Anda di halaman 1dari 26

Tugas Individu

MAKALAH
KELEMBAGAAN PERIKANAN

Oleh
ASRIANI
213095 2006

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN


(STIP) YAPI BONE
2016

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan
makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun
tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
KELEMBAGAAN PERIKANAN, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan.
Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
Metodologi Riset yang telah membimbing penyusun agar dapat menyelesaikan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun
mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Watampone, 21 Juli 2016
Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................
.....................................................................................................i
DAFTAR ISI ..............................................................................................
.....................................................................................................ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................
...............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................
...............................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...................................................................................
...............................................................................................................2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kelembagaan............................................................
....................................................................................................3
B. Bentuk Kelembagaan.................................................................
....................................................................................................4
C. Sejarah Kelembagaan Perikanan Di Indonesia..........................
....................................................................................................6
D. Peran Dan Fungsi Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan.......
E.

....................................................................................................10
Kelembagaan yang terlibat dalam Pemasaran Komoditi
Perikanan....................................................................................

....................................................................................................12
F. Peran dan Perkembangan Kelembagaan Komoditi Perikanan... 18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................
........................................................................................21

B. Saran...............................................................................
........................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari lautan dan memiliki
potensi kelautan cukup besar, seharusnya mampu mensejahterakan kehidupan
masyarakat nelayan yang menggantungkan hidup pada potensi kelautan (maritim)
tersebut. Realitasnya, kehidupan masyarakat nelayan senantiasa dilanda
kemiskinan, bahkan kehidupan nelayan sering diidentikkan dengan kemiskinan
(Nasution et al. 2005).
Menurut Dahuri et al 2001 diacu Nasution et al. (2007), tingkat
kesejahteraan para pelaku perikanan (nelayan) pada saat ini masih di bawah
sektor-sektor lain, termasuk sektor pertanian agraris. Nelayan (khususnya nelayan
buruh dan nelayan tradisional) merupakan kelompok masyarakat yang dapat
digolongkan sebagai lapisan sosial yang paling miskin diantara kelompok
masyarakat lain di sektor pertanian.
Potensi sektor perikanan Provinsi Sulawesi Selatan meliputi perikanan laut
dan perikanan darat (tambak air payau, kolam, sawah, danau, sungai, dan rawa).
Berdasarkan data produksi perikanan menurut kabupaten/kota di Sulawesi Selatan
pada tahun 2005 menunjukkan, secara keseluruhan produksi perikanan laut
mencapai 315.734 ton dengan daerah pengahasil terbesar adalah Kabupaten Bone
sebesar 67.707,9 ton. Kemudian menyusul Kabupaten Jeneponto dengan 43.670,7
ton, Kabupaten Takalar sebesar 39.543,5 ton. Sementara produksi perikanan
darat secara keseluruhan mencapai 425.753,44 ton yang meliputi tambak
391.745,40 ton, kolam 13.798,90 ton, sawah 37,442 ton, danau 14.252,40 ton, dan
sungai 2.091,4 ton, dan produksi perikanan rawa mencapai 5.919,30 ton.
Kelembagaan yang sering muncul dan banyak di kalangan masyarakat
pesisir adalah kelembagaan ekonomi dan sosial masyarakat, hal ini dikarenakan
faktor ketersediaan modal dan hubungan antara pemilik modal dengan
bawahannya. Tetapi hal ini sangat berimplikasi terhadap kesenjangan yang ada di

masyarakat pesisir, untuk itu perlu adanya kajian lebih dalam akan hal ini
sehingga dianggap perlu diadakannya praktek lapang Kelembagaan Perikanan,
untuk memganalisis masalah yang ada.
Bertolak dari uraian yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka dapat
dikatakan bahwa fenomena seperti itu sangat menarik untuk diteliti, oleh
karenanya penelitian ini akan mengkaji mengenai peranan kelembagaan untuk
pengembangan masyarakat pesisir.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud kelembagaan?
2.
Bagaimana bentuk kelembagaan?
3.
Bagaimanakah Sejarah Kelembagaan Perikanan Di Indonesia?
4.
Apa sajakah Peran Dan Fungsi Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan?
5.
Kelembagaan apa sajakah yang terlibat dalam pemasaran komoditi perikanan?
6.
Bagaimana Peran dan Perkembangan Kelembagaan Komoditi Perikanan?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui Pengertian Kelembagaan.
2.
Untuk mengetahui Bentuk Kelembagaan.
3.
Untuk mengetahui Sejarah Kelembagaan Perikanan Di Indonesia.
4.
Untuk mengetahui peran dan fungsi kelembagaan pelaku utama perikanan.
5.
Untuk mengetahui kelembagaan yang terlibat dalam pemasaran komoditi
6.

perikanan.
Mengetahui peran dan perkembangan kelembagaan komoditi perikanan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kelembagaan
Lembaga di dalam sosiologi merupakan suatu system norma untuk mencapai
tujuan tertentu yang oleh masyarakat dianggap penting. System norma tersebut
mencakup gagasan, aturan, tata cara kegiatan, dan ketentuan sanksi (reward
system). System norma tersebut merupakan hasil proses berangsur-angsur menjadi

suatu system yang terorganisasi. Artinya, system itu telah teruji kredibilitasnya,
dipercaya sebagai sarana mencapai tujuan tertentu, (Idianto,2004).
Meskipun belum sepakat, namun dapat diyakini bahwa kelembagaan adalah
social form ibarat organ-organ dalam tubuh manusia yang hidup dalam
masyarakat. Kata kelembagaan (Koentjaraningrat, 1997) menunjuk kepada
sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup (constitued) di dalam
masyarakat. Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku (ways) yang
hidup pada suatu kelompok orang. Ia merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan
berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan
dalam sistem sosial tradisional dan modern, atau bisa berbentuk tradisional dan
modern; dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial.
Tiap kelembagaan memiliki tujuan tertentu, dan orang-orang yang terlibat di
dalamnya memiliki pola perilaku tertentu serta nilai-nilai dan norma yang sudah
disepakati yang sifatnya khas. Kelembagaan adalah kelompok-kelompok sosial
yang menjalankan masyarakat. Tiap kelembagaan dibangun untuk satu fungsi
tertentu. Karena itu kita mengenal kelembagaan pendidikan, kelembagaankelembagaan di bidang ekonomi, agama, dan lain-lain. Dunia selalu berisi
kelembagaan-kelembagaan, dan semua manusia pasti masuk dalam satu atau lebih
kelembagaan. Dalam bidang pembangunan pedesaan dan pertanian, kelembagaan
umumnya dipersempit terutama hanya menjadi kelembagaan kelompok tani,
koperasi, subak, kelompok petani peserta program, dan kelompok pengrajin.
B. Bentuk Kelembagaan
Lembaga di dalam sosiologi merupakan suatu system norma untuk mencapai
tujuan tertentu yang oleh masyarakat dianggap penting. System norma tersebut
mencakup gagasan, aturan, tata cara kegiatan, dan ketentuan sanksi (reward
system). System norma tersebut merupakan hasil proses berangsur-angsur menjadi
suatu system yang terorganisasi. Artinya, system itu telah teruji kredibilitasnya,
dipercaya sebagai sarana mencapai tujuan tertentu, (Idianto,2004).

Didalam masyarakat pesisir terdapat empat kelembagaan tradisional yang


tetap bertahan, yaitu kelembagaan-kelembagaan ekonomi, kekerabatan,agama dan
kepercayaan serta politik, yaitu sebagai berikut (Idianto,2004) :
1. Kelembagaan Ekonomi
Dalam melakukan aktivitasnya, pemanfaat sumberdaya dan jasa-jasa
laut, khusunya nelayan dan pelayar, memerlukan dan terwadahkan dalam
kelompok

atau

lembaga-lembaga

diadakannya

(tradisional,

modern).

Kelompok-kelompok kerjasama tersebut terutama mewadahi para anggota dan


aktivitas nelayan dan pelayar dilaut. Kelompok tersebut juga mempunyai
multi-fungsi sebagai lembaga-lembaga perolehan modal dan pemasaran hasil
produksi, pendidikan dan sosialisasi, .tenaga kerja, jaminan socialekonomi,
dan lain-lain, khususnya dalam masyarakat nelayan pesisir dan pulau-pulau.
Didalam masyarakat pesisir banyak sekali terdapat masalah-masalah
atau persoalan karena kondisi social ekonomi masyarakat bahari, khususnya
mesyarakat nelayan pesisir dan pulau-pulau di Indonesia ini, pada umumnya
dalam kondisi kemiskinan. Hal yang memperihatinkan ialah karena sebelum
kondisi kemiskinan dipulihkan, kondisi sumberdaya hayati laut pada
penduduk nelayan mengalami kemerosotan drastis, demikian juga kondisi
ekosistem laut, terutama ekosistem terumbukarang dan mangrove sebagai
habitat utama sumberdya hayati perikanan telah mengalami degradasi.
Kondisi tersebut menurut para peneliti lebih banyak di sebabkan oleh perilaku
manausia pengguna sumberdaya itu sendiri.
2. Kelembagaan Kekerabatan
Lembaga-lembaga kekerabatan seperti kelompok-kelompok keluarga
inti dan luas , kelompok persepupuan dekat dalam masyarakat nelayan
dimana-mana berfungsi dan member warna pada bentuk-bentuk kelompokkelompok kerjasama nelayan. Terdapat sebagian masyarakat nelayan dimana
kelompok-kelompok kerjasama nya cenderung dari anggota-anggota inti
nukan keluarga luas, terdapat juga sebagian masyarakat nelayan dimana

nahoda-nahoda lebih suka merekrut kerabata/sepupu, bahkan melengkapinya


dengan teman, orang-rang sekampung,sedesa ,atau orang dari tempat lain.
3. Kelembagaan Politik
Menjadi kenyataan dalam masyarakat bahari, termasuk di Indonesia,
dimana lembaga-lembaga politik formal belum banyak memainkan peranan
menyolok,khusunya dalam kehidupan ekonomi nelayan . ada kecenderungan
munculnya sikap acuh tak acuh dan menghindar dari sebagian besar warga
masyarakat nelayan terhadap berbagai kebijakan politik formal, kecuali itu di
anggapnya menguntungkan. Di Indonesia, masih kuat bertahannya fungsi
politik dari lembaga-lembaga ekonomi, kekerabatan, atau agama local
menggantikan peranan lembaga-lembaga formal dan non formal baru terutama
disebabkan oleh belum ada atau masih kurangnya prestasi ditunjukkan oleh
lembaga-lembaga tersebut terakhir dalam pengembangan sebagai aspek
kehidupan masyarakat nelayan pesisir dan pulau-pulau.
4. Kelembagaan Agama Dan Kepercayaan
Bidang-bidang ekonomi kebaharian menunjukkan

secara

nyata

aktivitas-aktivitas pemanfaatan sumberdaya laut (perikanan) dan jas-jasa laut


(pelayaran dan dan lain-lain) yang berat, rumit, dan berbahaya. Dalam
mengelola usaha-usaha kebaharian, terutama perikanan dan pelayaran,
masyarakat nelayan dimana-mana banyak menggunakan keyakinan-keyakinan
dan praktek-praktek religious dan magic dalam mengatasi persoalan-persoalan
fisik dilaut dan perolehan keuntungan.Keyakinan dan praktek-praktek tersebut
biasanya diwadahkan dalam lembaga-lembaga agama dan kepercayaan
tradisional. misalnya gereja (nelayan beragama keristen protestan dan katolik),
mesjid (nalayan muslim), pure dan kuil (nelayan beragama Hindu dan Budha)
dan dukun-dukun (nelayan penganut kepercayaan animism, dinamisme atau
senkritismne). Bagi mereka aspek keyakinan,prraktek upacara, bacaan mantra,
pantangan dan lain-lain sekurang-kurangnya dipraktekkan secara individual
atau kelompok di rumah atau perahu/kapal mereka masing-masing. Di
Indonesia berdasarkan berbagai hasil penelitian dan cerita dari mulut kemulut,

ada kecenderungan bahwa unsure upacara religious banyak di praktekkan


nelayan dan pelaut di kawasan barat Indonesia sampai ke Sulawesi, sedangkan
praktek-praktek mejik oleh sebagian besar nelayan da pelayar dari
Maluku,dan papua (irian barat).
C. Sejarah Kelembagaan Perikanan Di Indonesia
1. Masa Penjajahan Belanda
a. Pengembangan kelautan dimulai pada 1911 dengan dibentuknya
Bugerlijk Openbare Werken yang berubah menjadi Departemen Verkeer
en Waterstaat pada 1931.
b. Unit warisan kolonial Belanda inilah yang merupakan cikal bakal
pembentukan departemen yang mengelola aspek kelautan (urusan-urusan
masyarakat pantai yang menyandarkan kegiatan ekonomi pada bidang
kelautan) di masa sekarang
c. Lembaga yang menangani perikanan semasa pemerintahan kolonial
Belanda masih berada dalam lingkup Departemen van Landbouw,
Nijverheid en handel yang kemudian berubah menjadi Departemen van
Ekonomische Zaken.
d. Kegiatan-kegiatan perikanan masa itu digolongkan sebagai kegiatan
pertanian. Meski demikian, terdapat suatu organisasi khusus yang
mengurusi kegiatan perikanan laut di bawah Departemen van
Ekonomische Zaken.
e. Organisasi tersebut adalah Onderafdeling Zee Visserij dari Afdeling
Cooperatie en Binnenlandsche Handel. Sedangkan untuk menyediakan
kegiatan penelitian dan pengembangan perikanan laut terdapat suatu
institut penelitian pemerintah kolonial yang bernama Institut voor de Zee
Visserij.
f. Pada masa ini juga telah ditetapkan UU Ordonansi tentang batas laut
Hindia Belanda melalui Territoriale Zee en Maritieme Kringen
Ordonantie 1939, yang menetapkan bahwa lebar laut wilayah Hindia
Belanda ditetapkan pada masing-masing pulau sampai sejauh 3 mil.
2. Semasa Pendudukan Jepang

a. Pada tahun 1942-1945, Departemen van Ekonomische Zaken berubah


nama menjadi Gunseikanbu Sangyogu. Fungsi dan tugas departemen ini
tidak berubah dari fungsinya di zaman kolonial.
b. Begitu pula halnya dengan lembaga penelitian dan pengembangan, meski
berubah nama menjadi Kaiyoo Gyogyo Kenkyuzo dan berpusat di Jakarta
tidak mengalami perubahan fungsi. Bahkan, UU tentang batas laut pun
tidak mengalami perubahan.
c. Namun yang perlu dicatat justru adalah pada masa pendudukan Jepang ini
terjadi perluasan lembaga-lembaga perikanan pemerintah.
d. Pada masa ini, di daerah-daerah dibentuk jawatan penerangan perikanan
yang disebut Suisan Shidozo. Di samping itu, pada masa ini terjadi
penyatuan perikanan darat dengan perikanan laut, walaupun tetap di
masukkan dalam kegiatan pertanian.
3. Periode masa awal kemerdekaan sampai Orde Lama
a. Setelah proklamasi kemerdekaan nasional, pada kabinet presidensial
pertama tepatnya pada 2 September 1945, pemerintah membentuk
Departemen Kemakmuran Rakyat dengan menterinya Mr. Syafruddin
Prawiranegara. Pada Departemen ini dibentuk Jawatan Perikanan yang
mengurusi kegiatan-kegiatan perikanan darat dan laut
b. Pada 1 Januari 1948, Departemen Kemakmuran Rakyat mengalami
restrukturisasi dengan menghapus koordinator-koordinator. Sebagai
gantinya, ditunjuk lima pegawai tinggi di bawah menteri, yakni Pegawai
Tinggi Urusan Perdagangan, Urusan Pertanian dan Kehewanan, Urusan
Perkebunan dan Kehutanan, serta Urusan Pendidikan. Jawatan Perikanan
menjadi bagian dari Urusan Pertanian dan Kehewanan
c. Pada masa pengakuan Kedaulatan RI 27 Desember 1949, Departemen
Kemakmuran Rakyat kemudian dipecah menjadi dua Departemen, yaitu
Departemen Pertanian dan Departemen Perdagangan dan Perindustrian.
Pada masa itulah Jawatan Perikanan masuk ke dalam Departemen
Pertanian

d. Departemen Pertanian pada 17 Maret 1951 mengalami perubahan


susunan, yakni penunjukkan 3 koordinator yang menangani masalah
Pertanian, Perkebunan dan Kehewanan. Di bawah Koordinator Pertanian,
dibentuk Jawatan Pertanian Rakyat. Jawatan Perikanan pada masa itu
telah berkembang menjadi Jawatan Perikanan Laut, Kantor Perikanan
Darat, Balai Penyelidikan Perikanan Darat, dan Yayasan Perikanan Laut.
Kesemua jawatan tersebut berada di bawah Jawatan Pertanian Rakyat.
Struktur ini tidak bertahan lama. Pada 9 April 1957, susunan Departemen
Pertanian mengalami perubahan lagi dengan dibentuknya Direktorat
Perikanan dan dibawah direktorat tersebut jawatan-jawatan perikanan di
koordinasikan.
e. Pada 1962, terjadi penggabungan Departemen Pertanian dan Departemen
Agraria dan istilah direktorat digunakan kembali. Pada masa kabinet
presidensial paska dekrit, Direktorat Perikanan telah mengalami
perkembangan menjadi beberapa jawatan, yakni Jawatan Perikanan
Darat, Perikanan Laut, Lembaga Penelitian Perikanan Laut, Lembaga
Penelitian Perikanan Darat, Lembaga Pendidikan Usaha Perikanan dan
BPU Perikani.
f. Baru pada tahun 1964 terbentuk Departemen Perikanan Darat/Laut,
tepatnya pada masa Kabinet Dwikora. Pada masa ini Departemen
Pertanian mengalami dekonstruksi menjadi 5 buah departemen dan pada
kabinet ini terbentuk Departemen Perikanan Darat/Laut di bawah
Kompartemen Pertanian dan Agraria.
g. Pembentukan Departemen Perikanan Darat/Laut merupakan respon
pemerintah atas hasil Musyawarah Nelayan I yang menghasilkan
rekomendasi perlunya departemen khusus yang menangani pemikiran dan
pengurusan usaha meningkatkan pembangunan perikanan.
h. Melalui pembentukan Kabinet Dwikora yang Disempurnakan,
Departemen Perikanan Darat/Laut tidak lagi di bawah Kompartemen
Pertanian dan Agraria melainkan mengalami reposisi dan bernaung di
bawah Kompartemen Maritim.

i. Di bawah Kompartemen baru, departemen tersebut mengalami perubahan


nama menjadi Departemen Perikanan dan Pengelolaan Kekayaan Laut.
Keadaan ini tidak berlangsung lama, pada 1965 terjadi pemberontakan G
30 S/PKI dan Kabinet Dwikora diganti dengan Kabinet Ampera pada
1966.
4. Zaman Kemerdekaan
a. Bergabung dengan departemen pertanian.
b. Pemerintahan Abdurrahman wahid tahun 2002 hingga sekarang menjadi
Departemen Kelautan dan Perikanan RI kemudian berubah nama pada
tahun 2010 menjadi Kelautan dan Perikanan RI Kementrian Kelautan dan
Perikanan RI.
c. Pada tingkat daerah propinsi, kab/kota menjadi dinas perikanan dan
kelautan sesuai dengan prinsip otonomi daerah.

D. Peran Dan Fungsi Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan


Kelembagaan (kelompok) pelaku utama perikanan adalah kumpulan para
pelaku utama yang terdiri dari nelayan, pembudi daya ikan, dan pengolah ikan
yang terikat secara informal atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama
serta di dalam lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang ketua kelompok
pelaku utama kelautan dan perikanan.
1. Peran Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan
Sebuah kelembagaan kelompok pelaku utama bidang kelautan dan perikanan
dapat memiliki peranan antara lain sebagai berikut :
a. Sebagai media komunikasi dan pergaulan sosial yang wajar,lestari dan
dinamis.
b. Sebagai basis untuk mencapai pembaharuan secara merata.
c. Sebagai pemersatu aspirasi yang murni dan sehat.
d. Sebagai wadah yang efektif dan efisien untuk belajar serta bekerja
sama.
e. Sebagai teladan bagi masyarakat lainnya.
2. Fungsi Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan

Untuk dapat mewujudkan peranan tersebut maka kelompok seharusnya


dapat berfungsi antara lain sebagai:
1. Kelas Belajar
Sebagai wadah proses pembelajaran, kelembagaan pelaku utama
perikanan merupakan media interaksi belajar antar pelaku utama dari
anggota kelompoknya. Mereka dapat melakukan proses interaksi
edukatif dalam rangka: mengadopsi teknologi inovasi; saling asah,
asih dan asuh dalam menyerap suatu informasi dengan fasilitator atau
pemandu dari penyuluh perikanan; mengambil kesepakatan dan
tindakan bersama apa yang akan diambil dari sebuah kegiatan
bersama. Dengan demikian proses kemandirian kelompok akan dapat
tercapai. Di dalam kelompok sebagai kelas belajar para pelaku
utama akan dapat melakukan komunikasi multi dimensional. Mereka
dapat mempertukarkan pengalaman masing-masing, sehingga akan
membuat pelaku utama semakin dewasa untuk dapat keluar dari
masalahnya sendiri, tanpa adanya ketergantungan dari penyuluh
perikanan.
2. Wadah Kerja Sama
Sebagai wahana kerja sama, kelembagaan pelaku utama perikanan
merupakan cerminan dari keberadaan suatu kelompok. Kelembagaan
pelaku utama perikanan harus dapat berfungsi sebagai wadah kerja
sama antar pelaku utama dalam upaya mengembangkan kelompok
dan membina kehidupan pelaku utama.
3. Unit Penyedia Sarana dan Prasarana Produksi
Kelembagaan pelaku utama perikanan sebagai unit penyedia sarana
dan prasarana, erat hubungannya dengan fungsi unit produksi
perikanan. Misalnya dalam sebuah produksi budidaya ikan gurame,
kelompok dapat berperan sebagai penyedia benih ataupun sarana
produksi lainnya.
4. Unit Produksi

10

Kelompok pelaku utama perikanan sebagai unit produksi, erat


hubungannya dengan fungsi wadah kerja sama. Misalnya kelompok
pembudidaya ikan gurame, dalam pengadaan sarana produksi,
perkreditan, dan pemasaran hasil, sehingga dengan melaksanakan
kegiatan produksi secara bersama-sama akan lebih efisien.
5. Organisasi Kegiatan Bersama
Kelembagaan pelaku utama berfungsi sebagai organisasi kegiatan
bersama dimana pelaku utama akan belajar mengorganisasi kegiatan
secara bersama-sama melalui pembagian dan pengkoordinasian
pekerjaan dengan mengikuti tata tertib sebagai hasil kesepakatan
bersama.
6. Kesatuan Swadaya dan Swadana
Kelembagaan pelaku utama perikanan sebagai kesatuan swadaya
dan swadana merupakan kelembagaan yang mandiri, baik dalam hal
penyelesaian masalah bersama maupun dalam penguatan dan
pengembangan modal usaha anggota, misalnya melakukan pemupukan
modal bersama untuk menyediakan modal bagi anggotanya melalui
penumbuhan budaya menabung, iuran, dan sebagainya. Dengan
demikian, anggota mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan
modal

usaha,

bermitra

dengan

lembaga

keuangan,

serta

mempermudah dalam akses pemasarannya.


E. Kelembagaan yang terlibat dalam Pemasaran Komoditi Perikanan
Produk usaha perikanan terdiri dari beberapa tipe, antara lain ikan hidup,
ikan segar, dan beraneka ragam ikan olahan, baik yang tampak bentuk aslinya
maupun yang sudah berubah sama sekali. Sehingga untuk memasarkannya
banyak sekali melibatkan lembaga-lembaga pemasaran yang ada dan untuk
sasaran konsumen yang dituju akan menentukan panjang pendeknya saluran
pemasaran. Pemasaran ikan hidup membutuhkan media air sebagai habitat
hidupnya sehingga bersifat voluminous (makan tempat) dan berisiko kematian

11

sehingga bisa menurunkan nilai ikan tersebut. Ikan segar membutuhkan


lingkungan dingin selama perjalanan dari produsen ke konsumen sehingga untuk
pemasaran harus mengunakan system rantai dingin (cold chain system), untuk itu
perlu ada fasilitas angkut dingin dan cold storage. Penanganan pemasaran hasil
perikanan yang telah diolah, seperti ikan kering, ikan asin, kerupuk ikan, dan
tepung ikan relative lebih mudah dan murah, karena produk tersebut dapat
diangkut, disimpan, disajikan (display), dan digudangkan dalam suhu kamar.
Tipe produk tersebut menyebabkan proses dan mekanisme pemasaran menjadi
sangat beragam, kompleks dan rumit. (Efendi dan Oktanza, 2006 dalam Raharjo,
2009).
Lembaga tataniaga/pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dengan mana barang-barang bergerak dari
pihak produsen ke pihak konsumen. Golongan produsen adalah mereka yang
tugas utamanya menghasilkan barang-barang. Mereka adalah nelayan, petani
ikan, dan pengolah hasil perikanan. Sedangkan, pengertian pedagang perantara
(midlemen atau intermediary) adalah mereka, baik perorangan maupun
perseroan, yang berusaha dalam bidang tata niaga/pemasaran. Lembaga ini
membeli dan mengumpulkan barang-barang yang berasal dari produsen dan
menyalurkannya kepada konsumen. Adapun lembaga pemberi jasa (faciliating
agencies) adalah mereka yang memberi jasa atau fasilitas untuk memperlancar
fungsi tata niaga pemasaran yang dilakukan oleh produsen atau pedagang
perantara, contohnya adalah bank, usaha pengangkutan, biro iklan dan
sebagainya.
Lembaga pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan
atau fungsi pemasaran dengan tujuan untuk menggerakkan barang dari produsen
ke konsumen. Yang termasuk dalam lembaga pemasaran adalah golongan
produsen sebagai penghasil produk, pedagang perantara dan lembaga pemberi
jasa. Pedagang perantara sebagai lembaga pemasaran yang membeli dan

12

mengumpulkan barang-barang yang berasal dari produsen dan menyalurkannya


kepada konsumen, memegang peranan yang penting dalam kelancaran
pemasaran barang-barang tersebut (A.M Hanafiah dan A.M. Saefuddin, 1983 : 26
dalam Dewayanti, 2003).
Ada beberapa golongan pedagang perantara yang terlibat dalam pemasaran
hasil perikanan di Indonesia, yaitu :
1. Tengkulak desa, yaitu pedagang perantara yang membeli hasil perikanan
secara langsung dari produsen.
2. Pedagang pengumpul di pasar lokal, yaitu pedagang perantara yang membeli
hasil peikanan dai tengkulak desa dan kadang-kadang dari produsen di pasar
lokal.
3. Pedagang besar (grosir), yaitu pedagang perantara yang aktif di pasar-pasar
pusat di kota besar dan menerima kiriman barang terutama dari pedagang
pengumpul di pasar lokal.
4. Agen, yaitu mereka yang aktif membeli ikan di unit-unit usaha perikanan atau
di pasar lokal atas perintah pedagang besar (eksportir, pengusaha cold storage)
tertentu. Agen hanya dijumpai pada pemasaran hasil perikanan komoditi
ekspor seperti udang dan tuna.
5. Pedagang eceran, yaitu pedagang yang membeli hasil perikanan dari grosir
atau nelayan secara langsung dan menjualnya ke konsumen di pasar pengecer.
6. Eksportir, pedagang ini hanya ditemukan dalam perdagangan hasil perikanan
bernilai ekspor (A.M Hanafiah dan A.M Saefuddin, 1983 : 173 dalam
Dewayanti, 2003).
Berdasarkan tingkatan pembelinya, seorang pengusaha perikanan, seperti
nelayan atau pembudidaya ikan dapat menjual hasil panennya ke berbagai tingkat
pedagang, sehingga akan melibatkan lembaga pemasaran yang ada sesuai dengan
kebutuhannya. Pertama, pedagang pengecer, umumnya memasarkan barangbarang yan dibelinya di pasar local yang masih dalam satu wilayah
(kabupaten/kota). Kedua, pedagang pengumpul, baik pengumpul local maupun

13

pengumpul antar kabupaten. Ketiga, pedagang pengumpul besar. Penjualan ke


pedagang pengumpul besar dapat dilakukan oleh pembudidaya bila volume hasil
panennya cukup besar. Keempat, institutional market (rumah sakit, penjara).
Kelima, pasar swalayan, yang berfungsi sebagai pedagang eceran (retailer),
Secara umum saluran pemasaran dari nelayan atau pembudidaya ikan melalui
beberapa jalur.

Pola pemasaran hasil ikan olahan tradisionil memiliki bentuk yang lebih
sederhana dibandingkan dengan pemasaran pengolahan modern maupun ikan
segar. Produk-produk olahan tradisionil dipasarkan dipasar lokal, pasar
regional, dan pasar nasional.

14

Sedangkan, pemasaran produk olahan yang dihasilkan oleh perusahaan


pengolahan modern memiliki bentuk saluran yang sedikit lebih rumit
dibandingkan pengolahan tradisionil.

Skema saluran pemasaran yang umum terjadi di Jawa untuk komoditi ikan
laut (segar dan olahan) adalah sebagai berikut (A.M Hanafiah dan A.M
Saefuddin, 1983 : 30 dalam Dewayanti, 2003) :

15

Besar-kecilnya biaya pemasaran antar lembaga pemasaran berbeda-beda.


Hal ini disebabkan oleh :
1. Macam komoditi
Sifat dari komoditi pertanian, khususnya hasil perikanan adalah mudah rusak
(perishable), sehingga biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan fungsi
pemasaran lebih besar.
2. Lokasi pengusahaan
Lokasi pengusahaan komoditi pertanian yang terpencar akan mengundang
tambahan biaya pengangkutan. Hal ini akan berakibat pada bertambah
besarnya biaya pemasaran.
3. Macam dan peranan lembaga pemasaran
Biaya pemasaran akan bertambah besar apabila terlalu banyak lembaga
pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran.
4. Efektifitas pemasaran
Efektifitas pemasaran menyangkut efisiensi pemasaran, yaitu perbandingan
antara biaya pemasaran dengan nilai produk yang dijual dan dinyatakan
dalam persen. Biaya pemasaran yang besar akan mengakibatkan tidak
efisiennya sistem pemasaran (Soekartawi, 1993 : 2 dalam Dewayanti, 2003).
Kelembagaan pemasaran memiliki peranan penting dalam mendukung
keberhasilan usaha nelayan dan mengoptimalkan kegiatan pemasaran ikan.

16

Lembaga pemasaran dapat digolongkan berdasarkan pemilikan dan penguasaan


atas barangnya, yaitu :
1. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki barang, tetapi menguasai barang
tersebut, seperti : agen perantara (broker), selling broker, dan buying broker,
2. Lembaga pemasaran yang memiliki dan menguasai barang, seperti :
pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang eksport, import dan
sebagainya.
3. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang,
seperti : lembaga pemasaran fasilitas.
Setiap lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran mempunyai tujuan
untuk memperoleh keuntungan. Besar-kecilnya keuntungan yang diambil oleh
tiap lembaga pemasaran akan berpengaruh pada harga di tingkat eceran.
Masing-masing lembaga pemasaran, sesuai dengan kemampuan
pembiayaan yang dimilikinya, akan melakukan fungsi pemasaran secara
berbeda-beda. Karena perbedaan kegiatan dan biaya yang dikeluarkan, maka
tidak semua kegiatan dalam fungsi pemasaran dilakukan oleh lembaga
pemasaran; dengan demikian biaya dan keuntungan pemasaran menjadi berbeda
di tiap tingkat lembaga pemasaran (Soekartawi, 2002).
Tahapan distribusi produk hasil tangkapan nelayan melalui beberapa
lembaga yang mana setiap lembaga mempunyai fungsi dan peran masingmasing. Pengaliran barang yang dimulai dari produsen ke konsumen terdapat
kegiatan-kegiatan pengumpulan, penyimpanan dan penimbangan. Proses
pengumpulan merupakan tahap dalam pengaliran barang yang mana pada
tahapan ini dilakukan oleh agen pemasaran. Proses penimbangan merupakan
tindakan penyesuaian permintaan dan penawaran berdasarkan tempat, waktu dan
kualitas. Sedang proses penyebaran merupakan tahap akhir dalam pengaliran
barang, dimana barang terkumpul tersebar ke konsumen yang membutuhkannya
(Hanafiah dan Saefuddin, 1986).
POKLAHSAR merupakan kelompok usaha kelautan dan perikanan bidang
pengolahan dan pemasaran sebagai pelaksana PUMP-P2HP dalam penyaluran
17

bantuan pengembangan usaha. Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Bidang


Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (PUMP-P2HP) bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan dan mengembangkan wirausaha bidang pengolahan
dan pemasaran di pedesaan (Budi, 2013).
F. Peran dan Perkembangan Kelembagaan Komoditi Perikanan
Menurut Pusat Studi Terumbu Karang Universitas Hasanuddin (2002),
fungsi lembaga pemasaran, adalah untuk :
1. Mengurangi tugas produsen dalam kegiatan distribusi untuk mencari
konsumen
2. Membantu menyediakan peralatan dan jasa-jasa yang dibutuhkan
3. Membantu dibidang pengangkutan
4. Membantu dibidang keuangan dan menyediakan sejumlah dana untuk
melakukan penjualan secara kredit terhadap produsen.
Lembaga pemasaran selain berperan dalam menentukan bentuk saluran
pemasaran, juga melakukan kegiatan fungsi pemasaran yang melipuri :
pembelian. Sortasi, penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan.
Ada dua katalis yang berperan penting dalam pengembangan kelembagaan,
yakni perubaban dalam harga relative (relative price) dan inovasi teknologi.
Dalam merespon kedua perubahan itu, salah satu atau kedua belah pihak
mungkin akan melihat lebih menguntungkan untuk mengubah aturan (rule of
agreement) yang kemudian berujung Pada perubahan kelembagaan. yang akan
menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak. Demikian halnya dengan
inovasi teknologi. Inovasi yang dapat menurunkan biaya transaksi dan perubahan
dalam biaya informasi merupakan sumber utama dalam pen gembangan kel emb
agaan.
Di negara berkembang seperti lndonesia, yang tengah menghadapi tren
market-oriented

reform

seiring

dengan

terjadinya

Multilateral

Trade

Liberalizations dan Structural Adjustment Prograrn (SAP). Akibatnya pasar


produk-produk perikanan makin terintegrasi dan nelayan di negara berkembang

18

sudah mulai masuk ke dalam jaringan konsumen dan korporasi global. Secara
global kini sudah terbentuk kelembagaan dalam bentuk organisasi perdagangan
yang sarat kepentingan negara-negara maju seperti WTO dan sebagainya.
Para produsen yang berkecimpung di sektor perikanan dan kelautan,
khususnya di Indonesia, harus bisa dan mampu menghadapi perubahan pola
konsumsi masyarakat secara global. Konsumen sekarang ini bukan hanya
sekedar membeli produk perikanan namun lebih dari itu, mereka membrrtuhkan
kualitas, konsistensi, dan nilai. Dengan demikian harus ada perubahan paradikma
di tingkat nelayan kita dari filosofi : "tidak hanya berproduksi tapi juga harus
bisa melayani keinginan konsumen". Dengan berkembangnya teknologi baru,
mestinya kita bisa melayam karakteristik permintaan tersebut. Namun demikian,
perkembangan

teknologi

akan

menjadi

pedoman

terhadap

perubahan

kelembagaan perikanan, sehingga perubahan teknologi yang mengarah ke


minimalisasi biaya transaksi terhadap kelembagaan, itu yang harus digunakan.

19

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata kelembagaan menunjuk kepada sesuatu yang bersifat mantap
(established) yang hidup (constitued) di dalam masyarakat. Suatu kelembagaan
adalah suatu pemantapan perilaku (ways) yang hidup pada suatu kelompok orang.
Ia merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola; berfungsi untuk tujuantujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan
modern, atau bisa berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk
mengefisienkan kehidupan sosial.
Tiap kelembagaan memiliki tujuan tertentu, dan orang-orang yang terlibat di
dalamnya memiliki pola perilaku tertentu serta nilai-nilai dan norma yang sudah
disepakati yang sifatnya khas. Kelembagaan adalah kelompok-kelompok sosial
yang menjalankan masyarakat. Tiap kelembagaan dibangun untuk satu fungsi
tertentu.
Lembaga tataniaga/pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggara-kan
kegiatan atau fungsi tataniaga dengan mana barang-barang bergerak dari pihak
produsen ke pihak konsumen. Golongan produsen adalah mereka yang tugas
utamanya menghasilkan barang-barang. Mereka adalah nelayan, petani ikan, dan
pengolah hasil perikanan.
B. Saran

20

Dikearenakan makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, sebaiknya


pembaca tidak hanya puas dengan makalah yang kami sajikan. Silahkan bagi
pembaca untuk mencari tambahan referensi lain yang dapat menambah wawasan
kita kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
Budi, Restiana. 2013. Pemberdayaan Poklahsar Melalui Usaha Pembuatan
"Miela". Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Dewayanti, N. C. 2003. Analisis Pemasaran Ikan Laut Segar di Kabupatten
Cilacap. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Hanafiah, A.M dan A.M. Saefuddin. 1986. Tataniaga Hasil Perikanan. Cetakan
Pertama. Penerbit Universitas Indonesia Jakarta.
Kusnadi. 2007. Jaminan Sosial Nelayan. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara.
Lampe, Munsi. 2008. Wawasan Sosial Budaya Bahari. UPT-MKU:Makassar
Michel Sipahelut, 2010. Analisis Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Di
Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor : 2010.
Mappamiring, 2005. Kebijaksanaan pengembangan kelembagaan dalam
Pengembangan strategi Dan teknologi pengembangan Kawasan pulaupulau kecil yang berkelanjutan. Jurnal Administrasi Publik. Volume : I.
Halaman : 1-14.
Nasution A, Badaruddin. 2005. Isu-Isu Kelautan Dari Kemiskinan Hingga Bajak
Laut. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 130 hlm.
Raharjo, B. 2009. Peran Kelembagaan disektor Pemasaran hasil-Hasil Perikanan.
PENA Akuatika. 1 (1).
Sartika, A., 2001. Dinamika Modernisasi Perikanan (Formasi Sosial dan Mobilitas
Nelayan). Humaniora Utama Press. Bandung.

21

Soekartawi. 1992. Pembangunan Pertanian. PT. Grafindo Persada. Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai