Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH PENILAIAN KINERJA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber keunggulan kompetitif dan elemen kunci yang
penting untuk meraih kesuksesan dalam bersaing untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, pengelolaan
sumber daya manusia bagi organisasi hal yang penting bagi pelayanan kepada masyarakat. Sumber
daya manusia adalah bagian dari manajemen. Yang merupakan unsur manajemen yang di dalamnya
terdapat tenaga kerja pada perusahaan. Manusia selalu aktif dan dominan dalam setiap kegiatan
organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku dan penentu terwujudnya tujuan organisasi.
Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif karyawan meskipun alat-alat yang dimiliki
perusahaan begitu canggihnya. Alat-alat canggih yang dimiliki perusahaan tidak ada manfaatnya bagi
perusahaan. Jika peran aktif karyawan tidak diikut sertakan. Mengatur karyawan adalah sulit dan
kompleks, karena mereka mempuyai pikiran, perasaan, status, keinginan, dan latar belakang yang
heterogen yang dibawa ke dalam organisasi. Karyawan tidak dapat diatur dan dikuasai sepenuhnya
seperti mengatur mesin, modal, atau gedung.
1.2 Rumusan Masalah
1.

Apa pengertian penilaian kinerja?

2.

Apa Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja?

3.

Apa saja Elemen Penilaian Kinerja?

4.

Apa Metode Penilaian Kinerja?

5.

Apa saja Masalah-Masalah dalam Penilaian Kinerja?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui segala hal dan penjelasan yang di bahas mengenai Penilaian Kinerja

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penilaian Kinerja
Penilaian prestasi kerja menurut Utomo, Tri Widodo W. adalah proses untuk mengukur prestasi kerja
pegawai berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, dengan cara membandingkan sasaran (hasil
kerjanya) dengan persyaratan deskripsi pekerjaan yaitu standar pekerjaan yang telah ditetapkan selama
periode tertentu. Standar kerja tersebut dapat dibuat baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Penilaian kinerja menurut Mondy dan Noe (1993:394) merupakan suatu sistem formal yang secara berkala
digunakan untuk mengevaluasi kinerja individu dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Sedangkan Mejia, dkk (2004:222-223) mengungkapkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses
yang terdiri dari:
1.

Identifikasi, yaitu menentukan faktor-faktor kinerja yang berpengaruh terhadap kesuksesan suatu
organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengacu pada hasil analisa jabatan.

2.

Pengukuran, merupakan inti dari proses sistem penilaian kinerja. Pada proses ini, pihak manajemen
menentukan kinerja pegawai yang bagaimana yang termasuk baik dan buruk. Manajemen dalam suatu
organisasi harus melakukan perbandingan dengan nilai-nilai standar atau memperbandingkan kinerja
antar pegawai yang memiliki kesamaan tugas.

3.

Manajemen, proses ini merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian kinerja. Pihak manajemen harus
berorientasi ke masa depan untuk meningkatkan potensi pegawai di organisasi yang bersangkutan. Hal
ini dapat dilakukan dengan pemberian umpan balik dan pembinaan untuk meningkatkan kinerja
pegawainya.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai pengertian penilaian kinerja, terdapat benang merah
yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu sistem
penilaian secara berkala terhadap kinerja pegawai yang mendukung kesuksesan organisasi atau yang
terkait dengan pelaksanaan tugasnya. Proses penilaian dilakukan dengan membandingkan kinerja
pegawai terhadap standar yang telah ditetapkan atau memperbandingkan kinerja antar pegawai yang
memiliki kesamaan tugas.

2.2 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja


Penilaian kinerja mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi organisasi dan pegawai yang
dinilai, yaitu:
1.

Performance Improvement. Yaitu memungkinkan pegawai dan manajer untuk mengambil tindakan yang
berhubungan dengan peningkatan kinerja.

2.

Compensation adjustment. Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang
berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.

3.

Placement decision. Menentukan promosi, transfer, dan demotion.

4.

Training and development needs mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi pegawai
agar kinerja mereka lebih optimal.

5.

Carrer planning and development. Memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat
dicapai.

6.

Staffing process deficiencies. Mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai.

7.

Informational inaccuracies and job-design errors. Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah
terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama di bidang informasi job-analysis, job-design,
dan sistem informasi manajemen sumber daya manusia.

8.

Equal employment opportunity. Menunjukkan bahwa placement decision tidak diskriminatif.

9.

External challenges. Kadang-kadang kinerja pegawai dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga,
keuangan pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya. Biasanya faktor ini tidak terlalu kelihatan, namun dengan
melakukan penilaian kinerja, faktor-faktor eksternal ini akan kelihatan sehingga membantu departemen
sumber daya manusia untuk memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja pegawai.

10. Feedback. Memberikan umpan balik bagi urusan kepegawaian maupun bagi pegawai itu sendiri.
2.3 Elemen Penilaian Kinerja

Performance Standard
Penilaian kinerja sangat membutuhkan standar yang jelas yang dijadikan tolok ukur atau patokan
terhadap kinerja yang akan diukur. Standar yang dibuat tentu saja harus berhubungan dengan jenis
pekerjaan yang akan diukur dan hasil yang diharapkan akan terlihat dengan adanya penilaian kinerja ini.
Kriteria Manajemen Kinerja (Criteria for Managerial Performance)
Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi, yaitu kegunaan fungsional (functional
utility),

keabsahan (validity),

empiris (empirical

base),

sensitivitas(sensitivity),

pengembangan

sistematis (systematic development), dan kelayakan hukum(legal appropriateness).


Pengukuran Kinerja (Performance Measures)
Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (rating) yang relevan. Rating
tersebut harus mudah digunakan sesuai dengan yang akan diukur, dan mencerminkan hal-hal yang
memang menentukan kinerja Werther dan Davis (1996:346). Pengukuran kinerja juga berarti
membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan kinerja sebenarnya yang terjadi.
Pengukuran kinerja dapat bersifat subyektif atau obyektif. Obyektif berarti pengukuran kinerja dapat juga
diterima, diukur oleh pihak lain selain yang melakukan penilaian dan bersifat kuantitatif. Sedangkan
pengukuran yang bersifat subyektif berarti pengukuran yang berdasarkan pendapat pribadi atau standar
pribadi orang yang melakukan penilaian dan sulit untuk diverifikasi oleh orang lain.
Analisa Data Pengukuran
Setelah menetapkan standar pengukuran, kemudian mulailah dikumpulkan data-data yang diperlukan.
Data-data dapat dikumpulkan dengan melakukan wawancara, survei langsung, atau meneliti catatan
pekerjaan dan lain sebagainya. Data-data tersebut dikumpulkan dan dianalisa apakah ada perbedaan
antara standar kinerja dengan kinerja aktual.
Bias dan Tantangan dalam Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun bentuk atau metode penilaian yang dilakukan
oleh pihak manajemen harus adil, realistis, valid, dan relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai
karena penilaian kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan masalah prestasi semata, namun juga
menyangkut masalah gaji, hubungan kerja, promosi/demosi, dan penempatan pegawai.

2.4 Metode Penilaian Kinerja

1. Rating Scales
Menilai kinerja pegawai dengan menggunakan skala untuk mengukur faktor-faktor
kinerja (performance factor). Misalnya dalam mengukur tingkat inisiatif dan tanggung jawab
pegawai. Skala yang digunakan adalah 1 sampai 5, yaitu 1 adalah yang terburuk dan 5 adalah
yang terbaik. Jika tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai tersebut biasa saja, maka ia
diberi nilai 3 atau 4 dan begitu seterusnya untuk menilai faktor-faktor kinerja lainnya.
2. Critical Incidents
Evaluator mencatat mengenai apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan terburuk
(extremely good or bad behaviour) pegawai. Dalam metode ini, penilai harus menyimpan catatan
tertulis tentang tindakan-tindakan atau prilaku kerja yang sangat positif (high favorable) dan
perilaku kerja yang sangat negatif (high unfavorable) selama periode penilaian.
3. Essay

Evaluator menulis deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan, kinerjanya


pada masa lalu, potensinya dan memberikan saran-saran untuk pengembangan pekerja tersebut.
Metode ini cenderung lebih memusatkan perhatian pada perilaku ekstrim dalam tugas-tugas
karyawan daripada pekerjaan atau kinerja rutin yang mereka lakukan dari hari ke hari. Penilaian
seperti ini sangat tergantung kepada kemampuan menulis seorang penilai.
4. Work standard
Metode ini membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya atau dengan tingkat keluaran yang diharapkan. Standar mencerminkan
keluaran normal dari seorang pekerja yang berprestasi rata-rata, yang bekerja pada kecepatan
atau kondisi normal. Agar standar ini dianggap objektif, para pekerja harus memahami secara
jelas bagaimana standar yang ditetapkan.
5. Ranking
Penilai menempatkan seluruh pekerja dalam satu kelompok sesuai dengan peringkat yang
disusun berdasarkan kinerja secara keseluruhan. Contohnya, pekerja terbaik dalam satu bagian
diberi peringkat paling tinggi dan pekerja yang paling buruk prestasinya diletakkan di peringkat
paling bawah. Kesulitan terjadi bila pekerja menunjukkan prestasi yang hampir sama atau
sebanding.
6. Forced distribution
Penilai harus memasukkan individu dari kelompok kerja ke dalam sejumlah kategori
yang serupa dengan sebuah distribusi frekuensi normal. Contoh para pekerja yang termasuk ke
dalam 10 persen terbaik ditempatkan ke dalam kategori tertinggi, 20 persen terbaik sesudahnya
ke dalam kategori berikutnya, 40 persen berikutnya ke dalam kategori menengah, 20 persen
sesudahnya ke dalam kategori berikutnya, dan 10 persen sisanya ke dalam kategori terendah.
Bila sebuah departemen memiliki pekerja yang semuanya berprestasi istimewa, atasan dipaksa
untuk memutuskan siapa yang harus dimasukan ke dalam kategori yang lebih rendah.
7. Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS)
Evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja yang mencerminkan
dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya penilaian pelayanan pelanggan. Bila pegawai
bagian pelayanan pelanggan tidak menerima tip dari pelanggan, ia diberi skala 4 yang berarti
kinerja lumayan. Bila pegawai itu membantu pelanggan yang kesulitan atau kebingungan, ia
diberi skala 7 yang berarti kinerjanya memuaskan, dan seterusnya. Metode ini mendeskripsikan
perilaku yang diharapkan sesuai dengan tingkat kinerja yang diharapkan.
2. 5 Masalah-Masalah dalam Penilaian Kinerja
1. Kurangnya objektivitas
Salah satu kelemahan metode penilain kinerja tradisional adalah kurangnya objektivitas. Dalam
metode rating scale, misalnya, faktor-faktor yang lazim digunakan seperti sikap, loyalitas dan
kepribadian adalah faktor-faktor yang sulit diukur. Penggunaan faktor-faktor yang terkait dengan
pekerjaan (job related factors) dapat meningkatkan objektivitas.
2. Bias Hallo error
Bias Hallo error terjadi bila penilai mempersepsikan satu faktor sebagai kriteria yang paling
penting dan memberikan penilaian umum baik atau buruk berdasarkan faktor tunggal ini.
3. Terlalu longggar / terlalu ketat
Penilai terlalu longggar (leniency) kecenderungan memberi nilai tinggi kepada yang tidak
berhak, penilai memberi nilai lebih tinggi dari seharusnya. Penilai terlalu ketat (strictness)
terlalu kritis atas kinerja seorang pekerja (terlalu ketat dalam memberikan nilai). Penilaian

yang terlalu ketat biasanya terjadi bila manajer tidak mempunyai definisi atau batasan yang
akurat tentang berbagai faktor penilaian.
4. Kecenderungan memberikan nilai tengah
Kecenderungan memberi nilai tengah (Central tendency), terjadi bila pekerja di beri nilai ratarata secara tidak tepat atau di tengah-tengah skala penilaian, Biasanya, penilai memberi nilai
tengah karena ingin menghindari kontroversi atau kritik.
5. Bias perilaku terbaru
Bias perilaku terbaru (recent behavior bias) , perilaku atau kinerja yang paling akhir akan lebih
mudah diingat daripada perilaku yang telah lama. Penilai cenderung lebih banyak menilai kinerja
yang tampak menjelang atau pada saat proses penilaian dilakukan. Seharusnya penilaian kinerja
mencakup periode waktu tertentu.
6. Bias pribadi (stereotype)
Penyelia yang melakukan penilaian bisa saja memiliki bias yang berkaiatan dengan karakteristik
pribadi pekerja seperti suku, agama, gender atau usia. Meskipun ada peraturan atau undangundang yang melindugi pekerja, diskriminasi tetap menjadi masalah dalam penilain kinerja.
2.6 Study Kasus
Kinerja anggota kepolisian dinilai perlu dievaluasi. Ada warga mengatakan seharusnya
label Kami siap melayani anda yang sering dilihat di kantor polisi berubah menjadi Kami siap
melayani anda jika dibayar. Terlepas dari siapa warga tersebut, namun ini menjadi sebuah
parameter tentang pelayanan yang diberikan oleh pihak kepolisian. Entah apapun yang pernah
terjadi disana, tentunya para pembaca memiliki pengalaman pribadi mengenai hal ini.
Kondisi kondisi seperti inilah bisa jadi yang membuat warga mulai kurang
mempercayai kinerja polisi. Sehingga rasa enggan ataupun menghargai sudah mulai berkurang.
Ingat sikap menghormati itu berbeda dengan sikap menghargai. Sikap hormat itu dilakukan pada
saat berhadapan dengan polisi saja. Namun sikap menghargai itu, dimana pun orang
bersangkutan berada meski tanpa mengenakan seragam dinas, dia akan tetap di hargai. Mungkin
kasus penyerangan anak buah Hercules Rozario Marshal terhadap puluhan anggota kepolisian
yang sedang melakukan apel di kawasan pembangunan ruko PT Tjakra Multi strategi di
Srengseng, menjadi bukti juga bahwa polisi sudah mulai tidak dihormati lagi. Mereka (anak
buah Hercule) sudah berani melawan petugas kepolisian yang sedang melaksanakan apel, itu
keterlaluan sekali. Hal itu menandakan bahwa citra polisi dimata masyarakat sudah turun, kata
Kisnu WIdakso yang seorang kriminolog UI.
Ditambah lagi sering munculnya kasus kasus yang semakin memperburuk citra polisi di
media media nasional. Seperti kasus korupsi simulator SIM oleh Djoko Susilo yang dari level
atas, bahkan sampai pada level level bawah. Seperti kasus rekaman di youtube yang terjadi
pada kasus seorang polisi di Bali yang menilang seorang turis Belanda ketika tidak memakai
helm. Polisi tersebut meminta uang sebesar Rp. 200.000, yang kemudian diajak minum bir. Polisi
tersebut mengatakan kepada si turis bahwa 100.000 untuk beli bird an 100.000 untuk pemerintah
saya.
Komentar komentar pun banyak dilontarkan dari Negara lain, termasuk Negara kita
juga. Anda mungkin bisa melihat sendiri apa isi isi komentarnya. Itu mungkin hanya sekelumit
kasus yang bisa diabadikan dalam dunia digital, selebihnya anda bisa melihat kondisi rill
disekitar anda. Polisi Indonesia juga banyak yang memiliki berat badan berlebih, jauh berbeda
dengan polisi di luar negeri yang masih memiliki berat ideal meski sudah tua. Kalau berat badan
sudah berlebih, lalu bagaimana nanti kalau mengejar pencuri, tukas seorang warga.

Komisi Oang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengatakan, Presiden
Joko Widodo harus membenahi institusi polisi. Menurut Kontras, sikap polisi terhadap
masyarakat tidak mencerminkan keamanan dan mengayomi. Kordinator Kontras Haris Azwar
menegaskan, polisi saat ini seolah menjadi institusi yang menyeramkan, khususnya bagi orang
dengan ekonomi rendah. "Sekarang banyak orang tidak ingin berurusan dengan polisi karena
mereka takut dan tidak mau ribet," katanya dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Selasa (4/11).
Padahal, kata Haris, tugas Polri yang tertera pada Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002
tentang Polri mencakup tiga dasar, yaitu melakukan penegakan hukum, pelayanan publik, dan
menjaga ketertiban . "Tiga tugas ini jadi menarik karena kalau di lapangan polisi sering
melakukan penegakan hukum tapi juga memunculkan rasa ketidakamanan,"
ungkapnya. Menurutnya, banyak masyarakat yang berurusan dengan polisi tetapi malah makin
suram. "Problem polisi di lapangan kurang baik itu berasa saat di polres dan polsek. Karena jika
sudah ditingkat polda dan mabes cenderung lebih baik berkomunikasi," kata Haris.
Haris mencontohkan diskriminasi di kepolisian dengan membandingkan kasus perjudian
yang pasti ditindak dan bahkan akan ada yang ditembak jika berusaha kabur. Tapi, tidak
dilaksanakan pada kasus kecelakaan yang melibatkan anak Ketua Partai Amanat Nasional (PAN)
Hatta Radjasa. Bahkan, menurutnya, anaknya Hatta tidak dijerat hukum sedikit pun, dan dia bisa
kembali melanjutkan sekolahnya di luar negeri. "Jadi ada dikriminasi pada kelas rendah yang
secara sisi ekonomi kurang dan tidak punya keberanian menantang proses hukum. Itu hanya akan
jadi bantal pukul-pukulan polisi saja," katanya. Apalagi, lanjut Haris, jika kasus diambil oleh
polda, masalah akan lebih rumit. "Jika tidak mempunyai backingan setingkat polda atau tidak
punya uang sogokan besar, lupakan saja untuk diurusi dengan layak," katanya.
Selain itu, masalah lain yang dinilai oleh Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (Kontras), menilai kinerja Polri dalam penegakan hukum dan HAM masih belum
memuaskan. Menurut Kontras banyak proses penyelidikan kasus yang ditangani polisi tidak
menjunjung tinggi penghormatan kepada HAM. Kordinator Kontras, Haris Azhar mengatakan
jika polisi tidak melakukan prosedur hukum dengan baik akan berpotensi mengkriminalsasi
masyarakat dan mengaburkan fakta-fakta yang seaungguhnya terjadi.
Haris mencontohkan, tentang penanganan kasus Jakarta Internasional School (JIS) yang
melibatkan enam petugas kebersihan sekolah. Menurutnya, kasus tersebut merupakan bentuk
kearoganan polisi. Karena dalam proses penyidikan di Polda Metri Jaya, para tersangka
mengalami sejumlah tekanan dan penyiksaan. "Bahkan, salah seorang tersangka, yaitu Azwar
akhirnya meninggal dalam tahanan," kata Haris pada diskusi yang dilaksanakan di kedai Tjikini,
Jakarta, Selasa (4/11). Meski, polisi mengatakan bahwa Azwar melakukan aksi bunuh diri saat
izin ke toilet dengan menenggak cairan pembersih saat pembuatan BAP. Namun kejadian
tersebut tetap janggal karena, menurut kesaksian tidak ada seorangpun izin selama proses
interogasi berlangsung. "Selain itu, banyak luka lebam pada tubuh korban, yang diakui para
keluarga korban merupakan luka akibat dipukuli polisi saat interogasi," ujarnya.
Kasus seperti ini, lanjut Haris menunjukan bahwa aparat polisi terbukti masih belum
kerja secara profesional. Selain itu, polisi masih belum menjalankan tugas dan kewajibannya
sebagai penegak hukum. "Karena masih melakukan pendekatan kekerasan serta tidak cermat
dalam memberikan penghukuman sehingga berpotensi mengkriminalisasikan warga," katanya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penilaian kinerja adalah kegiatan menajer untuk mengevaluasi perilaku prestasi kerja karyawan
serta menetapkan kebijakan selanjutnya. Penilaian perilaku meliputi penilaian kesetiaan, kejujuran,
kepemimpinan, kerja sama, loyalitas, dedikasi, dan partisipasi karyawan. Menilai perilaku ini sulit karena
tidak ada standar fisiknya, sedangkan untuk penilaian hasil kerja relatif lebih mudah karena ada stndar
fisik yang dapat dipakai sebagai tolak ukurnya, seperti meter, liter, dan kilogram. Aspek penting dari suatu
sistem penilaian kerja adalah memiliki standar yang jelas. Sasaran utama dari adanya standar tersebit
ialah teridentifikasinya unsur-unsur krital suatu pekerjaaan. Standar itulah yang merupakan tolak ukur
seseorang melakukan pekerjaannya.

DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan,

Melayu.

2000.

Manajemen

Sumber

Daya

Manusia.

Jakarta:

Bumi

Sutrisno, Edy. 2009.Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Aksara

Anda mungkin juga menyukai