Penawaran Pembeli
500.000
400.000
Secara umum negosiasi harga seperti ini tidak masalah. Namun sayangnya dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah harus mempertimbangkan prinsip akuntabilitas. Dari sisi akuntabilitas
angka 450.000 akan menjadi pertanyaan sumber dasarnya. Akan membuka kecurigaan
adanya kolusi antara penawar dan pembeli untuk kemudian dilaporkan kepada pengguna.
Dugaannya misalnya bisa saja kesepakatan sebenarnya 480.000 namun dilaporkan 450.000
sehingga 30.000 sebagai fee negosiasi. Tentu ini hanya dugaan namun demikian dari sisi
akuntabilitas harus dihindari semaksimal mungkin terjadinya potensi kolusi ini.
Pada penjelasan Keppres 80/2003 dan seluruh perubahannya, terkait klarifikasi dan negosiasi
diatur cukup detil bahwa :
Klarifikasi dan negosiasi dilaksanakan sebagai berikut:
1. sebelum klarifikasi dan negosiasi dilakukan, panitia/pejabat pengadaan membuat
pedoman klarifikasi dan negosiasi teknis dan harga. Dalam pedoman klarifikasi dan
negosiasi teknis dan harga di-cantumkan hal-hal teknis dan item pekerjaan yang akan
diklarifikasi dan dinegosiasi, tetapi tidak boleh mencantumkan rincian HPS;
2. klarifikasi dan negosiasi dilakukan kepada peserta pemilihan langsung yang
menawarkan harga terendah sampai terjadi kesepakatan. Klarifikasi dan negosiasi
tidak boleh dihadiri oleh peserta pemilihan langsung lainnya;
3. klarifikasi dan negosiasi teknis dilakukan untuk mendapatkan barang/jasa yang sesuai
dengan spesifikasi yang tercantum dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa
atau spesifikasi yang lebih tinggi;
4. bagi pengadaan barang/jasa berdasarkan kontrak harga satuan, panitia/pejabat
pengadaan melakukan klarifikasi dan negosiasi terutama terhadap harga satuan itemitem pekerjaan yang harga satuan penawarannya lebih tinggi dari harga satuan yang
tercantum dalam HPS;
5. bagi pengadaan barang/jasa berdasarkan kontrak lumpsum, Pejabat / Panitia
Pengadaan / Unit Layanan Pengadaan (Procurement Unit) melakukan negosiasi hanya
pada harga total saja;
6. setelah klarifikasi dan negosiasi, Pejabat / Panitia Pengadaan / Unit Layanan
Pengadaan (Procurement Unit) meminta kepada peserta pemilihan langsung yang
akan diusulkan untuk menandatangani berita acara hasil klarifikasi dan negosiasi.
Apabila tidak terjadi kesepakatan dengan urutan pertama, maka klarifikasi dan
negosiasi dilakukan kepada urutan penawar terendah berikutnya;
Namun demikian Perpres 54/2010 sebagaimana diubah dengan Perpres 4/2015 hanya
mengatur pada pasal 66 ayat 5 huruf a bahwa HPS digunakan sebagai untuk menilai
kewajaran penawaran termasuk rinciannya. Kemudian operasional negosiasi diuraikan dalam
Perka 14/2012 pada proses pengadaan langsung disebutkan bahwa Negosiasi harga dilakukan
berdasarkan HPS.
Jika berdasarkan HPS maka yang dinegosiasi adalah Harga Satuan dalam Daftar Kuantitas
dan Harga. Jika demikian, untuk studi kasus diatas dimana item barang yang dibeli hanya 1
unit, maka harga negosiasi yang terjadi mau tidak mau adalah sama dengan harga penawaran
pembeli (400.000).
Studi kasus sederhana lainnya dengan daftar kuantitas terdiri dari beberapa item sub
pekerjaan:
Penyedia I
HPS
Ite
m
Penawaran
Negosiasi
H.
Satuan
Volum
e
Jumlah
H.
Satuan
Volum
e
Jumlah
H.
Satuan
Volum
e
Jumlah
50.000
10
500.000
40.000
10
400.000
40.000
10
400.000
60.000
10
600.000
50.000
10
500.000
50.000
10
500.000
70.000
10
700.000
75.000
10
750.000
70.000
10
700.000
80.000
10
800.000
85.000
10
850.000
80.000
10
800.000
90.000
10
900.000
85.000
10
850.000
85.000
10
850.000
3.500.0
00
TOTAL
TOTAL
3.350.0
00
TOTAL
3.250.0
00
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa total harga bergeser akibat negosiasi pada Harga Satuan
per item pekerjaan. Negosiasi ini bukan berjalan atas subyektifitas Pokja sebagai pelaksana
negosiasi, namun bergeser berdasarkan bahan baku dari PPK, melalui HPS. Harga satuan
HPS menjadi dasar pembanding dengan alasan merupakan harga pasar sebelum pelelangan.
Jika Harga Satuan setelah pelelangan lebih rendah maka harga satuan HPS (Harga Pasar
HPS) terkoreksi, jika sebaliknya maka harga satuan penawaran (Harga Pasar Penawran)
dikoreksi sesuai dengan Harga Satuan HPS.
Skenario lain ketika ada 2 penyedia yang diperbandingkan kemungkinan terjadi seperti
berikut:
Penyedia II
Ite
m
HPS
Penawaran
Negosiasi
H.
Satuan
Volum
e
Jumlah
H.
Satuan
Volum
e
Jumlah
H.
Satuan
Volum
e
Jumlah
50.000
10
500.000
30.000
10
300.000
30.000
10
300.000
60.000
10
600.000
65.000
10
650.000
60.000
10
600.000
70.000
10
700.000
60.000
10
600.000
60.000
10
600.000
80.000
10
800.000
95.000
10
950.000
80.000
10
800.000
90.000
10
900.000
90.000
10
900.000
90.000
10
900.000
3.500.0
00
TOTAL
3.400.0
00
TOTAL
3.200.0
00
TOTAL
Jika dilihat dari sisi penawaran Penyedia I memiliki harga penawaran terendah (3.350.000)
dibanding penawaran Penyedia II (3.400.000). Namun setelah dilakukan perhitungan
negosiasi berdasarkan HPS, total penawaran Penyedia II justru lebih rendah. Jika demikian
logikanya kesepakatan negosiasi ditawarkan kepada penyedia II terlebih dahulu untuk
mendapatkan total harga penawaran yang terendah. Jika penyedia II tidak sepakat (3.200.000)
maka baru ditawarkan ke Penyedia I dengan kesepakatan total negosiasi (3.250.000).
Bagaimana jika kemudian item barang yang ditawarkan hanya ada 1 item barang saja
atau bersifat lumpsum? Apa yang harus dinegosiasikan?
Menurut saya yang paling aman dan akuntabel adalah tetap berdasarkan pada HPS dan
KAK/Spesifikasi Teknis. Meskipun hanya item barang tidak berarti tidak terdapat unsur lain
yang mempengaruhi biaya. Faktor penyusun daftar kuantitas dan harga tidak hanya harga
pokok barang tetapi juga biaya pendukung sehingga item-item ini masih dapat
dinegosiasikan. Disinilah pentingnya Rincian HPS yang disusun PPK agar dapat dijadikan
pegangan Pokja dalam menyusun tabel pokok negosiasi.
Misal pengadaan 100 unit laptop dengan kontrak lumpsum. Maka unsur rincian HPS adalah:
HPS
Penawaran
Negosiasi
Item
H.
Satuan
Vol
Jumlah
H.
Satuan
Vol
Jumlah
H.
Satuan
Vol
Jumlah
Laptop
5.000.0
00
10
0
500.000.0
00
4.500.0
00
10
0
450.000.0
00
4.500.0
00
10
0
450.000.0
00
Ongko
s
Angkut
8.500.0
00
8.500.000
8.000.0
00
8.000.000
8.000.0
00
8.000.000
TOTAL
508.500.0
00
TOTAL
458.000.0
00
TOTAL
458.000.0
00
Meski dari sisi total harga tidak terjadi perubahan ongkos angkut misalnya dapat dilakukan
negosiasi teknis. Misal semula penawaran penyedia menggunakan jasa ekspedisi, sementara
spesifikasi PPK menggunakan referensi TIKI JNE dimana disisi kualitas memenuhi
kebutuhan. Maka hasil negosiasi nantinya bersifat negosiasi teknis.
Negosiasi teknis bisa dilakukan terhadap setiap komponen item pekerjaan. Yang perlu diingat
negosiasi teknis hanya berdampak pada perubahan harga penawaran pada bagian Harga
Satuan. Untuk bagian yang lumpsum, negosiasi teknis hanya berdampak pada kualitas teknis
yang lebih baik yang bisa didapatkan dan total harga penawaran tidak berubah.
Untuk itu pada SDP E-Tendering Perpres 4/2015 disebutkan pada pasal 27, bahwa :
1. Klarifikasi dan negosiasi teknis dan harga dilakukan dengan ketentuan :
1. dilakukan terhadap 2 (dua) peserta (jika ada) secara terpisah untuk
mendapatkan harga yang wajar serta dapat dipertanggungjawabkan;
2. klarifikasi dan negosiasi teknis dan harga hanya dilakukan terhadap
pekerjaan yang menggunakan Kontrak Harga Satuan atau Gabungan Lump
Sum
dan
Harga
Satuan
pada bagian harga satuan;
3. klarifikasi dan negosiasi teknis dilakukan terhadap pekerjaan yang
menggunakan Kontrak Lumpsum atau Gabungan Lump Sum dan Harga
Satuan pada bagian lumpsum;
4. [untuk pekerjaan yang menggunakan Kontrak Harga Satuan, penawaran
harga setelah koreksi aritmatik yang melebihi HPS tidak dinyatakan gugur
sepanjang hasil klarifikasi dan negosiasi teknis dan harga tidak melampaui
nilai total HPS.]
[untuk pekerjaan yang menggunakan Kontrak Lump Sum, penawaran yang
melebihi nilai HPS dinyatakan gugur]
[untuk pekerjaan yang menggunakan Kontrak Gabungan Lump Sum dan
Harga Satuan, penawaran harga setelah koreksi aritmatik yang melebihi
nilai
HPS
tidak dinyatakan gugur sepanjang hasil klarifikasi dan negosiasi teknis dan
harga tidak melampaui nilai total HPS]
5. [Dalam hal seluruh peserta tidak menyepakati klarifikasi dan negosiasi teknis
dan harga maka pelelangan dinyatakan gagal.]
Dari dua panduan K80/2003 dan SDP Perpres 4/2015 diatas dapat disimpulkan beberapa hal
yaitu:
1. Negosiasi pada pelelangan dilakukan jika jumlah penawaran yang masuk dan
memenuhi syarat kurang dari 3 penawaran.
2. Negosiasi dilakukan secara terpisah jika terdapat 2 calon penyedia.
3. Negosiasi terdiri dari Negosiasi Teknis dan Negosiasi Harga.
4. Sebelum acara klarifikasi dan negosiasi dilakukan, pokja telah menyiapkan hal-hal
teknis item pekerjaan yang akan diklarifikasi dan dinegosiasi, tetapi tidak boleh
mencantumkan rincian HPS.
5. Negosiasi teknis dan harga didasarkan pada KAK/Spesifikasi Teknis dan HPS.
6. Negosiasi Teknis dilakukan didasarkan pada KAK/Spesifikasi Teknis pada bagian
kontrak yang bersifat lumpsum.
7. Negosiasi Teknis dan harga didasarkan pada KAK/Spesifikasi Teknis dan HPS
pada bagian kontrak yang bersifat Harga Satuan.
8. Untuk Kontrak yang seluruh bagiannya bersifat lumpsum jika Total Harga
Penawaran setelah koreksi aritmatik melebihi HPS maka penawaran dinyatakan
gugur.
9. Untuk Kontrak yang didalamnya terdapat bagian yang bersifat Harga Satuan jika
Total Harga Penawaran setelah koreksi aritmatik melebihi HPS penawaran tidak
dinyatakan gugur sebelum dilakukan negosiasi.
Demikian hasil diskusi terkait proses klarifikasi dan negosiasi, mengingat sedikit panduan
teknis tentang negosiasi maka menyampaikan yang selama ini dilakukan sebagai ajang uji
coba yang baik, harapannya ada referensi lain yang akan muncul dari diskusi ini.
(1771 Views) January 26, 2015 10:01 am | Published by Samsul Ramli | 28 Comments
Dalam rangka membantu pembahasan dan diskusi tentang perubahan Perpres 54/2010 yang
ke-4 (Perpres 35/2011, Perpres 70/2012, Perpres 172/2014 dan Perpres 4/2015) saya coba
menyajikan perbandingan antara perubahan Perpres 70/2012 dan Perpres 4/2015. Kedua
Perpres ini mempunyai perubahan mayor yang banyak mempengaruhi pelaksanaan
pengadaan barang jasa pemerintah di Indonesia. Semoga dengan tabel ini dapat
mempermudah semua pihak dalam memahami apa saja pasal yang berubah serta apa
perubahannya. Kedepan akan dibahas secara mendalam tentang dampak perubahan kemudian
juga diharapkan dari berbagai diskusi dapat disampaikan beberapa usulan perbaikan. Semoga
bermanfaat.
Perpres 4 / 2015
Perpres 70 /2012
menetapkan
Penyedia
Barang/Ja
untuk:
Langsung
untuk
paket
Pengadaan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya
yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah); dan/atau
Ketentuan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a)
Persyaratan pemenuhan kewajiban
perpajakan tahun terakhir sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf l, dikecualikan
untuk Pengadaan Langsung
dengan menggunakan bukti pembelian atau
kuitansi.
PA
pada
Pemerintah
Daerah
mengumumkan
Rencana
Umum
Pengadaan Barang/Jasa secara terbuka
kepada masyarakat luas, setelah APBD
yang merupakan rencana keuangan
tahunan Pemerintah Daerah dibahas dan
Ketentuan ayat (2) Pasal 89 diubah dan disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a)
(2) Pembayaran prestasi pekerjaan diberikan
kepada Penyedia Barang/Jasa senilai prestasi (2) Pembayaran prestasi kerja diberikan
pekerjaan yang diterima setelah dikurangi
kepada Penyedia Barang/Jasa setelah
angsuran pengembalian
dikurangi angsuran pengembalian Uang
Uang Muka dan denda apabila ada, serta
Muka dan denda apabila ada, serta pajak.
pajak.
(2a) Pembayaran untuk pekerjaan konstruksi,
dilakukan senilai pekerjaan yang telah
terpasang.
Ketentuan ayat (4) Pasal 89 diubah serta disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (4a)
(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
diatur pada ayat (2) dan ayat (2a),
(4) Pembayaran bulanan/termin untuk
pembayaran dapat dilakukan sebelum prestasi Pekerjaan Konstruksi, dilakukan senilai
pekerjaan diterima/ terpasang untuk:
pekerjaan yang telah terpasang, termasuk
dengan
BAB XVII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 129 ditambahkan 2 (dua) ayat yakni ayat (6) dan ayat (7)
(6) Ketentuan Pengadaan Barang/Jasa di Desa
diatur dengan peraturan Bupati/Walikota yang
mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh
LKPP.
(7) Pimpinan K/L/D/I mendorong konsolidasi
pelaksanaan
Pengadaan
Barang/Jasa
Pemerintah.
Pasal II : Ketentuan Peralihan
Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini:
1. Proses pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang sedang dilaksanakan,
dilanjutkan dengan tetap berpedoman pada ketentuan sebelum diubah berdasarkan
Peraturan Presiden ini.
2. Perjanjian/Kontrak yang ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini,
tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Perjanjian/Kontrak.
3. Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.