlukan
MRI,
pemeriksaan
atauultrasonografi dubur.
ada
pemeriksaan
laboratorium khusus
yang dapat
kecuali
diabetes dan
memiliki
pada
risiko tinggi
terhadap
terjadinya
karena
sepsis bakteremia
7. Penatalaksanaan Medis
Pada kebanyakan pasien dengan abses anorektal atau perianal,
terapimedikamentosa dengan antibiotik biasanya tidak diperlukan. Namun,
pada pasiendengan peradangan sistemik, diabetes, atau imunitas rendah,
antibiotik wajibdiberikan. Abses perirektal harus diobati dengan drainase
sesegera mungkin setelahdiagnosis ditegakkan. Jika diagnosis masih
diragukan, pemeriksaan di bawah anestesisering merupakan cara yang
paling tepat baik untuk mengkonfirmasi diagnosis serta mengobati.
Pengobatan
yang
tertunda
atau
tidak
memadai
terkadang
apabila
pasien
yang
efektif
untuk
mengobati
abses
perianal
dalam
ruang operasi.
mungkin memerlukan
subkutan pada bagian yang paling menonjol dari abses. Dog ear"yang
timbul setelah insisi dipotong untuk mencegah penutupan dini. Luka
dibiarkanterbuka dan sitz bath dapat dimulai pada hari berikutnya.
8. Komplikasi
Jika tidak
diobati,
fistula
anus
hampir
pasti
akan
terbentuk,
akan)
yang
serius.
setiap
abses
terusberkembang,
Hal
yang
memerlukan
diobati
akhirnya
dapat
operasi
(dan
menjadi
lebih
kemungkinan
infeksi
sistemik
abnormal
antara
antara
sfingter
internal
dan
eksternal
anus
dan
diidentifikasi dengan adanyasekresi purulen dari kanalis anal atau dari kulit
perianal sekitarnya. Etiologi lain darifistula anorektal adalah multifaktorial
dan
termasuk
penyakit
divertikular,
Penyakit apa yang pernah diderita oleh pasien, riwayat penyakit yang sama
atau penyakit lain yang pernah di derita oleh pasien yang menyebabkan pasien
dirawat. Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang
lain atau riwayat penyakit lain yang bersifat genetik maupun tidak.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau
cemas akibat adanya bisul pada daerah anus.
2. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan pernafasan
meningkat.
3. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
a. Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna
rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah
tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
b. Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan
gangguan penglihatan.
c. Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul
pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret.
d. Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
e. Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan
dan serumen. Pada penderita yang bed rest dengan posisi miring maka,
f.
6. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan fistula
ani yang baru di operasi terpasang kateter untuk buang air kecil.
7. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bedrest dalam
waktu lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
8. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila
terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual
muntah, dan kaku kuduk.
9. Pemeriksaan Kulit
a. Inspeksi kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membran
mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji
yaitu warna, suhu, kelembaban, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau
halus), lesi, vaskularitas. Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
1) Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan
produksi pigmen. Lesi yang dibagi dua yaitu :
a) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah
satu komponen kulit
b) Lesi sekunder adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer.
Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna,
bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
2) Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna
dari daerah edema.
3) Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau
suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak
cocok, intake cairan yang inadekuat.
4) Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah
ada drainase atau infeksi.
5) Kebersihan kulit
6) Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan
echimosis.
7) Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu,
tekstur atau elastisitas, turgor kulit.
seperti;
takut
bergerak,
kegelisahan.
Rasional: bahasa tubuh/perilaku nonverbal dapat digunakan
sebagai data yang menunjukkan adanya rasa nyeri/tak nyaman.
Kaji faktor-faktor yang mengganggu atau meningkatkan nyeri.
Rasional: keadaan stress dapat meningkatkan rasa nyeri.
Berikan posisi yang nyaman (telungkup, miring), aktivitas
pengalihan
perhatian
berikan
feedback.
Rasional: membina hubungan therapeutik.
Dengarkan ungkapan klien dengan empati.
Rasional: dengan menunjukkan sikap empati, diharapkan akan
membantu mengurangi kecemasan klien.
Berikan informasi yang akurat.
Rasional: dengan memberikan informasi yang akurat akan
membantu menurunkan tingkat kecemasan.
Ciptakan ketenangan dan lingkungan yang nyaman.
Rasional: membantu meningkatkan relaxasi, mengurangi
kecemasan.
Kolaborasi untuk pemberian sedativa, seperti barbiturat, anti
anxietas seperti, diazepam.
Rasional: sedativa/anti anxietas membantu mengurangi
kecemasan dan membantu istirahat.
d) Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis dan tindakan
yang akan didapatnya berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan: Pengetahuan pasien bertambah
Kriteria hasil: Klien mampu mengungkapkan tentang proses penyakit dan
penanggulangannya. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan regimen.
Intervensi
Kaji persepsi klien tentang proses penyakitnya.
Rasional: menentukan tingkat pengetahuan klien dan kebutuhan
informasi yang diperlukan.
Ulangi penjelasan tentang proses penyakit, penyebab, tanda dan
gejala penyakit serta penanggulangannya.
Rasional: dengan memberikan penjelasan yang memadai klien
tahu proses penyakit dan tindakan yang akan didapatnya,
sehingga klien dapat menerima tindakan yang didapatnya.
Tekankan pentingnya menjaga kebersihan kulit, seperti : tehnik
cuci tangan yang baik dan perawatan kulit perianal.
Rasional: mengurangi penyebaran bakteri dan resiko iritasi kulit
dan infeksi.
Post Operasi
eksisi luka
operasi.
Tujuan: nyeri berkurang atau terkontrol
Kriteria hasil: ekspresi wajah klien rileks, cukup istirahat, mengungkapkan
nyeri berkurang /dapat ditahan.
Intervensi:
Kaji lokasi, intensitas nyeri dengan skala 0 10, faktor yang
mempengaruhi. Perhatikan tanda-tanda nonverbal.
Rasional: membantu menentukan intervensi selanjutnya.
Monitor tanda-tanda vital
Rasional: perubahan tanda-tanda vital, peningkatan tekanan
darah, nadi dan pernafasan bisa diakibatkan karena nyeri.
Kaji area luka operasi, adanya edema, hematoma atau inflamasi.
Rasional: pembengkakan, inflamasi dapat menyebabkan
meningkatnya nyeri.
Berikan posisi yang nyaman dan lingkungan yang tenang, ajarkan
tehnik relaksasi, pengalihan perhatian.
Rasional: membantu mengurangi dan mengontrol rasa nyeri.
Kolaborasi dengan medik untuk pemberian analgesik.
Rasional: analgesik membantu mengurangi nyeri.
b) Perubahan pola eliminasi konstipasi/diare berhubungan dengan efek
anestesi, pemasukan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan: pola eliminasi kembali berfungsi normal.
Intervensi:
Auskultasi bising usus.
Rasional: adanya suara bising usus yang abnormal, merupakan
tanda adanya komplikasi.
Anjurkan makanan/minuman yang tidak mengiritasi.
Rasional: menurunkan resiko iritasi mukosa.
Kolaborasi medik untuk pemberian glyserin suppositoria.
Rasional: membantu melunakkan feses.
c) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasive, luka
yang mungkin terkontaminasi.
Tujuan: tidak terjadi infeksi, luka sembuh tanpa komplikasi.
Intervensi:
Kaji area luka operasi, observasi luka, karakteristik drainage,
adanya inflamasi.
Rasional: penambahan infeksi dapat mengambat proses
penyembuhan.
Monitor tanda-tanda vital, temperatur, respirasi, nadi.
Rasional: peningkatan temperatur, pernapasan, nadi merupakan
indikasi adanya proses infeksi.
Rawat area luka dengan prinsip aseptik. Jaga balutan kering.
Rasional: menjaga pasien dari infeksi silang selama penggantian
balutan.
LAPORAN PENDAHULUAN
FOURNIER GANGREN
A. Definisi
Fournier's gangrene (FG) merupakan fasciitis nekrotikans yang progresif pada
daerah penis, skrotum, dan perineum.FG termasuk penyakit infeksi yang fatal
namun jarang terjadi.FG pertama kali ditemukan pada tahun 1883 oleh seorang
venerologis Prancis Jean Alfred Fournier. Infeksi pada FG memiliki karakteristik
khas, yaitu akan menyebabkan trombosis pada pembuluh darah subkutis yang
akan menyebabkan nekrosis kulit di sekitarnya.
Penyakit ini merupakan kedaruratan di bidang urologi karena mula
penyakitnya (onset) berlangsung sangat mendadak, cepat berkembang, bisa
menjadi gangren yang luas dan menyebabkan septisemia. Pada beberapa tahun
terakhir ini insiden FG cenderung meningkat yang disebabkan oleh faktor
predisposisi dari FG seperti diabetes mellitus, imunosupresi, dan penyakit hati
dan ginjal kronik juga meningkat. Infeksi pada sebagian besar kasus FG
merupakan gabungan sinergis antara bakteri aerob dan anaerob.
B. Epidemiologi
Fournier gangren relatif jarang, namun insiden yang tepat dari penyakit ini
tidak diketahui. Dalam review FG pada tahun 1992, Paty dkk mendapatkan
sekitar 500 kasus infeksi telah dilaporkan dalam literatur, menghasilkan
prevalensi 1 kasus dari 7500 orang. Dari sebuah tinjauan kasus retrospektif,
terungkap 1.726 kasus didokumentasikan dalam literatur dari 1950-1999, dengan
rata-rata 97 kasus per tahun. Peneliti lain telah melaporkan sekitar 600 kasus FG
di dunia sejak tahun 1996, dimana frekuensi FG di dunia tidak berubah secara
bermakna.
Tidak ada variasi musiman yang terjadi pada FG untuk setiap wilayah di
dunia, meskipun secara klinis terbesar berasal dari benua Afrika,
Seksual dan usia juga terkait dalam insiden Fournier gangrene dengan
rasio pria ke perempuan adalah sekitar 10:1. Kejadian yang lebih rendah pada
wanita dapat disebabkan oleh drainase yang lebih baik dari daerah perineum
melalui sekresi vagina.Pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis berada
pada risiko yang lebih tinggi, terutama untuk infeksi yang disebabkan terkait
dengan methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA).Kebanyakan kasus
yang dilaporkan terjadi pada pasien berusia 30-60 tahun. Sebuah tinjauan
literatur hanya ditemukan 56 kasus anak, dengan 66% dari mereka pada bayi
yang lebih muda dari 3 bulan.
C. Etiologi
FG disebabkan infeksi bakteri aerob dan anaerob seperti E. coli, coliform,
Klebsiellaspp.,
Bacteroides
spp.,
Streptococcus
spp.,Enterococcus
spp.,
dari
saluran
urogenital
meliputi:
infeksi
di
kelenjar
Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari
dari luka
Pada awal perjalanan penyakit, rasa sakit tidak sesuai dengan temuan
fisik.Gangren dapat berkembang, tetapi nyeri dapat hilang akibat jaringan saraf
menjadi nekrotik. Efek sistemik dari proses ini bervariasi dari nyeri lokal tanpa
disertai syok septik dan kemerahan. Secara umum, semakin besar derajat
nekrosis, yang lebih mendalam efek sistemik.
Pada Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah palpasi dari alat
kelamin, perineum dan pemeriksaan colok dubur, untuk menilai tanda-tanda
penyakit dan untuk mencari potensi masuknya portal infeksi.Dapat juga
ditemukan krepitasi jaringan lunak, nyeri lokal, ulkus yang disertai eritem, edema,
sianosis, indurasi, blister, maupun gangren. Dari inspeksi kulit tersebut dapat
menentukan derajat dari bau amis ditimbulkan akibat infeksi dari bakteri anaerob
dan krepitasi yang disebabkan mikroorganisme Clostridium yang dapat
memproduksi gas. Gejala sistemik dapat terjadi seperti demam, takikardia dan
hipotensi.
E. Patofisiologi
Infeksi lokal berdekatan dengan portal masuk adalah dasar terjadinyaFG.
Pada akhirnya, suatu endarteritis obliterative berkembang menyebabkan kulit,
subkutan dan pembuluh darah menjadi nekrosis kemudian berlanjut
iskemia
lokal dan proliferasi bakteri. Tingkat kerusakan fasia dapat mencapai 2-3 cm/jam.
Infeksi fasia perineum (fasia colles) dapat menyebar ke penis dan
skrotum melalui fasia buck dan dartos, atau ke dinding perut anterior melalui
fasia scarpa, atau sebaliknya. Fasia colles melekat pada perineum dan
diafragma urogenital secara posterior dan pada ramus pubis secara lateral,
sehingga membatasi perkembangan ke arah ini. Keterlibatan testis jarang,
karena arteri testis berasal langsung dari aorta dan dengan demikian memiliki
suplai darah terpisah dari area infeksi.
Infeksi merupakan ketidakseimbangan antara (1) imunitas host, yang
sering terganggu oleh satu atau lebih proses sistemik penyerta, dan (2) virulensi
dari mikroorganisme penyebab. Faktor etiologi ini memungkinkan untuk
masuknya mikroorganisme ke dalam perineum, sistem imun yang turun
memberikan lingkungan yang baik untuk memulai infeksi, dan virulensi
mikroorganisme mempercepat penyebaran cepat penyakit ini.
Patofisiologi Fourniers Gangrene
Faktor etiologi
(Virulensi mikroba + Penurunan imun)
Penurunan oksigen jaringan
Obliterative endartheritis
F. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosis, dapat dibantu dengan beberapa pemeriksaan
penunjang. Di antaranya adalah:
1. Tes Darah Lengkap
Untuk menilai respon kekebalan yang ditimbulkan oleh proses infeksi dan
untuk memeriksa jumlah dari sel darah merah, dan mengevaluasi potensi
sepsis-yang menyebabkan
trombositopenia.Profil
koagulasi
seperti,
Kimia
darahuntuk
dehidrasidapat
mengevaluasigangguanelektrolit,untuk
diperiksa
blood
urea
nitrogen[BUN]
disebabkanuntukDMatausepsisyang
disebabkangangguanmetabolisme.Arterial
untukmemberikanpenilaian
basa.Asidosisdengan
yang
yang
dapat
blodd
lebihakuratgangguan
terjadi
gas(ABG)
asamdan
denganhiperglikemiaatau
hipoglikemia
2. CT Scan
CT Scan memainkan peranan yang penting untuk diagnosis sama seperti
pentingnya untuk evaluasi dalam tindakan bedah. Etiologi, jalur
penyebaran, adanya cairan dan abses dapat dievaluasi dengan baik
melalui CT scan.
Gambaran Fournier Gangren yang tampak pada CT Scan berupa
penebalan soft tissue dan inflamasi. CT Scan menunjukkan penebalan
fascia yang asimetris, penumpukan cairan dan abses, penumpukan
lemak di sekitar jaringan, dan emfisema subkutan yang terbentuk karena
adanya gas yang dtimbulkan oleh bakteri.
Gambar 2. Fournier gangrene pada laki-laki usia 32 tahun dengan riwayat nyeri
pada testis dan infeksi pada kulit.
4. Ultrasonografi
USG dapat mendeteksi adanya Fournier gangren dengan menunjukkan
penebalan
pada
dinding
dan
gambaran
hiperechoik,
sehingga
Antibiotik
Spektrum
Enterobacteriaceae
harus
organisme,
mencakup
dan
staphylococci,
anaerob.
streptokokus,
Dimana
secara
Debridemen
atau
dari
kolorektal
dengan
melakukan
uretroskoi
atau
jam lagi dilakukan evaluasi untuk menilai demarkasi jaringan nekrosis dan kalau
perlu dilakukan operasi ulang. Debridement yang kurang sempurna seringkali
membutuhkan operasi ulang.
Oksigen Hiperbarik
Rekonstruksi Bedah
H. Prognosis
Prognosis untuk pasien setelah rekonstruksi Fournier gangren biasanya
baik. Skrotum memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dan regenerasi
setelah infeksi dan terjadi nekrosis Namun demikian, sekitar 50% dari laki-laki
dengan keterlibatan penis mengalami sakit dengan ereksi, sering berhubungan
dengan jaringan parut pada daerah genital. Jika jaringan lunak yang luas hilang,
mungkin terjadi gangguan pada drainase limfatik, sehingga terjadi, edema dan
selulitis.
Pada 1995, Laor dkk memperkenalkan the Fournier Gangrene Severity Index
(FGSI). FGSI berdasar pada penyimpangan dari rentang referensi parameter
klinis berikut:
Masing-masing parameter berupa skor antara 0-4, dengan semakin tinggi nilai
mengindikasikan semakin besar penyimpangan dari normal.FGSI merupakan
jumlah dari semua nilai parameter.FGSI lebih besar dari 9 berhubungan dengan
peningkatan mortalitas.
I. AsuhanKeperawatan
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan
antibiotik.Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi
bedah, debridemen atau kuretase.Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk
mengidentifikasi penyebabnya, utamanya apabila disebabkan oleh benda asing
karena benda asing tersebut harus diambil.Apabila tidak disebabkan oleh benda
asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersama dengan
pemberian obat analgetik.Drainase, abses dengan menggunakan pembedahan
biasanya diindikasi apabila abses telah berkembang dari peradangan serasa
yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak.
Fokus Pengkajian
Data tergantung pada tipe,lokasi,durasi dari proses infektif dan organ-organ yang
terkena
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda :
curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik);
lemah/lembut/mudah hilang, takikardi ekstrem (syok). Suara jantung : disritmia
dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan disfungsi miokard, efek dari
asidosis/ketidakseimbangan
elektrolit.
Kulit
hangat,
kering,
bercahaya
Tanda
Tanda
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala
pruritus umum.
7. Pemafasan
Tanda
normal pada lansia mengganggu pasien, kadang sub normal (dibawah 36,5C),
menggigil, luka yang sulit/lama sembuh, drainase purulen, lokalisasi eritema,
ruam eritema makuler.
8. Sexualitas
Gejala
Perineal pruritus
Tanda
9. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala
Rencana
pemulangan
Mungkin
dibutuhkan
bantuan
dengan
perawatan/alat dan bahan untuk luka, perawatan, perawatan diri, dan tugastugas rumah tangga
Prioritas Keperawatan
a.
Menghilangkan infeksi.
b.
c.
Mencegah komplikasi.
d.
pengobatan.
(Doenges,2000:240)
Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang diagnosis sekunder terhadap
Fournier Gangren
Intervensi: Dapatkan riwayat kesehatan untuk menentukan:
-
Kekhawatiran pasien
Tingkat pengertian
Pemberian edukasi
Referensi :
Carpenito, L,J, 2001, Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Klinik (terjemahan),
Edisi 3, EGC, Jakarta.
Doenges,
M.E,
2000,
Rencana Asuhan
Keperawatan
Pedoman
Untuk
S. Sjamsuhidayat, Wim De Jong, 1998, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC,
Jakarta
Setiawan F, Novianti R, MTP Wicaksono. 2013. Fourniers Gangrene. CDK-205/
vol. 40 no. 6
Smeltzer, S.C, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (terjemahan), Edisi
8, Volume 2, EGC, Jakarta.
Sudoyo. A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. (2006). Buku
ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 (ed.4). Jakarta: FKUI
Underwood, J.C.E, 1999, Buku Ajar Ilmu Bedah (terjemahan), Edisi 4, EGC,
Jakarta.
LAPORAN INDIVIDU
LAPORAN PENDAHULUAN
ABSES PERIANAL DAN FOURNIER GANGREN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Bedah
di Ruang 14 RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang
Oleh:
EKA FITRI CAHYANI
115070201111001
PROGRAM PROFESI NERS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015